Radikal Bebas Ekstraksi Senyawa Aktif

Tanaman Api-api A. marina termasuk pepohonan semak hingga medium dengan ketinggian 2-5 meter Peng dan Xin-men 1983. Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga pertengahan perairan payau di semua kawasan pasang surut Robertson dan Alongi 1992. Menurut Peng dan Xin-men 1983 A. marina ditemukan di mulut sungai atau di area pasang terendah dan toleran terhadap salinitas maksimum air payau, yaitu 85 ppt part per thousand. Pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30 ppt Robertson dan Alongi 1992. Supriharyono 2002 menyatakan bahwa A. marina merupakan salah satu jenis penyusun magrove yang dapat bertahan pada tempat-tempat yang bersalinitas hingga lebih dari 90 ‰. Tanaman Api-api A. marina memiliki banyak sekali manfaat dan kegunaan, baik dalam bidang pangan, pakan, perumahan, farmasi dan lain sebagainya. Yusuf 2010 menyebutkan, tumbuhan kayu Api-api A. marina dapat digunakan untuk kayu bakar, perabot rumah tangga, mengasapi ikan, juga dapat digunakan untuk membuat lumpang padi. Kulit batangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional misalnya obat sakit gigi, dan menurut Yusuf 2010 kulit batangnya mempunyai khasiat terhadap penurunan produksi hormon seksual afrodisiaka dan sering digunakan sebagai antifertilitas. Buahnya dapat dimakan dengan merebusnya terlebih dahulu, kemudian direndam semalam lalu dibersihkan dari kotorannya. Api-api A. marina secara tradisional telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan untuk rematik, cacar air, borokbisul dan penyakit ringan lainnya Bandaranayake 2002. Tariq et al. 2007 menyatakan bahwa A. marina melepaskan senyawa- senyawa yang bersifat toksik terhadap nematoda yaitu phenol, tannin, azadirachtin dan ricinin.

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Beberapa contoh senyawa Reactive Oxygen Spesies ROS yang ditemukan pada organisme hidup adalah superoksida O 2 , hidroksil OH, peroksil RO 2 , alkoksil RO dan hidroperoksil HO 2 . Nitrit oksida dan nitrogen oksida NO 2 adalah dua radikal bebas nitrogen. Radikal bebas oksigen dan nitrogen dapat dikonversi menjadi spesies reaktif non radikal lain, misalnya hidrogen peroksida, asam hipoklorit HOCl, asam hipobromous HOBr, dan peroksinitrit ONOO - . Reactive Oxygen Spesies ROS, Reactive Nitrogen Spesies RNS diproduksi di dalam tubuh manusia secara fisiologis dan patologis Fang et al. 2002. Radikal bebas dapat menyebabkan oksidasi DNA, sehingga DNA termutasi dan menimbulkan kanker Muchtadi 2000. Radikal bebas merupakan penyebab timbulnya penyakit jantung koroner. Hal ini dikarenakan molekul besar lemak yang disebut LDL atau low density lipoprotein teroksidasi oleh radikal bebas akan mengendap di pembuluh darah jantung sehingga menjadi sempit dan aliran darah terganggu sehingga sebagian sel-sel jantung tidak cukup makanan dan mati. Selain itu, kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan tempat protein berada menjadi rusak dan banyak terjadi pada lensa mata sehingga menyebabkan penyakit katarak Kumalaningsih 2006.

2.3 Antioksidan

2.3.1 Definisi antioksidan, jenis dan sumbernya Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid Kochar dan Rossell 1990. Sauriasari 2006 menyatakan bahwa antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya radikal bebas atau Reactive Oxygen Spesies ROS yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi- reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh. Antioksidan merupakan garis depan pertahanan kita untuk melawan kerusakan yang disebabkan radikal bebas. Kebutuhan antioksidan bahkan menjadi lebih kritis seiring meningkatnya kehadiran radikal bebas Percival 1998. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu pangan produk. Berbagai kerusakan misalnya ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan Trilaksani 2003. Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis kimia dan antioksidan alami antioksidan hasil ekstraksi bahan alami Trilaksani 2003 1 Antioksidan sintetik Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh dunia, yaitu Butylated Hidroxy Anisol BHA, Butylated Hidroxy Toluen BHT, propil galat, Tert-Butylated Hidroxy Quinone TBHQ dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial Buck 1991 Butilated Hidroxy Anisole memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada lemak hewan dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman. BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air, berbentuk padat putih dan dijual dalam bentuk tablet atau serpih, bersifat volatil sehingga berguna untuk penambahan ke materi pengemas Buck 1991; Coppen 1983 Antioksidan BHT memiliki sifat serupa BHA, dan akan memberikan efek sinergis bila dimanfaatkan bersama BHA, berbentuk kristal padat putih dan digunakan secara luas karena relatif murah Sherwin 1990. Antioksidan propil galat mempunyai karakteristik sensitif terhadap panas, terdekomposisi pada titik cairnya 148 o C, dapat membentuk komplek warna dengan ion metal, sehingga kemampuan antioksidannya rendah. Propil galat berbentuk kristal padat putih, sedikit tidak larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis dengan BHA dan BHT Buck 1991. Rahardjo Hernani 2006 menyatakan bahwa kedua senyawa antioksidan BHT dan BHA tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri makanan dan minuman, namun beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan telah membuktikan bahwa antioksidan tersebut mempunyai efek samping yang tidak diinginkan, yaitu berpotensi sebagai karsinogenik terhadap efek reproduksi dan metabolisme, bahkan dalam jangka waktu lama tidak terjamin keamanannya. Tert-Butylated Hidroxy Quinone TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif untuk lemak dan minyak, khususnya minyak tanaman karena memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada penggorengan tetapi rendah pada pembakaran. Tert-Butylated Hidroxy Quinone TBHQ direkomendasikan dengan BHA yang memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan, maka akan memberikan kegunaan yang lebih luas. Antioksidan TBHQ berbentuk bubuk putih sampai coklat terang, mempunyai kelarutan cukup pada lemak dan minyak, tidak membentuk kompleks warna dengan Fe dan Cu tetapi dapat berubah menjadi warna merah jambu dengan adanya basa Buck 1991. Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan pada hampir di setiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia. Tokoferol memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipida karena rantai C panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum diketahui, tetapi α-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Di dalam jaringan hidup, aktivitas antioksidan tokoferol cenderung α-β- -δ- tokoferol, tetapi dalam makanan akti vitas tokoferol terbalik δ- -β- α-tokoferol Belitz et al. 2009. Tetapi menurut Sherwin 1990, urutan tersebut terkadang bervariasi tergantung pada substrat dan kondisi lain. 2 Antioksidan alami Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari a senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, b senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi- reaksi selama proses pengolahan, c senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan Pratt 1992. Senyawa antioksidan alami diantaranya adalah asam fenolik, flavonoid , β- karoten, vitamin E tokoferol, vitamin C, asam urat, bilirubin dan albumin Gheldof et al. 2002. Zat-zat gizi mineral misalnya mangan, seng, tembaga dan selenium juga berperan sebagai antioksidan Mega dan Swastini 2010. Antioksidan berdasarkan aktivitasnya dapat dibedakan menjadi antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepas atom hidrogen. Zat- zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan misalnya tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, asam askorbat, BHA, BHT PG Propylgalate, dan NDGA NorDihidro Guaioretic Acid Winarno 1980. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan secara sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-logam sequestran. Contoh lain antioksidan sekunder antara lain turunan-turunan asam fosfat, senyawa karoten, sterol, fosfolipid, dan produk-produk reaksi Maillard. Tujuan dasar dari antioksidan sekunder adalah mencegah terjadinya radikal yang paling berbahaya yaitu radikal hidroksil BlueFame Forums 2008 Ketaren 1986 menyatakan bahwa umumnya antioksidan memiliki struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugus hidroksil atau asam amino. Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan fenol, amin dan aminfenol. Adapun penggolongan antioksidan menurut Ketaren 1986, adalah sebagai berikut: 1 antioksidan golongan fenol Antioksidan yang termasuk golongan ini biasannya memiliki ciri intensitas warna yang rendah atau tidak berwarna sama sekali dan banyak digunakan karena beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsiol, dan eugenol. 2 antioksidan golongan amin Antioksidan yang mengandung gugus amino dan diamino yang terikat pada cincin benzene berpotensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam, selain itu umumnya stabil pada suhu panas dan ekstrasi dengan kaustik. Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini adalah N,N difenilen diamin, difenilhidrasin, difenil guanidine dan difenil amin. 3 antioksidan golongan aminfenol Antioksidan golongan aminfenol biasanya mengandung gugus fenolat dan amino sebagai gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan aminfenol banyak digunakan dalam industri petroleum, untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin, contohnya N-butil-p-amino-fenol dan N- sikloheksil-p-amino-fenol. Adanya gugus hidroksil -OH dan amino -NH 2 yang terikat pada cincin aromatis memegang peranan penting dalam aktivitas antioksidan. Potensi antioksidan tersebut diperbesar oleh adanya substitusi gugus lain yang terikat pada cincin aromatis.

2.3.2 Mekanisme Oksidasi Lemak

Meyer 1973 dan Hamilton 1983 menyebutkan bahwa autooksidasi lipida berlangsung dalam dua tahap. Selama tahap pertama autooksidasi berjalan lambat dengan laju kecepatan seragam. Tahap pertama ini sering disebut periode induksi. Oksidasi periode induksi ini berlangsung beberapa waktu sampai pada waktu titik tertentu dimana reaksi memasuki tahap kedua yang mempunyai laju oksidasi dipercepat. Laju pada oksidasi tahap kedua beberapa kali lebih cepat dari laju oksidasi tahap pertama. Umumnya lemak dan minyak mulai terasa tengik pada awal tahap kedua. Asam lemak yang memiliki ikatan rangkap lebih banyak misalnya asam linoleat bereaksi lebih cepat dibanding yang berikatan rangkap lebih sedikit asam oleat sehingga periode induksinya lebih pendek. Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh dimulai dengan tahap inisiasi, yaitu terbentuknya radikal bebas R bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C- Buck 1991. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Gordon 1990 bahwa tahap inisiasi terjadi karena bantuan sumber energi eksternal misalnya panas, cahaya atau energi tinggi dari radiasi, inisiasi kimia dengan terlarutnya ion logam dan metaloprotein misalnya haem. Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal lipida R hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida ROO. Reaksi oksigenasi ini terjadi sangat cepat dengan energi aktivitas hampir nol sehingga konsentrasi ROO yang terbentuk jauh lebih besar dari konsentrasi R dalam system makanan dimana oksigen berada Gordon 1990. Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain R 1 H membentuk hidroperoksida ROOH dan molekul radikal lipida baru R 1 . Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi, dimana hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek yaitu aldehid, keton, alkohol dan asam Trilaksani 2003. Buch 1991 menyebutkan faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipida antara lain a panas, setiap peningkatan suhu sebesar 10 o C laju kecepatan meningkat dua kali lipat, b cahaya, terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan katalisator kuat, c logam berat, logam terlarut misalnya Fe, Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil, d kondisi alkali, kondisi basa, ion alkali merangsang radikal bebas, e tingkat ketidakjenuhan, jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat, dan f ketersediaan oksigen. 2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan AH yang mempunyai fungsi utama tersebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida R, ROO atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan A tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil Gordon 1990. Penambahan antioksidan AH primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal- radikal antioksidan A yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Menurut Hamilton 1983 radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal. Mekanisme penghambatan antioksidan primer dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida Gordon 1990 Besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap, bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji. AH + O 2 ----------------------------- A + HOO AH + ROOH ----------------------------- RO + H 2 O + A Gambar 3 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi Gordon 1990 Trilaksani 2003 berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu a pemberian hidrogen, b pemberian elektron, c penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, d pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian atom hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama. Sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder. Antioksidan sekunder, misalnya asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga Inisiasi ; R + AH --------------------------RH + A Radikal lipida Antioksidan Propagasi : ROO + AH ------------------------- ROOH + A menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut a memberikan suasana asam pada medium sistem makanan, b meregenerasi antioksidan lama, c mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, d menangkap oksigen, e mengikat singlet osigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen Gordon 1990 Trilaksani 2003 menegaskan bahwa antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen 1983, antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida terjadi, dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam. 2.3.4 Metode uji aktifitas antioksidan Pengujian anti radikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau sintesis dapat dilakukan secara reaksi kimia dengan menggunakan 1,1-Di Phenyl-2-Picryl Hydrazyl DPPH sebagai senyawa radikal bebas yang stabil dengan melihat proses penghambatan panjang gelombang maksimumnya pada spektrofotometer UV-Vis. Molyneux 2004 mengemukakan bahwa metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Hannani et al. 2005 juga menambahkan bahwa metode DPPH dipilih karena sederhana, murah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel. 1,1-Di Phenyl-2-Picryl Hydrazyl DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Prinsip dari uji aktivitas antioksidan dengan DPPH adalah DPPH yang menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron radikal bebas pada DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan arbsorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang Suratmo 2009. Penghambatan warna ungu merah absorbansi pada 517 ± 20 nm dikaitkan dengan kemampuan sebagai anti radikal bebas free radical scavenger Mega dan Swastini 2006. Molyneux 2004 mengatakan bahwa DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu violet pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm. Adapun reaksi penghambatan DPPH dengan senyawa anti radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Contoh mekanisme penghambatan antioksidan tokoferol terhadap radikal bebas DPPH Mega dan Swastini 2010 Gugus- gugus fungsi yang diduga terlibat pada reaksi antara senyawa antiradikal bebas adalah gugus –OH dan ikatan rangkap dua -C=C-. Kapasitas aniradikal bebas DPPH diukur dari penghambatan warna ungu merah dari DPPH pada panjang gelombang 517 ± 20 nm Mega dan Swastini 2010.

2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif

Khopkar 2003 menyatakan bahwa ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase air dan fase organik. Fase air dilakukan dengan menggunakan pelarut air dan fase organik merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut organik Winarno et al. 1973. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan adalah daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi. Menurut Harborne 1984 hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi, pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik dan tidak mudah terbakar Ketaren 1986. Nur dan Adijuwana 1989 menyatakan bahwa sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya misal gugus OH, COOH. Derajat polaritas tergantung pada konstanta dielektrik, makin besar konstanta dielektrik semakin polar pelarut tersebut. Beberapa pelarut organik dan sifat-sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Pelarut Rumus molekul Titik didih o C Titik beku o C Konstanta dielektrik Debye Masa molar gmol Heksana C 6 H 14 69 -94 1,8 32,0 Etil asetat C 4 H 8 O 2 77 -84 6,0 86,2 Metanol CH 4 O 65 -98 32,6 88,1 Air H 2 O 100 80,2 18,0 Sumber: Pramadhany 2006 Pelarut non polar merupakan salah satu pelarut yang dikenal efektif terhadap alkaloid dalam bentuk basa dan terpenoid dari bahan. Pelarut nonpolar juga mengekstrak senyawa kimia misalnya lilin, lemak, dan minyak yang mudah menguap. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Pelarut yang bersifat polar, mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida Harbone 1987. Metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus Harborne 1984. Ekstraksi sederhana antara lain terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi dan diakolasi. Ekstraksi sederhana menurut Harbone 1984 adalah sebagai berikut: a maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan; b perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan; c reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkolator sampai senyawa kimianya terlarutkan; d evakolasi, yaitu perkolasi dengan pengurangan tekanan udara; e diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara. Metode ekstraksi khusus antara lain soxhletasi, arus balik, dan ultrasonik. Ekstraksi khusus menurut Harbone 1984 antara lain: a soxhletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi; b arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan; c ultrasonik, yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz. Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan, dan pemisahan. Penghancuran bertujuan untuk mempermudah pengadukan dan kontak bahan dengan pelarutnya pada saat proses pelarutan. Bahan ditimbang untuk mengetahui berat awal bahan sehingga dapat dihitung rendemen yang dihasilkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian direndam dalam pelarut yang sesuai. Proses perendaman yang dilakukan disebut maserasi. Tahap selanjutnya adalah tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan residu bahan dan pelarut yang telah mengandung senyawa bioaktif. Pemisahan pelarut dengan senyawa bioaktif yang terikat dilakukan dengan evaporasi sehingga pelarut akan menguap dan diperoleh senyawa hasil ekstraksi. Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel Darusman et al. 1995

2.5 Komponen Bioaktif