BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture Kayu Frame dan Bresing
Nilai Modulus of Elasticity MOE dan Modulus of Rapture MOR kayu frame dan bresing ini di maksudkan untuk pemilihan kayu struktur dan non-
struktur. Kayu struktur akan menerima beban lebih besar dari pada non-struktur. Hasil pengujian MOE dan MOR dengan panter MPK-5 akan mendapatkan
beberapa kelas mutu TS dari TS 0 sampai TS 25. Hasil pengujian MOE dan MOR dengan alat Panter MPK-5 dapat dilihat Gambar 10. Hasil pengujian
menunjukan bahwa jumlah kayu dengan TS paling banyak adalah TS 15 dengan jumlah kayu 24 batang dan TS 25 merupakan TS yang memiliki jumlah kayu
paling sedikit yaitu hanya 2 batang.
Dari hasil pengujian kelas mutu, maka kayu yang digunakan untuk struktur frame adalah kayu dengan kelas mutu 15 sampai 25. Sedangkan kelas mutu 5
sampai 12 digunakan untuk non-struktur bresing. Kayu yang tidak termasuk kelas mutu TS 0 tidak digunakan, karena memiliki nilai rata-rata MOE yang
kecil yaitu 53218
kg cm
2
5218,9 Mpa sehingga tidak layak digunakan untuk keperluan struktural. Nilai ini dibawah rata-rata MOE yang tercantum dalam buku
Atlas Kayu Indonesia yaitu 66000
kg cm
2
6472,39 Mpa. Rata-rata kayu meranti yang digunakan termasuk kedalam kelas mutu 12 yang memiliki nilai MOE
sebesar 123498
kg cm
2
12111,02 Mpa. Hasil ini melebihi nilai MOE kayu meranti yang tercantum dalam buku Atlas Kayu Indonesia yaitu sebesar 66000
kg cm
2
6472,39 Mpa. Hal ini terjadi karena kayu yang digunakan, dipilih langsung dari
5 10
15 20
25 30
TS0 TS5 TS7 TS10TS12TS15TS17TS20TS22TS25
Ju m
lah K
ayu
Kelas Mutu TS
Gambar 10 Kelas Mutu Kayu Frame dan Bresing.
pasaran sehingga bermutu lebih baik, namun ada pula kemungkinan kayu tercampur dengan jenis lain.
4.2 Sifat Fisis Bambu, Kayu Lapis dan Kayu Frame rangka serta Bresing
4.2.1 Bambu Tali Gigantochloa apus J.A J.H. Schulthes Kurz
Dari hasil pengujian sifat fisis bambu, dapat diketahui bahwa bambu yang digunakan dalam pembutan BSP memiliki kerapatan rata-rata sebesar 0,619
grcm
3
, berat jenis rata-rata 0,537 grcm
3
5,37 kgm
3
dan kadar air rata-rata 15,272 . Dalam artikel bambu dalam kontruksi, diperoleh informasi bahwa
bambu yang digunakan dalam pembangunan harus memiliki kadar air 12 pada kelembapan udara 70 yang dianggap sebagai rata-rata yang wajar pada iklim
tropis. Hasil penelitian kadar air bambu 15,272 lebih besar daripada syarat kadar air bambu dalam pembangunan 12 . Untuk kontruksi bangunan bambu
dengan kadar air 12 , berat jenis bambu di Indonesia dianggap rata-rata sebagai 700 kgm
3
. Sedangkan hasil pengujian 5,37 kgm
3
lebih rendah daripada syarat kontruksi bangunan bambu 700 kgm
3
.
4.2.2 Kayu lapis
Kayu lapis yang digunakan dalam pembutan bambu sandwich panel BSP adalah kayu lapis yang dibeli langsung dari pasaran. Sehingga jenis kayu yang
digunakan tidak diketahui dengan pasti dan jenis perekat yang digunakan juga tidak diketahui. Kayu lapis digunakan secara keseluruhan dengan rata-rata tebal
4,99 mm. Dari hasil pengujian kerapatan kayu lapis, diketahui bahwa kerapatannya
berkisar antara 0,347 gcm
3
sampai 0,375 gcm
3
dengan rata-rata 0,359 gcm
3
. Dalam JAS 2003, tidak mensyaratkan adanya nilai kerapatan pada kayu lapis.
Sehingga nilai kerapatan kayu lapis yang digunakan dalam pembuatan BSP tidak dapat dibandingkan. Kadar air kayu lapis rata-rata 15,058, nilai ini lebih besar
dari standar JAS 2003. JAS mensyarat bahwa kadar air kayu lapis yang digunakan adalah 14. Sehingga kayu lapis yang digunakan dalam pembuatan
BSP dibawah standar. Hal ini dapat terjadi karena kayu lapis menyerap kadar air yang ada disekitar tempat penyimpana sampai kayu lapis tersebut digunakan. Dan
tidak melewati proses pengeringan terlebih dahulu sebelum digunakan.
4.2.3 Kayu Frame rangka serta Bresing
Kayu yang digunakan dalam pengujian memiliki rata-rata kerapatan 0,62 grcm
3
. Kayu yang memiliki kerapatan tertinggi adalah pada kayu BSP diagonal bresing 1 yaitu sebesar 0,66 grcm
3
dan kayu yang memiliki kerapatan terkecil adalah kayu BSP model diagonal bresing 3 yaitu sebesar 0,56 grcm
3
. Pengujian berat jenis, dapat diketahui bahwa kayu yang digunakan dalam BSP memiliki
rata-rata berat jenis sebesar 0,54. Kayu diagonal bresing 1 memiliki berat jenis terbesar yaitu sebesar 0,58 dan kayu yang digunakan untuk BSP diagonal bresing
3 memiliki berat jenis terkecil yaitu 0,49. Hasil pengujian kerapatan dan berat jenis, dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Gambar 12 menunjukan bahwa kayu yang digunakan dalam pembutan BSP memiliki kadar air rata-rata sebesar 14,14. Kayu yang digunakan pada BSP
diagonal bresing 1 memiliki kadar air paling tinggi yaitu sebesar 14,80. Sedangkan kayu yang digunakan untuk BSP diagonal bresing 3 memiliki kadar air
terendah yaitu 13,66.
0,61 0,66
0,63 0,56
0,54 0,58
0,55 0,49
0,00 0,10
0,20 0,30
0,40 0,50
0,60 0,70
Kayu Kontrol Kayu Diagonal Bresing 1
Kayu Diagonal Bresing 2
Kayu Diagonal Bresing 3
Kerapatan Berat Jenis
Rata-rata Kerapatan Rata-rata Berat
Jenis
Gambar 11 Histogram Hasil Pengujian Kerapatan dan Berat Jenis Kayu.
Hasil pengujian sifat fisis kayu yang digunakan, diketahui bahwa kayu yang memiliki kerapatan tinggi akan memiliki kadar air dan berat jenis yang tinggi
pula. Dan sebaliknya, dimana kayu yang memiliki kerapatan rendah, maka kadar air dan berat jenisnya akan rendah juga. Hal ini dikarenakan pada kayu yang
memiliki kerapatan tinggi memiliki dinding sel yang lebih tebal daripada kayu yang berkerapatan rendah. Pada dinding sel yang tebal, maka air yang terdapat
pada dinding air terikat tersebut lebih banyak. Dan akan berpengaruh pada berat jenisnya, dimana dinding yang tebal memiliki berat jenis yang tinggi.
4.3 Kekuatan Mekanis Dinding Bambu Sandwich Panel