terikat pada cincin aromatis memegang peranan penting dalam aktivitas antioksidan. Potensi antioksidan tersebut diperbesar oleh adanya substitusi gugus
lain yang terikat pada cincin aromatis.
2.3.2 Mekanisme Oksidasi Lemak
Meyer 1973 dan Hamilton 1983 menyebutkan bahwa autooksidasi lipida berlangsung dalam dua tahap. Selama tahap pertama autooksidasi berjalan
lambat dengan laju kecepatan seragam. Tahap pertama ini sering disebut periode induksi. Oksidasi periode induksi ini berlangsung beberapa waktu sampai pada
waktu titik tertentu dimana reaksi memasuki tahap kedua yang mempunyai laju oksidasi dipercepat. Laju pada oksidasi tahap kedua beberapa kali lebih cepat dari
laju oksidasi tahap pertama. Umumnya lemak dan minyak mulai terasa tengik pada awal tahap kedua. Asam lemak yang memiliki ikatan rangkap lebih banyak
misalnya asam linoleat bereaksi lebih cepat dibanding yang berikatan rangkap lebih sedikit asam oleat sehingga periode induksinya lebih pendek.
Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh dimulai dengan tahap inisiasi, yaitu terbentuknya radikal bebas R bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion
metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap
–C=C- Buck 1991. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Gordon 1990 bahwa tahap inisiasi terjadi karena bantuan sumber energi eksternal
misalnya panas, cahaya atau energi tinggi dari radiasi, inisiasi kimia dengan terlarutnya ion logam dan metaloprotein misalnya haem.
Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal lipida R hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk
radikal peroksida ROO. Reaksi oksigenasi ini terjadi sangat cepat dengan energi aktivitas hampir nol sehingga konsentrasi ROO yang terbentuk jauh lebih
besar dari konsentrasi R dalam system makanan dimana oksigen berada Gordon 1990. Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari
lipida lain R
1
H membentuk hidroperoksida ROOH dan molekul radikal lipida baru R
1
. Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai.
Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi, dimana hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik
berantai pendek yaitu aldehid, keton, alkohol dan asam Trilaksani 2003. Buch 1991 menyebutkan faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada
oksidasi lipida antara lain a panas, setiap peningkatan suhu sebesar 10
o
C laju kecepatan meningkat dua kali lipat, b cahaya, terutama ultraviolet yang
merupakan inisiator dan katalisator kuat, c logam berat, logam terlarut misalnya Fe, Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil, d kondisi alkali,
kondisi basa, ion alkali merangsang radikal bebas, e tingkat ketidakjenuhan, jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung
dengan kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat, dan f ketersediaan oksigen.
2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi
pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan AH yang mempunyai fungsi utama tersebut sebagai
antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida R, ROO atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara
turunan radikal antioksidan A tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
stabil Gordon 1990. Penambahan antioksidan AH primer dengan konsentrasi rendah pada
lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
maupun propagasi. Radikal- radikal antioksidan A yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi
dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Menurut Hamilton 1983 radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non
radikal. Mekanisme penghambatan antioksidan primer dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida
Gordon 1990
Besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik
sering lenyap, bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan
sampel yang akan diuji.
AH +
O
2
----------------------------- A +
HOO AH
+ ROOH ----------------------------- RO
+ H
2
O + A
Gambar 3 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi
Gordon 1990
Trilaksani 2003 berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan
sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu a pemberian hidrogen, b pemberian elektron, c penambahan lipida pada
cincin aromatik antioksidan, d pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa ketika atom
hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa
mekanisme penghambatan dengan pemberian atom hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau
elektron merupakan mekanisme utama. Sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder.
Antioksidan sekunder, misalnya asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan
antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga Inisiasi
; R +
AH --------------------------RH + A
Radikal lipida Antioksidan
Propagasi : ROO
+ AH ------------------------- ROOH
+ A
menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut a memberikan suasana asam pada
medium sistem makanan, b meregenerasi antioksidan lama, c mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, d menangkap oksigen, e
mengikat singlet osigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen Gordon 1990
Trilaksani 2003 menegaskan bahwa antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen
1983, antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida
terjadi, dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam. 2.3.4 Metode uji aktifitas antioksidan
Pengujian anti radikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau sintesis dapat dilakukan secara reaksi kimia dengan menggunakan 1,1-Di Phenyl-2-Picryl
Hydrazyl DPPH sebagai senyawa radikal bebas yang stabil dengan melihat proses penghambatan panjang gelombang maksimumnya pada spektrofotometer
UV-Vis. Molyneux 2004 mengemukakan bahwa metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi
kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Hannani et al. 2005 juga menambahkan bahwa metode DPPH dipilih karena sederhana, murah, cepat
dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel. 1,1-Di Phenyl-2-Picryl Hydrazyl DPPH merupakan radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Prinsip dari uji aktivitas
antioksidan dengan DPPH adalah DPPH yang menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan
dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron radikal
bebas pada DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan arbsorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan
hilang Suratmo 2009.
Penghambatan warna ungu merah absorbansi pada 517 ± 20 nm dikaitkan dengan kemampuan sebagai anti radikal bebas free radical scavenger
Mega dan Swastini 2006. Molyneux 2004 mengatakan bahwa DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi
elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan
adanya warna ungu violet pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm.
Adapun reaksi penghambatan DPPH dengan senyawa anti radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Contoh mekanisme penghambatan antioksidan tokoferol terhadap radikal bebas DPPH
Mega dan Swastini 2010
Gugus- gugus fungsi yang diduga terlibat pada reaksi antara senyawa antiradikal bebas adalah gugus
–OH dan ikatan rangkap dua -C=C-. Kapasitas aniradikal bebas DPPH diukur dari penghambatan warna ungu merah dari DPPH
pada panjang gelombang 517 ± 20 nm Mega dan Swastini 2010.
2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif