17
keseluruhan profesi, hilangnya kepercayaan masyarakat mengakibatkan mereka tidak bisa memberikan jasanya kepada masyarakat Supriyono, 1988.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik
Menurut Kosasih 2000 terdapat empat golongan risiko yang dapat merusak independensi akuntan publik. Pertama, self interest risk yang terjadi
apabila akuntan publik menerima manfaat dari keterlibatan keuangan dengan klien. Misalnya, kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung;
perolehan pinjaman dari atau kepada klien termasuk anggota direksi, pemilik, dan karyawan kunci; adanya fee, termasuk fee penugasan nonpemberian jasa
keyakinan assurance sebelumnya yang belum dibayar oleh klien atau grup klien; dan adanya fee kontijen yang dilarang menurut aturan etika kode etik.
Kedua, self review risk yang terjadi apabila: akuntan publik melaksanakan penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut
keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien, atau akuntan publik melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk pertimbangan yang
mempengaruhi informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan, misalnya menjadi direksi atau pegawai klien,
pemberian jasa yang mempengaruhi langsung jumlah dan pengungkapan dalam laporan yang menjadi obyek penugasan, atau menjadi penyiap data
orisinal yang dipakai dalam penyusunan laporan keuangan. Ketiga, advocacy risk yang terjadi apabila tindakan akuntan publik
menjadi terlalu erat kaitannya dengan kepentingan klien. Misalnya, menjadi
18
promotor atau dealer saham efek klien; menjadi advokat pendukung klien dalam perkara dengan pihak ketiga; atau menjadi wakil klien dalam dengar
pendapat dengan instansi pengatur. Keempat, client influence risk yang terjadi apabila akuntan publik
mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien termasuk hubungan pribadi yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan
familiaritas yang berlebihan dengan klien. Misalnya, akuntan publik mempunyai anggota keluarga dekat immediate family atau famili dekat
close relative yang menjadi direktur staf pegawai klien; mantan partner rekan KAP akuntan publik yang menjabat posisi pembuat keputusan pada
klien; atau hubungan yang sangat lama antara akuntan publik dan klien; atau akuntan publik menerima hadiah atau hospitalitas yang tidak patut layak dari
klien. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi independensi
penampilan akuntan publik dapat dijelaskan di bawah ini. 1. Ikatan Kepentingan Keuangan dan Hubungan Usaha dengan Klien
Hubungan keuangan langsung atau tidak langsung antara akuntan publik dengan klien tidak diperbolehkan dalam etika profesional.
Hubungan keuangan tidak langsung mencakup kepentingan keuangan oleh suami, istri, saudara sedarah semenda dari akuntan publik yang
bersangkutan, sampai garis kedua. Pemilikan langsung menunjukkan pemilikan saham atau kekayaan lainnya oleh seorang anggota atau anggota
keluarga terdekat tidak diperbolehkan karena akan mengganggu independensi, dan pasti akan mempengaruhi persepsi pemakai terhadap
19
independensi akuntan publik. Hasil penelitian Supriyono 1988 dalam Anshori dan Kartiningtyas 1999 menunjukkan bahwa pemilikan saham
di atas 50 dari keseluruhan saham perusahaan yang sedang diaudit, kepemilikan saham antara 10 sampai 50, atau kepemilikan saham di
bawah 10 ternyata memang merusak independensi penampilan akuntan publik.
Kusuma dan Novianty 2000 menyebutkan bahwa ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, baik itu ikatan antara
akuntan publik sebagai pribadi maupun lembaga audit yang menjadi tempat kerjanya dengan klien yang diperiksa dapat mempengaruhi
independensi akuntan publik. Beberapa jenis ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien tersebut di antaranya selama periode
perjanjian kerja atau saat menyatakan opininya, akuntan publik atau kantor akuntan publik memiliki kepentingan keuangan langsung atau tidak
langsung yang material di dalam perusahaan yang menjadi kliennya, sebagai trustee, eksekutor atau administrator atas satu atau beberapa estate
yang memiliki kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung, memiliki utang atau piutang pada perusahaan yang diauditnya, dan lain
sebagainya. 2. Pemberian Jasa Lain Selain Jasa Audit
Kantor akuntan publik tidak hanya memberikan jasa audit tetapi juga jasa lainnya, hal ini karena didorong oleh ruang lingkup pekerjaan akuntan
publik yang semakin luas karena adanya permintaan jasa baru di luar jasa penyusunan laporan keuangan dan audit akuntan publik, sehingga
20
menuntut akuntan publik harus mengikuti perkembangan teknologi informasi agar dapat memenuhi permintaan pemakai jasa yang makin
meningkat kebutuhan informasi keuangannya. Jasa-jasa yang diberikan kantor akuntan publik dapat berupa: jasa atestasi, jasa perpajakan,
konsultasi manajemen, serta jasa akuntansi dan pembukuan. Supriyono 1988 menyebutkan bahwa pemberian jasa lainya selain
jasa audit kemungkinan dapat berakibat akuntan publik kehilangan independensi. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya:
1 kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada kepentingan klien sehingga kehilangan independensi di
dalam melaksanakan pekerjaan audit, 2 kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa lain selain jasa audit tersebut harga dirinya
dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independen di dalam melaksanakan audit, 3 pemberian jasa lain selain
jasa audit mungkin mengharuskan kantor akuntan membuat keputusan tertentu untuk kliennya sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak
independen di dalam melaksanakan audit, 4 kantor akuntan yang melaksanakan pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan manajemen klien sehingga kemungkinan kurang independen di dalam melaksanakan audit.
3. Lamanya Hubungan atau Penugasan Audit Beberapa pihak menganggap bahwa hubungan penugasan audit yang
lama atau terus-menerus dapat mengakibatkan rusaknya independensi akuntan publik. Selain menimbulkan hubungan yang erat sehingga kantor
21
akuntan publik lebih memperhatikan kepentingan klien, penugasan audit pada klien tertentu yang terlalu lama memungkinkan juga akuntan publik
akan kehilangan inovasi, cepat merasa puas, dan kurang ketat di dalam melaksanakan prosedur audit sehingga keadaan-keadaan ini juga
mendorong akuntan publik kehilangan independensinya Anshori dan Kartiningtyas, 1999.
Shockley 1981 dalam Supriyono 1988 menyebutkan bahwa Securities and Exchange Commission SEC Practice Section dari
American Institute
of Certified
Public Accountants
AICPA menggolongkan lamanya penugasan audit seorang partner kantor akuntan
pada klien tertentu menjadi dua, yaitu: 1 lima tahun atau kurang, dan 2 lebih dari lima tahun. Seorang partner yang memperoleh penugasan audit
lebih dari lima tahun pada klien tertentu dianggap terlalu lama sehingga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap independensi.
4. Ukuran Kantor Akuntan Publik Menurut Supriyono 1988 untuk menentukan ukuran kantor akuntan
publik dapat digunakan berbagai variabel sebagai ukuran pengganti, misalnya jumlah relatif fee yang diterima oleh suatu kantor akuntan dari
satu klien tertentu, atau ada tidaknya spesialisasi fungsi pada suatu kantor akuntan, atau atas dasar proporsi total fee dari klien tertentu dibandingkan
dengan fee dari jasa bukan audit. American Institute of Certified Public Accountants AICPA
menggolongkan kantor akuntan ke dalam: 1 kantor akuntan besar, dan 2 kantor akuntan kecil. Menurut AICPA, kantor akuntan besar adalah
22
kantor kantor akuntan yang telah melaksanakan audit pada perusahaan go public, sedangkan kantor akuntan publik kecil adalah kantor akuntan yang
belum melaksanakan audit pada perusahaan go public Supriyono, 1988. Menurut Kusuma dan Novianty 2000 kantor akuntan publik yang
besar dipandang lebih independen dibanding kantor akuntan publik yang lebih kecil karena kantor akuntan publik yang besar tidak begitu
tergantung pada salah satu klien saja, sehingga hilangnya satu klien tidak begitu mempengaruhi pendapatannya.
5. Persaingan antar Kantor Akuntan Publik Kusuma dan Novianty 2000 menyebutkan bahwa tajamnya
persaingan antar kantor akuntan publik kemungkinan mempunyai pengaruh besar terhadap independensi kantor akuntan publik karena setiap
kantor akuntan publik akan merasa khawatir akan kehilangan kliennya. Kantor akuntan publik dihadapkan pada dua pilihan dilematis, yaitu
kehilangan kliennya karena klien mencari kantor akuntan lain atau tunduk pada tekanan manajer klien dengan mengeluarkan opini sesuai keinginan
klien. 6.
Audit Fee Audit fee adalah honorarium atau penghasilan yang diterima suatu
kantor akuntan publik dari suatu klien tertentu. Audit fee biasanya ditetapkan berdasarkan kesepakatan atau proses tawar-menawar antara
kantor akuntan publik dengan klien, meskipun demikian audit fee tidak dapat ditetapkan berdasarkan jenis pendapat atau opini yang akan
diberikan oleh akuntan publik terhadap laporan keuangan klien.
23
Anshori dan Kartiningtyas 1999 menyebutkan bahwa pendapatan suatu kantor akuntan publik yang sebagian besar dari total pendapatannya
bisa berasal dari seorang klien tertentu. Apabila keadaan ini terjadi, maka kemungkinan kantor akuntan publik tersebut akan kehilangan
independensi penampilannya. Sebaliknya, apabila pendapatan yang diterima dari seorang klien tertentu bukan merupakan sebagian besar dari
pendapatan kantor akuntan publik tersebut, maka kantor akuntan publik tersebut sulit untuk ditekan oleh kliennya, sehingga independensi
penampilannya akan terjaga. Menurut Kusuma dan Novianty 2000 audit fee yang jumlahnya besar
kemungkinan akan mengakibatkan berkurangnya independensi akuntan publik. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu: 1 kantor akuntan
yang melakukan audit merasa tergantung pada klien sehingga cenderung segan untuk menentang kehendak klien, 2 jika tidak memberikan opini
yang sesuai dengan keinginan klien, kantor akuntan merasa khawatir akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan yang diterima relatif besar.
Menurut Kosasih 2000, independensi dalam penampilan akuntan publik akan terancam rusak, apabila penugasan dimenangkan hanya atas
dasar fee yang diajukan jauh lebih rendah dari pada fee akuntan publik lain.
7. Advertensi Kantor Akuntan Publik Advertensi merupakan suatu metode pengiriman pesan produsen
melalui saluran komunikasi yang formal kepada masyarakat sasaran. Advertensi menjadi bahan perdebatan dan diskusi yang menarik ketika
24
digunakan dalam dunia profesi. Sebagian besar kaum profesional menganggap advertensi sebagai aktivitas yang tabu sebab mereka
berpendapat bahwa advertensi merupakan aktivitas yang tidak profesional. Advertensi dipersepsikan dapat menurunkan kualitas jasa profesi. Namun
sebagian kaum profesional berpendapat bahwa advertensi yang baik justru akan meningkatkan rasa tanggung jawab sehingga kualitas jasa profesi
tetap terjaga Suhardjo dan Mardiasmo, 2002. Menurut Munawir 1984 dalam Anshori dan Kartiningtyas 1999
seorang akuntan publik tidak boleh melakukan tindakan yang dapat mencemarkan profesinya, dan tidak boleh mengiklankan nama atau jasa
yang diberikan kecuali kalau hanya bersifat pemberitahuan. Seorang akuntan publik tidak diperkenankan menawarkan jasanya secara tertulis
kepada calon-calon klien, kecuali atas permintaan calon klien yang bersangkutan.
Supriyati, Ahmar
dan Wilopo
2002 dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa dari analisis hubungan bisnis usaha, variabel
periklanan memiliki pengaruh yang paling kuat. Ini menunjukkan bahwa independensi akuntan publik harus benar-benar bebas dan tidak ada
hubungannya dengan klien atau berusaha mengiklankan jasanya karena akan mempengaruhi citra seorang akuntan publik.
Penelitian Ambarriani 1996 dalam Suhardjo dan Mardiasmo 2002 menyebutkan bahwa akuntan Indonesia memiliki persepsi yang tidak
positip terhadap advertensi. Dengan demikian akuntan Indonesia tidak setuju bila akuntan publik melakukan promosi dan advertensi. Sedangkan
25
penelitian Suhardjo dan Mardiasmo 2002 sendiri menunjukkan bahwa akuntan publik, pemakai informasi akuntansi, dan mahasiswa akuntansi
sebagai satu kelompok tergabung memiliki persepsi yang positif terhadap advertensi KAP. Akuntan publik, pemakai informasi akuntansi, dan
mahasiswa akuntansi sebagai tiga kelompok terpisah memiliki persepsi yang sama terhadap advertensi KAP yaitu persepsi positif. Hasil penelitian
ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ambarriani 1996.
D. Telaah Penelitian Sebelumnya