Metode Penelitian Deskripsi Histologis, Komponen Bioaktif dan Aktifitas Antioksidan pada Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina)

Daun Api-api A. marina 1. Pengambilan dan preparasi sampel, pengukuran morfometrik 2. Analisis Histologi daun ujung, tengah, tepi dan pangkal daun 3. Analisis kimia a. kadar air b. protein c. lemak d. kadar abu e. kadar serat f. karbohidrat 4. ekstraksi tunggal 3 pelarut: Methanol, etil asetat dan heksan 5. uji antioksidan DPPH scavenging activity 6. uji fitokimia 7. uji bilangan peroksida larutan FeCl 3 5, peraksi Molisch, asam sulfat pekat, pereaksi Benedict, pereaksi Biuret dan larutan Ninhidrin 0,10. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengujian bilangan peroksida yaitu asam asetat glasial, kloroform, minyak kelapa, kalium iodida, natrium tiosulfat dan indikator pati. Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi jangka sorong, pisau, sudip, cawan porselen, timbangan digital, botol film dan botol kaca kecil, holder, kotak blok, pinset, kuas, oven, mikrotom Yamato RV-240, hot plate, gelas obyek, rak pewarna, mikroskop cahaya Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop Olympus DP12, alumunium foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, grindmill, orbital shaker, rotary vacuum evaporator, corong kaca, botol gelas, gelas piala, tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, inkubator dan vortex.

3.3 Metode Penelitian

Rangkaian penelitian ini mengikuti skema yang tertera pada Gambar 8 di bawah ini. Gambar 8 Skema penelitian 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Sampel daun mangrove api-api diambil di daerah Belanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengumpulkan daun mangrove api-api dari beberapa titik pada lokasi tersebut. Daun dimasukkan ke dalam wadah plastik berwarna gelap dan dilakukan identifikasi dan pengukuran morfometrik yang meliputi panjang, lebar dan tebal daun. Sejumlah sampel disimpan dalam wadah tertutup yang berisi larutan etanol 70, sampel ini akan digunakan untuk analisis histologis. Daun mangrove api-api kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama untuk uji kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. Bagian kedua dikeringkan dan dipergunakan untuk uji aktivitas antioksidan, bilangan peroksida dan fitokimia. 3.3.2 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. 1 Analisis kadar air AOAC, 2005 Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat dalam suatu bahan. Tahap pertama untuk menganalisis kadar air yaitu mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan kemudian diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 150 o C selama 8 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Kehilangan berat g = berat sampel awal g – berat setelah dikeringkan g Kadar air berat basah = Kehilangan berat gram X 100 Berat sampel awal gram 2 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Daun mangrove api-api seberat 2 gram W 1 dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah dibuat menjadi bentuk selongsong thimble dan kedua ujungnya ditutup dengan kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W 2 . Pelarut lemak n- heksan dituangkan ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan soxhlet dan direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan soxhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Setelah itu, labu lemak dan soxhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama satu jam. Labu kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W 3 . Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut: Kadar lemak = W 3 – W 2 X 100 W 1 Keterangan: W 1 = Berat sampel gram W 2 = Berat labu lemak kosong gram W 3 = Berat labu lemak dengan lemak gram 3 Analisis kadar protein AOAC 2005 Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar crude protein pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. a Tahap destruksi Daun mangrove api-api ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Selenium 0,25 gram dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 3 mL H 2 SO 4 p.a 98. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400 o C selama 1 jam. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi jernih bening. b Tahap destilasi Hasil destruksi yang telah dingin selanjutnya diencerkan dengan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40 lalu didestilasi. Hasil detilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H 3 BO 3 2 dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan destilat menjadi 10 mL dan berwarna hijau kebiruan, proses destilasi dihentikan dan selanjutnya destilat ditritasi. c Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah warna asam borat semula. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: N = mL HCL A. marina – mL blanko x N HCl x 14, 007 x 100 mg contoh x faktor koreksi alat Keterangan : Kadar Protein = N x faktor konversi 6,25 4 Analisis kadar abu AOAC 2005 Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 o C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel daun sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 o C selama 2 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut: Kadar abu berat basah = Berat abu gram X 100 Berat sampel awal gram Keterangan: Berat abu g = berat sampel dan cawan akhir g – berat cawan kosong g 5 Kadar serat kasar AOAC 2005 Serat kasar diukur dengan menguji sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan 100 H 2 SO 4 1,25, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan selanjutnya dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Hasil destruksi selanjutnya disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 mL air mendidih dan dengan 24 mL air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1,25 selama 30 menit, lalu disaring dengan cara yang sama seperti sebelumnya dan dibilas berturut-turut dengan 25 mL H 2 SO 4 1,25 mendidih dan 25 mL air sebanyak tiga kali dan 25 mL alkhohol. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 130 o C selama 2 jam. Residu yang sudah dingin bersama cawan porselen ditimbang A, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 o C selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali B. Bobot serat kasar dihitung dengan persamaan berikut: Kadar serat kasar = Bobot serat kasar gram X 100 Bobot sampel gram Keterangan: Bobot serat kasar = W – Wo W = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur = A - bobot kertas saring+cawan : A : bobot residu + kertas saring + cawan Wo = bobot residu setelah dibakar dalam tanur = B – bobot cawan: B : bobot residu + cawan 3.3.3 Analisis mikroskopis Johansen 1940 Pengamatan jaringan tanaman diawali dengan pembuatan preparat daun mangrove Api-api A. marina kemudian pengambilan gambar objek pada mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode paraffin. Tahapannya terdiri atas fiksasi, pencucian, dehidrasi dan penjernihan, infiltrasi, penanaman dalam blok, penyayatan, perekatan, dan pewarnaan. Bagian daun mangrove Api- api yang diambil adalah ujung daun, tengah daun, tepi daun, pangkal daun dan tangkai daun dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Bagian-bagian daun keterangan: TKD = tangkai daun, PKD = pangkal daun, TPD = tepi daun, TGD = tengah daun, UD= ujung daun Fiksasi dilakukan selama 5 hari dalam larutan FAA, setelah itu larutan fiksasi dibuang dan sampel dicuci dengan etanol 50 sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri Johansen I-VII pada suhu ruang dengan perincian : 1. Johansen I selama 2 jam 2. Johansen II selama 24 jam 3. Johansen III selama 2 jam 4. Johansen IV selama 2 jam 5. Johansen V selama 2 jam 6. Johansen VI TBA murni selama 24 jam 7. Johansen VI TBA murni selama 2 jam 8. Johansen VI TBA murni selama 2 jam 9. Johansen VI TBA murni selama 2 jam 10. Johansen VII selama 4 jam Proses infiltrasi dimulai dari perendaman sampel dalam Johansen VII TBA : minyak paraffin 1:1 dan 13 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar selama 4 jam yang dilanjutkan pengovenan pada suhu 58 ˚C selama 18 jam. Kemudian pergantian paraffin dilakukan setiap 5 jam sekali sebanyak 4 kali pergantian. Proses penanaman dilakukan dengan cara sampel dari tahap infilrasi dimasukkan ke dalam blok kotak yang berisi paraffin cair dan disimpan pada suhu ruang hingga benar-benar membeku. Proses penyayatan dilakukan dengan menggunaka n mikrotom putar setebal 10 μm. Blok paraffin terlebih dahulu dipotong dan dirapihkan kemudian ditempelkan pada holder lalu disayat. Hasil TKD PKD D UD TPD TGD TPD sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot plate dengan suhu 45 ºC selama 3-5 jam. Proses pewarnaan dilakukan dengan safranin 2 dalam air dan fast green 0,5 dalam etanol 95 serta safranin 2 dan aniline blue dalam alkohol 88. Pewarnaan diawali dengan perendaman gelas obyek ke dalam larutan xilol 1 dan 2 masing-masing selama 15 menit, dilanjutkan perendaman dalam etanol absolut 100, 95, 70, 50, dan 30 masing-masing selama 3 menit. Setelah itu, obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 2 selama 2 hari. Selanjutnya, gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke dalam etanol 30, 50, 70, 95, dan absolut masing-masing selama 3 menit. Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna fast green 0,5 selama 10 menit lalu etanol absolut 1 dan 2 selama 3 menit. Gelas obyek kemudian direndam dalam xilol 1 dan xilol 2 selama 10 menit. Pewarnaan dengan aniline blue dilakukan sebagai pengganti fast green. Gelas obyek dimasukkan ke dalam aniline blue + alkohol 88 selama 10 menit, setelah etanol 70. Kemudian obyek dimasukkan ke dalam etanol 95 + HCl 2 tetes selama beberapa detik dan dilanjutkan ke dalam etanol 95 selama 3 menit, seterusnya. Proses selanjutnya adalah penutupan dengan pemberian entellan atau Canada balsam pada gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CH20 dan kamera digital merek Olympus DP12. 3.3.4 Analisis aktivitas antioksidan 1 Ekstraksi bahan aktif daun mangrove Api-api Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995, yang telah dimodifikasi Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan sampel dan ekstraksi bahan aktif. Pada tahap persiapan sampel, daun mangrove Api-api yang telah diambil dari daerah Belanakan, Subang segera dikeringkan dengan panas matahari. Daun mangrove api-api yang telah dikeringkan tersebut kemudian dihancurkan dengan Grindmill sehingga didapat serbuk yang halus. Tujuan penghancuran sampel adalah untuk memperluas permukaan sampel yang bersentuhan dengan pelarut, sehingga rendemen ekstrak akan lebih besar. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi tunggal Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995 yang telah dimodifikasi. Ekstraksi dilakukan dengan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu methanol p.a polar, etil asetat p.a semi polar dan heksana p.a non polar. Sampel daun mangrove Api-api yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 25 gram dan dimaserasi dengan masing-masing pelarut sebanyak 150 mL selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whattman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu ± 50 o C. Berdasarkan proses ini maka akan diperoleh ekstrak metanol EM, ekstrak etil asetat EEA dan ekstrak heksana EH. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dihitung persentase rendemennya dengan rumus: Rendemen = Berat ekstrak g X 100 Berat sampel awal g 2 Uji aktivitas antioksidan DPPH Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005, yang dimodifikasi Ekstrak kasar daun mangrove Api-api dari hasil ekstraksi tunggal dengan menggunakan 3 jenis pelarut selanjutnya dilarutkan dalam methanol p.a dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200 dan 300 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan dibuat dengan menggunakan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Hal ini karena metanol dapat melarutkan kristal DPPH Molyneux 2004 dan lebih bersifat fleksibel, yakni ekstrak yang bersifat semi polar dan non polar pun dapat larut. Menurut Molyneux 2004 mengenai pelarut yang dipakai dalam metode DPPH, uji berkerja dengan baik jika menggunakan metanol atau etanol yang tidak mengganggu jalannya reaksi. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari. Kontrol positif antioksidan yang digunakan dalam uji ini adalah antioksidan sintetik yaitu Butylated Hydroxy Toluene BHT. Herawati dan Akhlus 2006 menyatakan bahwa selain memiliki aktifitas yang baik terhadap radikal , BHT juga cukup tahan terhadap proses pemanasan. Konsentrasi BHT yang digunakan dalam uji ini adalah 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm. Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding BHT yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan 500 µ L larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda yang telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi larutan blanko juga diukur untuk menghitung persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL pelarut metanol dengan 500 µ L larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Larutan blanko dibuat hanya satu kali ulangan saja. Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding BHT dinyatakan dengan persen inhibisi yang dihitung dengan rumus berikut: Inhibisi = Absorbansi blanko – absorbansi sampel X 100 Absorbansi blanko Nilai konsentrasi sampel ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC 50 inhibitor concentration 50 dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC 50 . Nilai IC 50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50. 3.3.5 Uji fitokimia Harborne 1984 Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen- komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar daun mangrove Api-api yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroidtriterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne 1984. a Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat H 2 SO 4 2 N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum dihunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi ini berwarna jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl 2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades ditambahkan 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner. b Steroid triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Setelah itu ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. c Flavonoid Sejumlah sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 mL amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume yang sama dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. d Saponin uji busa Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. e Fenol hidrokuinon pereaksi FeCl 3 Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 5. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. f Uji Molisch Larutan sampel sebanyak 1 mL diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan. g Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 mL pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Adanya gula pereduksi ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata. h Uji Biuret Sebanyak 1 mL larutan sampel ditambahkan 4 mL pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif adanya peptida ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna ungu. i Uji Ninhidrin Larutan sampel sebanyak 2 mL ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Reaksi positif terhadap adanya asam amino ditunjukkan dengan larutan berwarna biru. 3.3.6 Evaluasi aktivitas antioksidan penentuan bilangan peroksida Santoso et al. 2004 Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak daun mangrove Api-api ekstrak yang terbaik diterapkan pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida. 1 Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental tersebut dipanaskan dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas Whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening. Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. 2004 yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 minyak kelapa dan 97 air yang mengandung 0,3 Tween 20. 2 Penentuan bilangan peroksida Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak daun mangrove Api-api terbaik dari tahap sebelumnya sebanyak 0 ppm tanpa penambahan ekstrak, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37 o C untuk mempercepat oksidasi. Sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 mL pelarut yang terdiri dari 60 asam asetat glasial dan 40 kloroform. Minyak yang telah larut ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N dengan indikator pati 1. Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N yang ditunjukkan oleh skala pada buret merupakan volume total larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus: MiliequivalenKg bahan = a-b x N x 1000 x 100 g Keterangan: a = jumlah ml larutan Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi sampel b = jumlah ml larutan Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko N = normalitas larutan Na 2 S 2 O 3 g = berat sampel gram 3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Steel dan Torrie 1991 Analisis data dilakukan terhadap hasil pada tahap aplikasi terhadap emulsi minyak. Tahapan aplikasi terhadap emulsi minyak bertujuan untuk menentukan seberapa besar konsentrasi ekstrak terpilih yang mampu menghambat pembentukan peroksida dalam emulsi minyak. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak dengan lima taraf yaitu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan model: Yij = µ + αi + Ɛij Keterangan: Yij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = pengaruh rata-rata umum αi = pengaruh konsentrasi pada taraf i Ɛij = pengaruh acak galat percobaan pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j i = 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm penentuan konsentrasi ekstrak terpilih Hipotesis untuk penentuan konsentrasi ekstrak terpilih: Ho = Konsentrasi ekstrak tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak daun mangrove api-api H 1 = Konsentrasi ekstrak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak daun mangrove api-api. Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada selang 9 5 α=0,05 maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan adalah: Keterangan: Rp = Nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = Perlakuan dbs = Derajat bebas kts = Jumlah kuadrat tengah r = Ulangan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Daun Api-api A. marina Sampel daun Api-api yang diambil dari daerah Belanakan, kabupaten Subang, Jawa Barat dipreparasi untuk mempermudah proses penelitian. Sampel daun yang diambil selanjutnya dipilih yang baik dan dibersihkan dari kotoran- kotoran yang menempel. Sampel daun selanjutnya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: bagian segar, bagian yang diawetkan dan bagian yang dikeringkan. Bagian segar digunakan untuk analisa proksimat, bagian yang diawetkan digunakan untuk analisa struktur jaringan dan bagian yang dikeringkan untuk pengujian aktivitas antioksidan. 4.1.1 Karakteristik Fisik daun Api-api A. marina Tahap pertama yang dilakukan setelah mempreparasi sampel daun adalah karakterisasi secara fisik meliputi morfologi luar, morfometrik dan struktur jaringan daun dan secara kimiawi. Bentuk morfologi luar daun Api-api dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil pengamatan karakteristik fisik daun Api-api disajikan pada Tabel 5. Gambar 10 Bentuk daun Api-api, A = tampak atas, B = tampak bawah A B Tabel 5 Karakteristik fisik daun Api-api No Karakteristik fisik Keterangan 1 Warna daun Bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah berwarna hijau kekuningan dengan beberapa bagian terlihat putih 2 Bentuk daun Daun berbentuk oval dengan ujung runcing membundar, tepi daun rata 3 Permukaan daun Daun memiliki tekstur halus pada bagian atas dan agak kasar pada bagian bawah Sampel daun yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik fisik antara lain warna daun yang berbeda antara bagian permukaan atas dengan bagian bawah, dimana bagian permukaan daun berwarna hijau, semakin tua daun maka warnanya semakin hijau, sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau kekuningan dan semakin tua berberapa bagian memutih. Ciri fisik lainnya adalah bentuk daun ovalbulat telur panjang dengan ujung yang membulat runcing. Daun Api-api memiliki permukaan daun yang berbeda antara bagian atas dengan bagian bawah, permukaan atas daun memiliki tekstur licin halus, sedangkan permukaan bawah memiliki tekstur yang lebih kasar. 4.1.2 Morfometrik daun Api-api A. marina Morfometrik daun Api-api meliputi panjang, lebar dan tebal daun. Hasil pengukuran morfometrik daun Api-api sebanyak 30 sampel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Morfometrik daun Api-api Parameter Rata – rata mm Panjang daun 69,36 ± 5,12 Lebar daun 36,29 ± 3,39 Tebal daun 0,77 ± 0,11 Keterangan: Data diperoleh dari 30 sampel daun Api-api A. marina Tabel 6 menunjukkan bahwa sampel daun Api-api yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang daun rata-rata sebesar 69,36 mm, lebar daun rata- rata sebesar 36,29 mm dan tebal daun rata-rata sebesar 0,77 mm. Ukuran tersebut tidak jauh berbeda dengan ukuran daun Api-api yang diteliti oleh Noor et al. 2006, daun Api-api memiliki panjang 90 mm dan lebar 45 mm. Metusalach 2007 menyatakan bahwa pertumbuhan suatu biota dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu habitat, musim, suhu perairan, jenis makanan yang tersedia dan faktor lingkungan lainnya, sedangkan faktor internalnya yaitu umur, ukuran, jenis kelamin, kebiasaan makan dan faktor biologis lainnya. 4.1.2 Struktur jaringan daun Api-api A. marina Daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan umumnya tiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun Tjitrosoepomo 2007. Pernyataan lain menerangkan bahwa daun termasuk organ pokok pada tubuh tumbuhan. Umumnya berbentuk pipih bilateral, berwarna hijau dan merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis. Secara umum jaringan daun tersusun atas jaringan epidermis, palisade, bunga karang dan jaringan pengangkut Nugroho et al. 2006. Berdasarkan jumlah daun yang ada di setiap aksistangkai daun, daun Api- api termasuk daun tunggal. Hal ini karena pada tanaman mangrove Api-api, setiap aksistangkai daun hanya menyokong satu helai daun saja. Menurut Nugroho et al. 2006 daun tunggal adalah daun yang pada satu aksisnya tangkai daunnya hanya mendukung satu helaian daun dengan ciri khasnya adalah daun tidak terbentuk bersamaan dan gugur dari urutan tua ke muda. Daun Api-api juga tergolong daun tak lengkap, karena daun Api-api hanya memiliki tangkai dan helai daun lamina saja. Daun dikatakan lengkap jika daun memiliki pelepah daun sheat, tangkai daun petiole dan helain daun lamina, sedangkan daun tak lengkap adalah daun yang tidak memiliki salah satu atau bagian utama tersebut Nugroho et al. 2006 Tjitrosoepomo 2007 menyatakan daun yang hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja; lazimnya disebut sebagai daun bertangkai. Susunan daun yang demikian itulah yang paling banyak ditemukan. A. Tangkai daun Api-api petiole Tangkai daun adalah bagian daun yang berbentuk silindris sebagai perantara antara upih atau batang dengan helaian daun. Tangkai daun memiliki sejumlah berkas pengangkut. Struktur anatomi tangkai daun Api-api dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Anatomi bagian tangkai daun Api-api A. marina, A perbesaran 4 x 10, B perbesaran 10 x 10, a = kutikula dan epidermis atas, b = parenkim, c = sklerenkim, d = xilem, e = floem, f = parenkim sentral, g = epidermis bawah, h = kelenjar garam Potongan melintang tangkai daun Api-api memperlihatkan adanya jaringan epidermis, korteks, floem, xilem dan parenkim sentral. Tampak pada Gambar 11, sel sel epidermis pada sisi atas tangkai daun Api-api saling berhubungan dan secara keseluruhan terlihat lebih rata dibandingkan dengan rangkaian sel-sel epidermis bagian bawah tangkai daun. Sel epidermis atas tangkai daun Api-api terlihat lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel di bawahnya, dinding tangensial atas relatif lebih tebal dibandingkan dinding tangensial bawahnya. Berbeda dengan sel epidermis atas, sel-sel epidermis bawah tangkai daun Api-api lebih memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda, dan sebagian terdiferensiasi menjadi trikoma dan kelenjar garam extrude salt gland. Jaringan parenkim ditemukan setelah jaringan epidermis dan menuju ke arah pusat, sel parenkim terlihat semakin besar ukurannya dan semakin tidak beraturan bentuknya. Pada jaringan ini belum bisa dibedakan antara jaringan B a b c d e f g A h hipodermis dan parenkim korteks. Tampak pada Gambar 11d beberapa sel pada jaringan parenkim korteks mengalami penebalan dinding sekunder dan berubah bentuk menjadi sel-sel sklerenkim yang terlihat berwarna lebih terang jika dilihat menggunakan mikroskop. Dinding sel sklerenkim terlihat berwarna merah bila diwarnai dengan larutan Safranin. Jaringan pengangkut dijumpai pada pusat jaringan dan pada kedua tepi jaringan tangkai daun Api-api. Jaringan pengangkut terdiri dari parenkim xilem dan sklerenkim floem. Sel sklerenkim xilem tersusun berdampingan mengarah ke parenkim sentral dan terlihat berdinding lebih tebal bila dibandingkan dinding sel di sekitarnya. Sel – sel parenkim xilem terlihat lebih besar dibandingkan sel-sel floem. Terdapat dua berkas jaringan pengangkut pada bagian tepi jaringan tangkai daun Api-api yang secara keseluruhan lebih kecil daripada jaringan pengangkut utama. B. Helaian daun Api-api lamina Helaian daun lamina atau blade merupakan bagian daun yang berbentuk pipih dorsoventral, berwarna hijau, berupa daging daun interfenium dan urat daun serta berguna untuk fotosintesis. Daun memiliki bentuk helaian, pangkal, tepi, ujung dan pertulangan yang beragam. Bentuk helaian daun sangat menentukan bentuk daun, sedangkan tangkai dan upih daun tidak ikut menentukan bentuk daun. Bentuk helaian daun dibagi menjadi empat seri atau pola pokok yaitu seri elips, seri bulat telur, seri bulat telur terbalik, dan seri garis Nugroho et al. 2006. Berdasarkan perbandingan antara panjang dan lebar daun yang ada pada Tabel 6, helaian daun Api-api termasuk seri elips dengan bentuk jorong ovalis; elipticus, hal ini karena perbandingan panjang dan lebar daun Api-api adalah 1,9 : 1. Helaian daun dikatakan berbentuk jorong jika perbandingan panjang dan lebar adalah 1,5 - 2 : 1 Tjitrosoepomo 2007. Struktur anatomi helaian daun Api-api dapat dilihat pada Gambar 12-15. Berdasarkan Gambar 12 hingga Gambar 15 diketahui bahwa helaian daun Api-api A. marina tersusun atas kutikula, jaringan epidermis atas, parenkim korteks, jaringan palisade, jaringan bunga karang, sklerenkim, jaringan pengangkut, epidermis bawah dan trikoma berupa kelenjar garam. Gambar 12 Anatomi bagian pangkal daun Api-api A. marina, A perbesaran 10 x 10, B perbesaran 20 x 10, a = kutikula, dan epidermis, b = palisade, c = bunga karang, d = sklerenkim, e = xilem, f = floem, g = epidermis bawah, h = kelenjar garam. h = hipodermis Gambar 13 Anatomi bagian tengah daun Api-api A. marina, A perbesaran 20 x 10, B perbesaran 40 x 10, a = kutikula dan epidermis atas, b = hipodermis, c = palisade, d = sklerenkim, e = xilem, f = floem, g= bunga karang, h= kelenjar garam, i = epidermis bawah. A B A B b a c h e f d g a g d b e f h c j i Gambar 14 Anatomi bagian tepi daun Api-api A. marina, A perbesaran 20 x 10, B perbesaran 40 x 10, a = kutikula, dan epidermis atas, b = hipodermis, c = palisade, d = bunga karang, e = epidermis bawah, f = kelenjar garam Gambar 15 Anatomi bagian ujung daun Api-api A. marina, A perbesaran 20 x 10, B perbesaran 40 x 10, a = kutikula dan epidermis atas, b = hipodermis, c = palisade, d = bunga karang, e = korteks, f = epidermis bawah, g = kelenjar garam Daun Api-api bertipe dorsiventral, mengingat daun Api-api hanya memiliki jaringan palisade tiang pada sisi bagian atas daun saja. Daun dikatakan mempunyai tipe dorsiventral apabila jaringan palisade hanya terdapat pada sisi atas daun Nugroho et al. 2006. Daun yang bertipe dorsiventral A B b c a f d e A B a b c d f e g biasanya memiliki permukaan atas yang lebih berwarna biasanya lebih berwarna hijau dibandingkan bagian bawah, karena kandungan kloroplas lebih banyak pada jaringan palisade sehingga warna hijau lebih terlihat pada permukaan atas daun dibandingkan permukaan bawah daun. Hal ini terbukti, daun Api-api memiliki perbedaan penampakan bagian atas dan bawah, bagian atas berwarna hijau cerah sedangkan bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Helaian daun Api-api memiliki dua lapis jaringan epidermis, yaitu epidermis atas dan epidermis bawah. Jaringan epidermis atas daun Api-api tersusun atas 1 lapis sel tipis yang dilapisi kutikula. Jaringan epidermis bawah disusun oleh 1 lapis sel tipis yang terdiferensiasi membentuk organ tambahan berupa kelenjar garam salt extruding gland. Hipodermis daun Api-api disusun atas sel-sel yang lebih besar daripada sel penyusun, jaringan epidermis atas. Borkar et al. 2011 menyatakan hipodermis pada helaian daun Api-api berfungsi sebagai tempat penyimpan air Jaringan mesofil helaian daun Api-api yang terlihat pada Gambar 12 sampai Gambar 15 terdiri dari jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Umumnya pada tumbuhan Dicotyledoneae, jaringan mesofil berdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang Nugroho et al. 2006. Palisade pada daun Api-api disusun atas 2 sampai 3 lapis sel yang memanjang vertikal dibawah hipodermis. Jaringan bunga karang pada daun Api-api disusun oleh 2 sampai 3 sel tipis di bawah jaringan palisade dan tersusun secara tidak beraturan, sehingga membentuk rongga udara. Jaringan berkas pengangkut pada helaian daun Api-api dapat dilihat pada semua gambar anatomi bagian-bagian daun Api-api. Gambar 12 menunjukkan bahwa berkas pengangkut daun Api-api terdiri atas pembuluh xilem pada bagian dalam dan floem pada bagian luar. Berkas pengangkut pada daun Api-api termasuk dalam tipe kolateral terbuka, karena xilem dan floem terletak berdampingan dan dibatasi oleh kambium. Struktur yang membedakan anatomi daun Api-api dengan daun pada tanaman yang lain adalah adanya kelenjar garam. Berdasarkan Gambar 12 sampai Gambar 15 dapat dilihat adanya struktur tambahan yang berada di bawah epidermis bawah yaitu kelenjar garam salt extruding gland. Kelenjar garam merupakan organ yang berasal dari modifikasi sel epidermis bawah yang terjadi akibat adaptasi terhadap kelebihan garam pada daun. Setiap kelenjar garam pada daun Api-api terdiri atas 2 sampai 4 kumpulan sel, 1 sel batang dan 8-12 sel ekskresi. Kelenjar garam yang ada pada daun Api-api juga mengalami adaptasi sesuai dengan habitatnya. Menurut Borkar et al. 2011 pada salinitas yang lebih rendah kelenjar garam akan lebih pendek sedangkan pada salinitas yang lebih tinggi kelenjar garam akan lebih panjang. Adanya kelenjar garam dan kemampuan kelenjar garam beradaptasi terhadap lingkungan yang memiliki salinitas berbeda membuat mangrove Api-api dapat hidup di habitat yang salinitasnya rendah maupun ekstrim. 4.1.3 Komposisi kimia daun Api-api A. marina Daun Api-api A. marina yang masih muda oleh sebagian masyarakat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dalam bentuk sayur urap. Sangatlah penting untuk diketahui kandungan gizi atau komposisi kimia yang terdapat di dalamnya agar lebih jelas. Komposisi kimia daun Api-api dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan cara untuk melihat kandungan atau komposisi kimia suatu bahan pangan secara kasar. Komposisi kimia daun Api- api dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi kimia daun Api-api berat basah Komposisi kimia Api-api A. marina Ceriops decandra Griff Bruguiera parviflora Roxb. Rhizopora mucronata Poir Kadar air 68,16 52,51 51,75 46,63 Kadar protein 3,67 2,00 2,08 1,96 Kadar lemak 0,72 0,35 0,12 0,41 Kadar abu 4,45 1,82 1,38 1,25 Karbohidrat 23,00 19,06 22,14 22,29 Serat kasar 4,12 - - - Keterangan: n = 2 = Bunyapraphatsara et.al 2002 1 Kadar air Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan Winarno 2008 Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat pembusukkan Winarno 2008. Hasil analisa proksimat pada Tabel 7 menunjukkan daun Api-api mengandung kadar air sebesar 68,16. Kadar air daun Api-api lebih besar jika dibandingkan dengan kadar air daun mangrove lainnya. Secara umum nilai kadar air pada daun mangrove relatif kecil. Hal ini mungkin disebabkan habitat mangrove yang bersalinitas tinggi dan suhu habitat yang tinggi karena pengaruh transfer panas dari laut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Krzynowek dan Murphy 1987 bahwa kadar lemak dan kadar air untuk beberapa spesies berfluktuasi tergantung dengan musim dan lokasi pengambilan. 2 Kadar protein Potein berperan penting dalam proses metabolisme tanaman, hewan dan manusia. Protein berfungsi sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan tubuh, media perambatan impuls syaraf dan pengendalian pertumbuhan Winarno 2008. Berdasarkan hasil analisa proksimat pada Tabel 7 kadar protein kasar daun Api-api sebesar 3,67. Kandungan protein daun Api-api lebih besar jika dibandingkan dengan kadar protein daun mangrove lainnya. Hasil penelitian Wibowo et al. 2009 menunjukkan bahwa daun Api-api Avicennia sp. mengandung asam amino esensial yang cukup lengkap, yaitu sebanyak 9 asam amino esensial. 3 Kadar lemak Beberapa lemak berkerja sebagai bahan pembangun dalam pembentukan membran biologis yang ada di sekitar sel dan partikel subseluler. Lemak terdapat pada semua bahan pangan, namun jumlahnya seringkali kurang dari 2 Belitz et al. 2009. Lemak dapat digolongkan sebagai sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein, karena 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh 1 gram protein dan karbohidrat, yaitu sebesar 4 kkal Winarno 2008. Hasil analisa proksimat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa daun Api-api memiliki kandungan lemak sebesar 0,72. Kandungan lemak ini sangat rendah jika dibandingkan dengan senyawa yang lain, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar lemak daun mangrove lainnya. Menurut Yunizal et al. 1998 bahwa kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak. Semakin tinggi jumlah kadar air dalam bahan maka kadar lemaknya akan semakin rendah. 4 Kadar abu Kadar abu menunjukkan estimasi kadar total mineral bahan pangan. Metode pengukuran kadar abu pada bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan diterangkan dalam panduan resmi. Mineral-mineral yang terdapat dalam abu berbentuk metal oksida, sulfat, fosfat, nitrat, klorida, dan kelompok halida lainnya Fennema 1996 . Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Dalam proses pembakaran, bahan- bahan organik akan terbakar, tetapi komponen anorganiknya tidak Winarno 2008 Hasil analisa proksimat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa daun Api-api memiliki kadar abu sebesar 4,45. Kadar abu yang dimiliki daun Api-api jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu yang ada pada daun tanaman mangrove lainnya. Perbedaan kadar abumineral pada tanaman dipengaruhi banyak faktor, antara lain kesuburan tanah, genetika tanaman, dan lingkungan dimana tanaman itu tumbuh Fennema 1996. 5 Kadar serat kasar Serat pada bahan pangan merupakan komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat misalnya polimer lignin, beberapa gum dan mucilage Winarno 2008 . Sumber serat terpenting adalah sereal dan legum, sedangkan pada sayur dan buah kandungan seratnya relatif lebih kecil Belitz et al. 2009. Hasil analisa proksimat pada Tabel 7 menunjukkan daun Api-api memiliki kadar serat kasar yang cukup tinggi, yaitu 4,12. Nilai ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar serat kasar pada daun mangrove Canavalia maritima dan Canavalia catharthica. Hasil penelitian yang dilakukan Seena Sridhar 2005 menunjukkan bahwa kedua daun tanaman mangrove tersebut mengandung kadar serat yang lebih rendah sebesar 2,23 dan 2,83. 6 Karbohidrat Karbohidrat menyusun lebih dari 90 bahan kering dari tanaman. Jumlahnya sangat banyak, mudah didapat dan tidak mahal. Karbohidrat merupakan komponen umum dari bahan pangan, baik sebagai komponen alami atau sebagai bahan yang ditambahkan dalam pangan Fennema 1996. Karbohidrat daun Api-api dihitung dengan metode by different, artinya kadar karbohidrat didapatkan dengan mengurangi total bahan dengan persentase setiap kandungan bahan selain karbohidrat. Hasil perhitungan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa daun Api-api mengandung karbohidrat sebesar 23,00. Jumlah ini sangat besar jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat yang ada pada daun tanaman terseterial yang lain, misalnya selada air. Kandungan karbohidrat pada daun selada air sebesar 1,90 Permatasari 2011. Kadar karbohidrat daun Api-api jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat pada daun tanaman mangrove lainnya, kadar karbohidrat daun Api-api tidak jauh berbeda. Tingginya karbohidrat terlihat dari tingginya nilai kadar serat yang terukur, kadar serat daun Api-api lebih besar dibandingkan kadar serat pada daun tanaman mangrove lainnya. Hasil analisis struktur anatomi jaringan juga menunjukkan bahwa pada jaringan daun banyak terdapat senyawa polisakarida yang tampak berwarna merah saat diberi pewarna Safranin.

4.2 Ekstraksi Senyawa Aktif