Vinasse diformulasikan dengan jumlah 60 V1, 50 V2 dan 40 V3 sedangkan sisanya adalah hidrolisat ubi kayu segar untuk mencari komposisi
yang dapat menghasilkan kadar etanol terbaik. Hasil formulasi diatur total padatan terlarutnya hingga mencapai 15
o
brix. Media fermentasi sebelum difermentasi dilakukan proses sterilisasi selama 5 menit pada suhu 105
o
C untuk mematikan mikrob lain yang dapat mengganggu pertumbuhan S. cerevisiae kemudian
ditambahkan NPK sebanyak 0,06 total gula dan khamir sebanyak 0,23 total gula. Proses fermentasi selama 24 jam pertama dilakukan di atas shaker dengan
kecepatan 129 rpm dan setelah 24 jam, fermentasi dilanjutkan tanpa pengadukan. Kaldu hasil fermentasi dianalisis kadar etanol, kadar gula dan pH dimana prosedur
analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses fermentasi dengan melakukan daur ulang vinasse dilakukan berulang hingga tiga kali tingkatan T1,
T2 dan T3. T0 adalah fermentasi awal menggunakan hidrolisat ubi kayu tanpa penambahan vinasse.
Media Fermentasi
Fermentasi
Destilasi Persiapan Vinasse
Etanol Vinasse
Treated Vinasse Hidrolisat
Gambar 7 Diagram alir proses daur ulang vinasse. 3.5
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu kandungan vinasse V dan tingkat daur
ulang T dengan dua kali ulangan Gaspersz 1991. Faktor kandungan vinasse terdiri dari kandungan vinasse 60 V1, kandungan vinasse 50 V2 dan
kandungan vinasse 40 V3. Faktor tingkat daur ulang yang dianalisis meliputi daur ulang tingkat pertama T1, daur ulang tingkat kedua T2 dan daur ulang
tingkat ketiga T3. Model matematis yang digunakan untuk percobaan ini adalah sebagai berikut:
ijk ij
j i
ijk
Y
Keterangan: Y
ijk
= nilai variabel respon unit percobaan yang dikenai taraf ke-i faktor kandungan vinasse dan tingkat daur ulang ke-j .
µ = nilai rata-rata pengamatan yang sesungguhnya.
α
i
= pengaruh aditif dari kandungan vinasse ke-i β
j
= pengaruh aditif dari tingkat daur ulang ke-j αβ
ij
= pengaruh interaksi antara kandungan vinasse ke-i dan tingkat daur ulang ke-j.
ε
ijk
= pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Parameter yang diamati meliputi kadar etanol, efisiensi fermentasi, yield etanol, Δ
total asam dan efisiensi penggunaan substrat. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap parameter Setiawan 2009.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Ubi kayu yang dipergunakan mempunyai warna daging putih dengan panjang umbi bervariasi, berbentuk silinder memanjang dan warna kulit ari coklat
tua. Ubi kayu segar yang telah dipisahkan dari batangnya dibersihkan dari kulit ari yang berwarna coklat dan dicuci dari kotoran yang melekat pada daging umbi.
Umbi ubi kayu yang telah bersih dari kotoran kemudian dihancurkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penampakan ubi kayu dan
bubur ubi kayu yang digunakan dalam penelitian tersaji dalam Gambar 8.
Gambar 8 Umbi dan bubur ubi kayu.
Ubi kayu yang masih segar mempunyai karakteristik kandungan air yang sangat tinggi disusul kandungan karbohidrat, hasil karakterisasi secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil karakterisasi ubi kayu segar menunjukkan bahwa kandungan air dalam bahan adalah sebesar 66,74. Jika dibandingkan dengan
hasil penelitian sebelumnya, Susmiati 2010 menyatakan bahwa ubi kayu segar mempunyai kandungan air sebesar 57 sedangkan Subagio 2006 memberikan
hasil kandungan air adalah 62,50 . Ubi kayu segar yang digunakan harus dilakukan pengukuran kadar air
karena hasil pengukuran kadar air akan digunakan sebagai dasar perhitungan pengenceran asam dan kadar padatan yang dipakai pada tahap hidrolisis.
Kandungan air yang sangat tinggi pada bahan baku mempunyai keuntungan yaitu mengurangi jumlah penggunaan air pada saat proses hidrolisis.
Komponen penting lainnya dari ubi kayu adalah kadar karbohidrat yaitu pati dan serat, karena sumber gula yang digunakan oleh khamir dalam proses
fermentasi adalah hasil hidrolisis karbohidrat terutama pati. Kadar serat dan karbohidrat ubi kayu dalam penelitian ini hampir sama dengan data yang
diberikan oleh Balagopalan et al. 1988 yaitu kandungan serat dan karbohidrat berturut-turut adalah 0,60 dan 38,10, sedangkan Subagio 2006 memberikan
data bahwa kandungan karbohidrat pada ubi kayu sebesar 34. Hasil serupa juga diberikan dari hasil penelitian Pandey et al. 2000 bahwa ubi kayu mengandung
pati 32,4 dan serat 1,2.
Tabel 7 Komposisi kimia ubi kayu
Komponen Ubi Kayu Segar
Berat Basah Berat Kering
Air 66,74
Abu 0,67
2,52 Lemak
0,36 1,33
Protein 1,05
3,94 Pati
30,42 89,35
Serat Kasar 0,77
2,87 Selulosa
Hemiselulosa Lignin
3,51 11,67
0,67 Pati merupakan komponen utama yang diperhatikan dalam proses
hidrolisis dibandingkan komponen serat karena pati lebih mudah dihidrolisis oleh asam dibandingkan serat. Serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
lebih sulit terhidrolisis karena adanya ikatan antara selulosa dengan lignin dan hemiselulosa. Faktor lain yang mempersulit hidrolisis serat adalah selulosa
mempunyai struktur kristalin sebanyak 50-90 Judoamidjojo et al. 1989. Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dianalisa dengan metode Van
Soest 1963; yaitu dengan menentukan nilai Acid Detergent Fiber ADF dan Neutral Detergent Fiber NDF. Nilai ADF menunjukkan komponen selulosa dan
lignin sedangkan NDF terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kadar hemiselulosa didapatkan dari pengurangan nilai NDF dan ADF. Kadar lignin yang
kecil menunjukkan bahwa ada potensi bahwa selulosa juga akan terhidrolisis menjadi gula sederhana sebagai media fermentasi etanol. Sifat hemiselulosa yang
amorf dan lebih mudah terhidrolisis dibandingkan dengan selulosa mengakibatkan kondisi optimum hidrolisis hemiselulosa sangat dekat dengan kondisi hidrolisis
pati.
4.2 Hidrolisis Ubi Kayu
Penggunaan asam dalam proses hidrolisis ubi kayu diharapkan dapat memecah komponen selain pati seperti hemiselulosa dan selulosa. Metode
hidrolisis yang digunakan adalah berdasarkan metode hidrolisis yang dilakukan oleh Susmiati 2010 dengan melakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini yang berupa bubur ubi kayu segar. Penggunaan kadar padatan bubur ubi kayu yaitu 18, lebih rendah dari
kadar tepung ubi kayu 30 seperti yang dipergunakan dalam penelitian Susmiati 2010; dikarenakan serat pada umbi segar yang masih utuh sehingga
penyerapan air yang terjadi lebih banyak. Penelitian Susmiati 2010 menggunakan bahan baku tepung ubi kayu
dimana pada proses hidrolisis, kadar padatan yang digunakan adalah 30 dengan konsentrasi H
2
SO
4
0,4 M. Penggantian penggunaan kondisi ubi kayu dari bentuk tepung ke bentuk segar didasari beberapa pertimbangan antara lain:
1 Penggunaan bubur ubi kayu segar dapat memperpendek rantai proses produksi. Proses produksi yang dapat dipotong antara lain proses pembuatan
chip, pengeringan dan penggilingan. Ketiga proses tersebut dapat diganti menjadi proses pembuburan ubi kayu pada penelitian ini.
2 Memperpendek rantai proses produksi akan memberikan beberapa efek positif antara lain menekan potensi kehilangan bahan, mengurangi biaya produksi
dan menghemat pemakaian energi. 3 Memanfaatkan kandungan air yang ada dalam bahan sebagai faktor
pengenceran asam sehingga dapat mengurangi jumlah air yang digunakan selama proses produksi.
Pada akhir hidrolisis, warna bahan akan berubah dari putih atau merah muda tergantung dari jenis ubi kayu yang dipakai menjadi warna merah tua gelap.
Hasil hidrolisis yang sempurna dapat dilihat jika warna merah tua pada hidrolisat merata pada seluruh larutan dan tidak ada bubur ubi kayu yang masih berwarna
putih dan tidak terdapat gumpalan bubur ubi kayu yang menyerupai lem kanji. Gumpalan yang menyerupai lem kanji menandakan bahwa ada ubi kayu yang
tergelatinisasi namun tidak terhidrolisis. Hal ini disebabkan jumlah larutan asam