KESIMPULAN SARAN Analisis kelembagaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara (Master Thesis)

Lampiran 6 Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP KUESIONER PENELITIAN ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM PERBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR PEMP DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Oleh: PITSON KUTANI S2SPTIPB No. Kuesioner : Nama Responden : Lembaga : Jabatan : Tanggal : Dimohon kesediaan BapakIbuSdr untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Data dan semua informasi yang diberikan akan saya jamin kerahasiaannya. Data dan informasi tersebut akan saya pergunakan sebagai bahan untuk penulisan Tesis. Atas kesediaannya dan partisipasi BapakIbuSdr ucapkan terima kasih. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Lampiran 6 lanjutan

1. Menurut BapakIbuSaudara bagaimana peranan dan kinerja kelembagaan PEMP

berdasarkan pengaruh indikator? Tolong di beri skor 1 Tidak pengaruh sd 5 Sangat Berpengaruh pada kolom Pengaruh. No Kondisi Internal Bobot Rating Kekuatan 1 Kesesuaian kualifikasi SDM 91.67 2 Kemantapan organisasi pelaksana 91.44 3 Pemahaman tupoksi 94.00 4 Pelaksanaan tupoksi 96.33 5 Sistem pencairan DEP 85.78 6 Pengawasan DEP 85.44 7 Obyektifitas penetapan KM, TPD, KMP 86.56 8 Relevansi rencana dengan anggaran 85.63 9 Pelaporan periodik 85.52 10 Kesesuaian honor terhadap kinerja 78.04 11 Transfaransi laporan keuangan 89.00 12 Kesesuaian kualifikasi usaha KMP 92.78 13 Prospektif usaha 84.89 Kelemahan 1 Kondisi kesehatan keuangan LEPP-M3 91.89 2 Proporsi daya serap dan pengembalian DEP 88.67 3 kepengurusan LEPP-M3 76.44 4 Relevansi rencana dengan anggaran LEPP-M3 83.44 5 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 81.89 6 Status KMP kelompokindividu 83.44 7 Kesesuaian kualifikasi organisasi KMP 90.00 8 Pemahaman terhadap menegemen 80.56 9 partisipasi anggota KMP 82.56 10 Stabilitas kegiatan usaha 78.33 11 Pola hubungan keanggotaan 75.67 12 Pola hubungan antar KMP 75.22 13 Sarana prasarana lembaga dan usaha KMP 78.44 Lampiran 6 lanjutan

2. Menurut BapakIbuSaudara apa saja yang menjadi faktor luar peluang dan

ancaman yang dapat mempengaruhi kondisi kelembagaan PEMP dan seberapa besar nilai penting faktor tersebut serta seberapa besar pengaruh terhadap faktor lain? Tolong diberi skor 0 Tidak Penting sd 100 Sangat Penting dan 1 Tidak pengaruh sd 5 Sangat Berpengaruh pada kolom Pengaruh. No Faktor Luar Nilai penting Pengaruh A Peluang 1 2 3 4 5 6 7 8 B Ancaman 1 2 3 4 5 6 7 8 Terima Kasih Lampiran 7 Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan lembaga PEMP No Indikator Keberlanjutan Pendapat Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ N AS RW A DKP 881.3 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 80 75 80 79 80 75 70 78 80 697 9 77.44 0.09 2 Pelaporan periodic 83 90 85 90 90 84 91 90 90 793 9 88.11 0.10 3 Relevansi rencana dengan anggaran 80 81 90 80 90 80 80 85 95 761 9 84.56 0.10 4 Obyektifitas dan transfaransi penetapan KM, TPD, KMP 85 90 90 87 83 85 90 79 90 779 9 86.56 0.10 5 Mekanisme pengawasan DEP 90 85 87 83 90 70 86 83 95 769 9 85.44 0.10 6 Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP 90 80 90 80 85 82 80 90 95 772 9 85.78 0.10 7 Pelaksanaan tupoksi 99 95 90 99 90 99 97 99 99 867 9 96.33 0.11 8 Pemahaman tupoksi 97 95 85 95 96 95 95 93 95 846 9 94 0.11 9 Kemantapan organisasi pelaksana 90 80 90 99 95 99 90 90 90 823 9 91.44 0.10 10 Kesesuaian kualifikasi SDM 95 95 80 95 90 90 95 90 95 825 9 91.67

0.10 B

KM TPD 883.8 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 70 80 80 80 80 76 80 80 79 705 9 78.33 0.09 2 Kemajuan hasil pendampingan 80 90 80 80 83 80 85 76 83 737 9 81.89 0.09 3 Pelaporan periodik TPD 80 85 80 90 90 90 91 83 80 769 9 85.44 0.10 4 Relevansi rencana dengan anggaran 95 80 92 80 90 95 94 90 84 800 9 88.89 0.10 5 Relevansi rencana dengan pelaksanaan 95 93 95 90 95 95 90 86 83 822 9 91.33 0.10 6 Mekanisme pendampingan 90 87 90 95 88 90 90 80 90 800 9 88.89 0.10 7 Pelaksanaan tupoksi 99 99 95 99 96 99 99 95 95 876 9 97.33 0.11 8 Pemahaman tupoksi 95 95 90 95 90 99 95 93 80 832 9 92.44 0.10 9 Kesesuaian kualifikasi SDM 95 82 85 88 90 95 93 90 95 813 9 90.33 0.10 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 90 80 90 85 87 90 96 87 95 800 9 88.89

0.10 C

LEPP-M3 848 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja kepuasan 75 85 80 85 75 80 70 75 80 705 9 78.33 0.09 2 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 75 80 76 90 86 80 85 80 85 737 9 81.89 0.10 3 Transfaransi laporan keuangan 90 95 90 95 95 90 86 80 80 801 9 89 0.10 4 Pelaporan periodik perkembangan kinerja 80 85 82 90 90 89 80 78 73 747 9 83 0.10 5 Relevansi rencana dengan anggaran 85 82 80 90 93 80 70 86 85 751 9 83.44 0.10 6 Sistem kepengurusan LEPP-M3 70 80 80 70 75 70 80 83 80 688 9 76.44 0.09 7 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP 85 83 90 90 95 95 85 80 95 798 9 88.67 0.10 8 Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 90 87 95 90 95 90 95 90 95 827 9 91.89 0.11 9 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi 90 90 87 95 95 90 85 85 90 807 9 89.67 0.11 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 85 90 90 95 88 80 83 80 80 771 9 85.67

0.10 D

KMP 821.9 1 Infrastruktur usaha 70 75 80 75 80 80 79 80 87 706 9 78.44 0.10 2 Pola hubungan antar kelompokindividu usaha 75 70 78 70 79 80 75 70 80 677 9 75.22 0.09 3 Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha 70 80 70 75 70 76 80 80 80 681 9 75.67 0.09 4 Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu 75 80 85 80 75 75 80 75 80 705 9 78.33 0.10 5 Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok 70 73 90 85 85 90 85 80 85 743 9 82.56 0.10 6 Prospektif usaha 85 85 90 80 80 85 88 81 90 764 9 84.89 0.10 7 Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha 80 80 80 75 85 79 83 80 83 725 9 80.56 0.10 8 Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP 90 94 90 90 95 95 90 95 96 835 9 92.78 0.11 9 Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP 95 90 90 95 90 85 80 90 95 810 9 90 0.11 10 Status penerima kelompokindividuberbadan hukum 80 80 95 85 86 83 80 82 80 751 9 83.44 0.10 Keterangan: 1 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara 3 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3 5 6 : Direktur KM dan Ketua TPD 7 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang 9 : Peneliti N : Jumlah responden ∑ : Jumlah nilai AS : Nilai rata-rata average score RW : Nilai relatif tingkat penting indikator Lampiran 8 Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan lembaga PEMP Keterangan: 1 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara 3 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3 5 6 : Direktur KM dan Ketua TPD 7 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang 9 : Peneliti N : Jumlah responden ∑ : Jumlah nilai AS : Nilai rata-rata average score SIC : Indeks Keberlanjutan Sustainability index creteria No Indikator Keberlanjutan Pendapat Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ N AS SIC A DKP 47.321 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 40 40 50 60 40 45 40 47 50 412 9 45.78 4.023 2 Pelaporan periodic 55 60 40 50 40 40 40 40 50 415 9 46.11 4.610 3 Relevansi rencana dengan anggaran 55 50 30 30 45 35 50 45 40 380 9 42.22 4.051 4 Obyektifitas dan transparansi penetapan KM, TPD, KMP 50 70 35 40 40 40 45 34 40 394 9 43.78 4.299 5 Mekanisme pengawasan DEP 45 40 40 34 39 50 40 40 40 368 9 40.89 3.964 6 Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP 40 45 50 40 45 60 50 45 50 425 9 47.22 4.596 7 Pelaksanaan tupoksi 70 50 40 42 50 45 50 46 50 443 9 49.22 5.380 8 Pemahaman tupoksi 70 70 50 60 45 50 45 50 70 510 9 56.67 6.044 9 Kemantapan organisasi pelaksana 60 50 40 43 40 43 40 56 60 432 9 48.00 4.980 10 Kesesuaian kualifikasi SDM 65 70 50 40 45 40 45 50 60 465 9 51.67 5.374 B KM TPD 47.010 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 50 50 50 54 60 60 59 50 50 483 9 53.67 4.757 2 Kemajuan hasil pendampingan 30 40 40 42 50 52 40 40 20 354 9 39.33 3.645 3 Pelaporan periodik TPD 40 46 35 35 50 54 30 35 40 365 9 40.56 3.921 4 Relevansi rencana dengan anggaran 30 45 40 40 40 50 50 40 40 375 9 41.67 4.191 5 Relevansi rencana dengan pelaksanaan 30 60 40 45 65 50 45 50 40 425 9 47.22 4.880 6 Mekanisme pendampingan 40 45 35 35 60 55 50 43 30 393 9 43.67 4.392 7 Pelaksanaan tupoksi 40 56 40 40 60 50 48 50 40 424 9 47.11 5.189 8 Pemahaman tupoksi 70 50 45 60 75 55 42 50 45 492 9 54.67 5.718 9 Kesesuaian kualifikasi SDM 60 45 40 45 80 62 40 35 40 447 9 49.67 5.077 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 60 50 45 50 70 74 40 30 50 469 9 52.11 5.241 C LEPP-M3 37.709 1 Kesesuaian honor terhadap kinerja kepuasan 50 40 50 40 50 40 50 50 50 420 9 46.67 4.311 2 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 20 10 15 10 20 20 15 10 10 130 9 14.44 1.395 3 Transparansi laporan keuangan 30 40 60 55 50 50 40 40 35 400 9 44.44 4.665 4 Pelaporan periodik perkembangan kinerja 40 45 50 50 40 40 40 30 35 370 9 41.11 4.024 5 Relevansi rencana dengan anggaran 30 30 30 40 25 30 35 40 40 300 9 33.33 3.280 6 Sistem kepengurusan LEPP-M3 30 40 50 40 40 30 40 30 40 340 9 37.78 3.406 7 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP 10 25 10 20 20 20 15 20 35 175 9 19.44 2.033 8 Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 30 35 30 40 30 20 30 30 30 275 9 30.56 3.311 9 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi 50 46 65 60 40 30 40 45 40 416 9 46.22 4.887 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 70 60 70 65 65 70 50 50 70 570 9 63.33 6.398 D KMP 36.636 1 Infrastruktur usaha 30 30 35 30 20 35 20 15 30 245 9 27.22 2.598 2 Pola hubungan antar kelompokindividu usaha 50 45 40 40 40 40 40 30 30 355 9 39.44 3.610 3 Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha 40 40 40 45 45 45 30 20 40 345 9 38.33 3.529 4 Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu 20 35 30 40 30 20 30 25 40 270 9 30.00 2.859 5 Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok 30 40 30 40 30 20 30 20 20 260 9 28.89 2.902 6 Prospektif usaha 40 60 50 50 40 45 60 50 50 445 9 49.44 5.107 7 Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha 35 30 40 35 30 30 50 40 30 320 9 35.56 3.485 8 Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP 40 30 45 40 20 30 60 60 40 365 9 40.56 4.578 9 Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP 40 45 30 40 10 20 50 60 40 335 9 37.22 4.076 10 Status penerima kelompokindividuberbadan hukum 30 50 40 50 20 30 40 50 35 345 9 38.33 3.892 ABSTRACT PITSON KUTANI. Institutional Analysis of Coastal Community Economic Empowerment Program PEMP In District Tobelo North Halmahera Regency. Supervised by BUDY WIRYAWAN, TRI WIJI NURANI Optimizing the implementation and achievement of program objectives PEMP highly dependent on role and performance of institutional PEMP as a locomotive of the program. Thus the purpose of this study was to 1 evaluate the rule and performance of institutional PEMP; 2 analyzing the sustainability of the institutional status PEMP; 3 and identify strategies to strengthen institutional PEMP. This research was conducted in the district of North Halmahera District Tobelo in June – November 2009. Primary data collection is done by a participatory approach using interviews, questionnaires and observation. Respondent in this study is the management board 2 person of each institution or group involved in the program PEMP DKP Country, LEPP-M3, MI, TD and KMP. The primary data collected were analyzed using RAPFISH method to analyze the status of institutional sustainability and IFAS and EFAS matrix method for evaluation of internal conditions and external groups, as well as SWOT analyze the status of institutional performance is largely 80 the role and performance indicators belong to very important 80 – 100 and a small portion 20 classified as self-important 60 – 80. Score assessment of the rule and institutional performance based on field condition showed that the majority 45 indicator only has 40 – 60 optimalgood value, even some less optimal 30 and bad 5 . Institutional sustainability of the program resulted in Tobelo was Good 42.17. The evaluation results of internal and external conditions, it is known that the actual strength to overcome potential problems have weaknesses in these institutions. Strategies for institutional strengthening program in the District PEMP Tobelo, among others: a optimizing the role and performance of institutional PEMP; b expanding the network of institutions and enterprises; c diversification of institutional and business system in accordance with the potential and problems of the region; d Optimization of media publicity and promotion agencies and business; e improved financial management and business systems, f improve internal communication and external communication agencies, and g affirm and uphold the institutional rules and business systems. Keywords : institutional, PEMP, role, performance, sustainability 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan perikanan Indonesia dengan potensi sumberdaya yang begitu besar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia, terutama terhadap tiga komponen penting pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan penurunan tingkat kemiskinan. Struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara. Namun ternyata harapan tersebut masih jauh dari kenyataan. DKP 2003 melaporkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK 16,42 juta jiwa penduduknya masih termasuk ke dalam peduduk miskin dengan Poverty Headcount Index PHI sebesar 0,32. Fauzi 2005 menyebutkan sebagian besar nelayan Indonesia berpendapatan kurang dari US 10kapita bulan, jika dilihat dari konteks Millenium Development Goals MDGs termasuk ke dalam extreme poverty , karena lebih kecil dari US 1hari. Menurut Kusnadi 2003, ada dua sebab yang menyebabkan kemiskinan nelayan, yaitu sebab yang bersifat internal dan bersifat eksternal. Kedua sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. Sebab kemiskinan yang bersifat internal berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah : 1 keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, 2 keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, 3 hubungan kerja pemilik perahu-nelayan buruh dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, 4 kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, 5 ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan 6 gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Faktor penyebab kemiskinan yang bersifat eksternal berkaitan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan. Sebab-sebab eksternal ini mencakup masalah : 1 kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, 2 sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara, 3 kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, 4 penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, 5 penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, 6 terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, 7 terbatasnya peluang- peluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan, 8 Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan 9 isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia Kusnadi, 2003. Pemerintah telah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan. Namun demikian pembangunan perikanan sampai saat ini belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi perolehan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Salah satu program pemberdayaan nelayan kecil yang saat ini masih berjalan adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP yang diinisiasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan DKP sejak tahun 2000. Program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, Lembaga Keuangan Mikro LKM, partisipasi masyarakat, dan usaha ekonomi produktif ini dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam tiga tahapan proses, yaitu 1 periode inisiasi, yakni introduksi kebijakan dan penggalangan partisipasi, serta perintisan kelembagaan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat sasaran, 2 periode institusionalisasi, yakni proses lanjutan dari periode inisiasi berupa penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, baik secara organisasi maupun tatalaksana, dan 3 periode diversifikasi, yaitu tahap pengembangan dan diversifikasi usaha ekonomi produktif DKP, 2003. Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu daerah yang menerima dan melaksanakan program PEMP sejak tahun 2004. Sampai saat ini semua proses PEMP yang meliputi 3 tahap seperti yang diurai di atas, telah dilaksanakan. Program PEMP seharusnya sudah dapat memperlihatkan hasil terutama dari aspek kelembagaan, yaitu peningkatan peranan dan kinerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP. Aspek kelembagaan merupakan basis pendekatan dan penggerak dalam pelaksanaan program.

1.2 Rumusan Permasalahan

Kecamatan Tobelo merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara dari sejak pemekaran kabupaten tersebut. Selain itu kecamatan tersebut juga menjadi pusat perekonomian pada tingkat kabupaten. Kondisi dan posisi strategis tersebut menjadi potensi dan tantangan bagi keberadaan PEMP di kecamatan tersebut terutama dari aspek kelembagaan. Kedekatan dengan lembaga pemerintahan akan mempermudah dalam mengakses informasi dan koordinasi dengan instansi terkait. Sebagai pusat perekonomian akan mempermudah lembaga dalam memainkan peranannya dalam pemasaran maupun sistem keuangan simpan pinjam serta mempermudah anggota dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil evaluasi Program PEMP tingkat kabupatenkota diseluruh di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir DKP-RI tahun 2006, dilaporkan bahwa peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara tergolong kurang baik skor 40 dari 0 sampai dengan 100. Status tersebut lebih rendah dibanding beberapa kabupatenkota lain, seperti Manggarai Barat NTT, Buleleng Bali, dan Wakatobi Sulawesi Tengah DKP, 2007. Berdasarkan hasil tersebut, perlu kiranya dilakukan suatu evaluasi terhadap peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. Evaluasi terutama dilakukan secara partisipatif unuk semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo. Dalam hal ini kelembagaan program PEMP meliputi DKP Kabupaten Halmahera Utara sebagai penanggung jawab program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina LEPP-M3 sebagai pengelolaa keuangan dan usaha, Kelompok Manajemen KM dan TPD Tenaga Pendamping Desa sebagai pendamping serta Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP sebagai pemanfaat program. Melihat pentingnya keberadaan PEMP bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Kecamatan Tobelo terutama aspek kelembagaan sebagai penggerak pelaksanaan program tersebut. Terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang peranan dan kinerja serta keberelanjutan kelembagaan PEMP, antara lain: 1 Bagaimanan peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo? 2 Bagaimana tingkat keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo? 3 Strategi apa yang perlu dilakukan untuk penguatan kelembaagan program PEMP di Tobelo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP diKecamatan Tobelo; 2. Menganalisis status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo; 3. Menentukan strategi penguatan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi bagi para pemangku kepentingan dalam upaya menguatkan peranan dan kinerja kelembagaan PEMP untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pesisir, antara lain: 1. Sebagai tambahan refrensi dan wacana bagi para peneliti dan pemerhati kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir; 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggalakkan program pemberdayaan masyarakat pesisir; 3. Sebagai bahan introspeksi internal kelembagaan program PEMP untuk meningkatkan peranan dan kinerja lembaga terkait. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Secara geografis, masyarakat pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol- simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia Mulekom 1999; Kusnadi 2009. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat pesisir mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial Christie dan White 1997. Sebagai dampak dari keterbukaan tersebut masyarakat pesisir rentan terhadap berbagai permasalahan politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1 kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan- tekanan ekonomi yang datang setiap saat, 2 keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, 3 kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, 4 kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan publik, 5 degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil, dan 6 belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional Kusnadi 2009; Pomeroy dan Carlos 1997. Masalah-masalah di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu sama lain. Misalnya, masalah kemiskinan. Masalah ini disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara keterbatasan akses, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas SDM rendah, degradasi sumber daya lingkungan. Karena itu persoalan penyelesaian kemiskinan dalam masyarakat pesisir harus bersifat integralistik. Kalaupun harus memilih salah satu faktor sebagai basis penyelesaian persoalan kemiskinan, pilihan ini benar-benar menjangkau faktor-faktor yang lain atau menjadi motor untuk mengatasi masalah-masalah yang lain. Pilihan demikian memang sulit dilakukan, tetapi harus ditempuh untuk mengefisiensikan dan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia yang memang terbatas. Populasi masyarakat pesisir diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa DKP, 2003. Menurut hasil analisis SMERU dalam DKP 2003, Poverty Headcount Index PHI rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32 dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Sajogyo. Menurut Sajogyo 1977 pendapatan per kapita dalam setahun setara beras dapat dikategorikan: 1. Paling miskin : kurang dari 270 kg 2. Miskin sekali : 270 – 360 kg 3. Miskin : 360 – 480 kg 4. Di atas miskin : lebih dari 480 kg Pada umumnya Kawasan Indonesia Timur KTI mempunyai tingkat PHI atau indek kemiskinan cukup tinggi dengan kisaran antara 0,4382-0,6284 warna merah disusul Pulau Jawa, sebagian Sulawesi dan sebagian Kalimantan sebesar 0,2809-0,4382. Wilayah yang mempunyai tingkat kemiskinan cukup rendah ada pada sebagian wilayah Kalimantan dan Sumatera, sedangkan yang mempunyai tingkat kemiskinan paling rendah adalah Riau dan Kalimantan Tengah Gambar 1. Gambar 1 Peta kemiskinan masyarakat

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Kelembagaan institusion merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponennya yang terdiri dari sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola Koentjaraningrat, 1997. Wiriatmaja 1978 menggunakan konsep lembaga sosial sebagai pengertian dan pola aktivitas-aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Asal mulanya adalah kelaziman kemudian menjadi adat istiadat terbentuklah suatu susunan tertentu. Dengan demikian lembaga sosial bukan saja mengenai pola aktivitas-aktivitas yang diakui masyarakat, tetapi juga mencakup organisasi pelaksanaannya. Secara ringkas menurut Wiriatmaja 1978 lembaga adalah pola-pola aktivitas yang sudah tersusun baik. Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya. Makanan, pakaian, perumahan dan lain- lainnya harus disediakan. Aktivitas-aktivitas untuk melaksanakannya dapat berbeda- beda, misalnya pada beberapa masyarakat tidak terdapat sistem kredit atau sistem uang, • Jumlah Desa pesisir 8.090 desa • Jumlah Penduduk 16,42 juta • Jumlah KK • Kondisi Faktual Masyarakat Pesisir Sumber diolah dari Yayasan SMERU dan BPS, 2002 kadang-kadang ada yang tidak mempunyai pembagian tugas pekerjaan yang intensif atau tidak ada sistem pemasaran terbuka dan sebagainya. Menurut Anwar 2001b, Institusi atau kelembagaan merupakan aturan main the rule of the game dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur prilaku individual anggotanya yang membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa institusi, hal tersebut merupakan kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota anggotanya dalam masyarakat. Karena individual sering membuat tindakan yang menimbulkan eksternalitas terutama yang negatif yang sering mengancam kepentingan masyarakat keseluruhan. Sehingga masyarakat perlu membatasi kebebasan individual-individual tersebut agar perilakunya bersesuaian dengan kepentingan masyarakat. Agar institusi dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang mengandung pahala reword dan sanksi sanctions, sehingga masyarakat akan mentaatinya. Kelembagaan memiliki dua pengertian. Pertama kelembagaan sebagai suatu aturan main rule of the game dalam interaksi interpersonal. Dalam kaitan dengan kelembagaan lumbung pangan masyarakat, kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan baik yang formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban dalam kelembagaan. Kedua kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan Ferrer, 1994 . Pakpahan 1991, menjelaskan bahwa kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu batas yuridis juridictional boundary, hak-hak kepemilikan property right yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, aturan representasi rule of representation. Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut. 1 Batas yuridis juridictional boundary, menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas yuridis dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan, sehingga terkandung makna bagaimana batas yuridis berperan dalam mengatur alokasi sumber daya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas yuridis antara lain: Perasaan sebagai suatu masyarakat. Menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijakan. Eksternalitas externality, suatu analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam setiap transaksi selalu terjadi transfer suatu yang dapat berupa hak- hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Sesuatu yang ditransaksikan apakah bersifat internal atau eksternal ditentukan oleh batas yuridis. Perubahan batas yuridis akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa. Homogenitas. Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam menentukan batas yuridis, terutama dalam hal merefleksikan permintaan barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas yuridis menjadi penting dalam merefleksi preferensi konsumsi dalam aturan pengambilan keputusan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan. Skala ekonomi. Konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas yuridis. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjukkan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yuridis yang sesuai akan menghasilkan ongkos persatuan yang lebih dibandingkan dengan alternatif batas yudiksi yang lainnya. 2 Hak kepemilikan property right, mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal kepentinganya terhadap sumber daya, situasi atau kondisi. Dalam bentuk formal, property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik atau hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Implikasinya adalah 1 hak seorang adalah kewajiban orang lain dan 2 hak yang tercermin oleh kepemilikan ownership adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumber daya. Property right yang paling penting adalah faktor kepemilikan terhadap lahan, hasil produksi dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas pasti akan menentukan besarnya bargaining position terhadap persoalan 3 Aturan representasi rule of representation. Mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah perwakilanrepresentasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan represtasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu berperan penting dalam menentukan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka. Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan peranan sosial. Dengan demikian, kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dari segi struktural berupa pelbagai peranan sosial Tony. et al, 2004. Hal ini sejalan dengan pendapat Syahyuti 2003 bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya adalah tentang nilai value, norma norm custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran role. Lebih jauh aspek struktural mencakup peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif lebih cepat Mulekom 1999 . Menurut USAID 1984 dalam Ndraha 1990 keanggotaan institusi lokal dapat didasari oleh kesamaan tempat tinggal, fungsi ekonomi, usia, jenis kelamin, etnis, pemilikan umum, pekerjaan, kepercayaan atau kombinasi dari fungsi-fungsi di atas. Sementara itu urgensi fungsi institusi lokal dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat telah diteliti oleh Goldsmith dan Blustain di Jamaica yang berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Menurut Kamus Besar Bahasa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Karena itu maka pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk memiliki atau menguasai kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Hikmat 2006, pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Proses pemberdayaan adalah pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan demikian membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan. Jadi pemberdayaan masyarakat berarti membangun collective personality of a society. Suatu pembangunan yang tidak berdampak pada individu bukanlah pembangunan Pomeroy, et al., 1997. Personalitas yang dibangun itu tidak lain merupakan identitas yang berbeda dari sebelumnya yang memiliki keyakinan diri self confidence, kemampuan berkreasi creative ability, serta kemampuan untuk menghadapi dunia dengan 3P yaitu poise sikap tenang, purpose tujuan hidup, dan pride bangga dengan keberadaannya Pomeroy dan Carlos 1997 . Wujud dari pernyataan hak masyarakat adalah partisipasi mereka dalam pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi hasil pembangunan. K arena itu maka pemberdayaan mendorong adanya proses partisipasi masyarakat yang akhirnya membuat proses pembangunan lebih bernuasa dari bawah bottom-up dari pada perintah atau arahan atas top-down Ferrer 1994. Berdasarkan konsep tersebut, proses pemberdayaan secara umum meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1 merumuskan relasi kemitraan, 2 mengartikulasikan tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada, 3 mendefinisikan arah yang ditetapkan, 4 mengeksplorasi sistem-sistem sumber, 5 menganalisis kapabilitas sumber, 6 menyususn frame pemecahan masalah, 7 mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan, 8 mengakui temuan-temuan, dan 9 mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai Mulekom 1999 . Berkaitan dengan pemberdayan masyarakat pesisir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, di antaranya adalah: 1 Strategi Fasilitasi, yaitu mengharapkan kelompok yang menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah secara bersama-sama dengan kliennya masyarakat mencari penyelesaian. 2 Strategi edukatif, yaitu strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan. 3 Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. 4 Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut, program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur dan terencana dengan komitmen yang kuat Sen dan Nielsen 1996 . Berkaitan dengan strategi pemberdayaan dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat Community Based Management = CBM adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah Sen S, Nielsen, 1996. Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengembangan masyarakat dengan CBM dikaitkan dengan kepercayaan religion. Oleh sebab itu pengelolaan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang mengakomodir berbagai kepentingan termasuk pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management CO- Management Ferrer 1994. Pengelolaan dengan konsep CBM ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah. Pengelolaan dengan CBM ini memiliki resiko jika sumberdaya manusianya tidak siap. Namun demikian, dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam kenyataannya juga tidak sepenuhnya berhasil tanpa keterlibatan pemerintah dalam implementasinya Ferrer 1994 . Masyarakat memiliki banyak kekurangan terutama dalam kualifikasi pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan, keuanganpermodalan dan sebagainya.

2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir PEMP

2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP

Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan kemiskinan yang tidak berdiri sendiri dan bersifat multidimensi Kusnadi 2009. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000 meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro LKM, penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut maka program PEMP menjadi sebuah program besar pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilaksanakan dari tahun 2001 sampai dengan 2009. Secara periodik pelaksanaan Program PEMP dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1 Inisiasi 2001 – 2003, 2 Institusionalisasi 2004 – 2006, dan 3 Diversifikasi 2007 – 2009 DKP, 2003. Dalam pelaksanaannya, Program PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat desa. Adapun kelembagaan PEMP dan peranannya dalam pelaksanaan program tersebut, antara lain DKP, 2003: 1 Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, yang bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina Program PEMP pada tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi …………………………………………………………………………………….. di tingkat nasional, pelatihan lingkup nasional, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Penanggungajwab program adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Dirjen KP3K. 2 Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi dan kabupatenkota yang menangani Program PEMP. Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi bertugas mengusulkan nama-nama kabupaten kota calon penerima program, dan terlibat dalam sosialisasi, monitoring dan evaluasi dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dinas Kelautan kabupatenkota sebagai penanggung jawab operasional program bertugas menetapkan Konsultan Manajemen KM kabupatenkota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi, dan publikasi tingkat kabupatenkota, pembentukan LKM Lembaga Keuangan Mikro bagi kabupatenkota penerima baru Program PEMP, perekrutan TPD Tenaga Pendamping Desa, pelatihan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. 3 Konsultan Manajemen KM, yaitu konsultan yang membantu aspek teknis dan manajemen Dinas Kelautan dan Perikanan kabupatenkota dalam pelaksanaan Program PEMP. Pendampingan meliputi kegiatan: inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen, serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Sejak tahun 2005, KM juga bertugas membantu Dinas Kelautan dan Perikanan kabupatenkota dalam proses revitalisasi LEPP-M3 menjadi berbadan hukum koperasi, dan bersama dengan TPD mendampingi masyarakat pesisir untuk mengakses DEP, melakukan pendampingan teknis serta manajemen usaha. KM diutamakan yang berasal dari daerah setempat, dengan harapan mengetahui karakter, potensi, dan permasalahan daerahnya. 4 Tenaga Pendamping Desa TPD, yaitu tenaga profesional yang bersedia tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya. TPD diutamakan berkualifikasi minimal D3 di bidangnya dan berasal dari daerah sekitar kegiatan program. 5 Koperasi, yang merupakan holding company masyarakat pesisir dengan berbagai unit usaha, yang berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupatenkota, dan dengan lembaga perbankanpembiayaan sebagai mitra usaha. Dalam menjalankan fungsinya, koperasi menerima DEP sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman selanjutnya disalurkan ke masyarakat pesisir melalui LKM Swamitra Mina, USP, atau BPR Pesisir milik koperasi. Bagi kabupaten yang baru dan belum memiliki koperasi, dalam waktu 3 bulan pemerintah daerah harus meningkatkan status kelembagaan LEPP-M3 menjadi Koperasi LEPP-M3. Koperasi juga diharapkan berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan unit usaha lain, seperti unit usaha perikanan tangkapbudidaya, SPDN, kedai pesisir, dan wisata bahari. 6 Bank Pelaksana, yaitu lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh DKP dengan tugas dan fungsi: 1 menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya Dana Ekonomi Produktif DEP yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal, 2 menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir, SPDN, dan atau Kedai Pesisir; dan, 3 melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada Koperasi LEPP-M3 dan atau LKMUSP. 7 Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP merupakan kelompok masyarakat yang terpilih untuk mendapat dana ekonomi produktif DEP. KMP dapat berasal dari berbagai kelompok masyarakat yang didasarkan atas usaha dan wilayah tempat tinggal, misalnya kelompok nelayan, kelompok pedagang, dan lain-lain. Kelompok tersebut di tunjuk oleh DKP Kabupaten atas dasar kualifikasi kelompok dan rekomendasi mitra desa dalam hal ini adalah Pemerintah Desa.