Kayu Lapis Perekat Isocyanate

dan lain-lain. Kayu meranti merah dan berumur tua yang lebih berat biasa digunakan untuk konstruksi sedang sampai berat, balok, kaso, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu. Dari 70 spesies Shorea yang termasuk dalam kelompok meranti merah, terbanyak dijumpai di Kalimantan 62 spesies, diikuti oleh Sumatera 23 spesies dan Semenanjung Malaya 19 spesies. Di luar wilayah-wilayah itu, meranti merah juga ditemukan di Thailand Selatan, Filipina dan Maluku.

2.7 Kayu Lapis

Kayu lapis adalah produk panil vinir-vinir kayu yang direkatkan menjadi satu sehingga arah serat sejumlah vinir tegak lurus dan yang lain sejajar dengan sumbu panjang panil. Umumnya pada kayu lapis, vinir disusun secara sejajar dengan permukaan lain dan tegak lurus dengan lapisan inti. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil ke panil lainnya, jumlah finir yang digunakan adalah jumlah ganjil yaitu 3, 5, 7, dan seterusnya. Sejumlah kayu lapis ada yang tersusun atas jumlah vinir yang genap, pada tipe kayu lapis ini dua lapisan vinir diletakkan secara sejajar untuk dijadikan lapisan inti yang tebal. Kayu lapis juga terbuat dari kayu gergajian dan papan partikel yang dijadikan sebagai bagian inti. Kayu lapis yang tidak terbuat dari lapisan finir umumnya dimanfaatkan untuk keperluan perabot rumah tangga. Kayu lapis memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kayu gergajian walaupun kekuatan kayu lebih kecil dibandingkan kayu gergajian. Kayu lapis memiliki kekuatan lengkung dalam dua arah, oleh karena itu kayu lapis baik digunakan dalam pembuatan lantai sejajar ataupun tegak lurus dengan kasau lantai gelagar yang menyangganya. Keunggulan lain dari kayu lapis adalah bentuk kayu lapis yang panjang dan kaku yang menyebabkan kayu lapis sulit mengalami perubahan bentuk akibat gaya yang sejajar bidang panil. Keunggulan inilah yang menjadikan kayu lapis cocok digunakan sebagai pelapis lantai, atap dan dinding luar. Hal ini menyebabkan terciptanya struktur yang kuat sehingga dapat tahan terhadap gempa dan angin ribut Haygreen dan Bowyer 1996.

2.8 Perekat Isocyanate

Di negara Jerman, senyawa kimia organik isocyanate mulai dikembangkan pada akhir tahun 1930 dan perekat berbahan dasar isocyanate mulai digunakan pada pertengahan tahun1940. Pelopor penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu adalah Deppe dan Ernst pada tahun 1951. Sebagai akibat dari pekerjaannya, pembuatan papan komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 Pizzi 1983. Isosianat merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan papan biokomposit. Perekat ini bersifat karsinogen dan beracun dan tergolong dalam kategori perekat thermosetting, karena tidak dapat kembali kebentuk semula apabila diaplikasikan ke bahan yang digunakan. Perekat isosianat memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali chemical bonding. Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, pH netral dan kedap terhadap solvent pelarut organik. Isosianat membutuhkan waktu yang lama untuk mengental, pada saat menit ke-70 isosianat tidak mampu menental dengan sempurna Ruhendi dan Hadi 1997. Menurut Marra 1992, perekat isosianat memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah jumlah yang diibutuhkan sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih singkat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, membutuhkan energi pengeringan yang lebih sedikit, stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil, dan tidak ada emisi formaldehida.

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Maret 2011, dimana pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan uji racking dilakukan di Balai Struktur Bangunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Cileunyi Wetan, Bandung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali Gigantochloa apus J.A J.H. Schulthes Kurz, berumur 3 tahun yang berasal dari desa Leuwikopo, Dramaga - Bogor. Bambu yang masih basah, dijemur dibawah terik matahari agar kadar airnya seimbang dikeringkan secara alami. Perekat yang digunakan adalah perekat Isocyanate No. H3M yang diperoleh dari PT. Polyshika dan dicampur dengan base dengan perbandingan 100:15. Sebagai pelapis bambu digunakan kayu lapis dengan ukuran 2400 mm x 1200 mm x 5 mm, kayu yang digunakan untuk frame rangka adalah kayu meranti dengan ukuran 2200 mm x 100 mm x 45 mm dan 1800 mm x 100 mm x 45 mm. Paku ukuran 150 mm dan 40 mm yang digunakan untuk menyatukan kayu frame dan bresing serta kayu lapis. Peralatan yang digunakan adalah plat besi ukuran 2400 mm x 1200 mm x 9 mm, klem baja, palu, timbangan elektronik, moisture meter, oven, kaliper, meteran, mesin pemilah kayu PANTER MPK -5, seperangkat mesin pengujian tahan gempa racking test, mesin gergaji band saw, milter saw merk krisbow, jig saw merk Bosch, mesin bor tangan merk Bosch, mesin planner, sarung tangan, alat dokumentasi, alat tulis dan alat hitung.