Hidrolisis Ubi Kayu Bioethanol Production from Cassava with Vinasse Recycle for Fermentation

total gula sebesar 296,98 gl sedangkan gula pereduksi sebesar 193,88 gl; dimana nilai dextrose equivalent sebesar 65,28 yang menandakan proses hidrolisis mampu mengkonversi sekitar 65 karbohidrat rantai panjang menjadi gula pereduksi atau glukosa. Hasil hidrolisis menggunakan ubi kayu segar dengan kadar padatan 18; H 2 SO 4 1 M selama 15 menit ternyata menghasilkan nilai dextrose equivalent yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnata 2010, dimana hasil hidrolisis menggunakan H 2 SO 4 0,4 M dan waktu hidrolisis selama 10 menit akan menghasilkan nilai dextrose equivalent sebesar 56,63. Menurut Judoamidjojo et al. 1989, konversi pati dengan hidrolisis asam hanya akan memperoleh sirup glukosa dengan DE sebesar 55. Kadar bubur ubi kayu sebesar 18 merupakan kadar maksimum yang tidak menyebabkan gumpalan pada hidrolisat yang diperoleh. Namun hidrolisis bubur ubi kayu dengan kadar padatan 18 menggunakan H 2 SO 4 0,4 M seperti pada penelitian Susmiati 2010 hanya mendapatkan total padatan terlarut hidrolisat sebesar 19. Oleh karena itu konsentrasi H 2 SO 4 ditingkatkan menjadi 1 M agar diperoleh total padatan terlarut hidrolisat sebesar 25 yang hampir sama dengan total padatan terlarut dari hasil hidrolisis tepung ubi kayu 30 dengan H 2 SO 4 0,4 M. Tabel 8 Karakteristik hasil hidrolisis ubi kayu dengan kadar padatan dan konsentrasi asam yang berbeda Kadar Padatan Substrat Konsentrasi H 2 SO 4 M Total Padatan Terlarut Hidrolisat Pengamatan Visual Tepung Ubi Kayu 30 0,4 24 Tidak ada gumpalan Bubur Ubi Kayu Segar 30 0,4 32 Masih ada gumpalan putih 25 0,4 29 Masih ada gumpalan putih 20 0,4 21 Masih ada gumpalan putih 18 0,4 19 Tidak ada gumpalan 15 0,4 16 Tidak ada gumpalan Bubur Ubi Kayu Segar 18 0,4 19 Tidak ada gumpalan 18 1 25 Tidak ada gumpalan Pemakaian konsentrasi asam sampai dengan 1 M dan waktu hidrolisis sampai dengan 15 menit berdasrjan hasil penelitian Susmiati 2010 yang memperlihatkan pertambahan kadar HMF di dalam hidrolisat. Hasil hidrolisis pada konsentrasi asam 1 M dengan waktu hidrolisis 10 menit mendapatkan kadar HMF sebesar 0,009 gl. Kadar HMF akan semakin meningkat jika hidrolisis dilakukan menggunakan H 2 SO 4 1 M dan waktu hidrolisis selama 20 menit yaitu sebesar 0,014 gl. Wikandari et al. 2010 menyatakan bahwa konsentrasi HMF sebesar 1 gl akan menghambat pertumbuhan sel dan proses fermentasi oleh S. cerevisiae sehingga menurunkan produksi etanol sebesar 71,42.

4.3 Fermentasi Etanol dari Ubi Kayu

Fermentasi merupakan proses konversi glukosa menjadi etanol dalam kondisi anaerob dengan agensia perubah berupa khamir. Khamir akan merubah glukosa dan fruktosa menjadi asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses dekarboksilasi asam piruvat menjadi asetaldehida. Asetaldehida kemudian mengalami proses dehidrogenasi menjadi senyawa etanol. Jenis khamir yang sering digunakan dalam proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae karena jenis ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain mampu berproduksi tinggi, toleran dengan konsentrasi etanol yang cukup tinggi 12-18 vv, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 o C Gaur 2006. Substrat fermentasi yang digunakan diencerkan hingga total gula 15. Substrat sebelum difermentasi dilakukan proses pemanasan pada suhu 105 o C selama 5 menit untuk mematikan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Pemanasan dilakukan sesingkat mungkin untuk menghindari terjadinya pembentukan senyawa inhibitor. Proses fermentasi dilakukan dalam dua tahap yaitu pertama dilakukan proses agitasi selama 24 jam pertama dengan tujuan untuk meningkatkan kontak antara mikrob dengan nutrisi yang ditambahkan ke dalam substrat sehingga tersuspensi dengan homogen. Proses agitasi juga bertujuan untuk mempermudah difusi oksigen sehingga kadar oksigen terlarut dalam media cukup untuk mendukung pertumbuhan sel secara aerobik Hollander 1981. Proses fermentasi pada tahap kedua dilakukan hingga 96 jam dan pada akhir fermentasi dianalisis kandungan total gula sisa, gula reduksi sisa dan pH. Etanol yang dihasilkan akan dihitung efisiensi fermentasinya berdasarkan kadar etanol yang dihasilkan pada percobaan dengan kadar etanol yang seharusnya dihasilkan secara teoritis. Jika kondisi fermentasi diasumsikan berjalan sempurna secara teoritis, maka glukosa dalam substrat terfermentasi 100 menjadi etanol sebanyak 51,11 dan karbondioksida sebanyak 48,89 dengan densitas etanol sebesar 0,789 kgl Smith et al. 2006. Data hasil fermentasi bubur ubi kayu ditampilkan dalam Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik hasil fermentasi Parameter Nilai Kadar Etanol vv 3,39 pH 4,22 Efisiensi Fermentasi 58,90 Efisiensi Penggunaan Substrat 71,74 Δ Total Asam gl 0,27 Pengukuran total gula pada awal fermentasi dan akhir fermentasi dapat digunakan untuk menentukan nilai efisiensi penggunaan substrat. Efisiensi penggunaan substrat menunjukkan seberapa banyak gula yang dapat dimanfaatkan oleh khamir untuk diubah menjadi etanol produk utama, asam organik produk samping dan digunakan untuk pertumbuhan khamir. Efisiensi penggunaan substrat dihitung berdasarkan persentase perbandingan antara total substrat glukosa yang dikonsumsi dengan jumlah substrat awal yang tersedia. Hasil fermentasi etanol pada kontrol mendapatkan data bahwa terjadi penurunan nilai total gula dari 131,51 gl menjadi 36,08 gl. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi berlangsung dengan efisiensi penggunaan substrat sebesar 71,74. Penurunan kandungan gula menunjukkan terjadinya aktivitas mikrob yang menggunakan substrat untuk hidup dan memproduksi etanol. Salah satu parameter yang menandakan terjadinya proses fermentasi adalah terjadinya penurunan nilai pH dari 4,82 menjadi 4,22. Kecenderungan media fermentasi menjadi semakin asam disebabkan karena khamir akan membentuk asam organik. Peningkatan jumlah asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi akan terkumpul di dalam larutan sehingga akan menurunkan nilai pH pada akhir fermentasi. Senyawa asam organik dapat berupa asam asetat, laktat dan piruvat Kadar etanol yang dihasilkan mencapai 3,39 vv. Kadar etanol yang dihasilkan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh Susmiati 2010 yaitu sebesar 5,42. Fermentasi tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil hidrolisis asam satu tahap dan ampas dipisahkan. Penelitian Arnata 2009 dengan menggunakan kultur campuran S. cerevisiae dan Trichoderma viride menghasilkan kadar etanol masing-masing sebesar 3,92 ± 0,31 bv. Efisiensi fermentasi merupakan rasio antara kadar etanol yang dihasilkan dengan kadar etanol teoritis. Efisiensi fermentasi yang dihasilkan adalah sebesar 58,90. Jumlah asam-asam organik yang terbentuk mengalami peningkatan setelah proses fermentasi ditandai dengan peningkatan nilai total asam dari 0,99 gl menjadi 1,26 gl. Tingginya pembentukan asam organik merupakan salah satu kemungkinan yang menyebabkan proses fermentasi pembentukan etanol tidak maksimal. Gokarn et al. 1997 mengatakan bahwa rendahnya efisiensi produksi etanol dapat disebabkan karena produk biomassa yang rendah selama proses fermentasi dan pembentukan produk samping selain etanol. Piruvat sebagai senyawa antara glikolisis glukosa akan terpecah ke dalam beberapa jalur biosintesis multiproduk antara lain menjadi laktat, asetat, aseton dan butirat.

4.4 Karakterisasi Produk Samping Fermentasi

Produk samping yang dihasilkan dari produksi etanol ada dua macam yaitu produk samping yang berbentuk padat dan produk samping yang berbentuk cairan. Produk samping yang berupa padatan akan dihasilkan pada proses penyaringan hidrolisat dimana cairan hidrolisat akan lolos dari saringan sedangkan padatan yang berupa ampas akan tertahan di kain saring. Produk