Analisis kelembagaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara (Master Thesis)

(1)

ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

(PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN

HALMAHERA UTARA

PITSON YOSUA KUTANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

Pitson Yosua Kutani


(4)

(5)

ABSTRACT

PITSON KUTANI. Institutional Analysis of Coastal Community Economic Empowerment Program (PEMP) In District Tobelo North Halmahera Regency. Supervised by BUDY WIRYAWAN, TRI WIJI NURANI

Optimizing the implementation and achievement of program objectives PEMP highly dependent on role and performance of institutional PEMP as a locomotive of the program. Thus the purpose of this study was to 1) evaluate the rule and performance of institutional PEMP; 2) analyzing the sustainability of the institutional status PEMP; 3) and identify strategies to strengthen institutional PEMP. This research was conducted in the district of North Halmahera District Tobelo in June – November 2009. Primary data collection is done by a participatory approach using interviews, questionnaires and observation. Respondent in this study is the management board (2 person) of each institution or group involved in the program PEMP (DKP Country, LEPP-M3, MI, TD and KMP). The primary data collected were analyzed using RAPFISH method to analyze the status of institutional sustainability and IFAS and EFAS matrix method for evaluation of internal conditions and external groups, as well as SWOT analyze the status of institutional performance is largely (80%) the role and performance indicators belong to very important (>80 – 100) and a small portion (20%) classified as self-important (>60 – 80). Score assessment of the rule and institutional performance based on field condition showed that the majority (45%) indicator only has (>40 – 60) optimal/good value, even some less optimal (30 %) and bad (5 %). Institutional sustainability of the program resulted in Tobelo was Good (42.17). The evaluation results of internal and external conditions, it is known that the actual strength to overcome potential problems have weaknesses in these institutions. Strategies for institutional strengthening program in the District PEMP Tobelo, among others: a) optimizing the role and performance of institutional PEMP; b) expanding the network of institutions and enterprises; c) diversification of institutional and business system in accordance with the potential and problems of the region; d) Optimization of media publicity and promotion agencies and business; e) improved financial management and business systems, f) improve internal communication and external communication agencies, and g) affirm and uphold the institutional rules and business systems.


(6)

(7)

RINGKASAN

PITSON KUTANI. Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan TRI WIJI NURANI.

Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu kabupaten pesisir kepulauan yang kaya akan sumberdaya perikanan dan kelautan. Besarnya potensi tersebut menjadi daya tarik masyarakat untuk memanfaatkannya dengan berbagai cara dan berbagai kepentingan. Namun demikian, potensi tersebut belum dimanfaatkan optimal untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sampai saat ini masih banyak masyarakat pesisir di daerah tersebut, khususnya di Kecamatan Tobelo yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Besarnya potensi dan permasalahan perikanan tersebut menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk Kabupaten Halmahera Utara termasuk Kecamatan Tobelo sebagai salah satu daerah penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, salah satunya melalui penguatan kelembagaan ekonomi masayarakat. Pelaksanaan program PEMP mengharus sertakan lembaga dan pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat desa. Kelembagaan merupakan tujuan sekaligus penggerak pelaksanaan program PEMP.

Di Kecamatan Tobelo kelembagaan PEMP terdiri atas DKP Kabupaten sebagai penanggung jawab dan serta pembina program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Produktif sampai M3 sebagai lembaga pengelola keuangan dan usaha, Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai kelompok pemanfaat program, Konsultan Menegemen (KM) sebagai pendamping DKP Kabupaten dan LEPPsampai M3, serta Tim Pendamping Desa (TPD) sebagai pendamping KMP. Besarnya peranan dari kelembagaan PEMP tersebut menuntut kinerja yang maksimal untuk pencapaian tujuan dari program tersebut.

Sudah 6 tahun program PEMP dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Utara khususnya di Kecamatan Tobelo, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP terutama dari sisi peranan dan kinerja kelembagaan yang menjadi penggerak pelaksanaan program PEMP. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP; 2) Menganalisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP; dan 3) Mengidentifikasi strategi untuk penguatan kelembagaanprogram PEMP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam pemberdaayan masyarakat pesisir.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada bulan Juni sampai dengan November tahun 2009. Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder melalui studi literatur yang diperoleh dari instansi terkait, yang dilanjutkan dengan pengambilan data primer melalui pendekatan partisipatif menggunakan metode observasi, kusioner dan interview pengurus kelembagaan PEMP (DKP Kabupaten, LEPPsampai M3, KM, TPD dan KMP). Setiap responden memberikan penilaian terhadap indikator kelembagan berdasarkan nilai penting indikator dan kondisi saat ini. Penilaian menggunakan


(8)

skor 0 (buruk) sampai dengan 100 (sangat penting/optimal/baik). Indikator kelembagaan mengacu pada Laporan Evaluasi PEMP tingkat nasional yang dilakukan DKP tahun 2006. Tahap akhir dari penelitian ini adalah analisis data, yaitu analisis keberlanjutan kelembagaan menggunakan Rapfish dan analisis strategi penguatan kelembagaan menggunakan matrik IFAS.

Berdasarkan penilaian responden terhadap penting atau tidaknya (nilai penting) peranan dan kinerja kelembagaan dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo diketahui bahwa sebagian besar (80 %) indikator peranan dan kinerja kelembagan tergolong sangat penting (>80 sampai 100) dan sebagian kecil (20%) tergolong cukup penting. Tingginya nilai penting indikator peranan dan kinerja tersebut tidak sebanding dengan kondisi dilapangan (kondisi saat ini). Sebagian besar (45%) indikator hanya memiliki nilai >40 sampai 60 atau status optimal/baik, bahkan ada beberapa indikator yang berstatus kurang (30%) dan buruk (5%). Semua indikator peranan dan kinerja DKP kabupaten saat ini berstatus optimal (>40 sampai 60). Sebagian besar indikator peranan dan kinerja KM dan TPD saat ini bersatus optimal (>40 sampai 60), hanya satu indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) yaitu kemajuan hasil pendampingan. Terdapat 5 indikator peranan dan kinerja LEPP sampai M3 saat ini yang berstatus optimal/Baik (>40 sampai 60), 3 indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) dan 2 indikator berstatus buruk (0 sampai 20), yaitu Pembinaan Bank mitra terhadap LEPP sampai M3 dan Proporsi daya serap dan pengembalian dana DEP. Sebagian besar indikator kondisi KMP saat ini berstatus tidak optimal/kurang baik (> 20 sampai 40) dan hanya 2 indikator yang berstatus Optimal/baik (>40 sampai 60), yaitu Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP dan Prospektif usaha.

Status keberlanjutan DKP Kabupaten Halmahera Utara dalam pelaksanaan dan pencapaian program PEMP adalah cukup baik (47.32) dan lembaga pendamping (KM dan TPD) juga berstatus cukup baik (47.01). Lain halnya dengan LEPP sampai M3 berstatus kurang baik (37.71) dan KMP yang juga berstatus kurang baik (36.64). Secara keseluruhan status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo adalah berstatus cukup baik (42.17).

Hasil evaluasi kondisi internal dan eksternal, diketahui bahwa potensi kekuatan sebenarnya dapat mengatasi permasalahan kelemahan yang di miliki kelembagaan tersebut. Sedangkan potensi peluang (1623.40) kelembagaan PEMP sebenarnya tidak bisa menutupi besarnya permasalahan ancaman (1834.32) yang dihadapi oleh kelembagaan tersebut.

Strategi untuk penguatan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo, antara lain: a) Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; b) Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha; c) Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; d) Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha; e) Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; f) Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga; dan g) mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha.


(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(10)

(11)

ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

(PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN

HALMAHERA UTARA

PITSON YOSUA KUTANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(12)

(13)

Judul Tesis : Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

Nama : Pitson Yosua Kutani

NRP : C 452070187

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan YME atas kasih dan anugerah-Nya yang dilimpahkan, sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran selama ini. Berkenan dengan itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hein Namotemo, MSP sebagai Bupati Kabupaten Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi strata 2, Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara. Terimakasih penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Halmahera Utara selama menempuh studi, Ima Kusumanti S.Pi dan Dini Handayani, A.Md atas motivasi yang tiada henti kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penulisan tesis ini. Penghargaan setinggi-tingginya kepada istri tercinta Selvina yang telah mendamping dalam perjuangan meraih cita-cita dan kepada ketiga anak tersayang Erich, Levana dan Andre yang setiap saat memberikan dorongan serta menantu terkasih Tesy Tidore. Kepada Hilman Ahyadi dan Solihin yang telah membantu selama proses penyelesaian sekolah S2 di IPB.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada kita terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara, dalam menentukan langkah kebijakan strategis menuju kepada suatu perubahan dan penyempurnaan program-program pemberdayaan masyarakat pesisir. Semoga Tesis ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Halmahera Utara.

Bogor, Desember 2010 Pitson Yosua Kutani


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Galela, Kabupaten Maluku Utara Propinsi Maluku tanggal 11 Januari 1960, sebagai anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Frets Kutani (Alm.) dan Ibu Maria Nones (Alm.). Penulis lulus Sekolah Dasar pada tahun 1973, Sekolah Lanjutan Pertama tahun 1976 di Galela Maluku Utara. Lulus SMA Negeri 1 Tobelo pada tahun 1980 dan pada tahun yang sama melanjutkan studi pada Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi MIPA Universitas Patimura Ambon dan lulus pada tahun 1987.

Pada tahun 2001-2005 penulis menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tobelo. Kemudian pada tahun 2005-2006 menjadi Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Utara. Penulis menjadi Kepala Badan Perpustakaan Daerah pada tahun 2006-2008, selanjutnya 2008-2009 menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dan pada tahun 2009 sampai saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Halmahera Utara.

Penulis menikah dengan Selvina Leibo dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Erich Kutani, Levana Kutani, Andre Kutani. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2010 dengan judul “Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara”.


(18)

(19)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR. ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Permasalahan ... 3

1.3. TujuanPenelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 5

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ... 7

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ... 11

2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) ... 13

2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP... 13

2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana program PEMP ... 16

2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP ... 19

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian ... 21

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan ... 23

3.5.2 Analisis keberlanjutan kelembagaan ... 24

3.5.3 Analisis kondisi internal dan eksternal kelembagaan ... 24

3.5.4 Analisis strategi penguatan kelembagaan ... 25

3 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Tobelo ... 26

4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo ... 26

4.1.2 Kondisi kependudukan ... 28

4.1.3 Keadaan umum perikanan laut ... 32

4.2. Kelembagaan PEMP ... 36

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan dan Kinerja Kelembagaan PEMP ... 37

5.1.1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara ... 37

5.1.2 Konsultan Manajemen dan Tim Pendamping Desa (KM dan TPD) ... 40 4


(20)

xii

5.1.3 LEPP-M3 ... 42

5.1.4 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) ... 44

5.2. Keberlanjutan Kelembagaan PEMP ... 46

5.3 Kondisi Internal dan Eksternal Kelembagaan PEMP ... 47

5.3.1 Kondisi internal kelembagaan PEMP ... 48

5.3.2 Kondisi eksternal kelembagaan PEMP ... 50

5.3.3 Strategi penguatan kelembagaan PEMP ... 51

5.4 Pembahasan ... 57

5.4.1 Kelembagaan PEMP dan keberlanjutannya ... 57

5.4.2 Strategi kelembagaan PEMP ... 60

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(21)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan sumber data penelitian ... 23

2 Kategori peranan kelembagaan Program PEMP ... 24

3 Kategori keberlanjutan kelembagaan Program PEMP... 24

4 Jumlah penduduk kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ... 29

5 Jumlah penduduk menurut pemeluk agama di Kecamatan Tobelo ... 31

6 Jenis dan jumlah armada tangkap di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ... 35

7 Indikator kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara ... 38

8 Penilaian kondisi internal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. ... 49

9 Penilaian kondisi eksternal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo ... 50


(22)

(23)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta kemiskinan masyarakat pesisir ... 7 2 Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional ... 16 3 Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah

pengelolaan perikanan ... 17 4 Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP ... 18 5 Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia ... 19 6 Kerangka pendekatan penelitian ... 22 7 Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara ... 29 8 Penyebaran mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tobelo ... 30 9 Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Tobelo ... 32 10 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di

Indonesia tahun 2001 ... 33 11 Jumlah nelayan dan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo tahun 2007 ... 34 12 Kondisi peranan dan kinerja kelembagaan DKP Kabupaten Halmahera

Utara dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 40 13 Kondisi peranan dan kinerja KM dan TPD dalam dalam pelaksanaan

program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 42 14 Kondisi peranan dan kinerja LEPP-M3 dalam pelaksanaan program PEMP

di Kecamatan Tobelo ... 44 15 Kondisi KMP dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 46 16 Status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 47 17 Tingkat kemacetan DEP-PEMP dari tahun 2005 hingga 2009 ... 59


(24)

(25)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian ... 68 2 Kelompok masyarakat pemanfaat( KMP) Progran PEMP ... 69 3 Aktivitas KMP nelayan tangkap ... 70 4 Aktivitas KMP pedagang ikan ... 71 5 Kuisioner peranan dan kinerja kelembagaan PEMP ... 72 6 Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP ... 76 7 Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan lembaga

PEMP ... 79 8 Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan


(26)

(27)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF): Tata cara

pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab yang dapat diacu oleh Negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya (FAO, 1995).

KM: Konsultan Manajemen

KMP: Kelompok Masyarakat Pemanfaat

LEPP M3: Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra

Mina

Maximum Sustainable Yield (MSY): Potensi lestari yang merupakan

produksi pada tingkat maksimum lestari yang diijinkan.

Maximum Economic Yield (MEY): Potensi lestari pada tingkat

keuntungan ekonomi yang maksimum.

Membangun: Memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti

bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan.

Pemberdayaan masyarakat: Membangun collective personality of a

society.

Pendapatan perseorangan: Jumlah pendapatan yang diterima setiap


(28)

Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (Community Based

Management = CBM): Suatu strategi untuk mencapai pembangunan

berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah.

Pengelolaan berbasis masyarakat: Pengelolaan yang mengakomodir

berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management).

Perikanan berkelanjutan: Pengelolaan sumberdaya ikan dan

lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pemberdayaan: Suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan,

kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu.

PEMP: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir.

Proses pemberdayaan: Pembangunan, yaitu sebagai collective action

yang berdampak pada individual welfare.

Responsible fisheries: Suatu konsep mencakup pemanfaatan

sumberdaya ikan yang berkelanjutan dalam keseimbangannya dengan lingkungan; pemanfaatan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya yang tidak merusak lingkungan, sumberdaya dan lingklungannya; peningkatan nilai produk melalui proses pengolahatn yang memenuhi standar kesehatan, kode etik praktek perdagangan sehingga tersedia akses terhadap produk yang berkualitas (FAO, 1995).

Suatu kelembagaan: Suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan


(29)

menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki.

Strategi edukatif: Strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang

tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan.

Strategi persuasive: Strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan

melalui kebiasaan dalam berperilaku.

 Strategi kekuasaan: Strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses.

Tenaga Pendamping Desa (TPD : Tenaga profesional yang bersedia

tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya.

WPP: Merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan

ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia (KKP, 2007).


(30)

(31)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan perikanan Indonesia dengan potensi sumberdaya yang begitu besar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia, terutama terhadap tiga komponen penting pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan penurunan tingkat kemiskinan. Struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara.

Namun ternyata harapan tersebut masih jauh dari kenyataan. DKP (2003) melaporkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduknya masih termasuk ke dalam peduduk miskin dengan Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32. Fauzi (2005) menyebutkan sebagian besar nelayan Indonesia berpendapatan kurang dari US$ 10/kapita/ bulan, jika dilihat dari konteks Millenium Development Goals (MDGs) termasuk ke dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1/hari.

Menurut Kusnadi (2003), ada dua sebab yang menyebabkan kemiskinan nelayan, yaitu sebab yang bersifat internal dan bersifat eksternal. Kedua sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. Sebab kemiskinan yang bersifat internal berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah : (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan.

Faktor penyebab kemiskinan yang bersifat eksternal berkaitan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan. Sebab-sebab eksternal ini mencakup masalah : (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih


(32)

2

menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan, (8) Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia (Kusnadi, 2003).

Pemerintah telah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan. Namun demikian pembangunan perikanan sampai saat ini belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi perolehan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Salah satu program pemberdayaan nelayan kecil yang saat ini masih berjalan adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang diinisiasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sejak tahun 2000. Program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), partisipasi masyarakat, dan usaha ekonomi produktif ini dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam tiga tahapan proses, yaitu 1) periode inisiasi, yakni introduksi kebijakan dan penggalangan partisipasi, serta perintisan kelembagaan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat sasaran, 2) periode institusionalisasi, yakni proses lanjutan dari periode inisiasi berupa penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, baik secara organisasi maupun tatalaksana, dan 3) periode diversifikasi, yaitu tahap pengembangan dan diversifikasi usaha ekonomi produktif (DKP, 2003).

Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu daerah yang menerima dan melaksanakan program PEMP sejak tahun 2004. Sampai saat ini semua proses PEMP yang meliputi 3 tahap seperti yang diurai di atas, telah dilaksanakan. Program PEMP seharusnya sudah dapat memperlihatkan hasil terutama dari aspek kelembagaan, yaitu peningkatan peranan dan kinerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP. Aspek kelembagaan merupakan basis pendekatan dan penggerak dalam pelaksanaan program.


(33)

3

1.2 Rumusan Permasalahan

Kecamatan Tobelo merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara dari sejak pemekaran kabupaten tersebut. Selain itu kecamatan tersebut juga menjadi pusat perekonomian pada tingkat kabupaten. Kondisi dan posisi strategis tersebut menjadi potensi dan tantangan bagi keberadaan PEMP di kecamatan tersebut terutama dari aspek kelembagaan. Kedekatan dengan lembaga pemerintahan akan mempermudah dalam mengakses informasi dan koordinasi dengan instansi terkait.

Sebagai pusat perekonomian akan mempermudah lembaga dalam memainkan peranannya dalam pemasaran maupun sistem keuangan (simpan pinjam) serta mempermudah anggota dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil evaluasi Program PEMP tingkat kabupaten/kota diseluruh di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir DKP-RI tahun 2006, dilaporkan bahwa peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara tergolong kurang baik (skor 40 dari 0 sampai dengan 100). Status tersebut lebih rendah dibanding beberapa kabupaten/kota lain, seperti Manggarai Barat (NTT), Buleleng (Bali), dan Wakatobi (Sulawesi Tengah) (DKP, 2007).

Berdasarkan hasil tersebut, perlu kiranya dilakukan suatu evaluasi terhadap peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. Evaluasi terutama dilakukan secara partisipatif unuk semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo. Dalam hal ini kelembagaan program PEMP meliputi DKP Kabupaten Halmahera Utara sebagai penanggung jawab program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebagai pengelolaa keuangan dan usaha, Kelompok Manajemen (KM) dan TPD (Tenaga Pendamping Desa) sebagai pendamping serta Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai pemanfaat program.

Melihat pentingnya keberadaan PEMP bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Kecamatan Tobelo terutama aspek kelembagaan sebagai penggerak pelaksanaan program tersebut. Terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang peranan dan kinerja serta keberelanjutan kelembagaan PEMP, antara lain:

1) Bagaimanan peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo?


(34)

4

2)Bagaimana tingkat keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo?

3)Strategi apa yang perlu dilakukan untuk penguatan kelembaagan program PEMP di Tobelo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP diKecamatan Tobelo;

2. Menganalisis status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo;

3. Menentukan strategi penguatan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi bagi para pemangku kepentingan dalam upaya menguatkan peranan dan kinerja kelembagaan PEMP untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pesisir, antara lain:

1. Sebagai tambahan refrensi dan wacana bagi para peneliti dan pemerhati kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir;

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggalakkan program pemberdayaan masyarakat pesisir;

3. Sebagai bahan introspeksi internal kelembagaan program PEMP untuk meningkatkan peranan dan kinerja lembaga terkait.


(35)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Secara geografis, masyarakat pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka

menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia (Mulekom 1999; Kusnadi 2009).

Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat pesisir mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial(Christie dan White 1997). Sebagai dampak dari keterbukaan tersebut masyarakat pesisir rentan terhadap berbagai permasalahan politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat, (2) keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, (3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, (4) kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan publik, (5) degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil, dan (6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi 2009; Pomeroy dan Carlos 1997).

Masalah-masalah di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu sama lain. Misalnya, masalah kemiskinan. Masalah ini disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara keterbatasan akses, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas SDM


(36)

6

rendah, degradasi sumber daya lingkungan. Karena itu persoalan penyelesaian kemiskinan dalam masyarakat pesisir harus bersifat integralistik. Kalaupun harus memilih salah satu faktor sebagai basis penyelesaian persoalan kemiskinan, pilihan ini benar-benar menjangkau faktor-faktor yang lain atau menjadi motor untuk mengatasi masalah-masalah yang lain. Pilihan demikian memang sulit dilakukan, tetapi harus ditempuh untuk mengefisiensikan dan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia yang memang terbatas.

Populasi masyarakat pesisir diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa (DKP, 2003). Menurut hasil analisis SMERU (dalam DKP 2003), Poverty Headcount Index (PHI) rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32% dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Sajogyo. Menurut Sajogyo (1977) pendapatan per kapita dalam setahun setara beras dapat dikategorikan:

1. Paling miskin : kurang dari 270 kg 2. Miskin sekali : 270 – 360 kg 3. Miskin : 360 – 480 kg 4. Di atas miskin : lebih dari 480 kg

Pada umumnya Kawasan Indonesia Timur (KTI) mempunyai tingkat PHI atau indek kemiskinan cukup tinggi dengan kisaran antara 0,4382-0,6284 (warna merah) disusul Pulau Jawa, sebagian Sulawesi dan sebagian Kalimantan sebesar 0,2809-0,4382. Wilayah yang mempunyai tingkat kemiskinan cukup rendah ada pada sebagian wilayah Kalimantan dan Sumatera, sedangkan yang mempunyai tingkat kemiskinan paling rendah adalah Riau dan Kalimantan Tengah (Gambar 1).


(37)

7

Gambar 1 Peta kemiskinan masyarakat

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Kelembagaan (institusion) merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponennya yang terdiri dari sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola (Koentjaraningrat, 1997). Wiriatmaja (1978) menggunakan konsep lembaga sosial sebagai pengertian dan pola aktivitas-aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Asal mulanya adalah kelaziman kemudian menjadi adat istiadat terbentuklah suatu susunan tertentu. Dengan demikian lembaga sosial bukan saja mengenai pola aktivitas-aktivitas yang diakui masyarakat, tetapi juga mencakup organisasi pelaksanaannya.

Secara ringkas menurut Wiriatmaja (1978) lembaga adalah pola-pola aktivitas yang sudah tersusun baik. Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya. Makanan, pakaian, perumahan dan lain-lainnya harus disediakan. Aktivitas-aktivitas untuk melaksanakannya dapat berbeda-beda, misalnya pada beberapa masyarakat tidak terdapat sistem kredit atau sistem uang,

Jumlah Desa pesisir 8.090 desa

Jumlah Penduduk 16,42 juta

Jumlah KK

Kondisi Faktual Masyarakat Pesisir


(38)

8

kadang-kadang ada yang tidak mempunyai pembagian tugas pekerjaan yang intensif atau tidak ada sistem pemasaran terbuka dan sebagainya.

Menurut Anwar (2001b), Institusi atau kelembagaan merupakan aturan main (the rule of the game) dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur prilaku individual anggotanya yang membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa institusi, hal tersebut merupakan kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota anggotanya dalam masyarakat. Karena individual sering membuat tindakan yang menimbulkan eksternalitas (terutama yang negatif) yang sering mengancam kepentingan masyarakat keseluruhan. Sehingga masyarakat perlu membatasi kebebasan individual-individual tersebut agar perilakunya bersesuaian dengan kepentingan masyarakat. Agar institusi dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang mengandung pahala (reword) dan sanksi (sanctions), sehingga masyarakat akan mentaatinya.

Kelembagaan memiliki dua pengertian. Pertama kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal. Dalam kaitan dengan kelembagaan lumbung pangan masyarakat, kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan baik yang formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban dalam kelembagaan. Kedua kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan (Ferrer, 1994).

Pakpahan (1991), menjelaskan bahwa kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu batas yuridis (juridictional boundary), hak-hak kepemilikan (property right) yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, aturan representasi (rule of representation). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut.

(1) Batas yuridis (juridictional boundary), menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas yuridis dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan, sehingga terkandung makna bagaimana batas yuridis berperan dalam mengatur


(39)

9

alokasi sumber daya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas yuridis antara lain:

Perasaan sebagai suatu masyarakat. Menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijakan.

Eksternalitas (externality), suatu analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam setiap transaksi selalu terjadi transfer suatu yang dapat berupa hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Sesuatu yang ditransaksikan apakah bersifat internal atau eksternal ditentukan oleh batas yuridis. Perubahan batas yuridis akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa.

Homogenitas. Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam menentukan batas yuridis, terutama dalam hal merefleksikan permintaan barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas yuridis menjadi penting dalam merefleksi preferensi konsumsi dalam aturan pengambilan keputusan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan.

Skala ekonomi. Konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas yuridis. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjukkan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yuridis yang sesuai akan menghasilkan ongkos persatuan yang lebih dibandingkan dengan alternatif batas yudiksi yang lainnya.

(2) Hak kepemilikan (property right), mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal kepentinganya terhadap sumber daya, situasi atau kondisi. Dalam bentuk formal,

property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik


(40)

10

atau hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Implikasinya adalah 1) hak seorang adalah kewajiban orang lain dan 2) hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumber daya. Property right yang paling penting adalah faktor kepemilikan terhadap lahan, hasil produksi dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas pasti akan menentukan besarnya bargaining position terhadap persoalan (3) Aturan representasi (rule of representation). Mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah perwakilan/representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan represtasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu berperan penting dalam menentukan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka.

Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan peranan sosial. Dengan demikian, kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dari segi struktural berupa pelbagai peranan sosial (Tony. et al, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu "aspek kelembagaan" dan "aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm) custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain.

Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif lebih cepat (Mulekom 1999).

Menurut USAID (1984) dalam Ndraha (1990) keanggotaan institusi lokal dapat didasari oleh kesamaan tempat tinggal, fungsi ekonomi, usia, jenis kelamin, etnis, pemilikan umum, pekerjaan, kepercayaan atau kombinasi dari fungsi-fungsi di atas.


(41)

11

Sementara itu urgensi fungsi institusi lokal dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat telah diteliti oleh Goldsmith dan Blustain di Jamaica yang berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Menurut Kamus Besar Bahasa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Karena itu maka pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk memiliki atau menguasai kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Hikmat (2006), pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Proses pemberdayaan adalah pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan demikian membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan. Jadi pemberdayaan masyarakat berarti membangun collective personality of a society. Suatu pembangunan yang tidak berdampak pada individu bukanlah pembangunan

(Pomeroy, et al., 1997).

Personalitas yang dibangun itu tidak lain merupakan identitas yang berbeda dari sebelumnya yang memiliki keyakinan diri (self confidence), kemampuan berkreasi (creative ability), serta kemampuan untuk menghadapi dunia dengan 3P yaitu poise

(sikap tenang), purpose (tujuan hidup), dan pride (bangga dengan keberadaannya)

(Pomeroy dan Carlos 1997). Wujud dari pernyataan hak masyarakat adalah partisipasi mereka dalam pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi hasil pembangunan. K arena itu maka pemberdayaan mendorong adanya proses partisipasi masyarakat yang akhirnya membuat proses pembangunan lebih bernuasa dari bawah


(42)

12

Berdasarkan konsep tersebut, proses pemberdayaan secara umum meliputi

kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) merumuskan relasi kemitraan, (2) mengartikulasikan tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada,

(3) mendefinisikan arah yang ditetapkan, (4) mengeksplorasi sistem-sistem sumber, (5) menganalisis kapabilitas sumber, (6) menyususn frame pemecahan masalah, (7) mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan, (8) mengakui temuan-temuan, dan (9) mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Mulekom 1999).

Berkaitan dengan pemberdayan masyarakat pesisir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, di antaranya adalah: (1) Strategi Fasilitasi, yaitu mengharapkan kelompok yang menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah secara bersama-sama dengan kliennya (masyarakat) mencari penyelesaian. (2) Strategi edukatif, yaitu strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan. (3) Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. (4) Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut, program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur dan terencana dengan komitmen yang kuat (Sen dan Nielsen 1996).

Berkaitan dengan strategi pemberdayaan dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (Community Based Management = CBM) adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah (Sen S, Nielsen, 1996). Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengembangan masyarakat dengan CBM dikaitkan dengan kepercayaan


(43)

13

(religion). Oleh sebab itu pengelolaan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang mengakomodir berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management)(Ferrer 1994).

Pengelolaan dengan konsep CBM ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah. Pengelolaan dengan CBM ini memiliki resiko jika sumberdaya manusianya tidak siap. Namun demikian, dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam kenyataannya juga tidak sepenuhnya berhasil tanpa keterlibatan pemerintah dalam implementasinya (Ferrer 1994). Masyarakat memiliki banyak kekurangan terutama dalam kualifikasi pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan, keuangan/permodalan dan sebagainya.

2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP)

2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP

Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan kemiskinan yang tidak berdiri sendiri dan bersifat multidimensi (Kusnadi 2009). Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000 meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut maka program PEMP menjadi sebuah program besar pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilaksanakan dari tahun 2001 sampai dengan 2009. Secara periodik pelaksanaan Program PEMP dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : (1) Inisiasi (2001 – 2003), (2) Institusionalisasi (2004 – 2006), dan (3) Diversifikasi (2007 – 2009) (DKP, 2003).

Dalam pelaksanaannya, Program PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat desa. Adapun kelembagaan PEMP dan peranannya dalam pelaksanaan program tersebut, antara lain (DKP, 2003):

(1) Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina Program PEMP pada tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi


(44)

14

di tingkat nasional, pelatihan lingkup nasional, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Penanggungajwab program adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Dirjen KP3K).

(2) Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang menangani Program PEMP. Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi bertugas mengusulkan nama-nama kabupaten /kota calon penerima program, dan terlibat dalam sosialisasi, monitoring dan evaluasi dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dinas Kelautan kabupaten/kota sebagai penanggung jawab operasional program bertugas menetapkan Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi, dan publikasi tingkat kabupaten/kota, pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) bagi kabupaten/kota penerima baru Program PEMP, perekrutan TPD (Tenaga Pendamping Desa), pelatihan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. (3) Konsultan Manajemen (KM), yaitu konsultan yang membantu aspek teknis dan

manajemen Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam pelaksanaan Program PEMP. Pendampingan meliputi kegiatan: inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen, serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Sejak tahun 2005, KM juga bertugas membantu Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam proses revitalisasi LEPP-M3 menjadi berbadan hukum koperasi, dan bersama dengan TPD mendampingi masyarakat pesisir untuk mengakses DEP, melakukan pendampingan teknis serta manajemen usaha. KM diutamakan yang berasal dari daerah setempat, dengan harapan mengetahui karakter, potensi, dan permasalahan daerahnya. (4) Tenaga Pendamping Desa (TPD), yaitu tenaga profesional yang bersedia tinggal

di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya. TPD diutamakan berkualifikasi minimal D3 di bidangnya dan berasal dari daerah sekitar kegiatan program.


(45)

15

(5) Koperasi, yang merupakan holding company masyarakat pesisir dengan berbagai unitusaha, yang berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota, dan dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha. Dalam menjalankan fungsinya, koperasi menerima DEP sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman selanjutnya disalurkan ke masyarakat pesisir melalui LKM Swamitra Mina, USP, atau BPR Pesisir milik koperasi. Bagi kabupaten yang baru dan belum memiliki koperasi, dalam waktu 3 bulan pemerintah daerah harus meningkatkan status kelembagaan LEPP-M3 menjadi Koperasi LEPP-M3. Koperasi juga diharapkan berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan unit usaha lain, seperti unit usaha perikanan tangkap/budidaya, SPDN, kedai pesisir, dan wisata bahari.

(6) Bank Pelaksana, yaitu lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh DKP dengan tugas dan fungsi: (1) menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya Dana Ekonomi Produktif (DEP)yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal, (2) menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir, SPDN, dan atau Kedai Pesisir; dan, (3) melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada Koperasi LEPP-M3 dan atau LKM/USP.

(7) Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) merupakan kelompok masyarakat yang terpilih untuk mendapat dana ekonomi produktif (DEP). KMP dapat berasal dari berbagai kelompok masyarakat yang didasarkan atas usaha dan wilayah tempat tinggal, misalnya kelompok nelayan, kelompok pedagang, dan lain-lain. Kelompok tersebut di tunjuk oleh DKP Kabupaten atas dasar kualifikasi kelompok dan rekomendasi mitra desa dalam hal ini adalah Pemerintah Desa.


(46)

16

Secara skematis hubungan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP, disajikan pada gambar dibawah ini (Gambar 2) (DKP, 2003).

BANK PELAKSANA TINGKAT PUSAT KANTOR CABANG BANK PELAKSANA

DKP

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROPINSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KAB/KOTA KOPERASI LEPP-M3/ KOPERASI PERIKANAN/ KOPERASI LAINNYA

TPD

KM KAB/KOTA MASYARAKAT PESISIR Kesepakatan Bersama Perjanjian Kerjasama K o o rd in a si P e n d a m p in g a n

Gambar 2 Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional

2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana Program PEMP

Hampir semua provinsi yang ada di Indonesia telah memperoleh Program PEMP, tetapi tidak semua kabupaten/kota yang terdapat di setiap propinsi menerima Program PEMP. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan kabupaten/kota mendapatkan Program PEMP adalah karakteristik geografis kabupaten/kota, yakni sebagai kabupaten/kota pesisir. Secara keseluruhan, kabupaten/kota penerima Program PEMP menempati kawasan pesisir, baik yang berada di daratan pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil.

Apabila dikaitkan dengan wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia, maka kabupaten/kota penerima Program PEMP berdekatan dengan berbagai perairan wilayah penangkapan perikanan. Pertama, kabupaten/kota di Pulau Sumatera, wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan laut Selat Malaka, Samudera Hinda, dan Laut Cina Selatan.

Kedua, kabupten/kota di Pulau Jawa, wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan Laut Jawa dan Samudera Hindia. Ketiga adalah kabupaten/kota di Bali, NTB dan NTT, wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan Laut Flores, Selat Makassar, Laut Banda, Samudera Hindia, dan Laut Jawa. Keempat, kabupaten/kota yang berada di Pulau


(47)

17

Kalimantan, wilayah pesisirnya berbatasan dengan peraiaran Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Laut Flores. Kelima, kabupaten/kota di Pulau Sulawesi, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, Laut Seram, Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Flores. Keenam, kabupaten/kota di Kepulauan Maluku Utara dan Maluku, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Teluk Tomini, Laut Seram, Laut Banda, dan Laut Arafuru. Ketujuh adalah kabupaten/kota di Papua, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Laut Banda, dan Laut Arafuru (Gambar 3).

Gambar 3 Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan

Sejak digulirkan tahun 2000 hingga tahun 2006, jumlah kabupaten penerima Program PEMP mengalami pasang surut. Jumlah kabupaten yang menerima Program PEMP antara tahun 2000-2004 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Jika pada tahun 2000 jumlah kabupaten penerima hanya 26 kabupaten, maka pada tahun 2004 menjadi 160 kabupaten, atau meningkat 515,38%. Meskipun demikian, pada tahun 2006 jumlahnya menurun lagi, hanya 121 kabupaten (turun 24,38%). Dengan demikian,


(48)

18

jumlah kabupaten penerima Program PEMP terbanyak adalah pada tahun 2004 (Gambar 4).

Gambar 4 Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP

Jumlah kecamatan penerima Program PEMP paling banyak terjadi pada tahun 2004, yaitu 610 kecamatan dan paling sedikit tahun 2005, yakni 108 kecamatan. Dengan demikian, antara tahun 2004-2005 mengalami penurunan jumlah kecamatan sebanyak 82,30%. Penurunan juga terjadi jika dibandingkan pada tahun 2001 sebagai tahun awal Program PEMP, yaitu mengalami penurunan sebesar 81,41%.

Dilihat dari jumlah desanya, penerima Program PEMP terbesar adalah pada tahun 2002, sebanyak 1.321 desa. Sejak tahun 2003 sampai 2005, jumlah desa penerima Program PEMP cenderung menurun. Jumlah desa penerima Program PEMP pada tahun 2005 adalah yang paling sedikit selama periode 2000-2005, yaitu hanya 238 desa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2002, jumlah pada tahun 2005 itu mengalami penurunan sebesar 81% (Gambar 5).

0 20 40 60 80 100 120 140 160

TA 2000TA 2001TA 2002TA 2003 TA 20004

TA 2005TA 2006

26

125

90

126

160

111

121

00 00 00 00 0

J u m la h K a b u p a te n /K o ta


(49)

19

Gambar 5 Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia

2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP

Pada tahun 2004 Program PEMP diarahkan pada penguatan kelembagaan LEPP-M3 dalam format koperasi dan pada masing-masing koperasi dibentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Peningkatan status kelembagaan ini diiringi oleh perubahan sistem penyaluran DEP, yang semula berstatus sebagai dana bergulir dikelola LEPP-M3 menjadi dana hibah kepada koperasi yang dijaminkan pada perbankan (cash collateral). Selanjutnya, dana yang dikeluarkan oleh perbankan berstatus kredit/pinjaman dikelola oleh LKM Swamitra Mina/USP atau sejenisnya, yang merupakan salah satu unit usaha milik koperasi LEPP-M3/koperasi perikanan. Pembentukan dan pengelolaan LKM tersebut bekerja sama antara koperasi dengan bank pelaksana (DKP, 2007).

LKM ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga pembiayaan alternatif, yang cepat atau lambat akan menggantikan peran rentenir. Perbankan juga dapat menyalurkan kredit melalui LKM dengan skim kredit tidak langsung (two steps loan). Alokasi kredit diberikan kepada LKM untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat dengan skim kredit mikro yang sesuai dengan kondisi masyarakat pesisir. Upaya penguatan kelembagaan tersebut sampai saat ini (periode institusionalisasi 2004-2006) telah menghasilkan 278 Koperasi LEPP-M3/Koperasi Perikanan yang mempunyai unit usaha

………. 0 100 200 300 400 500 600 700 800

2001 2002 2003 2004 2005 508 601 568 287 119 585 720 598 323 119 Ju m la h D e sa Tahun


(50)

20

LKM (242 unit), baik Swamitra Mina, Unit Simpan Pinjam (USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir, dan Baitul Qirodl. Swamitra Mina, baik online (52 unit), maupun

offline (95 unit) (DKP, 2007).

Berdasarkan data dari 52 Swamitra Mina online, 67% sasaran Program PEMP berkaitan langsung dengan sektor perikanan dan 33% tidak terkait langsung, misalnya untuk mendukung kegiatan ekonomi pemilik bengkel, tukang ojek, industri pengolahan bahan makanan dan minuman, pemilik toko/warung makanan, dan konsumtif warga masyarakat pesisir.

Berdasarkan kondisi tersebut, jangka panjang Program PEMP diarahkan pada tiga hal berikut ini (DKP, 2007).

1) Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal, dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir.

2) Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

3) Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga-lembaga swasta dan pemerintah.


(51)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Besarnya potensi sumberdaya laut Kabupaten Halmahera Utara dan masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir terutama nelayan menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk daerah tersebut sebagai penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004. Dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesadaran untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya laut, penguatan kelembagaan ekonomi dan pengembangan usaha produktif masyarakat.

Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan dan memanfaatkan program tersebut sejak tahun 2004. Dalam upaya mewujudkan tujuan pelaksanaan program PEMP tersebut dibentuk dan dilibatkan berbagai lembaga, seperti DKP Kabupaten, LEPP-M3, KM, TPD dan KMP. Setiap lembaga memiliki fungsi dan peranan masing-masing yang saling melengkapi, sehingga terbentuk saling ketergantungan dan sinergisme dalam pelaksanaan program PEMP.

Optimalisasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP sangat tergantung pada peranan dan kinerja kelembagaan PEMP. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kelembagaan secara partisipatif yang melibatkan pemangku kepentingan masing-masing lembaga yang terlibat dalam program PEMP tersebut. Analisis kelembagaan tersebut meliputi: 1). evaluasi peranan dan kinerja kelembagaan; 2). analisis keberlanjutan kelembagaan; dan 3). identifikasi strategi penguatan kelembagaan tersebut.

Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo” merupakan penelitian survei atau observasi. Penelitian survei ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif yaitu melibatkan stakeholder lembaga-lembaga yang terlibat lansung dalam pelaksanaan program PEMP, antara lain: DKP Kabupaten, LEPP-M3, KM, TPD dan KMP. Pendekatan partisipatif dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi dari para pelaku secara langsung sehingga dapat mengurangi bias atau lebih sesuai dengan kenyataan. Penelitian ini di


(52)

22

tujukan untuk: 1). mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; 2). menentukan keberlanjutan kelembagaan PEMP; dan 3). Mengidentifikasi strategi penguatan kelembagaan PEMP. Dengan demikian diharapkan kedepan dapat di jadikan refrensi atau bahan untuk pengambilan kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat terutama penguatan kelembagaan masyarakat Kecamatan Tobelo (Gambar 6).

Gambar 6 Kerangka pendekatan penelitian

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo” ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Juni s/d November tahun 2009 (Lampiran 1).

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Secara garis besar data yang dikumpulkan sebagai berikut (Tabel 1).

PELAKSANAAN PROGRAM PEMP DI TOBELO

PENGUATAN KELEMBAGAAN MENINGKATKAN

PARTISIPASI

PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI

KELEMBAGAAN PROGRAM PEMP

DKP LEPP-M3 KM TPD KMP

EVALUASI PERANAN DAN KINERJA

Wawancara & Kuisioner

ANALISIS KELEMBAGAAN Secara Partisipatif

ANALISIS

KEBERLANJUTAN LEMBAGA RAPFISH

STRATEGI PENGUATAN LEMBAGA Matrik SWOT


(53)

23

Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian

Jenis Data Data Sumber Data

Sekunder Demografi Wilayah BPS Kecamatan dan Kabupaten Data Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan

Kabupaten

Penelitian terdahulu yang terkait Internet dan Perpustakaan Primer Persepsi Pemangku Kepentingan:

 Kondisi Kelembagaan PEMP  Peranan Kelembagaan  Kinerja Kelembagaan PEMP

 Dokumen atau Arsip lembaga  Hasil wawancara dan

Kuisisoner  Hasil Observasi

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka melalui media internet maupun pustaka. Pengumpulan data dan informasi primer dilakukan secara partisipatif dengan metode observasi, kuisioner dan wawancara. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling), yaitu pemilihan responden yang didasarkan atas pengetahuan dan kedudukannya di kelembagaan PEMP, dalam hal ini adalah pengurus lembaga (2 orang perlembaga), antara lain: DKP Halmahera, LEPP-M3, KM, TPD, dan KMP.

Setiap koresponden diminta untuk menilai peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP berdasarkan atribut yang disajikan. Penilaian terhadap atribut mengacu pada sistem skor yang dilakukan DKP (2007) dalam mengevaluasi program PEMP pada tingkat kabupaten/kota diseluruh Indonesia dengan menggunakan skor 0 s/d 100. Proses penilaian terdiri dari 2 tahap, yaitu: 1). penilaian atribut berdasarkan penting (skor 100) dan tidak penting (0); 2). Penilaian berdasarkan baik (100) atau buruk (0) kondisi atribut saat ini. Penilaian terhadap pengaruh satu atribut terhadap atribut lain dalam satu faktor dengan menggunakan skor 1 s/d 5, dimana skor 1 jika tidak berpengaruh dan 5 sangat berpengaruh.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan

Penilaian kondisi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo didasarkan pada indikator-indikator peranan dan kinerja yang diacu dari Laporan Evaluasi PEMP tahun 2006. Penilaian ini meliputi dua aspek yaitu nilai


(1)

Lampiran 5

Lanjutan

8.

Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah pelaksanaan program PEMP sudah mencapai

tujuannya?

a.

Sudah semua

b. Sudah sebagian besar

c. Sudah sebagian kecil.

d. Belum.

9.

Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah program PEMP masih perlu terus galakkan

dan dikembangkan?

a.

Perlu seperti saat ini

b. Perlu tapi diperbaiki

c. Tidak Perlu


(2)

Lampiran 6 Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS KELEMBAGAAN

PROGRAM PERBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP)

DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Oleh:

PITSON KUTANI

S2/SPT/IPB

No. Kuesioner

:

Nama Responden

:

Lembaga

:

Jabatan

:

Tanggal

:

Dimohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Data dan

semua informasi yang diberikan akan saya jamin kerahasiaannya. Data dan informasi

tersebut akan saya pergunakan sebagai bahan untuk penulisan Tesis. Atas kesediaannya

dan partisipasi Bapak/Ibu/Sdr ucapkan terima kasih.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(3)

Lampiran 6 (lanjutan)

1.

Menurut Bapak/Ibu/Saudara bagaimana peranan dan kinerja kelembagaan PEMP

berdasarkan pengaruh indikator?

Tolong di beri skor 1 (Tidak pengaruh) s/d 5 (Sangat Berpengaruh) pada kolom

Pengaruh.

No Kondisi Internal

Bobot

Rating

Kekuatan

1

Kesesuaian kualifikasi SDM

91.67

2

Kemantapan organisasi pelaksana

91.44

3

Pemahaman tupoksi

94.00

4

Pelaksanaan tupoksi

96.33

5

Sistem pencairan DEP

85.78

6

Pengawasan DEP

85.44

7

Obyektifitas penetapan KM, TPD, KMP

86.56

8

Relevansi rencana dengan anggaran

85.63

9

Pelaporan periodik

85.52

10 Kesesuaian honor terhadap kinerja

78.04

11 Transfaransi laporan keuangan

89.00

12 Kesesuaian kualifikasi usaha KMP

92.78

13 Prospektif usaha

84.89

Kelemahan

1

Kondisi kesehatan keuangan LEPP-M3

91.89

2

Proporsi daya serap dan pengembalian DEP

88.67

3

kepengurusan LEPP-M3

76.44

4

Relevansi rencana dengan anggaran LEPP-M3

83.44

5

Pembinaan bank thdp LEPP-M3

81.89

6

Status KMP (kelompok/individu)

83.44

7

Kesesuaian kualifikasi organisasi KMP

90.00

8

Pemahaman terhadap menegemen

80.56

9

partisipasi anggota KMP

82.56

10

Stabilitas kegiatan usaha

78.33

11

Pola hubungan keanggotaan

75.67

12

Pola hubungan antar KMP

75.22


(4)

Lampiran 6 (lanjutan)

2.

Menurut Bapak/Ibu/Saudara apa saja yang menjadi faktor luar (peluang dan

ancaman) yang dapat mempengaruhi kondisi kelembagaan PEMP dan seberapa

besar nilai penting faktor tersebut serta seberapa besar pengaruh terhadap faktor

lain?

Tolong diberi skor

0 (Tidak Penting) s/d 100 (Sangat Penting) dan 1 (Tidak

pengaruh) s/d 5 (Sangat Berpengaruh) pada kolom Pengaruh.

No

Faktor Luar

Nilai penting

Pengaruh

A

Peluang

1

2

3

4

5

6

7

8

B

Ancaman

1

2

3

4

5

6

7

8


(5)

Lampiran 7 Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan

lembaga PEMP

No Indikator Keberlanjutan Pendapat Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ N AS RW

A DKP 881.3

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 80 75 80 79 80 75 70 78 80 697 9 77.44 0.09

2 Pelaporan periodic 83 90 85 90 90 84 91 90 90 793 9 88.11 0.10

3 Relevansi rencana dengan anggaran 80 81 90 80 90 80 80 85 95 761 9 84.56 0.10

4 Obyektifitas dan transfaransi penetapan KM, TPD, KMP 85 90 90 87 83 85 90 79 90 779 9 86.56 0.10

5 Mekanisme pengawasan DEP 90 85 87 83 90 70 86 83 95 769 9 85.44 0.10

6 Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP 90 80 90 80 85 82 80 90 95 772 9 85.78 0.10

7 Pelaksanaan tupoksi 99 95 90 99 90 99 97 99 99 867 9 96.33 0.11

8 Pemahaman tupoksi 97 95 85 95 96 95 95 93 95 846 9 94 0.11

9 Kemantapan organisasi pelaksana 90 80 90 99 95 99 90 90 90 823 9 91.44 0.10

10 Kesesuaian kualifikasi SDM 95 95 80 95 90 90 95 90 95 825 9 91.67 0.10

B KM & TPD 883.8

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 70 80 80 80 80 76 80 80 79 705 9 78.33 0.09

2 Kemajuan hasil pendampingan 80 90 80 80 83 80 85 76 83 737 9 81.89 0.09

3 Pelaporan periodik TPD 80 85 80 90 90 90 91 83 80 769 9 85.44 0.10

4 Relevansi rencana dengan anggaran 95 80 92 80 90 95 94 90 84 800 9 88.89 0.10

5 Relevansi rencana dengan pelaksanaan 95 93 95 90 95 95 90 86 83 822 9 91.33 0.10

6 Mekanisme pendampingan 90 87 90 95 88 90 90 80 90 800 9 88.89 0.10

7 Pelaksanaan tupoksi 99 99 95 99 96 99 99 95 95 876 9 97.33 0.11

8 Pemahaman tupoksi 95 95 90 95 90 99 95 93 80 832 9 92.44 0.10

9 Kesesuaian kualifikasi SDM 95 82 85 88 90 95 93 90 95 813 9 90.33 0.10

10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 90 80 90 85 87 90 96 87 95 800 9 88.89 0.10

C LEPP-M3 848

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja (kepuasan) 75 85 80 85 75 80 70 75 80 705 9 78.33 0.09

2 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 75 80 76 90 86 80 85 80 85 737 9 81.89 0.10

3 Transfaransi laporan keuangan 90 95 90 95 95 90 86 80 80 801 9 89 0.10

4 Pelaporan periodik perkembangan kinerja 80 85 82 90 90 89 80 78 73 747 9 83 0.10

5 Relevansi rencana dengan anggaran 85 82 80 90 93 80 70 86 85 751 9 83.44 0.10

6 Sistem kepengurusan LEPP-M3 70 80 80 70 75 70 80 83 80 688 9 76.44 0.09

7 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP 85 83 90 90 95 95 85 80 95 798 9 88.67 0.10

8 Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 90 87 95 90 95 90 95 90 95 827 9 91.89 0.11

9 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi 90 90 87 95 95 90 85 85 90 807 9 89.67 0.11

10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 85 90 90 95 88 80 83 80 80 771 9 85.67 0.10

D KMP 821.9

1 Infrastruktur usaha 70 75 80 75 80 80 79 80 87 706 9 78.44 0.10

2 Pola hubungan antar kelompok/individu usaha 75 70 78 70 79 80 75 70 80 677 9 75.22 0.09

3 Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha 70 80 70 75 70 76 80 80 80 681 9 75.67 0.09

4 Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu 75 80 85 80 75 75 80 75 80 705 9 78.33 0.10

5 Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok 70 73 90 85 85 90 85 80 85 743 9 82.56 0.10

6 Prospektif usaha 85 85 90 80 80 85 88 81 90 764 9 84.89 0.10

7 Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha 80 80 80 75 85 79 83 80 83 725 9 80.56 0.10

8 Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP 90 94 90 90 95 95 90 95 96 835 9 92.78 0.11

9 Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima

DEP 95 90 90 95 90 85 80 90 95 810 9 90 0.11

10 Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum) 80 80 95 85 86 83 80 82 80 751 9 83.44 0.10

Keterangan:

1 & 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara

3 & 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3

5 & 6 : Direktur KM dan Ketua TPD

7 & 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang

9

: Peneliti

N

: Jumlah responden

: Jumlah nilai

AS

: Nilai rata-rata (

average score

)


(6)

Lampiran 8 Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan

lembaga PEMP

Keterangan:

1 & 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara

3 & 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3

5 & 6 : Direktur KM dan Ketua TPD

7 & 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang

9

: Peneliti

N

: Jumlah responden

: Jumlah nilai

AS

: Nilai rata-rata (

average score

)

SIC

: Indeks Keberlanjutan (

Sustainability index creteria

)

No Indikator Keberlanjutan Pendapat Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ N AS SIC

A DKP 47.321

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 40 40 50 60 40 45 40 47 50 412 9 45.78 4.023 2 Pelaporan periodic 55 60 40 50 40 40 40 40 50 415 9 46.11 4.610 3 Relevansi rencana dengan anggaran 55 50 30 30 45 35 50 45 40 380 9 42.22 4.051 4 Obyektifitas dan transparansi penetapan KM, TPD, KMP 50 70 35 40 40 40 45 34 40 394 9 43.78 4.299 5 Mekanisme pengawasan DEP 45 40 40 34 39 50 40 40 40 368 9 40.89 3.964 6 Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP 40 45 50 40 45 60 50 45 50 425 9 47.22 4.596 7 Pelaksanaan tupoksi 70 50 40 42 50 45 50 46 50 443 9 49.22 5.380 8 Pemahaman tupoksi 70 70 50 60 45 50 45 50 70 510 9 56.67 6.044 9 Kemantapan organisasi pelaksana 60 50 40 43 40 43 40 56 60 432 9 48.00 4.980 10 Kesesuaian kualifikasi SDM 65 70 50 40 45 40 45 50 60 465 9 51.67 5.374

B KM & TPD 47.010

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja 50 50 50 54 60 60 59 50 50 483 9 53.67 4.757 2 Kemajuan hasil pendampingan 30 40 40 42 50 52 40 40 20 354 9 39.33 3.645 3 Pelaporan periodik TPD 40 46 35 35 50 54 30 35 40 365 9 40.56 3.921 4 Relevansi rencana dengan anggaran 30 45 40 40 40 50 50 40 40 375 9 41.67 4.191 5 Relevansi rencana dengan pelaksanaan 30 60 40 45 65 50 45 50 40 425 9 47.22 4.880 6 Mekanisme pendampingan 40 45 35 35 60 55 50 43 30 393 9 43.67 4.392 7 Pelaksanaan tupoksi 40 56 40 40 60 50 48 50 40 424 9 47.11 5.189 8 Pemahaman tupoksi 70 50 45 60 75 55 42 50 45 492 9 54.67 5.718 9 Kesesuaian kualifikasi SDM 60 45 40 45 80 62 40 35 40 447 9 49.67 5.077 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 60 50 45 50 70 74 40 30 50 469 9 52.11 5.241

C LEPP-M3 37.709

1 Kesesuaian honor terhadap kinerja (kepuasan) 50 40 50 40 50 40 50 50 50 420 9 46.67 4.311 2 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 20 10 15 10 20 20 15 10 10 130 9 14.44 1.395 3 Transparansi laporan keuangan 30 40 60 55 50 50 40 40 35 400 9 44.44 4.665 4 Pelaporan periodik perkembangan kinerja 40 45 50 50 40 40 40 30 35 370 9 41.11 4.024 5 Relevansi rencana dengan anggaran 30 30 30 40 25 30 35 40 40 300 9 33.33 3.280 6 Sistem kepengurusan LEPP-M3 30 40 50 40 40 30 40 30 40 340 9 37.78 3.406 7 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP 10 25 10 20 20 20 15 20 35 175 9 19.44 2.033 8 Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 30 35 30 40 30 20 30 30 30 275 9 30.56 3.311 9 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi 50 46 65 60 40 30 40 45 40 416 9 46.22 4.887 10 Kesesuaian kualifikasi organisasi 70 60 70 65 65 70 50 50 70 570 9 63.33 6.398

D KMP 36.636

1 Infrastruktur usaha 30 30 35 30 20 35 20 15 30 245 9 27.22 2.598 2 Pola hubungan antar kelompok/individu usaha 50 45 40 40 40 40 40 30 30 355 9 39.44 3.610 3 Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha 40 40 40 45 45 45 30 20 40 345 9 38.33 3.529 4 Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu 20 35 30 40 30 20 30 25 40 270 9 30.00 2.859 5 Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok 30 40 30 40 30 20 30 20 20 260 9 28.89 2.902 6 Prospektif usaha 40 60 50 50 40 45 60 50 50 445 9 49.44 5.107 7 Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha 35 30 40 35 30 30 50 40 30 320 9 35.56 3.485 8 Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP 40 30 45 40 20 30 60 60 40 365 9 40.56 4.578 9 Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima

DEP 40 45 30 40 10 20 50 60 40 335 9 37.22 4.076 10 Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum) 30 50 40 50 20 30 40 50 35 345 9 38.33 3.892