4.2 Hidrolisis Ubi Kayu
Penggunaan asam dalam proses hidrolisis ubi kayu diharapkan dapat memecah komponen selain pati seperti hemiselulosa dan selulosa. Metode
hidrolisis yang digunakan adalah berdasarkan metode hidrolisis yang dilakukan oleh Susmiati 2010 dengan melakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini yang berupa bubur ubi kayu segar. Penggunaan kadar padatan bubur ubi kayu yaitu 18, lebih rendah dari
kadar tepung ubi kayu 30 seperti yang dipergunakan dalam penelitian Susmiati 2010; dikarenakan serat pada umbi segar yang masih utuh sehingga
penyerapan air yang terjadi lebih banyak. Penelitian Susmiati 2010 menggunakan bahan baku tepung ubi kayu
dimana pada proses hidrolisis, kadar padatan yang digunakan adalah 30 dengan konsentrasi H
2
SO
4
0,4 M. Penggantian penggunaan kondisi ubi kayu dari bentuk tepung ke bentuk segar didasari beberapa pertimbangan antara lain:
1 Penggunaan bubur ubi kayu segar dapat memperpendek rantai proses produksi. Proses produksi yang dapat dipotong antara lain proses pembuatan
chip, pengeringan dan penggilingan. Ketiga proses tersebut dapat diganti menjadi proses pembuburan ubi kayu pada penelitian ini.
2 Memperpendek rantai proses produksi akan memberikan beberapa efek positif antara lain menekan potensi kehilangan bahan, mengurangi biaya produksi
dan menghemat pemakaian energi. 3 Memanfaatkan kandungan air yang ada dalam bahan sebagai faktor
pengenceran asam sehingga dapat mengurangi jumlah air yang digunakan selama proses produksi.
Pada akhir hidrolisis, warna bahan akan berubah dari putih atau merah muda tergantung dari jenis ubi kayu yang dipakai menjadi warna merah tua gelap.
Hasil hidrolisis yang sempurna dapat dilihat jika warna merah tua pada hidrolisat merata pada seluruh larutan dan tidak ada bubur ubi kayu yang masih berwarna
putih dan tidak terdapat gumpalan bubur ubi kayu yang menyerupai lem kanji. Gumpalan yang menyerupai lem kanji menandakan bahwa ada ubi kayu yang
tergelatinisasi namun tidak terhidrolisis. Hal ini disebabkan jumlah larutan asam
yang terlalu sedikit dibandingkan jumlah padatan yang digunakan. Perbedaan hasil hidrolisis sempurna dengan hasil hidrolisis yang tidak sempurna dapat dilihat
pada Gambar 9.
a b
Gambar 9 Penampakan produk hasil hidrolisis. a hasil hidrolisis yang tidak sempurna, b hasil hidrolisis yang sempurna.
Berdasarkan hasil percobaan maka didapatkan bahwa dengan kadar padatan 18 dan 15, ubi kayu telah terhidrolisis sempurna, yang ditandai
dengan warna hidrolisat yang berwarna merah kehitaman merata sedangkan hidrolisat dengan kadar padatan 30, 25 dan 20 belum terhidrolisis sempurna
karena masih terdapat bubur ubi kayu yang berwarna putih dan bagian tengah dari hidrolisat masih berupa gumpalan yang kental. Hasil pengamatan hasil hidrolisis
dengan berbagai macam kadar padatan substrat dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya gumpalan kental menandakan bahwa proses hidrolisis baru terjadi pada
bagian luar yang dekat dinding kaca erlenmeyer sedangkan semakin ke dalam tidak terjadi hidrolisis karena jumlah cairan sudah habis terpakai untuk proses
gelatinisasi dan sebagian menguap. Hasil hidrolisis ubi kayu segar dengan kadar padatan 18 dan konsentrasi
H
2
SO
4
0,4 M menghasilkan total padatan terlarut yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil hidrolisis tepung ubi kayu dengan kadar padatan 30 dan
konsentrasi H
2
SO
4
0,4 M. Hasil hidrolisis asam dengan kadar padatan 18 dan H
2
SO
4
1 M menghasilkan total padatan terlarut 25 yang lebih mendekati proses hidrolisis menggunakan tepung ubi kayu dengan kadar padatan 30 dan
konsentrasi H
2
SO
4
0,4 M yaitu 24. Hasil hidrolisis menggunakan H
2
SO
4
1 M pada suhu 121
o
C selama 15 menit akan menghasilkan hidrolisat dengan kadar
total gula sebesar 296,98 gl sedangkan gula pereduksi sebesar 193,88 gl; dimana nilai dextrose equivalent sebesar 65,28 yang menandakan proses hidrolisis mampu
mengkonversi sekitar 65 karbohidrat rantai panjang menjadi gula pereduksi atau glukosa. Hasil hidrolisis menggunakan ubi kayu segar dengan kadar padatan 18;
H
2
SO
4
1 M selama 15 menit ternyata menghasilkan nilai dextrose equivalent yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnata 2010, dimana hasil
hidrolisis menggunakan H
2
SO
4
0,4 M dan waktu hidrolisis selama 10 menit akan menghasilkan nilai dextrose equivalent sebesar 56,63. Menurut Judoamidjojo et
al. 1989, konversi pati dengan hidrolisis asam hanya akan memperoleh sirup glukosa dengan DE sebesar 55. Kadar bubur ubi kayu sebesar 18 merupakan
kadar maksimum yang tidak menyebabkan gumpalan pada hidrolisat yang diperoleh. Namun hidrolisis bubur ubi kayu dengan kadar padatan 18
menggunakan H
2
SO
4
0,4 M seperti pada penelitian Susmiati 2010 hanya mendapatkan total padatan terlarut hidrolisat sebesar 19. Oleh karena itu
konsentrasi H
2
SO
4
ditingkatkan menjadi 1 M agar diperoleh total padatan terlarut hidrolisat sebesar 25 yang hampir sama dengan total padatan terlarut dari hasil
hidrolisis tepung ubi kayu 30 dengan H
2
SO
4
0,4 M.
Tabel 8 Karakteristik hasil hidrolisis ubi kayu dengan kadar padatan dan konsentrasi asam yang berbeda
Kadar Padatan Substrat
Konsentrasi H
2
SO
4
M Total Padatan Terlarut
Hidrolisat Pengamatan Visual
Tepung Ubi Kayu 30
0,4 24
Tidak ada gumpalan Bubur Ubi Kayu Segar
30 0,4
32 Masih ada gumpalan putih
25 0,4
29 Masih ada gumpalan putih
20 0,4
21 Masih ada gumpalan putih
18 0,4
19 Tidak ada gumpalan
15 0,4
16 Tidak ada gumpalan
Bubur Ubi Kayu Segar 18
0,4 19
Tidak ada gumpalan 18
1 25
Tidak ada gumpalan