Faktor Redudansi ρ untuk Kategori Desain Seismik D sampai F

16 3. Parameter percepatan respons spektral desain Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek S DS dan pada perioda 1 detik S D1 , harus ditentukan melalui persamaan 16 dan 17. S DS = .S MS 16 S D1 = . S M1 17 Nilai spektrum respons desain Sa ditentukan melalui fungsi dari nilai periode Gambar 7. Gambar 7 Spektrum respons desain Jika nilai periode lebih kecil dari To, maka spektrum respons percepatan Sa harus diambil dari persamaan 18. Sa = S DS . + . 18 Nilai To harus memenuhi persamaan 19 dan Nilai Ts harus memenuhi persamaan 20. To = 0.2Ts 19 Dimana: Ts = D Ds 20 Jika nilai periode yang lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons desain Sa sama dengan S DS . Kemudian, apabila nilai periode lebih besar dari TS maka spektrum respons percepatan desain Sa diambil berdasarkan persamaan 21. Sa = D 21 Berdasarkan peta gempa pada SNI 03-1726-2012, nilai percepatan batuan dasar 1 detik S 1 untuk wilayah DKI Jakarta berkisar 0.25-0.3 g dan nilai percepatan batuan dasar 0.2 detik Ss untuk daerah Jakarta berkisar 0.6-0.7 g. Story Drift dari Kinerja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan antar tingkat maksimum struktur akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi strutur gedung diambang keruntuhan, dimaksudkan untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan 17 struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa dan benturan antar gedung. Hasil dari analisis struktur akan menghasilkan gaya-gaya dalam, antara lain: gaya momen, geser, torsi dan axial. Program ETABS juga dapat mengeluarkan data output berupa base shear dan displacement atau total drift. Nilai total drift disebut juga dengan nilai perpindahan elastis di lantai tingkat x δexΨ. Nilai perpindahan elastis antar lantai diperoleh dari hasil selisih nilai δex lantai tingkat atas dikurangi δex lantai tingkat bawah. Menurut BSN 2012Ψ dalam SNI 03-1726-2012 menjelaskan bahwa nilai perpindahan elastis antar lantai story drift harus dihitung dengan faktor perbesaran atau amplifikasi defleksi dan faktor keutamaan gempa. Nilai perpindahan atau simpangan antar lantai tingkat story drift yang diperbesar, ditentukan melalui persamaan 22. δ x = C .δ x I 22 Keterangan: Cd = Faktor amplifikasi defleksi sesuai Tabel 9 pada SNI 03-1726-2012 pasal 7.2.2 δex = Defleksi antar tingkat Ie = Faktor keutamaan gempa sesuai SNI 03-1726-2012 pasal 4.1.2 Penentuan batas nilai story drift simpangan antar lantai tingkat desain Δx ditentukan berdasarkan tipe dari sistem struktur penahan gaya seismik Tabel 10. Tabel 10 Simpangan antar lantai ijin berdasarkan SNI 03-1726-2012 Struktur Kategori risiko I atau II III IV Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai tingkat. 0.025 hsx 0.020 hsx 0.015 hsx Struktur dinding geser kantilever batu bata. 0.010 hsx 0.010 hsx 0.010 hsx Struktur dinding geser batu bata lainnya. 0.007 hsx 0.007 hsx 0.007 hsx Semua struktur lainnya. 0.020 hsx 0.015 hsx 0.010 hsx Keterangan: hsx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x Struktur Balok Balok merupakan elemen struktur melintang secara horizontal yang berfungsi menerima gaya-gaya berupa beban lateral, beban searah sumbu gravitasi dan beban dari elemen pelat, kemudian gaya tersebut didistribusikan kepada elemen kolom. Kekuatan lentur nominal pada penampang balok Mn dapat dihitung dengan analisis kesesetimbangan gaya-gaya yang terjadi pada balok yang digambarkan dalam diagram regangan dan tegangan Gambar 8. 18 Gambar 8 Diagram kesetimbangan regangan tegangan pada balok tulangan rangkap Diagram kesetimbangan regangan tegangan pada balok tulangan rangkap dirumuskan dalam persamaan 23. Cc + Cs = Ts 23 Nilai Cc merupakan resultan gaya tekan diatas garis netral yang disumbangkan oleh material beton, ditentukan melalui persamaan 24. Nilai Cs merupakan resultan gaya tekan yang disumbangkan oleh tulangan negatif, ditentukan melalui persamaan 25. Nilai Ts merupakan resultan gaya tarik yang disumbangkan oleh tulangan positif, ditentukan melalui persamaan 26. Cc = 0. 85.f’c.a.b 24 Cs = As’. fy 25 Ts = As.fy 26 Keterangan: As’ = luas tulangan tekan, mm 2 As = luas tulangan tarik, mm 2 fy = kuat leleh tulangan, Mpa a = tinggi blok tegangan persegi ekivalen, mm b = lebar balok, mm c = jarak dari serat tekan terjauh kesumbu netral, mm f’c = kuat tekan beton, Mpa Jika persamaan 23 diuraikan, maka nilai a dapat ditentukan dengan persamaan 27. a = A . −A ′ . . . ′ . 27 Nilai kekuatan lentur nominal dapat ditinjau dari nilai Ts yang dinyatakan dalam persamaan 28. Mn = Cc d-a2 + Cs d- ds’Ψ 28 Keterangan: d = tinggi balok efektif, mm ds’ = tebal selimut beton, mm Struktur balok dikatakan aman terhadap beban lentur, apabila nilai kekuatan lentur nominal yang telah direduksi lebih besar dari gaya momen terfaktor, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan 29. Menurut BSN 2013 dalam SNI 03-2847-2013 menjelaskan bahwa nilai faktor reduksi untuk lentur tulangan tarik sebesar 0.9; faktor reduksi untuk lentur tulangan tekan spiral sebesar 0.75 dan tulangan tekan jenis lainnya sebesar 0.65. ϕMn ≥ Mu 29 Struktur balok juga harus mampu menahan gaya geser terfaktor akibat pembebanan gravitasi maupun beban gempa. Menurut BSN 2013 dalam SNI 03- 19 2847-2013 menjelaskan bahwa elemen balok harus direncanakan untuk memenuhi kebutuhan tulangan geser akibat gaya geser terfaktor. Analisis perhitungan gaya geser yang dianalisis harus memperhitu ngkan faktor reduksi ϕ = 0.75. Kombinasi nilai gaya geser yang ditahan tulangan geser Vs dan gaya geser yang ditahan beton Vc disebut Vn. Nilai Vc harus memenuhi persamaan 30. Nilai Vs harus memenuhi persamaan 31. Nilai Vn yang telah dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan harus direncanakan dapat mampu memikul gaya geser terfaktor Vu. Kemampuan tulangan besi dan beton dalam menahan geser Vn harus memenuhi persamaan 32. Vc = 0. 17.λ.f’cΨ 12 .b w .d 30 Vs = A . . 31 Vu ϕVn 32 Keterangan: Av = luas tulangan, mm f’c = mutu beton, MPa λ =1 beton normal fy = tegangan leleh, mm s = jarak spasi, mm d = tinggi efektif balok, mm bw = lebar balok, mm Struktur Kolom Kolom pada struktur gedung merupakan elemen yang berfungsi sebagai pilar- pilar yang mendukung berdirinya rangka struktur serta berperan untuk mendistribusikan beban-beban dari elemen pelat lantai dan balok yang kemudian diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Beban dari elemen pelat lantai dan balok ini berupa beban aksial serta momen lentur. Struktur gedung tinggi harus didesain dengan prinsip strong colomn weak beam artinya kolom harus didesain lebih kuat dibandingkan struktur balok Gambar 9. a b Gambar 9 Mekanisme terbentuknya sendi-sendi plastis untuk a Strong Column –Weak Beam, b Strong Beam–Weak Column Prinsip desain kolom kuat-balok lemah diharapkan, dapat mencegah terjadinya sendi-sendi plastis pada kolom. Jika pada suatu saat terjadi goncangan 20 yang besar akibat gempa, kolom bangunan didesain akan tetap bertahan, sehingga orang-orang yang berada dalam gedung masih mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri sebelum gedung tersebut roboh seketika. Mekanisme leleh atau terbentuknya sendi-sendi plastis pada struktur gedung terbagi dua, antara lain: 1 Mekanisme kelelehan pada balok Beam Sidesway Mechanism, yaitu keadaan posisi sendi-sendi plastis terbentuk pada balok-balok dari struktur bangunan, akibat penggunaan kolom-kolom yang kuat Strong Column –Weak Beam. 2 Mekanisme kelelehan pada kolom Column Sidesway Mechanism, yaitu keadaan posisi sendi-sendi plastis terbentuk pada kolom-kolom dari struktur bangunan pada suatu tingkat, akibat penggunaan balok-balok yang kaku dan kuat Strong Beam – Weak Column. Menurut BSN 2013 dalam SNI 03-2847-2013 menjelaskan bahwa dalam perencanaan struktur kolom harus memperhitungkan nilai pembesaran momen pada ujung kolom. Persamaan yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen dilihat dari sisi, kolom tersebut bergoyang atau tidak bergoyang. Suatu kolom dianggap tidak bergoyang bila memenuhi persamaan 33. Q = ΣP .∆ V s .l 0.05 33 Keterangan: P u = Jumlah beban vertikal terfaktor total pada tingkat yang ditinjau. V us = Gaya geser terfaktor total pada tingkat yang ditinjau.  o = Simpangan relatif antar tingkat pada orde-pertama akibat V u. l c = Panjang komponen kolom pada sistem rangka yang diukur dari pusat ke pusat nodal analisis. Apabila struktur kolom dianggap tidak bergoyang maka pembesaran momen dihitung dengan persamaan 34. Mc = δ ns .M 2 34 Dimana: δ ns = C m − P . 5P 1 35 Pc = π EI l 36 Apabila struktur kolom dianggap bergoyang maka pembesaran momen dihitung dengan persamaan 37 dan 38. M 1 = M 1ns + δ s .M 1s 37 M 2 = M 2ns + δ s .M 2s 38 Keterangan: Mc = Momen terfaktor yang diperbesar untuk pengaruh kurvatur komponen struktur yang digunakan untuk desain komponen struktur tekan, N.mm Cm = Faktor yang menghubungkan diagram momen aktual ke diagram momen seragam ekivalen. Pu = Gaya aksial terfaktor, diambil sebagai positif untuk tekan dan negatif untuk tarik, N. Pc = Beban tekuk kritis, N. M 1 = Momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen struktur tekan, diambil sebagai positif jika komponen struktur dibengkokkan dan kurvatur tunggal dan negatif jika dibengkokkan dalam kurvatur ganda, N.mm. 21 M 1ns = Momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan pada ujung dimana M 1 bekerja, akibat beban yang mengakibatkan goyangan samping tidak besar yang dihitung menggunakan analisis rangka elastisitas orde pertama, N.mm. M 2 = Momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen struktur tekan, jika pembebanan transversal terjadi diantra tumpuan, M2 diambil sebagai momen terbesar yang terjadi dalam komponen struktur. Nilai M2 selalu positif, N.mm. M 2ns = Momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan pada ujung dimana M 2 bekerja, akibat beban yang mengakibatkan goyangan samping tidak besar yang dihitung menggunakan analisis rangka elastisitas orde pertama, N.mm. Menurut Asroni 2010, beban yang bekerja pada kolom, biasanya berupa kombinasi antara beban aksial dan momen lentur. Besarnya beban aksial dan momen lentur yang mampu ditahan oleh kolom bergantung pada ukuran atau dimensi kolom, jumlah serta tata letak baja tulangan yang terpasang pada kolom tersebut. Hubungan antara beban aksial dan momen lentur digambarkan dalam suatu diagram yang disebut diagram interaksi kolom M-N. Menurut Zaidir et al. 2012, analisis struktur pada kolom akibat pembebanan akan menghasilkan gaya dalam yang digunakan untuk melihat kemampuan penampang beton bertulang dalam menahan kombinasi gaya aksial dan momen lentur yang digambarkan dalam suatu bentuk kurva interaksi antara kedua gaya tersebut, disebut diagram interaksi P – M kolom. Diagram interaksi ini dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah yang ditentukan oleh keruntuhan tarik dan daerah yang ditentukan oleh keruntuhan tekan, dengan pembatasnya adalah titik seimbang balanced. Berdasarkan output gaya - gaya dalam kolom yang diperoleh dari hasil analisis struktur, kemudian di-plot dalam diagram Interaksi Aksial - Momen P-M. Setiap kombinasi beban P-M kolom yang diperoleh dari hasil analisis struktur diplotkan pada diagram interaksi kolom. Menurut BSN 2013, SNI 03-2847-2013 menjelaskan bahwa elemen strutur kolom merupakan bagian komponen dari rangka portal struktur yang dikenai gaya tekan aksial. Beton memiliki kemampuan dalam menahan geser, akan tetapi jika beton tidak mampu menahan gaya tersebut, maka perlu direncanakan penambahan tulangan besi yang berkontribusi sebagai penahan gaya geser. Kemampuan struktur beton pada elemen kolom dalam menahan geser Vc dirumuskan dalam persamaan 39. Vc = . [ + N A ]λ √f′c.bw.d 39 Keterangan: Nu = gaya aksial, kN bw = lebar kolom, mm d = tinggi efektif balok, mm Kontribusi kemampuan besi tulangan dalam menahan gaya geser Vs atau yang biasa disebut dengan tulangan sengkangbegel dirumuskan dalam persamaan 40. Vs = Av.Fy.d s 40 Menurut BSN 2013 dalam SNI 03-2847-2013 menjelaskan bahwa apabila nilai Vs melebihi 0.33 √�′ .bw.d, maka spasi maksimum sengkang harus dikurangi 22 setengahnya. Kekuatan nominal geser pada penampang kolom Vn harus diberikan faktor reduksi yaitu 0.75. Nilai gaya geser yang ditahan tulangan geser Vs dan gaya geser yang ditahan kolom beton Vc harus direncanakan dapat mampu memikul gaya geser terfaktor Vu. Kemampuan tulangan besi dan beton dalam menahan geser Vn harus memenuhi persy aratan ϕVn Vu. Kemampuan kolom dalam menahan pengaruh gempa tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari a dan b: a Geser yang terkait dengan pengembangan kekuatan momen nominal kolom pada setiap ujung terkekang dari panjang yang tak tertumpu akibat lentur kurvatur terbalik. Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, konsisten dengan arah gaya lateral yang ditinjau yang menghasilkan kekuatan lentur tertinggi. b Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang melibatkan E dengan E ditingkatkan oleh o. 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Desember 2015. Gedung yang menjadi objek penelitian adalah gedung yang dibangun sebelum tahun 2010. Gedung tersebut merupakan gedung perkantoran di Jakarta Timur yang didapatkan melalui manajemen pengelola gedung. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1 Gambar teknik as built drawing dan Gambar arsitektur Tahun 2003-2007. 2 Data hasil penyelidikan tanah BoringN-SPT. 3 Komputer laptop windows 8, Processor AMD A8. 4 MS.Office 2012. 5 Program software analisis pemodelan struktur ETABS version 9.7.2.. 6 Program software analisis pemodelan struktur SAP 2000 version 11. 7 Autocad 2007. Prosedur Penelitian Tahapan prosedur penelitian antara lain: studi literatur, pengumpulan data melalui observasi lapang, uji hammer test, pemodelan struktur, analisa struktur, evaluasi struktur, rekomendasi perkuatan struktur, kekuatan struktur dan penyusunan laporan akhir.

1. Studi Literatur

Mengumpulkan referensi tinjauan pustaka yang mendukung kegiatan penelitian penulis, seperti jurnal penelitian, pedoman analisa perhitungan struktur yang mengacu pada SNI Standar Nasional Indonesia dan penelitian lainnya yang terkait tentang evaluasi struktur gedung. 23

2. Pengumpulan Data melalui Observasi Lapang

Data-data yang menjadi pendukung dalam penelitian ini adalah gambar as built drawing, gambar arsitektur dan referensi tentang peta kelas situs jenis tanah. Kajian evaluasi struktur gedung dilakukan dengan cara metode pengamatan visual atau observasi lapang. Pengamatan visual yaitu melihat keadaan fisik kondisi eksisting gedung yang mengalami masalah. Hasil dari observasi lapang tersebut dipakai sebagai bahan pertimbangan perlunya kajian evaluasi struktur gedung.

3. Uji Hammer Test

Pada pengamatan visual, dilakukan juga uji hammer test untuk mengevaluasi mutu kekuatan beton, sehingga dapat ditinjau perbedaan antara nilai mutu beton eksisting dan nilai mutu beton pada as built drawing. Pengujian dilakukan dengan mengambil 5 sampel titik uji pada objek element struktur, kemudian dihitung nilai rata-rata yang sudah otomatis terlihat pada alat hammer test Gambar 10. a b Gambar 10 a Alat hammer test digital, b Pengujian hammer test

4. Desain Percepatan Respons Spektral

Nilai desain percepatan respons spektra diperoleh dari hasil analisa website Aplikasi Desain Spektra dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman PUSKIM, Kementrian Pekerjaan Umum. Secara khusus, objek penelitian pada studi ini terletak di Jakarta Timur. Menurut peta klasifikasi tanah DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Asrurifak et al. 2013, bahwa lokasi Gedung X yang terletak pada daerah Jakarta Timur termasuk dalam kategori wilayah klasifikasi jenis tanah lunak Gambar 11. 24 Gambar 11 Peta klasisifikasi jenis tanah di DKI Jakarta Asrurifak et al. 2013 Hasil analisis dari website PUSKIM diperoleh tabel dan grafik respons spektra. Data nilai desain percepatan respons spektra yang diperoleh antara lain: nilai percepatan batuan dasar 0.2 detik Ss = 0.667 g; percepatan batuan dasar 1 detik S 1 = 0.293 g; spektrum respons percepatan pada perioda pendek S MS = 0.991 g; spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik S M1 = 0.929 g, percepatan spektral desain untuk perioda pendek S DS = 0.607 g; percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik S D1 = 0.553 g; Periode Ts = 0.901 s dan Periode To = 0.182 s Gambar 12. Gambar 12 Grafik desain respons spektrum gedung pada lokasi objek penelitian Sumber: http:puskim.pu.go.idAplikasidesain_spektra_indonesia_2011 Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 6.5, tentang penentuan Kategori Desain Seismik KDS, untuk nilai SD S = 0.607 g, SD 1 = 0.553 g dan kategori risiko II perkantoran, diperoleh jenis KDS pada Gedung X tergolong pada tipe D. 25

5. Pemodelan Stuktur

Program yang digunakan untuk menganalisis model struktur gedung yaitu software analisis struktur ETABS Extended Three Dimensional Analysis of Building System version 9.7.2. Program yang digunakan untuk menganalisis model struktur atap yaitu software SAP 2000. Pemodelan elemen struktur akan dibentuk dalam perspektif arah tiga dimensi, yaitu: sumbu x,y dan z. Material struktur yang dimodelkan antara lain: struktur atap dan struktur gedung. Struktur gedung yang dimodelkan yaitu: balok, kolom, pelat berdasarkan data gambar pelaksanaan as built drawing, serta untuk struktur pondasi dimodelkan sebagai tumpuan jepit. Khusus untuk kolom menggunakan analisis check design, artinya tulangan longitudinal atau tulangan pokok dimasukkan untuk dilakukan analisis pengecekan kondisi eksisting.

6. Analisa Pembebanan

Kombinasi pembebanan yang dimasukkan kedalam pemodelan harus berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di Indonesia. Analisis pembebanan yang diperhitungkan pada pemodelan struktur ini, diantaranya pembebanan statik berdasarkan PPPURG 1987 dan pembebanan dinamik gempa menggunakan analisis prosedur spektrum respons ragam Response Spectrum Modal Analysis berdasarkan SNI 03-1726-2012. Prosedur pembebanan dinamik ini harus mempertimbangkan faktor pengali 0.85V1Vt dan faktor redudansi sesuai SNI 03- 1726-2012. 7. Analisis Struktur Hasil dari analisis struktur diperoleh setelah melakukan running analisis struktur. Sebelum hasil analisis struktur digunakan, diperlukan cek kontrol partisipasi massa hingga mencapai 90. Data gaya-gaya dalam diperoleh berdasarkan hasil analisa ETABS dan SAP 2000 setelah dilakukan start designcheck structure. Hasil analisis struktur dalam penelitian ini terbagi tiga, antara lain: a. Hasil Kinerja Batas Ultimit dari Simpangan Antar Lantai Story Drift Hasil analisis story drift akibat pembebanan gempa yang dihitung berdasarkan SNI 03-1726-2012 menggunakan prinsip kinerja batas ultimit struktur. Hasil anilisis kinerja batas ultimit akan menghasilkan nilai perpindahandisplacement dan nilai story drift simpangan antar lantai.

b. Hasil Analisis Struktur

Struktur atap Hasil analisis struktur atap untuk penampang elemen rangka batang baja pada atap, kolom dan balok menggunakan program SAP 2000 akan menghasilkan keluaran output berupa nilai gaya-gaya dalam, seperti gaya momen, gaya geser, gaya aksial dan gaya torsi. Struktur gedung Hasil analisis struktur gedung untuk elemen penampang beton pada balok dan kolom menggunakan program ETABS akan menghasilkan keluaran output berupa nilai gaya-gaya dalam, seperti gaya momen, gaya geser, gaya aksial dan gaya torsi.

Dokumen yang terkait

KOMPARASI PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BERDASARKAN SNI 03-1726-2002 DENGAN SNI 1726:2012 (Studi Kasus : Gedung Yellow Star Hotel, Jl. Adisucipto , Sleman, DIY)

3 8 189

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CITRA DREAM HOTEL YOGYAKARTA BERDASARKAN SNI 1726-2012 DAN SNI 2847-2013.

0 5 17

Desain Tahan Gempa Gedung Struktur Beton Bertulang Penahan Momen Khusus Berdasarkan "Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002" dan "Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002".

1 1 18

Desain Tahan Gempa Struktur Rangka Baja Dengan Bresing Eksentris Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002.

1 3 58

Desain Tahan Gempa Struktur Rangka Baja Penahan Momen Khusus Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002.

0 1 18

REDESAIN STRUKTUR GEDUNG 11 LANTAI INDOSAT SEMARANG BERDASARKAN SNI GEMPA 2012 -

0 2 61

STANDAR PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG SNI – 1726 - 2002

2 8 69

PERBANDINGAN RESPONS DINAMIK STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA CILACAP BERDASARKAN PERCEPATAN SPEKTRUM GEMPA SNI 03-1726-2002 DAN SNI 1726:2012

0 0 19

DESAIN TAHAN GEMPA STRUKTUR RANGKA BAJA PENAHAN MOMEN KHUSUS BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG SNI 03 – 1729 – 2002 DAN TATA CARA PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK BANGUNAN GEDUNG SNI 03 – 1726 – 2002

0 0 12

DESAIN TAHAN GEMPA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING EKSENTRIS BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK BANGUNAN GEDUNG SNI 03-1726-2002 DAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG SNI 03-1729-2002

0 0 28