BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Maret 2011, dimana pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis dilakukan di
Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan uji racking dilakukan di
Balai Struktur Bangunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Cileunyi Wetan, Bandung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali Gigantochloa apus J.A J.H. Schulthes Kurz, berumur 3 tahun yang berasal
dari desa Leuwikopo, Dramaga - Bogor. Bambu yang masih basah, dijemur dibawah terik matahari agar kadar airnya seimbang dikeringkan secara alami.
Perekat yang digunakan adalah perekat Isocyanate No. H3M yang diperoleh dari PT. Polyshika dan dicampur dengan base dengan perbandingan 100:15. Sebagai
pelapis bambu digunakan kayu lapis dengan ukuran 2400 mm x 1200 mm x 5 mm, kayu yang digunakan untuk frame rangka adalah kayu meranti dengan
ukuran 2200 mm x 100 mm x 45 mm dan 1800 mm x 100 mm x 45 mm. Paku ukuran 150 mm dan 40 mm yang digunakan untuk menyatukan kayu frame dan
bresing serta kayu lapis. Peralatan yang digunakan adalah plat besi ukuran 2400 mm x 1200 mm x 9
mm, klem baja, palu, timbangan elektronik, moisture meter, oven, kaliper, meteran, mesin pemilah kayu PANTER MPK -5, seperangkat mesin pengujian
tahan gempa racking test, mesin gergaji band saw, milter saw merk krisbow, jig saw merk Bosch, mesin bor tangan merk Bosch, mesin planner, sarung tangan,
alat dokumentasi, alat tulis dan alat hitung.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Bahan Penelitian
Secara umum proses yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dalam proses tersebut terdapat beberapa tahapan kerja.
Pertama, dilakukan persiapan bahan penelitian dan kemudian dilakukan pengujian sifat fisis untuk bahan-bahan tersebut. Selanjutnya dilakukan
pembuatan frame dan bresing dengan menggunakan paku baja ukuran 150 mm. Setelah pembuatan frame dan bresing selesai dilakukan, langkah selanjutnya
adalah pemasangan kayu lapis pada satu sisi frame dengan menggunakan paku baja berukuran 40 mm. Bagian dalam frame diisi bambu dengan ukuran tinggi
45 mm. Pemasangan bambu tersebut dilakukan menggunakan perekat isocyanate No. H3M yang dicampur base dengan perbandingan 100:15.
Kemudian dilakukan pemasangan kayu lapis kembali pada sisi frame yang lainnya menggunakan paku baja ukuran 40 mm. Terakhir dilakukan racking
test untuk mengukur besarnya racking stiffness dan racking strength dari bambu sandwich panel BSP.
Gambar 2 Urutan Kerja Penelitian. Bambu yang digunakan untuk pengisian bagian dalam frame core adalah
bambu tali yang berumur 3 tahun. Sebelumnya bambu tersebut dikeringkan secara alami dibawah terik matahari sampai kadar airnya seimbang bambu
berubah warna dari hijau menjadi kuning. Setelah bambu kering dan mengalami pengkondisian, kemudian bambu tersebut di potong dengan
panjang 45 mm tanpa memperhatikan diameter yang bervariasi. Bambu yang telah dipotong harus bebas dari buku. Pemotongan bambu ini sangat
diperhatikan agar tebal bambu yang didapatkan seragam. Setelah bambu
Persiapan bahan Uji sifat fisis
bahan Pembuatan
frame dan bresing
Pemasangan kayu lapis pada 1
sisi
Pemasangan bambu
Pemasangan kayu lapis pada
sisi yang lain Racking Test
dipotong, kemudian bambu diamplas dengan bantuan mesin grinda yang dimodifikasi menjadi mesin amplas tangan.
Kayu yang digunakan sebagai frame dikering udarakan hingga mencapai kadar air ±12 untuk kemudian disesuaikan ukurannya, karena pada saat
dibeli ukurannya 50 mm x 100 mm, dengan cara diserut dan dipotong untuk menyesuaikan panjang yang diinginkan yaitu ukuran 2200 mm x 100 mm x 45
mm dan 1800 mm x 100 mm x 45 mm. Setelah ukuran kayu sesuai dengan kebutuhan, kayu terlebih dahulu diuji kekuatan mekanisnya dengan mesin
pemilah kayu PANTER MPK -5.
Pengujian ini bertujuan untuk memilah kayu yang akan digunakan untuk frame dan penguat sesuai dengan besarnya tegangan serat TS yang dihasilkan
pada saat pengujian. Dimana kayu yang memiliki TS lebih besar diasumsikan memiliki kekuatan mekanis lebih besar juga, dibandingkan dengan kayu yang
memiliki TS lebih kecil. Kayu yang memiliki TS ≥ 12 digunakan untuk
pembuatan frame bagian struktural, sedangkan kayu yang memiliki TS ≤ 10
digunakan untuk pembuatan bresing.
3.3.2 Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture Kayu Frame dan
Bresing
Pengujian Modulus of Elasticity MOE dan Modulus of Rupture MOR ini menggunakan contoh uji utuh dengan mesin pemilah kayu versi PANTER
Gambar 3 Proses Persiapan Bambu. 45 mm
Gambar 4 Proses Persiapan dan Pemilahan Kayu.
MPK-5. Menurut buku petunjuk penggunaan mesin pemilah kayu versi PANTER MPK-5, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam
pengujian MOE dan MOR: 1. Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi mesin.
Tujuan dilakukan kalibrasi mesin ini adalah untuk mendapatkan nilai rataan, standar deviasi Sd, koefisien variasi , dan faktor koreksi. Serta
diperoleh besarnya beban pertama a dan beban kedua b yang akan digunakan dalam pengujian MOE dan MOR pada kayu berikutnya.
2. Pelaksanaan pemilahan. Urutan kerja pemilahan adalah : a Kayu diletakan ditumpuan.
b Beban pertama a diletakan searah jarum penyetaraan penimbangan. c Jarum kasar dan halus diatur sampai mistar menunjukan ke angka 2 cm.
d Beban kedua b ditambahkan diatas beban pertama dan angka mistar yang terjadi y
1
dicatat. e Kemudian beban, kayu dibalik dan ulangan dilakukan seperti
sebelumnya, catat angka mistar yang terjadi y
2
. f Angka mistar terbesar dicatat dan diambil sebagai data mistar Panter.
3. Menghitung nilai MOE dan MOR. Nilai keteguhan kayu dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : MOE = Modulus elastis lentur kgcm²
MOR= Keteguhan lentur patah kgcm
2
P = Beban kedua b, kg
Y = Nilai mistar Panter y terbesar, cm
B = Lebar kayu posisi tidur cm
h = Tebal kayu posisi tidur cm
FK = Faktor koreksi kalibrasi mesin 4. Menentukan kelas tegangan serat TS. Untuk mengetahui kelas tegangan
serat TS dapat memanfaatkan Tabel 3 SKI C-bo-010: 1987 setelah MOE diperoleh melalui pemilahan.
3 3
4Ybh Pl
MOE
x FK MOR = 9,43 + 0,0036 MOE
Tabel 3 Tegangan Kerja Dasar Kayu Struktural Berdasarkan Pemutusan Secara Masial
Kls mutu
Tegangan Kerja Dasar Mpa MOE
Mpa Lntr
Trk Tkn Gsr
Tkn TLS
TS35 34,32 20,59
26,58 2,55
5,10 20593,97
TS32 31,87 19,12
24,71 2,35
4,71 19613,30
TS30 29,42 17,65
22,75 2,16
4,41 18632,64
TS27 26,97 16,18
20,89 1,96
4,02 17651,97
TS25 24,51 14,71
18,93 1,77
3,63 16671,31
TS22 22,06 13,24
17,06 1,57
3,24 15690,64
TS20 19.61 11,77
15,20 1,47
2,94 14709,98
TS17 17,16 10,30
13,24 1,27
2,55 13729,31
TS15 14,71 8,83
11,38 1,08
2,16 12258,31
TS12 12,26 7,35
9,51 0,88
1,77 10787,32
TS10 9,81
5,88 7,55
0,69 1,47
9316,32 TS7
7,35 4,41
5,69 0,49
1,08 7845,32
TS5 4,90
2,94 3,82
0,29 0,69
6374,32
Sumber: SKI C-bo-010: 1987 dalam Surjokusumo et al. 2003
3.3.3 Pembuatan Spesimen
Ukuran dinding yang akan dibuat adalah 2400 mm x 1200 mm x 55 mm. Pembuatan dinding dilakukan dengan cara pembuatan frame dan bresing
disatukan dengan paku baja ukuran 15 cm yang kemudian pada satu sisi dipasang kayu lapis menggunakan paku baja ukuran 4 cm jarak antar paku ±
10 cm. Kemudian merekatkan dan menyusun potongan – potongan bambu
diatas kayu lapis yang telah dipasangkan frame rangka dan bresing tersebut. Perekat yang digunakan adalah campuran base dan perekat Isocyanate no H3M
dengan perbandingan 100:15. Potongan-potongan bambu digunakan sebagai inti core dan kayu lapis sebagai lapisan atas dan bawah face and back
seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 5 Penampang Bambu Sandwich Panel.
Kayu Lapis Face Lapisan Perekat
Bambu Core Kayu Lapis Back
Lapisan Perekat
3.3.4 Pengujian Sifat Fisis Bambu, Kayu Lapis dan Kayu Frame rangka
serta Bresing 3.3.4.1 Kadar Air
Contoh uji kayu yang digunakan untuk pengukuran kadar air diambil dari bagian kayu yang mewakili bagian kayu dalam pembuatan
bambu sandwich panel BSP. Ukuran contoh uji kayu adalah 25 mm x 25 mm x 25 mm ASTM D143-94 2007. Contoh uji bambu dibuat dengan
ukuran 45 mm x 20 mm x 5 mm. Contoh uji kayu lapis dengan ukuran 75 mm x 75 mm JAS No. 232 tahun 2003.
Semua contoh uji tersebut ditimbang berat awalnya BA menggunakan timbangan elektronik, selanjutnya dioven selama 24 jam
pada suhu 103±2ºC. Setelah pengovenan contoh uji diletakkan dalam desikator selama ±15 menit, selanjutnya timbang berat kering tanur
BKTnya. Sampel kembali dioven selama tiga jam dengan perlakuan yang sama sampai didapatkan berat yang konstan, Nilai kadar air KA
didapatkan melalui perhitungan : Keterangan:
BB = Berat awal g BKT = Berat kering tanur g
KA = Kadar air Gambar 6 a Model Kontrol, b Model Diagonal Bresing 1, c Model
Diagonal Bresing 2, dan d Model Diagonal Bresing 3.
a b
c d
Gambar 7 Skema pembuatan contoh uji.
100
BKT BKT
BB KA
3.3.4.2 Kerapatan ρ dan Berat Jenis BJ
Penentuan kerapatan dan berat jenis dari bambu dan kayu meranti menggunakan contoh uji yang sama dengan contoh uji yang digunakan
pada pengujian kadar air. Sedangkan kayu lapis berukuran 50 mm x 50 mm dan berat jenis kayu lapis tidak bisa diukur karena jenis kayu yang
digunakan sebagai bahan baku tidak diketahui. Untuk menghitung kerapatan, contoh uji tersebut ditimbang berat kering udara BKUnya dan
di ukur rata-rata panjang p, lebar l serta tebalnya t untuk menghitung volumenya. Nilai kerapatan dihitung :
ρ =
��� � � �� � ���
Berat Jenis BJ =
KU KT
V B
ρ benda standar
Keterangan : ρ
= Kerapatan contoh uji gcm
3
BKU = Berat kering udara g
B
KT
= Berat kering tanur contoh uji g V
KU
= Volume kering udara contoh uji cm
3
ρ benda standar = Kerapatan air 1 gcm
3
3.3.5 Pengujian Kekuatan Mekanis Dinding
Pengujian kekuatan mekanis dinding bambu sandwich ini dilakukan dengan uji racking. Uji ini berdasarkan Draf Standar Internasional ISODIS
22452 tentang “Timber structures – Structural insulated panel wall – test
methods”. Uji racking akan menunjukkan besarnya kemampuan kekuatan strength dan kekakuan stiffness dari dinding bambu sandwich. Ukuran
contoh uji dinding bambu sandwich adalah 1200 mm x 2400 mm x 55 mm. Contoh uji kemudian diletakan secara horizontal sesuai dengan uji yang akan
dilakukan. Kemudian pada beberapa bagian contoh uji diletakan alat ukur perpindahan displacement berupa transducer untuk mengukur besarnya
defleksi displacement yang terjadi. Pembebanan diberikan dari dua arah yaitu vertikal beban vertikal dan horizontal beban horizontal.
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode monotonik. Dimana beban diatur sesuai dengan ISODIS 22452. Beban vertikal Fv yang
diberikan sebesar 1456,29 N 150 kg. Beban vertikal ini diasumsikan berdasarkan perhitungan beban mati efektif pada bangunan rumah pra-
pabrikasi tipe 21. Perhitungan beban mati efektif pada bangunan rumah pra- pabrikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan beban horizontal F diberikan
secara bertahap yaitu sebesar 0,1 F
max,est
dengan kecepatan perpindahan 2 ± 0,5 dan sebesar 0,4 F
max,est
dengan kecepatan perpindahan 4 ± 1 mmmin. F
max,est
diperolah dari hasil pengujian racking pada contoh uji bambu sandwich panel tanpa bresing dan contoh uji bambu sandwich dengan bresing model
diagonal 1. Tabel 4 Perhitungan Beban Mati Efektif pada Bangunan Rumah Pra-Pabrikasi
Tipe 21
Komponen W N
Unit Jumlah Wt N
Panel Dinding 1471,00
16 23535,96
Langit-langit 970,86
4 3883,43
Penutup Atap 9708,58
2 19417,17
Lantai 5883,99
1 5883,99
Kuda-kuda Portal 735,50
5 3677,49
Aksesoris 784,53
1 784,53
Total 57182,58
Ket : Beban yang dijadikan perhitungan untuk menentukan F
v
F
v
= 3883,43+19417,1716= 1456,29 Nspesimen ~ 150 kgspesimen.
Pembacaan displacement dilakukan setiap beban 50 kg 490,33 N. Berdasarkan ISODIS 22452 pembacaan displacement dilakukan sampai
beban maksimal, displacement mencapai 100 mm atau contoh uji rusak. Pada penelitian ini proses pembebanan dilakukan sampai contoh uji rusak.
Proses pembebanan dapat dilahat pada Gambar 9.
Setelah proses pembebanan selesai dan data diperoleh. Maka langkah selanjutnya adalah perhitungan racking stiffness dengan rumus :
� = 1
2 F
4
−F
1
ϑ
4
−ϑ
1
+ F
24
−F
21
ϑ
24
−ϑ
21
� ��
Keterangan : R = Racking stiffness Nmm
F
1
= Besarnya beban pada 0,1 F
max,est
beban pada step ke 6 F
4
= Besarnya beban pada 0,4 F
max,est
beban pada step ke 9 F
21
= Besarnya beban pada 0,1 F
max,est
beban pada step ke 16 F
24
= Besarnya beban pada 0,4 F
max,est
beban pada step ke 19 ϑ
01
= Besarnya displacement pada step ke 6 ϑ
04
= Besarnya displacement pada step ke 9 ϑ
21
= Besarnya displacement pada step ke 16 ϑ
24
= Besarnya displacement pada step ke 19
100 200
300 400
500 600
700
20 40
60 80
B e
b an
N
Displacement mm
BSP Dengan Bracing Diagonal 1 BSP Kontrol Tanpa Bracing
F
max
= 4903,33 N F
max
= 6737,17 N
100 200
300 400
500 600
1 6
11 16
21 26
B eb
a n
N
Step
Tahapan Pembebanan
0,4 F
max,est
30 d
e ti
k
600 de
ti k
120 de
ti k
600 de
ti k
300 de
ti k
0,1 F
max,est
Gambar 8 Hasil Uji Racking Untuk Menentukan Besarnya F
max,est
.
Gambar 9 Grafik Tahapan Pembebanan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN