ISO ApertureDiafragma Shutter SpeedKecepatan Rana

4

2.2 Karakteristik Latosol

Di Indonesia, Latosol umumnya berada pada ketinggian 0 – 900 meter di atas permukaan laut, di sekeliling kipas volkan dan kerucut volkan. Area Latosol umumnya beriklim tropikal dan basah, curah hujan antara 2500 mm sampai 7000 mm Dudal dan Soepraptohardjo, 1957. Di daerah Bogor, Latosol dapat dijumpai di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah Darmaga memiliki ketinggian 220 meter di atas permukaan laut mdpl dan memiliki curah hujan 3552 mmtahun. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA, terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung Salak Yogaswara, 1977. Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 - 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah – merahan atau kekuning – kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi Dudal dan Soepraptohardjo, 1957. Latosol memiliki dengan batas – batas horizon yang kabur, solum dalam lebih dari 150 cm, kejenuhan basa kurang dari 50, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horizon kambik Hardjowigeno, 2003. Batasan untuk membedakan Latosol adalah berdasarkan warna horizon B seperti Latosol merah, Latosol kekuningan, Latosol kekuningan, Latosol coklat Subardja dan Buurman, 1990. Kapasitas tukar kation tanah Latosol tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro – oksida. Latosol juga mempunyai kandungan basa – basa yang dapat dipertukarkan dan hara yang tersedianya rendah Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978.

2.3 Teknik Fotografi

2.3.1 ISO

ISO adalah ukuran kepekaan sensor kamera digital dalam menangkap cahaya. Semakin tinggi nilai ISO, semakin peka sensor kamera sehingga foto 5 yang dihasilkan menjadi terang bila pengaturan lainnya tidak berubah Tjin, 2011. Namun, semakin tinggi ISO maka grainnoise semakin terlihat pada foto.

2.3.2 ApertureDiafragma

Dalam bidang fotografi, bukaan en: f-number, focal ratio, f-ratio, relative aperture adalah bilangan yang menunjukkan korelasi panjang fokus lensa terhadap diafragma. Pada semua lensa tidak tergantung dari panjang fokus lensa tersebut, akan meneruskan intensitas cahaya yang sama. Sebagai contoh, lensa dengan panjang fokus 100mm, pada pengaturan diafragma 4 nilai F4, mempunyai arti bahwa diafragma pada lensa tersebut sedang terbuka dengan diameter diafragma 25mm. Biasanya dilambangkan dengan huruf F. Nilai diafragma umumnya merupakan urutan F1, F1.2, F1.4, F2, F2.8, F4, F5.6, F8, F11, F16, dan seterusnya Anonim a, 2012. Semakin besar angka diafragma, berarti semakin kecil diameter lubang diafragma di bagian dalam lensa. Besarnya diameter terbukanya diafragma akan membuat cahaya yang masuk menjadi lebih banyak, sehingga paparan cahaya bertambah dan akibatnya tingkat kecerahan foto bertambah, demikian pula sebaliknya. Pengaruh lain dari bukaan adalah terjadinya perbedaan ruang ketajaman. Angka bukaan yang kecil menyebabkan ruang ketajaman memiliki jarak yang sempit. Sebaliknya angka bukaan yang kecil akan menyebabkan ruang ketajaman luas Freeman, 2004. Gambar 1. Aperturediafragma, diagram aperture dari setiap nilai.

2.3.3 Shutter SpeedKecepatan Rana

Shutter speed atau kecepatan rana dalam kamera adalah menunjukan waktu yang diperlukan cahaya untuk terekam pada sensor kamera atau film. Kecepatan rana dan aperturebukaan diafragma menentukan seberapa banyak 6 cahaya yang dapat terekam pada sensor atau film. Ukuran shutter speedkecepatan rana biasa diberi nilai 11000s, 1500s, 1250s, 1125s, 160s, 130s, 115s, 18s, 14s, 12s, 1s. Kecepatan rana dibagi menjadi dua macam berdasarkan lama kecepatan rana terbuka. Pertama adalah fast shutter speeds kecepatan rana cepat adalah kecepatan rana yang cukup cepat saat terbuka hingga tertutup yang terjadi dalam sepersekian detik. Kecepatan rana yang cepat dapat menjadikan gambar yang bergerak membeku secara tidak alami. Kecepatan rana cepat juga mengurangi efek shake guncangan terhadap gambar yang menjadikan gambar menjadi buram. Kedua adalah slow shutter speeds kecepatan rana lambat, kecepatan rana ini memiliki waktu yang lama dalam membuka rana hingga rana tertutup. Hal ini memungkinkan objek terekam dalam waktu yang lama. Kecepatan rana yang lambat dapat membuat gambar terekam dalam jangka waktu lama sehingga gambar yang dihasilkan memiliki efek blur buram Anonim b, 2012.

2.3.4 White Balance