Metode Uji Hedonik Peningkatan produksi karkas dan kualitas daging itik melalui persilangan antara itik cihateup dengan itik alabio

38 sebagai seorang instruktur, dan menahan diri untuk mempengaruhi kelompok. Perhatian diberikan kepada panelis untuk mengembangkan terminologiistilah yang konsisten, tapi panelis bebas untuk mengembangkan pendekatan mereka sendiri, dengan menggunakan skala garis 15 cm yang disediakan dalam metode. Panelis tidak mendiskusikan data, istilah, atau sampel setelah setiap sesi eksperimental dan harus bergantung pada kebijaksanaan pemimpin panel untuk informasi mengenai kinerja mereka dibandingkan dengan anggota lain dari panel dan untuk apapun yang diketahui perbedaan antara sampel Meilgaard et al. 1999. Hasil dari QDA dianalisa secara statistik, salah satu teknik statistik yang sangat bermanfaat adalah principal component analysis PCA, sebuah metode analisis multivariat yang dapat digunakan untuk memperlihatkan kelompok jenis sampel yang sama yang didasarkan pada pengukuran atribut sensori kuantitatif. Selanjutnya hasil uji statistik disajikan dalam bentuk berbagai jenis format grafik untuk menginterpretasikan hasil. Grafik yang umumnya digunakan sebagai representasi data dalam bentuk spider web dengan suatu cabang dari satu titik pusat untuk tiap-tiap atrbut Meilgaard et al. 1999

c. Metode Uji Hedonik

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan acceptance. Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Disamping itu panelis juga mengemukakan tingkat kesukaanketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Analisis ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Kategori skala yang umum digunakan adalah skala 5, 7 atau 9. PERFORMA REPRODUKSI DAN NILAI HETEROSIS ITIK ALABIO, CIHATEUP DAN HASIL PERSILANGANNYA Pendahuluan Ternak itik yang ada di masyarakat merupakan aset nasional yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber protein hewani masyarakat Indonesia. Protein hewani utama yang dihasilkan ternak itik berupa telur dan daging. Namun pada kenyataannya keragaman dalam produktivitas itik lokal sangat tinggi, karena itik-itik yang memiliki kesempatan berproduksi tinggi dengan yang rendah di tangan peternak mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang biak Hardjosworo et al. 2001. Beberapa upaya untuk memperbaiki produktivitas itik lokal yang rendah dan beragam, dapat dilakukan dengan perbaikan pakan, manajemen, dan perbaikan genetik. Pendekatan perbaikan secara genetik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki produktivitas itik di lapangan, karena perbaikan secara genetik cenderung memberikan dampak yang lebih permanen Hardjosworo et al. 2001; Prasetyo et al. 2005. Program seleksi dan persilangan pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan ternak yang seragam dan memiliki keunggulan pada sifat-sifat tertentu yang dikehendaki. Biasanya tujuan tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat kualitatif maupun kuantitatif ternak yang bersifat ekonomis. Pada industri perunggasan khususnya penetasan dan pembibitan, aspek yang dianggap berpengaruh besar terhadap kemajuan usahanya adalah sifat-sifat reproduksi ternak yang dipelihara. Sifat-sifat reproduksi yang dimaksud antara lain fertilitas, daya tetas, kematian embrio dan nisbah kelamin. Proses penetasan merupakan salah satu mata rantai produksi ternak unggas yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan usaha produksi unggas air. Telur itik sering mengalami kegagalan menetas dibandingkan dengan telur ayam pada saat di inkubasi dalam mesin tetas. Faktor penting yang dapat menyebabkan telur mengalami kegagalan menetas antara lain adalah temperatur dan kelembaban. Penelitian yang berhubungan dengan tingkat fertilitas, daya tetas, kematian embrio dan nisbah kelamin pada beberapa jenis itik lokal di 40 Indonesia, telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya. Pada dasarnya mereka menggunakan teknik perkawinan secara alami maupun melalui inseminasi buatan IB, untuk melihat hubungan antara faktor genetik dengan lingkungan penetasan terhadap tingkat fertilitas, daya tetas, kematian embrio dan nisbah jenis kelamin yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan untuk menghasilkan anak itik ducklings sebanyak mungkin. Persilangan antar ternak yang hubungan kekerabatannya jauh, akan menimbulkan efek komplementaritas dari kedua tetua pada hasil persilangannya yang disebut hybrid vigor. Penelitian ini diharapkan, menghasilkan jenis itik keturunan F1 yang memiliki sifat-sifat reproduksi yang lebih baik dari tetua murninya dan menguntungkan. Pada penelitian ini dilakukan persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan Cihateup, untuk melihat sifat-sifat reproduksi seperti fertilitas, daya tetas telur, kematian embrio dan nisbah kelamin jantan : betina. Materi dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian berlangsung selama empat bulan, yaitu pada bulan September sampai Desember 2010. Penetasan telur itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀], CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀], AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀] dan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀] dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Materi Penelitian Dalam penelitian ini digunakan itik Cihateup dan itik Alabio sebagai foundation stock. Ternak itik Alabio yang digunakan berasal dari Kalimantan Selatan sebanyak 50 ekor 10 jantan : 40 betina dan itik Cihateup yang berasal dari Jawa Barat sebanyak 50 ekor 10 jantan : 40 betina. Mesin tetas yang digunakan adalah Multiplo Electric Incubator manual buatan Australia dengan kapasitas 10 trays, dalam setiap tray dapat menampung 112 butir telur. Jumlah telur tetas masing-masing jenis itik adalah 352 butir dari itik CC; 241 butir itik AA; 258 butir itik AC dan 437 butir itik CA. Peralatan lain yang digunakan 41 adalah timbangan digital merk O’haus berkapasitas 5 kg, jangka sorong dan teropong telur. Tetua A ♂A♀ C♂C♀ A♂C♀ C♂A♀ Metode Penelitian Itik Alabio dan itik Cihateup dipelihara masing-masing pada kandang koloni dimana jantan dan betina dijadikan satu. Kedua jenis itik ini dipelihara sampai umur bertelur. Perkawinan sesama itik Alabio ♂ x Alabio♀ AA; Cihateup ♂ x Cihateup♀ CC dan persilangan Alabio♂ x Cihateup♀ AC; Cihatep♂ x Alabio♀ CA dilakukan secara alami. Telur yang dihasilkan dari masing-masing jenis itik dikumpulkan dan diseleksi untuk ditetaskan. Telur dikumpulkan setiap pagi, dan dilapdicuci dengan air hangat sebelum ditimbang. Jumlah telur yang dikumpulkan untuk ditetaskan dari setiap jenis itik sebelum masuk mesin tetas, difumigasi terlebih dahulu dengan serbuk KMNO 4 ditambah formalin dan dimasukkan kedalam kotak fumigasi selama 15 menit. Suhu dan kelembaban mesin tetas disesuaikan dengan periode penetasan, yaitu periode setter dengan suhu 38-39 º C dan kelembaban relatif RH 65-66 dan periode hatcher dengan suhu yang lebih rendah 36 º C dan RH sekitar 85-87. Selama periode setter dilakukan pembasahan telur dengan menggunakan kain basah untuk menjaga kelembaban agar seimbang. Pada hari ke 5, 10 dan ke 25 sejak masuk mesin tetas, dilakukan candling. Candling pertama dilakukan pada hari ke 5 untuk melihat telur yang kosong dan fertil, candling ke dua pada hari ke 10 untuk melihat embrio yang hidup dan mati. Pada hari ke 25 telur tetas dipindahkan ke bagian penetasan hatching sampai dengan hari ke 28 dimana telur sudah menetas. Telur yang menetas di hitung jumlahnya untuk menentukan Telur tetas AA Telur tetas CC Telur tetas AC Telur tetas CA 42 daya tetas telur hatchability. Setelah menetas dilakukan sexing untuk memisahan DOD Day Old Duck jantan dan betina. Rancangan Statistik Rancangan statistik yang digunakan pada penelitian tahap pertama ini adalah Rancangan Acak Kelompok RAK, dengan empat perlakuan berupa jenis itik yakni AA, CC, AC dan itik CA dan empat ulangan berupa periode penetasan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analysis of variance Anova, dilanjutkan dengan uji Duncan Steel dan Torrie 1993. Model statistik adalah sebagai berikut : Keterangan: Y ij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i = pengaruh jenis itik β j = Pengaruh periode penetasan ke - j ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Keunggulan rataan keturunan kawin silang F1 terhadap tetuanya, digambarkan dalam heterosis Noor 2008. Heterosis CA = x 100 Heterosis AC = x 100 Keterangan AA : Perkawinan sesama galur itik Alabio CC : Perkawinan sesama galur itik Cihateup AC : Persilangan antara itik Alabio jantan dengan Cihateup betina CA : Persilangan antara itik Cihateup jantan dengan Alabio betina Y ij = µ + α i + β j + ε ij 43 Peubah Peubah yang diamati meliputi : a. Fertilitas, dihitung berdasarkan persentase jumlah telur yang fertil dari jumlah semua telur yang ditetaskan. b. Daya Tetas, dihitung berdasarkan persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil. c. Kematian Embrio, dihitung berdasarkan persentase jumlah telur yang dinyatakan mati pada candling ke dua dibagi jumlah telur yang fertil. d. Nisbah Jantan, dihitung berdasarkan persentase jumlah jantan yang menetas dari jumlah seluruh DOD yang menetas. e. Nisbah Betina, dihitung berdasarkan persentase jumlah betina yang menetas dari jumlah seluruh DOD yang menetas. Gambar 7 Proses penetasan telur itik : a seleksi telur tetas; b fumigasi; c periode setter; d candling; e periode hatcher; f sexing a b c d e f 44 Hasil dan Pembahasan Performa reproduksi dari keempat jenis itik AA, CC, CA dan AC dalam penelitian ini meliputi : fertilitas, daya tetas, kematian embrio dan nisbah kelamin. Fertilitas Persentase fertilitas diperoleh dari jumlah telur yang fertil dibagi dengan jumlah telur yang dieramkan dikali 100. Hasil fertilitas telur tetas dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6, dengan tingkat fertilitas berkisar antara 93.85 – 95.61. Itik tetua AA menghasilkan rataan fertilitas 95.61 dari total telur yang masuk ke inkubator dan CC sebesar 94.88. Itik persilangan AC dan CA memperlihatkan tingkat fertilitas yang juga sangat baik, itik AC menghasilkan rataan tingkat fertilitas sebesar 93.85, sedangkan itik CA sebesar 95.19. Tabel 6 Persentase fertilitas telur itik AA, CC, AC dan itik CA Jenis Itik 1 Fertilitas x ± sd 2 AA 95.61 a ± 2.99 CC 94.88 a ± 3.43 AC 93.85 a ± 2.69 CA 95.19 a ± 1.99 1 Jenis itik : AA Alabio ♂ x Alabio ♀; CC Cihateup ♂ x Cihateup ♀; AC Alabio ♂ x Cihateup ♀; CA Cihateup ♂ x Alabio ♀ a-c Superskrip huruf yang sama dalam lajur yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P0.05 2 sd : Standar deviasi Persentase fertilitas secara keseluruhan menunjukkan persentase yang sangat tinggi di atas 90. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan dan kawin secara alami dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 4 berpengaruh sangat baik terhadap tingkat fertilitas telur tetas yang dihasilkan. Selain itu umur itik yang berumur 9 bulan sehingga telurnya sangat baik untuk ditetaskan. Fertilitas dipengaruhi oleh faktor kebakaanpewarisan seperti bangsa dan galur, juga faktor lingkungan dan faktor-faktor manajemen Gunawan 1988. Tingginya tingkat fertilitas yang diperoleh pada penelitian ini didukung dengan kondisi lingkungan yang cukup baik antara lain nutrisi ransum itik yang 45 berkualitas, rasio jantan betina yang digunakan dan juga manajemen terhadap telur tetas sebelum masuk mesin penetasan. Daya Tetas Daya tetas adalah persentase telur yang menetas terhadap jumlah telur yang fertil. Hasil persentase daya tetas dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pada daya tetas telur antar jenis itik dalam penelitian ini. Persentase daya tetas telur pada penelitian ini berkisar antara 30.48 rendah sampai dengan 61.00 tinggi. Itik persilangan CA menghasilkan persentase daya tetas 61.00 lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan persilangan AC yang hanya 41.93, sementara itik tetua murni hanya AA 46.47, dan CC 30.48 sangat rendah. Tabel 7 Persentase daya tetas telur itik AA, CC, AC dan itik CA Jenis Itik 1 Daya Tetas x ± sd 2 AA 46.47 b ± 8.03 CC 30.48 c ± 4.88 AC 41.93 b ± 4.12 CA 61.00 a ± 3.88 1 Jenis itik : AA Alabio ♂ x Alabio ♀; CC Cihateup ♂ x Cihateup ♀; AC Alabio ♂ x Cihateup ♀; CA Cihateup ♂ x Alabio ♀ a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam lajur yang sama menyatakan perbedaan yang nyata P0.05 2 sd : Standar deviasi Persentase daya tetas telur itik AC dan AA secara statistik tidak berbeda, namun berbeda P0.05 dengan itik CC. Manfaat dari persilangan timbal balik antara Cihateup jantan dengan Alabio betina CA terlihat adanya fenomena heterosis sebesar 58.55 pada sifat daya tetas yang tinggi apabila dibandingkan dengan itik persilangan Alabio jantan dengan Cihateup betina AC yang hanya menghasilkan heterosis sebesar 8.98. Nilai persentase heterosis terhadap daya tetas dari kedua itik persilangan ini, di atas rata-rata daya tetas tetua murni AA dan itik CC. Lasmini et al. 1992 melaporkan bahwa tinggi rendahnya daya tetas tergantung kualitas telur tetas, sarana penetas, keterampilan pelaksana dan kualitas mesin tetasnya. Kemampuan embrio untuk tetap bertahan sampai menetas 46 karena pengaruh faktor genetik, karena adanya kontribusi gen yang diwariskan oleh tetuanya dan juga kondisi lingkungan dalam mesin penetasan yang mendukung. Kematian Embrio Daya ketahanan hidup dari embrio tergantung pada lingkungan mikro dan makro serta komponen didalamnya. Lingkungan makro dari telur tetas seperti faktor suhu, kelembaban ataupun manajemennya. Hasil persentase kematian embrio dari keempat jenis itik dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa jenis itik dalam penelitian ini berpengaruh terhadap kematian embrio yang dihasilkan. Kematian embrio tertinggi diperoleh pada kelompok jenis itik CC 69.52, sementara pada itik AC 58.07, itik AA 53.53 dan yang terendah adalah pada itik CA 39.00. Tabel 8 Persentase kematian embrio itik AA, CC, AC dan itik CA Jenis Itik 1 Kematian Embrio x ± sd 2 AA 53.53 b ± 8.03 CC 69.52 a ± 4.88 AC 58.07 b ± 4.12 CA 39.00 c ± 3.88 1 Jenis itik : AA Alabio ♂ x Alabio ♀; CC Cihateup ♂ x Cihateup ♀; AC Alabio ♂ x Cihateup ♀; CA Cihateup ♂ x Alabio ♀ a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam lajur yang sama menyatakan perbedaan yang nyata P0.05 2 sd : Standar deviasi Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa persentase kematian embrio itik AA dan itik AC tidak berbeda, tetapi berbeda dengan itik CC P0.05, sementara kematian embrio itik CA dengan ketiga jenis itik CC, AA dan itik AC berbeda P0.05. Tingginya tingkat kematian embrio pada itik Cihateup kemungkinan dapat disebabkan karena itik Cihateup belum pernah dilakukan seleksi oleh masyarakat di Jawa Barat, dan juga karena populasinya sedikit, untuk itu diperlukan adanya perbaikan dalam produktivitasnya. Sementara pada itik Alabio secara tidak langsung masyarakat sudah melakukan seleksi dengan melakukan berbagai bentuk unit-unit usaha baik itu unit usaha produksi telur, perbibitan, penetasan yang pada dasarnya memperhatikan kualitas dari itik 47 tersebut. Hal ini membuktikan bahwa persilangan dengan tetua jantan Cihateup dan betina Alabio CA dapat memberikan manfaat efek heterosis yang baik terhadap penurunan tingkat kematian embrio, dibandingkan dengan itik persilangan AC maupun perkawinan sesama Alabio dan sesama Cihateup. Disini jelas terlihat peran dari induk tetua Alabio yang besar terhadap tingkat kematian embrio dari hasil persilangan, yakni pada itik persilangan CA. Harun et al. 2001 menyatakan bahwa tingginya tingkat kematian embrio disebabkan variasi ukuran telur yang ditetaskan, sehingga menimbulkan perbedaan dalam laju metabolisme embrio, dan juga perbedaan evaporasi telur dalam mesin tetas. Setioko 2005, mengatakan bahwa kematian embrio umumnya terjadi di awal penetasan dan disebabkan oleh kondisi dan lamanya penyimpanan telur, urutan clutch, sperma jantan dan umur induk betina. Nisbah Kelamin Nisbah kelamin dapat diartikan sebagai besarnya persentase masing- masing jantan dan betina saat menetas. Pada unggas, ternak jantan memiliki kromosom ZZ homogametik, sedangkan betina memiliki kromosom ZW heterogametik Noor 2008. Penentuan nisbah kelamin pada penelitian ini dilakukan saat itik menetas, dengan melakukan sexing, untuk memisahkan jantan dan betina. Perbandingan jantan dan betina hasil tetas keempat jenis itik AA, CC, AC dan CA dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nisbah kelamin baik jantan maupun betina antar jenis itik tidak berbeda nyata. Tabel 9 Persentase nisbah kelamin itik AA, CC, AC dan itik CA Jenis Itik 1 Nisbah Kelamin Jantan Betina x ± sd 2 x ± sd 2 AA 55.06 a ± 8.60 44.94 a ± 8.60 CC 50.49 a ± 3.91 49.51 a ± 3.91 AC 40.41 a ± 6.62 59.59 a ± 6.62 CA 49.29 a ± 8.29 50.71 a ± 8.29 1 Jenis itik : AA Alabio ♂ x Alabio ♀; CC Cihateup ♂ x Cihateup ♀; AC Alabio ♂ x Cihateup ♀; CA Cihateup ♂ x Alabio ♀ a-c Superskrip huruf yang sama dalam lajur yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P0.05 2 sd : Standar deviasi 48 Persentase Heterosis Pada Tabel 10, disajikan nilai persentase heterosis itik persilangan AC dan itik CA untuk peubah yang diamati antara lain fertilitas, daya tetas dan kematian embrio. Besarnya nilai heterosis itik persilangan AC berkisar antara -5.62 - 8.99, nilai persentase heterosis tertinggi diperoleh pada sifat daya tetas yakni 8.99, sementara tingkat fertilitas sebesar -1.46. Heterosis negatif 5.62 untuk sifat kematian embrio bukan berarti menunjukkan kejelekan, malahan sebaliknya menunjukkan keunggulan karena itik persilangan AC dapat menghasilkan DOD yang mati lebih sedikit. Sementara itik persilangan CA, memiliki nilai persentase heterosis berkisar antara -36.62 - 58.55. Nilai heterosis tertinggi diperoleh pada sifat daya tetas telur sebesar 58.55, sedangkan tingkat fertilitas -0.05 yang berarti itik persilangan CA memiliki tingkat fertilitas yang sama dengan tetua murni. Sementara nilai heterosis negatif 36.62 untuk tingkat kematian embrio merupakan keunggulan tertinggi yang dimiliki, karena itik persilangan CA dapat menghasilkan DOD hidup yang lebih banyak dan memperkecil DOD yang mati saat dalam proses penetasan. Tabel 10 Nilai persentase heterosis fertilitas, daya tetas dan kematian embrio itik persilangan AC dan itik CA Sifat yang diamati Persentase Heterosis Jenis itik 1 AC CA Fertilitas -1.46 -0.05 Daya Tetas 8.99 58.55 Kematian embrio -5.62 -36.62 1 Jenis itik : AC Alabio ♂ x Cihateup ♀; CA Cihateup ♂ x Alabio ♀ Nilai persentase heterosis yang dimiliki kedua itik hasil persilangan AC dan CA dapat menggambarkan keunggulan dari masing-masing persilangan, dibandingkan dengan tetua murni. Besarnya nilai heterosis untuk sifat daya tetas dan kematian embrio yang dimiliki itik persilangan CA, diduga adanya maternal efek dari itik Alabio lebih kuat. Sementara itik persilangan AC dengan induk tetuanya itik Cihateup memiliki tingkat heterosis untuk sifat daya tetas dan kematian embrio yang rendah, diduga maternal efek yang ditimbulkan induk Cihateup tidak sebaik jika induknya Alabio. 49 Pada Tabel 11 menunjukkan urutan terbaik berdasarkan nilai rataan untuk sifat-sifat reproduksi keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA, yang dipelihara selama delapan minggu. Tabel 11 Urutan berdasarkan nilai rataan yang tertinggi dan terendah untuk sifat-sifat yang diamati. Sifat yg diamati Urutan Jenis Itik 1 2 3 4 Fertilitas AA CA CC AC Daya Tetas CA AA AC CC Kematian Embrio CA AA AC CC Keempat jenis itik ini memperlihatkan, bahwa itik hasil persilangan antara Cihateup jantan dengan Alabio betina CA menunjukkan manfaat yang sangat berarti dan bernilai ekonomis, terbukti dengan adanya efek heterosis yang diturunkan dari tetua murni untuk sifat daya tetas dan kematian embrio yang lebih baik dari itik persilangan AC yangmana jantan Alabio dan betina Cihateup. Untuk itik tetua murni yang cukup berperan dengan baik dan masih menunjukkan sifat- sifat keunggulan pada tingkat fertilitas adalah itik tetua AA. SIMPULAN Sifat reproduksi keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA terhadap tingkat persentase daya tetas dan kematian embrio menunjukkan adanya perberbedaan, namun pada tingkat fertilitas dan nisbah kelamin tidak berbeda. Itik persilangan CA memperlihatkan keunggulan dan memberi manfaat terbaik untuk sifat daya tetas dengan menunjukkan tingkat heterosis yang tinggi sebesar 58.55 di atas rataan tetua murni AA dan CC dengan rataan persentase sebesar 61.00, sementara rataan persentase untuk kematian embrio pada itik persilangan CA menunjukkan sebesar 39.00 dengan tingkat heterosis sebesar -36.62. Nilai minus untuk sifat kematian embrio pada itik persilangan CA merupakan keunggulan dibandingkan tetua murni AA dan CC. Sementara itik persilangan AC memperlihatkan keunggulan dengan tingkat heterosis yang rendah untuk sifat daya tetas 8.99 dan kematian embrio -5.62 namun masih memberikan efek heterosis di atas rata-rata tetua murni walaupun kecil. Itik tetua murni yang masih 50 menunjukkan manfaat cukup besar adalah itik AA, hal ini dibuktikan untuk sifat fertilitas telur tetas yang tinggi dibandingkan dengan tetua CC. Dengan demikian terlihat bahwa kombinasi persilangan yang terbaik untuk sifat reproduksi lebih tertuju pada itik perilangan antara itik Cihateup jantan dengan Alabio berina CA, dibandingkan dengan itik persilangan AC Alabio jantan x Cihateup betina. PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap daging, pemeliharaan itik jantan lokal sebagai penghasil daging merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun saat ini terdapat berbagai upaya untuk memperkenalkan daging itik melalui pengembangan itik- itik yang berpotensi sebagai penghasil daging, seperti itik peking, mandalung atau serati Setioko 2003; Suparyanto 2005 namun ketersediaan DOD itik peking yang terbatas, harus di impor dan membutuhkan biaya yang besar sementara serati masih sangat sulit diperoleh karena tingkat daya tetasnya yang rendah saat dalam proses penetasan. Itik lokal seperti Mojosari dan Alabio yang disilangkan menghasilkan itik MA yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak Ciawi berpotensi besar sebagai penghasil daging khususnya untuk itik jantan, dengan rataan bobot badan umur delapan minggu dapat mencapai 1.3 kg, namun dalam hal penyediaan DOD masih sangat terbatas karena fasilitas pendukung sangat kurang Prasetyo et al. 2005. Kecenderungan permintaan produk itik terutama daging itik semakin meningkat, hal ini diduga karena masyarakat sudah mulai tertarik dan beralih ke daging itik lokal yang rasanya relatif lebih gurih seperti ayam kampung. Pada pusat-pusat budi daya itik seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan pada umumnya produksi daging itik belum kontinyu sesuai permintaan pasar. Produksi daging itik terutama berasal dari hasil pembesaran pada saat produksi DOD betina meningkat dan juga dari itik betina afkir. Itik Alabio asal Kalimatan Selatan dan itik Cihateup asal Jawa Barat, memiliki postur tubuh yang besar sesuai dengan salah satu ciri itik penghasil daging, namun dari segi potongan karkas bagian dada dan paha itik Cihateup lebih besar masing-masing sebesar 31.42 dan 28.15 dari itik Alabio yaitu sebesar 25.67 dan 21.33. Kedua itik ini dapat dibedakan dari warna bulu, shank, paruh 52 maupun dari bentuk postur tubuh. Itik Cihateup memiliki postur tubuh yang hampir tegak pada saat berdiri atau berjalan, memiliki paruh dan shank yang hitam berbeda dengan itik Alabio yang postur tubuhnya agak datar, dengan warna paruh dan shank yang kuning. Penerapan teknologi untuk memperbaiki penampilan itik lokal dalam hal produksi daging, baik melalui perbaikan manajemen dan pakan sudah sering dilakukan, sementara melalui seleksi dan persilangan masih jarang dilakukan terhadap itik-itik lokal kita, karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal. Sebenarnya perbaikan genetik merupakan suatu tindakan yang relatif lebih efektif karena akan memberi dampak yang lebih parmanen dibandingkan dengan perbaikan manajemen atau perbaikan pakan. Noor 2008 menjelaskan bahwa crossbreeding merupakan bentuk silang luar. Silang luar berpengaruh dalam meningkatkan proporsi gen-gen yang heterozigot dan menurunkan proporsi gen yang homozigot. Laju peningkatan heterozigositas akibat silang luar tergantung pada perbedaan genetik dari tetuanya. Makin jauh hubungan kekerabatannya antara kedua ternak tersebut, maka makin sedikit kesamaan gen-gennya dan makin besar pula tingkat heterozigositasnya. Oleh sebab itu umumnya crossbreeding menghasilkan peningkatan derajat heterozigositas lebih cepat dibandingkan dengan persilangan lainnya. Persilangan ini pada dasarnya adalah menggabungkan sifat-sifat baik dan memanfaatkan sejauh mungkin efek heterosis atau hybrid vigor yang timbul pada F1. Itik hibrida yang diperoleh dari hasil persilangan, diharapkan memiliki performa yang lebih baik dalam produksi karkas dan daging diatas rata-rata tetua murninya. Program persilangan dalam penelitian ini tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan itik- itik silangan yang siap untuk dipotong atau dijual yang lebih dikenal dengan persilangan terminal. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian perbaikan performa dan produksi karkas itik lokal diarahkan pada kedua jenis itik lokal yakni itik Cihateup dan Alabio. Penelitian ini bertujuan, untuk mengevaluasi efek heterosis hasil persilangan timbal balik antara itik Cihateup dengan Alabio, dan menentukan jenis itik silangan yang terbaik terhadap peforma, produksi karkas dan daging. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi ilmiah 53 untuk pengembangan itik potong ke depan sekaligus sebagai dasar pembentukan galur itik potong di Indonesia. Materi dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian selama lima bulan yakni dari mulai Oktober 2010 sampai Februari 2011. Penelitian pemeliharaan DOD Day Old Duck di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Tenologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Materi Peneltian Materi penelitian terdiri atas DOD jantan umur sehari hasil perkawinan itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀] yang jumlahnya dari masing-masing jenis itik 30 ekor sehingga keseluruhan DOD yang digunakan 120 ekor. Kandang sebanyak 6 buah yang dibagi 4 petak, tiap petak berukuran 1.25 x 1.25 meter. Setiap petak kandang dilengkapi dengan brooder, lampu pijar 75 watt sebagai pemanas sekaligus penerang, tempat makan dan tempat minum. Ransum untuk itik dalam penelitian ini berupa ransum komersial ayam pedaging, sesuai umur 0 – 4 minggu starter, kandungan protein 21-22, ME 2920 Kkalkg dan umur 4 - 8 minggu finisher kandungan protein 19-21, ME 3020 Kkalkg. Daging bagian paha untuk uji sensori dan analisis komposisi asam lemak. Peralatan lain yang digunakan berupa timbangan digital merk O’haus kapasitas 5 kg, selang air, ember, baki, pisau dan freezer. Metode Penelitian DOD hasil perkawinan dan persilangan dari masing-masing jenis itik diberi nomor pada sayap wing band, ditimbang untuk mengetahui bobot hidup awal dan ditempatkan secara acak pada petak-petak kandang berukuran 1.25 x 1.25 m. Setiap petak kandang dilengkapi dengan brooder, alas litter dengan sekam padi dan lampu sebagai penerang yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Ransum komersial ayam pedaging berbentuk crumble diberikan sesuai dengan 54 umur itik dan diberikan 2 kali dalam sehari yakni pagi dan sore, sedangkan air minum ad libitum. Setiap minggu dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot hidup, pertambahan bobot hidup, jumlah ransum dan sisa ransum hingga akhir penelitian. Pemotongan itik dilakukan setelah itik berumur 8 minggu. Sebelum dipotong itik ditimbang terlebih dahulu, untuk mengetahui bobot potong. Setelah dipotong dilakukan proses pencabutan bulu, pemisahan bagian leher dan kepala, kaki dan isi jeroan dari dalam tubuh itik. Selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mendapatkan bobot karkas dan bagian-bagian potongan karkas komersial serta melakukan deboning pada dada dan paha itik. Perhitungan Heterosis Heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturunan kawin silang F1 terhadap tetuanya. Heterosis diukur berdasarkan keunggulan rataan performa itik silangan terhadap rataan tetuanya dengan rumus menurut Noor 2008 sebagai berikut : Heterosis = x 100 Nilai heterosis persilangan timbal balik antara Alabio dengan Cihateup adalah : Heterosis CA = x 100 Heterosis AC = x 100 Prediksi pendugaan dari setiap persilangan dapat dilakukan dengan mengetahui parameter-parameter seperti direct additive effect, maternal additive effect, direct dominance effect, dan maternal dominance effect melalui program GENUP Kinghorn 2010. 55 Tabel 12 Perhitungan pendugaan parameter pada crossbreeding Jenis perkawinan Ad1 Ad2 Am1 Am2 Dd Dm Bangsa 1 1 1 Bangsa 2 1 1 F1 1x2 12 ½ 1 1 F1 2x1 12 ½ 1 1 Backcross 1x12 34 ¼ ½ 12 ½ 1 Backcross 2x21 14 ¾ ½ 12 1,2 1 Sintetik seimbang 1,2 ½ ½ ½ ½ ½ ½ Sintetik optimum 1,2 0.63 0.37 0.63 0.37 0.47 0.47 Rotasi 1,2 ½ ½ ½ ½ 0.67 0.67 Ad1: Direct additive effect 1; Ad2: Direct additive effect 2; Am1: Maternal additive effect 1; Am2 : Maternal additive effect 2; Dd: Direct dominance effect ; Dm : Maternal dominance effect Direct dominance effect Dd sama dengan heterosis yakni selisih antara rataan persilangan dengan rataan kelompok murninya atau dengan rumus : Dd = rataan performa persilangan – rataan performa kelompok murni. Maternal dominance effect Dm yakni setengah dari Direct dominance effect Dd atau dengan rumus : Dm = ½ Dd Direct aditive effect Ad sama dengan selisih antara performa bangsa dengan nilai Maternal aditive effect Am bangsa tersebut atau dengan rumus : Ad = performa kelompok murni – Am Maternal additive effect Am sama dengan perbedaan maternal yaitu selisih antara rataan persilangan resiprokolnya atau dengan rumus : Am = performa persilangan AC – performa persilangan CA2 Rancangan Statistik Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Adapun perlakuannya adalah empat jenis itik yaitu Cihateup x Cihateup CC, Alabio x Alabio AA dan persilangan Cihateup x Alabio CA, Alabio x Cihateup AC. Penelitian ini akan menggunakan DOD hasil keturunan pertama F1, yang merupakan final stock. 56 Model dari rancangan ini adalah sebagai berikut : Keterangan : Y ij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i = pengaruh perlakuan ke- i ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analysis of variance Anova, jika perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Steel dan Torrie 1993. Peubah Peubah yang diukur dan diamati dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bobot hidup awal BHo : Penimbangan bobot badan awal DOD dilakukan pada hari ketiga setelah telur menetas. b. Bobot hidup akhir BHt : Penimbangan bobot badan akhir dilakukan pada akhir penelitian yakni pada umur delapan minggu c. Pertambahan bobot hidup PBH : Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal pengamatan pada periode tertentu. d. Konsumsi ransum: Konsumsi ransum setiap minggu diperoleh dengan cara menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan selama satu hari dengan sisa ransum yang ada dalam tempat makanan pada hari yang sama dan membaginya dengan jumlah itik yang ada, kemudian jumlah ransum harian tersebut dijumlahkan sampai satu minggu. Konsumsi ransum kumulatif selama penelitian dihitung dengan cara menjumlahkan rataan konsumsi setiap minggunya. e. Konversi ransum: Konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi selama delapan minggu dengan pertambahan bobot badan pada periode tersebut. Y ij = µ + α i + ε ij 57 f. Bobot potong : Diperoleh dengan menimbang bobot badan itik sesaat sebelum dipotong. g. Karkas : Diperoleh dengan menimbang bobot itik yang telah dipotong, dan sudah dibersihkan dari bulu, kepala, kaki dan isi jeroan. h. Potongan komersial karkas : Diperoleh dengan cara menimbang bagian dada, paha, sayap, punggung dan pinggu. i. Persentase daging dan tulang : Dihitung berdasarkan persentase daging dada dan paha terhadap tulang dada dan paha. Ukuran-ukuran Tubuh a. Panjang paruh cm, jarak antara pangkal maxilla sampai ujung maxilla, diukur dengan jangka sorong. b. Lebar paruh cm, diukur dari pinggir paruh bagian luar sebelah kiri dan kanan, dengan menggunakan jangka sorong. c. Tinggi kepala cm, diukur pada bagian kepala yang paling tinggi dengan menggunakan jangka sorong. d. Panjang kepala cm, diukur dari pangkal paruh hingga kepala bagian belakang, menggunakan jangka sorong. e. Panjang leher cm, diukur dari tulang first cervical vetebrae sampai dengan last cervical vetebrae menggunakan pita ukur. f. Panjang tibia cm, yaitu dari persendian pangkal tulang atas tulang tibia sampai dengan persendian bawah tulang tibia, diukur dengan menggunakan pita ukur. g. Panjang femur cm, diukur dari pangkal tulang femur sampai ujung tulang femur pada persendian tulang lutut patella dengan pita ukur. h. Panjang sternum cm, diukur sepanjang tulang sternum dengan pita ukur. i. Panjang punggung cm, diukur dari tulang last cervical vertebra hingga pangkal tulang ekor vertebra caudales menggunakan pita ukur. j. Panjang sayap cm, merupakan jarak antara pangkal tulang humerus sampai tulang phalangens, diukur dengan menggunakan pita ukur. k. Panjang jari ketiga cm, diukur dari pangkal sampai ujung jari ketiga menggunakan jangka sorong. 58 Gambar 9 a petak kandang pemeliharaan; b pembesaran itik ; c penimbangan itik umur delapan minggu dan d tempat proses pemotongan itik Gambar 8 a penimbangan DOD untuk mengetahui bobot awal dan b kandang indukan brooder untuk pemeliharaan DOD sampai umur 3 minggu a b a b c d 59 Hasil dan Pembahasan Penampilan Itik Penelitian Itik yang digunakan dalam penelitian memiliki penampilan warna berbeda, yang mencirikan ciri khas itik-itik tersebut. Falconer dan Meckay 1996 menyebutkan bahwa ragam genetik dan ragam lingkungan bersama-sama membentuk ragam fenotip yang menyebabkan adanya perbedaan penampilan individu. Penampilan itik umur 1 hari dan umur potong 8 minggu dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini. Gambar Keterangan A Itik Alabio jantan dan betina umur 1 hari Ciri-ciri Jantan dan betina memiliki paruh dan kaki berwarna kuning pucat, leher, dada, perut berwarna kuning, bulu sayap dan punggung warna coklat kelam, serat memiliki garis mata seperti alis. B Itik Alabio jantan umur potong 8 minggu Ciri-ciri Paruh dan kaki berwarna kuning cerah; memiliki warna bulu abu kehitaman dengan totol coklat dibagian punggung; ujung sayap, ekor, dan kepala sedikit kehitam-hitaman, dan memiliki pola garis mata seperti alis. Gambar Keterangan C Itik Cihateup jantan dan betina umur 1 hari Ciri-ciri Paruh dan kaki berwarna hitam, memiliki warna bulu coklat kelam D Itik Cihateup jantan umur potong 8 minggu Ciri-ciri Paruh dan kaki berwarna hitam, memiliki warna bulu coklat kehitaman, bahkan bulu disekitar kepala mengarah kehitaman. b a c d 60 Gambar Keterangan E Itik persilangan AC jantan dan betina umur 1 hari Ciri-ciri Jantan dan betina memiliki paruh dan kaki berwarna hitam seperti Cihateup tetapi memiliki warna bulu dan garis mata hitam menyerupai alis seperti Alabio. F Itik persilangan AC jantan umur potong 8 minggu Ciri-ciri Paruh berwarna hitam keabuan, kaki berwarna kuning kehitaman, memiliki garis mata menyerupai alis mata, dibagian bawah leher berwarna putih. Bulu punggung berwarna coklat kelam dengan totol-totol hitam, bagian ujung ekor hitam, dan ujung sayap hijau kebiruan. Gambar Keterangan G Itik persilangan CA jantan dan betina umur 1 hari Ciri-ciri Paruh dan kaki berwarna hitam kelam seperti Cihateup tetapi memiliki warna bulu dan garis mata hitam menyerupai alis seperti Alabio, jantan bulu lebih hitam, betina agak coklat cerah. H Itik persilangan CA jantan umur potong 8 minggu Ciri-ciri Paruh berwarna hitam keabuan, kaki berwarna kuning kehitaman, memiliki garis mata, menyerupai alis mata, dibagian bawah leher berwarna putih. Bulu punggung berwarna coklat kelam dengan totol-totol hitam, bagian ujung ekor hitam, dan ujung sayap hijau kebiruan. Karakteristik Ukuran Tubuh Itik Penelitian Penampilan seekor ternak termasuk itik sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan genotip serta interaksi antar keduanya. Selain warna bulu, beberapa ukuran tubuh yang di miliki itik lokal dapat merupakan ciri khas dari itik tersebut, seperti ukuran panjang leher, panjang sayap, panjang badan, panjang dada sternum , panjang paha femur, dan panjang betis tibia. Penampilan e f g h 61 ukuran tubuh sangat menentukan besar kecilnya ternak Noor 2008; Falconer dan Mackay 1996. Ukuran-ukuran tubuh dapat dijadikan parameter dalam pertumbuhan. Tabel 13 memperlihatkan ukuran tubuh itik Alabio dan itik Cihateup yang digunakan sebagai tetua murni dalam penelitian. Tabel 13 Rataan ukuran tubuh itik Alabio dan Cihateup umur 12 bulan Ukuran tubuh Alabio Cihateup Jantan n:10 Betina n:40 Jantan n:10 Betina n:40 x ± sd x ± sd x ± sd x ± sd ----------------------------------cm-------------------------------------- Panjang paruh 6.59±0.29 6.04±0.25 6.79±0.31 6.45±0.30 Lebar paruh 2.82±0.07 2.69±0.10 3.03±0.12 2.84±0.14 Tinggi kepala 4.27±0.38 4.08±0.23 4.23±0.33 4.05±0.11 Panjang kepala 5.86±0.20 5.43±0.34 6.72±0.19 6.18±0.19 Panjang leher 20.10±0.88 18.75±0.95 24.36±1.33 20.93±0.91 Panjang sayap 27.40±1.17 22.45±1.36 28.87±1.04 26.83±1.30 Panjang punggung 24.65±1.29 21.23±1.17 24.09±0.46 23.65±1.37 Panjang sternum 12.90±0.70 11.28±0.63 12.32±1.47 11.15±0.39 Panjang femur 6.90±0.32 6.25±0.57 7.26±0.50 6.45±0.53 Panjang tibia 10.50±0.47 9.93±0.68 12.32±0.38 11.14±0.51 Panjang tarsometatarsus 5.95±0.37 5.76±0.45 5.97±0.39 5.81±0.41 Panjang jari ketiga 6.03±0.23 5.80±0.37 6.83±0.35 6.52±0.42 Berdasarkan Tabel 13 di atas secara deskriptif, dapat dijelaskan bahwa Ukuran tubuh yang membedakan itik Cihateup dengan itik Alabio antara lain adalah panjang leher, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Ukuran ini pada itik Cihateup jantan dan betina lebih panjang dari itik Alabio jantan dan betina. Sementara ukuran panjang punggung pada itik Cihateup betina lebih panjang dari itik Alabio betina. Perbedaan ukuran tubuh tersebut membuat penampilan itik Cihateup lebih panjang dari itik Alabio. Selanjutnya yang membedakan itik Alabio dengan itik Cihateup adalah ukuran panjang sternum. Panjang tulang sternum itik Alabio lebih panjang dari itik Cihateup. Sementara ukuran punggung itik Alabio jantan lebih panjang dibandingkan itik Cihateup jantan. Bagian-bagian ukuran tubuh yang membedakan kedua itik tersebut, dapat dipastikan karena pengaruh lingkungan dimana itik-itik ini hidup. Ukuran panjang paha, sayap dan leher yang menjadi khas itik Cihateup karena itik ini dikenal sebagai itik gunung. Itik Alabio memiliki ukuran tulang sternum yang lebih 62 panjang, hal ini karena kebiasaan hidup itik ini lebih banyak pada daerah perairan, dan suka berenang. Pertumbuhan Performa pertumbuhan dari keempat janis itik AA, CC, AC dan itik CA disajikan pada Tabel 14 dimulai dari periode awal pemeliharaan dengan mengetahui bobot hidup awal BHo, bobot hidup akhir BHt dan pertambahan bobot hidup kumulatif PBH. Tabel 14 Rataan bobot hidup awal BHo, bobot hidup akhir BHt dan pertambahan bobot hidup PBH itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah 1 Jenis Itik 2 AA n:30 CC n:30 AC n:30 CA n:30 x ± sd 3 x ± sd x ± sd x ± sd BHo ge 50.30 a ± 2.94 41.10 c ± 2.81 50.23 a ± 3.01 45.63 b ± 1.08 BHt ge 1340.37 b ± 20.92 1343.13 b ±44.33 1350.33 b ± 38.28 1436.43 a ± 47.43 PBH ge 1290.07 b ± 21.47 1302.03 b ± 42.89 1300.10 b ± 41.03 1390.97 a ± 47.03 1 BHo : bobot hidup awal, BHt : Bobot hidup akhir, PBH : Pertambahan bobot hidup 2 Jenis itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀]. a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam baris yang sama menyatakan perbedaan yang nyata P0.05 3 sd : Standar deviasi Tabel 14 menunjukkan bahwa rataan bobot hidup awal BHo itik AA dan AC tidak berbeda, dibandingkan itik CC dan itik CA. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot hidup awal itik AA dan itik AC lebih besar P0.05 dari jenis itik CA dan CC sementara itik CA lebih besar P0.05 dari jenis itik CC. Perbedaan bobot awal BHo dalam penelitian ini disebabkan oleh bobot telur tetas diantara keempat jenis itik ini, dimana bobot telur tetas itik AA adalah 63.22g, itik CC adalah 59.76g, itik persilangan AC adalah 63.28g dan itik CA adalah 63.06g. Bobot hidup akhir BHt yang dicapai oleh itik CA 1436.43g lebih besar P0.05 dibandingkan dengan jenis itik AC 1350.33g, itik CC 1343.13 g dan itik AA 1340.37g. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa bobot hidup awal tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir pada itik CA yang memiliki bobot hidup 63 akhir lebih tinggi. Itik AA dan AC yang memiliki bobot hidup awal tinggi. tetapi bobot hidup akhirnya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Muliana et al. 2001 menjelaskan bahwa bobot tetasbobot hidup awal ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot potong bobot hidup akhir pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu. Hal ini disebabkan karena bobot tetas sangat dipengaruhi oleh besar telur dan perkembangan embrio, sedangkan kemampuan pertumbuhan ditentukan oleh gen-gen penentu bobot badan, jenis kelamin dan umur. Grafik bobot hidup BH keempat jenis itik selama delapan minggu disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Grafik bobot hidup BH itik AA, CC, CA dan itik AC Pada Tabel 14 di atas memperlihatkan pula pertambahan bobot hidup PBH yang diperoleh itik CA 1390.97g lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan tiga jenis itik lainya yakni AA 1290.07g, CC 1302.03g dan itik AC 1300.10g. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan jenis itik CA lebih memperlihatkan efek heterosis yang cukup tinggi pada performa pertumbuhan dengan betina Alabio maternal yang lebih kuat, dibandingkan dengan AC yang betinaanya Cihateup. Gambar 11 memperlihatkan grafik pertambahan bobot hidup PBH maksimum keempat jenis itik yang merupakan titik infleksi atau puncak tertinggi. Titik infleksi secara berturut-turut pada jenis itik AA, CC dan itik CA dicapai pada minggu ketiga, sedangkan pada itik AC titik infleksi terjadi minggu keempat. Dapat dijelaskan bahwa jenis itik AA, CC dan itik CA antara umur 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1 2 3 4 5 6 7 8 Bo b o t h id u p g Umur minggu ke CC AC AA CA 64 1 hari – 3 minggu dan itik AC 1 hari – 4 minggu terjadi laju pertumbuhan akselerasi atau peningkatan kecepatan pertumbuhan, setelah itu sampai dengan umur 8 minggu mengalami pertumbuhan deselerasi atau penurunan kecepatan pertumbuhan. Titik infleksi dari masing-masing jenis itik berfungsi untuk mengetahui puncak pertumbuhan tertinggi dan diharapkan nantinya dalam pemberian ransum dapat diberikan sebelum tercapainya titik infleksi, sehingga itik benar-banar dapat memanfaatkan gizi yang ada untuk pertumbuhan yang optimal. Gambar 11 Grafik pertambahan bobot hidup PBH itik AA, CC, AC dan itik CA Konsumsi dan Konversi Ransum Konsumsi ransum kumulatif merupakan banyaknya ransum yang dikonsumsi tiap ekor itik selama pemeliharaan. Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum dari keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA di sajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah Jenis Itik 1 AA n:30 CC n:30 AC n:30 CA n:30 x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Konsumsi Ransum Kumulatif ge 3597.57 ab ± 88.81 3677.14 a ±58.45 3446.67 c ±102.33 3523.93 bc ±83.08 Konversi Ransum 2.79 ab 2.83 a 2.66 cb 2.54 c 1 Jenis itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀]. a-c Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada P0.05 2 sd : Standar deviasi 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 P ertam b ah an b o b o t h id u p g Umur minggu ke AC CC AA CA 65 Berdasarkan Tabel 15 dapat dijelaskan bahwa konsumsi ransum kumulatif tertinggi pada itik CC 3677.14g dan terendah pada itik AC 3446.67g. Secara statistik menunjukkan bahwa konsumsi ransum itik CC 3677.14 g tidak berbeda dengan itik AA, tetapi lebih tinggi P0.05 dari itik CA dan itik AC. Namun konsumsi itik AA sendiri, tidak berbeda dengan itik CA, tetapi berbeda nyata P0.05 dengan itik AC, sementara konsumsi ransum itik CA dan itik AC tidak berbeda P0.05. Jika diperhatikan dengan cermat konsumsi ransum kumulatif itik persilangan AC dan itik CA lebih sedikit 3446.57gekor dan 3523.93gekor, namun memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot hidup akhir yang lebih tinggi 1350.33gekor dan 1436.43gekor jika dibandingkan dengan tetua murni itik AA dan itik CC. Dapat dikemukakan bahwa itik AC dan itik CA lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging. Hal ini sejalan dengan pendapat Prasetyo et al. 2005 bahwa dengan adanya perbaikan manajemen pemeliharaan, misalnya saja penetapan kebutuhan gizi itik pejantan, bentuk ransum, dan manajeman frekuensi pemberian ransum dan bentuk tempat pakan, dapat meningkatkan bobot badan itik yang dicapai lebih tinggi. Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot hidup akhir. Pada Tabel 15 memperlihatkan bahwa konversi ransum keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA dengan konversi ransum terendah dimiliki pada itik CA 2.54 diikuti itik AC 2.66, itik AA 2.79 dan yang tertinggi pada itik CC 2.83. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa konversi ransum itik tetua CC dan itik AA tidak berbeda P0.05, namun terhadap itik persilangan AC dan itik CA berbeda nyata P0.05. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan dapat memperbaiki konversi ransum. Menurut Ketaren dan Prasetyo 2007 bahwa perbaikan konversi ransum dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu 1 pendekatan genetik dengan memproduksi ternak yang lebih produktif dan efisien; 2 melalui teknologi pakan dengan menetapkan kebutuhan gizi untuk itik pada berbagai umur yang lebih tepat serta 3 manajemen pemberian pakan terutama supaya untuk mengurangi jumlah pakan yang terbuangtercecer yang sering terjadi pada ternak itik. Perbaikan efisiensi ransum yang terjadi pada itik persilangan AC dan itik CA diwujudkan dalam bentuk daging pada bagian dada dan paha. 66 Karkas dan Potongan Karkas Komersial Karkas merupakan organ tubuh yang masak lambat. Seiring dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat. Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dada, paha, punggung, pinggul dan sayap dari masing-masing jenis itik AA, CC, AC dan itik CA selama penelitian disajikan pada Tabel 16. Pada tabel tersebut tampak bahwa produksi karkas dapat dilihat dari bobot potong, semakin tinggi bobot potong maka produksi karkas semakin meningkat. Tabel 16 Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan bagian- bagian potongan karkas komersial itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah Jenis itik 1 AA n:30 CC n:30 AC n:30 CA n:30 x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Bobot Potong g 1328.83 a ±26.67 1323.87 a ±53.26 1340.57 a ±34.90 1412.80 b ±33.88 Karkas g 836.47 a ± 19.08 812.13 a ±31.23 832.27 a ±25.26 900.50 b ±25.48 Karkas 62.95 ab ± 0.89 61.36 c ± 0.98 62.08 bc ± 0.40 63.74 a ± 0.65 dari bobot karkas Dada 27.19 a ± 0,97 24.97 b ± 1.78 25.43 b ± 1.18 25.81 ab ± 0.64 Paha 25.22 c ± 0,45 27.17 b ± 1.15 28.85 a ± 0.63 26.56 b ± 0.78 Punggung 14.03 a ± 0,62 14.26 a ± 1.34 14.02 a ± 0.49 15.18 a ± 0.89 Pinggul 15.55 a ± 0,39 14.32 a ± 0.52 14.57 a ± 1.33 15.06 a ± 0.42 Sayap 18.01 b ± 0,76 19.27 a ± 1.20 17.12 b ± 1.20 17.37 b ± 0.45 1 Jenis itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀]. a-c Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0.05 2 sd : Standar deviasi Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot potong dan bobot karkas itik CA 1412.80g; 900.50g lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan ketiga itik lainnya yakni itik AA 1328.83g; 836.47g, itik CC 1323.87g; 812.13g dan itik AC 1340.57g; 832.27g. Persentase karkas pada itik CA 63.74 lebih tinggi dibandingkan dengan itik CC yang memiliki persentase karkas lebih rendah 61.36 dan secara statistik menunjukkan itik CA lebih besar P0.05 dari itik CC 61.36 dan itik AC 62.08 tetapi, tidak berbeda dengan itik AA 62.95, sementara itik AA lebih besar P0.05 dari itik CC. Umur pemotongan sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas dari ternak unggas. Soeparno 1998 menyatakan bahwa pada unggas persentase 67 karkas meningkat selama pertumbuhan, pertambahan umur dan kenaikan bobot badan. Sunari et al. 2001 menjelaskan bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup sering digunakan sebagai ukuran produksi daging dalam bidang peternakan. Tabel 16 memperlihatkan bahwa persentase potongan karkas berdaging seperti dada dan paha juga bagian karkas tak berdaging seperti punggung, pinggul dan sayap dari keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA menunjukkan adanya perbedaan. Persentase karkas berdaging bagian dada, itik AA lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan itik CC dan itik AC namun dengan itik CA tidak berbeda, sama halnya itik CA tidak berbeda dengan itik CC dan itik AC. Tingginya persentase potongan karkas komersial bagian dada itik AA dan CA, diduga karena ukuran panjang tulang dada sternum itik Alabio besar, diturunkan ke itik CA, dimana peran induk Alabio sangat besar. Sementara untuk persentase bagian paha itik AC lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan itik CC, CA dan itik AA, sementara itik CC dan itik CA sendiri tidak berbeda tetapi terhadap itik AA berbeda P0.05. Tingginya persentase bagian paha pada itik AC diduga diturunkan dari induk CC yang memiliki ukuran panjang tulang paha besar. Persentase bagian karkas yang tak berdaging seperti punggung dan pinggul keempat jenis itik AA, CC, AC, dan itik CA tidak berbeda, sementara terhadap persentase sayap, terlihat bahwa itik CC lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan ketiga itik AA, CA dan itik AC. Soeparno 1998, menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan fisiologi dan nutrisi mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh dan karkas pada ternak. Pada bangsa yang sama, komposisi tubuh dan karkas dapat berbeda dan menjadi karakteristik ternak tersebut. Persentase Daging dan Tulang Persentase daging dan tulang bagian dada dan paha keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik AC dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil statistik menunjukkan persentase daging dan tulang bagian dada dan paha keempat jenis itik berbeda. Persentase daging bagian dada itik CA 85.67 lebih tinggi P0.05 dari itik CC 82.40, itik AC 83.73 dan itik AA 83.93. Persentase tulang dada 68 itik CA 14.33 lebih rendah P0.05 dibandingkan ketiga kelompok itik AA 16.07, itik CC 17.60 dan itik AC 16.27. Untuk Persentase daging dan tulang pada bagian paha, menunjukkan bahwa itik AC memiliki persentase daging paha 86.62 lebih tinggi P0.05 dibandingkan dengan itik CA 85.48, AA 84.48 dan itik CC 83.24 sementara itik CA lebih tinggi P0.05 dari itik AA dan itik CC, dan itik AA lebih tinggi P0.05 dari itik CC. Persentase tulang paha itik AC 13.38 lebih rendah P0.05 dibandingkan dengan itik CA 14.52, itik AA 15.52 dan itik CC 16.76, sementara itik CA lebih rendah P0.05 dari itik AA dan itik CC, dan itik AA sendiri lebih rendah P0.05 dari itik CC. Tabel 17 Rataan persentase daging dada dan paha, rasio daging dan tulang itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah Jenis Itik 1 AA n:30 CC n:30 AC n:30 CA n:30 x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Dada Daging 83.90 b ± 1.82 82.38 b ± 0.92 83.53 b ± 1.30 85.55 a ± 0.99 Tulang 16.10 a ± 1.82 17.62 a ± 0.92 16.47 a ± 1.30 14.45 b ± 0.99 Rasio dagingtulang 5.35 b ± 0.74 4.73 b ± 0.33 5.18 b ± 0.48 6.02 a ± 0.49 Paha Daging 84.47 c ± 0.42 83.22 d ± 0.68 86.45 a ± 0.44 85.73 b ± 0.46 Tulang 15.53 b ± 0.42 16.78 a ± 0.68 13.55 d ± 0.44 14.27 c ± 0.46 Rasio dagingtulang 5.47 c ± 0.19 4.99 d ± 0.24 6.42 a ± 0.25 6.06 b ± 0.24 1 Jenis itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀]. a-d Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada P0.05 2 sd : Standar deviasi Hasil analisis statistik terhadap perbandingan daging dan tulang meat bone ratio memperlihatkan bahwa itik persilangan CA lebih besar P0.05 proporsi otot daging dada dibandingkan dengan ketiga jenis itik yang lain, sementara itik persilangan AC lebih besar P0.05 pada otot daging paha, diikuti itik CA, AA dan yang terendah adalah itik CC. Hasil persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan itik Cihateup secara genetik mewariskan sifat-sifat yang berbeda pada bagian-bagian otot daging untuk itik AC dan itik CA. Pewarisan sifat-sifat yang bernilai ekonomis ini diduga adanya peran dari maternal efek pengaruh induk lebih besar. Itik AC persentase otot daging bagian paha lebih besar yang diduga diwariskan dari induk Cihateup, dan hal ini dapat dibuktikan 69 dari ukuran tubuh seperti panjang paha itik Cihateup yang panjang. Sementara itik CA bagian persentase otot daging dada yang terbesar, diduga diwariskan dari induk Alabio, yang juga memiliki ukuran panjang sternum yang lebih panjang. Nilai Heterosis Nilai heterosis dapat menggambarkan apakah keturunan hasil persilangan timbal balik antara itik Alabio dan itik Cihateup, memiliki keunggulan di atas rata-rata tetua murni yakni itik Alabio AA maupun itik Cihateup CC atau tidak. Besarnya nilai persentase heterosis itik persilangan AC dan itik CA berdasarkan sifat-sifat yang diamati dapat dilihat pada Tabel 18. Besarnya nilai heterosis itik persilangan AC berkisar antara -8.15 – 10.14 dengan nilai persentase heterosis tertinggi pada persentase paha 10.14, sedangkan nilai heterosis terendah pada persentase karkas -8.15. Besarnya nilai heterosis itik CA berkisar antara -6.81 – 9.24 dengan nilai heterosis tertinggi pada bobot karkas 9.24, dan terendah pada persentase sayap -6.81. Tabel 18 Nilai persentase heterosis itik persilangan AC dan itik CA Sifat yang diamati Jenis Itik AC CA Bobot badan awal 9.91 -0.15 Bobot badan akhir 0.64 7.06 Pertambahan bobot badan akhir 0.31 7.32 Konversi Pakan -5.34 -9.61 Bobot Potong 1.07 6.52 Bobot Karkas 0.97 9.24 Dada -2.49 -1.04 Paha 10.14 1.39 Punggung -0.88 7.32 Pinggul -2.44 0.84 Sayap -8.15 -6.81 Daging dada -1.03 3.02 Daging paha 3.12 1.91 Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa nilai heterosis yang diperoleh kedua jenis itik persilangan AC dan itik CA ada yang positif dan ada yang negatif. Nilai heterosis positif berarti dengan melakukan persilangan dapat meningkatkan sifat-sifat yang diinginkan pada individu hasil persilangannya, 70 sedangkan nilai heterosis negatif menunjukkan bahwa dengan melakukan persilangan tidak memberikan hasil yang baik, karena sifat-sifat yang diinginkan lebih rendah dari rataan itik tetuanya. Namun pada hasil penelitian ini, dapat dikemukakan bahwa sifat konversi pakan dari kedua jenis itik persilangan AC dan CA nilainya negatif itu bukan berarti nilai heterosisnya jelek, namun sebaliknya sangat bagus karena merupakan keunggulan dari masing-masing itik, karena itik persilangan mampu mengkonsumsi ransum dalam jumlah sedikit dan dapat memanfaatkannya secara efisien, sehingga bobot akhir dapat ditingkatkan. Persilangan antara itik Alabio dan itik Cihateup dalam penelitian ini menghasilkan dua galur itik yang berbeda pada sifat-sifat yang diamati. Falconer dan Mackay 1996 menyatakan bahwa salah satu tujuan persilangan adalah pemanfaatan heterosis yaitu memperoleh ternak keturunan yang memiliki rataan produksi lebih baik dibandingkan rataan produksi tertuanya. Tabel 19 Urutan jenis itik berdasarkan nilai rataan untuk setiap sifat yang diamati Sifat yang diamati Urutan jenis itik 1 1 2 3 4  Performa Bobot hidup awal ge AA AC CA CC Bobot hidup akhir ge CA AC CC AA Pertambahan bobot hidup ge CA CC AC AA Konsumsi ransum ge AC CA AA CC Konversi ransum CA AC AA CC  Karkas dan Potongan Karkas Bobot potong ge CA AC AA CC Karkas CA AA AC CC Dada AA CA AC CC Paha AC CC CA AA Punggung CA CC AA AC Pinggul AA CA AC CC Sayap CC AA CA AC  Potongan daging Daging bagian dada CA AA AC CC Daging bagian paha AC CA AA CC 1 Jenis itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀]; CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀]; dan persilangan CA [Cihateup ♂ x Alabio ♀]; AC [Alabio ♂ x Cihateup ♀]. Kedekatan itik hasil persilangan dengan kedua tetuanya, memberikan peran cukup penting hal ini dapat dilihat susunannya berdasarkan sifat-sifat yang diamati. Tabel 19 memperlihatkan urutan sifat-sifat unggul dari itik persilangan 71 AC dan itik CA terhadap tetua murninya. Itik tetua murni yang berpotensi dan memiliki beberapa sifat keunggulan adalah itik AA. Sifat keunggulan yang dimiliki itik AA adalah bobot awal BHo, persentase potongan komersial bagian dada, dan pinggul yang tinggi, sementara itik CC hanya memiliki keunggulan pada bagian sayap. Itik persilangan CA memiliki sifat keunggulan dan memberi manfaat yang lebih banyak antara lain pada: bobot hidup akhir BHt, pertambahan bobot hidup PBH, konversi ransum, bobot potong, persentase karkas, persentase punggung dan potongan daging bagian dada, sementara itik persilangan AC unggul pada sifat konsumsi ransum dan persentase paha. Hal ini sesuai dengan tujuan persilangan yaitu menghasilkan itik hibrida F1 yang dapat meningkatkan performa dan produksi karkas serta daging yang lebih baik dari itik tetua murni. Selain mengetahui hasil dari persilangan timbal balik antara itik Cihateup dengan Alabio, penelitian ini juga mencoba untuk memprediksi persilangan terbaik antara itik Cihateup dengan itik Alabio pada beberapa bentuk persilangan yang lain Tabel 20. Persilangan yang dilakukan pada dua bangsa unggas air menurut Noor 2001 yakni persilangan reciprocal, backcross, sintetik seimbang, sintetik optimum dan persilangan rotasi. Tabel 20 Prediksi perhitungan performa dan persentase potongan karkas pada berbagai persilangan antara itik Alabio dengan itik Cihateup dengan GENUP Performa 2 Jenis persilangan 1 A x A C x C F1 AxC F1 CxA BCr AAC BCr CCA Sint, Smbg Sint, Optm Rotasi BHo g 50.3 41.1 50.23 45.63 51.38 44.48 47.37 48.47 47.94 BHa g 1340.37 1343.13 1350.33 1436.43 1371.17 1415.60 1380.47 1377.79 1393.64 PBH g 1290.07 1302.03 1300.1 1390.97 1319.83 1371.24 1333.16 1329.38 1345.78 B.Potong g 1328.83 1323.87 1340.57 1412.8 1359.87 1393.50 1364.10 1362.48 1214.42 Karkas g 836.47 812.13 832.27 900.5 855.42 877.39 855.88 857.15 866.62 Dada 27.19 24.97 25.43 25.81 26.27 24.97 25.74 26.04 25.62 Paha 25.22 27.17 28.85 26.56 27.62 27.79 27.33 27.01 27.71 Punggung 14.03 14.26 14.02 15.18 14.25 14.95 14.49 14.44 14.60 Pinggul 15.55 14.32 14.57 15.06 14.39 15.25 14.85 15.01 14.81 Sayap 18.01 19.27 17.12 17.37 16.87 17.62 17.59 17.49 17.23 1 A : Alabio; C : Cihateup; BCr : backcross; Sint Smbg : Sintetik Seimbang; Sint Optm : Sintetik Optimum 2 BHo : Bobot hidup awal; BHt : Bobot hidup akhir; PBH : Pertambahan bobot hidup; B.potong : Bobot Potong Sumber : Kinghorn 2010 72 Pada Tabel 20 di atas disajikan hasil prediksi beberapa jenis persilangan, untuk mengetahui performa, dan persentase karkas dari persilangan itik Alabio dan Cihateup yang dipelihara selama delapan minggu. Tampak bahwa hasil persilangan itik jantan Cihateup dengan betina Alabio CA, memiliki performa bobot hidup akhir, pertambahan bobot hidupbobot potong, dan bobot karkas lebih tinggi di antara hasil persilangan yang lainnya. Bila akan melakukan persilangan yang lain misalnya saja backcross yang hasilnya lebih baik dapat dilakukan perkawianan antara betina hasil persilangan CA dengan pejantan Cihateup. Apabila persilangan yang diinginkan bertujuan untuk membentuk kelompok itik sintetik, maka persilangan yang akan memberikan hasil lebih baik adalah dengan melakukan persilangan sintetik seimbang, dibandingkan sintetik optimum. Hasil perhitungan untuk persilangan sintentik seimbang memberikan performa yang lebih tinggi pada bobot hidup akhir, pertambahan bobot hidup, bobot potong, persentase paha dan dada. Persilangan rotasi pada dasarnya juga memanfaatkan adanya efek heterosis, pada persilangan ini ternak betina yang dihasilkan dari hasil persilangan pertama dikawinkan dengan pejantan Alabio, setelah mendapat hasil persilangan, betina hasil persilangan kedua dikawinkan lagi dengan pejantan Cihateup, begitu seterusnya sampai mendapatkan hasil keturunan yang baik. Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka program pemuliaan yang tepat untuk dipakai tergantung dari kebutuhan yang diinginkan. Apabila kebutuhan hanya untuk menghasilkan ternak-ternak yang dapat dipotong atau dijual dalam waktu singkat maka persilangan dua bangsa antara Alabio dengan Cihateup atau sebaliknya, dapat dilakukan dan hanya menghasilkan keturunan F1 untuk dijual atau dipotong. Persilangan ini dikenal juga dengan persilangan terminal Martojo 1992. Simpulan Persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan Cihateup menghasilkan dua jenis itik hibrida yakni itik AC dan itik CA dengan sifat-sifat performa dan produksi karkas yang lebih baik dibandingkan dengan tetua murni. Itik 73 persilangan CA unggul untuk sifat-sifat performa antara lain : bobot hidup akhir BHt sebesar 1436.43gekor dengan tingkat heterosis 7.06; pertambahan bobot hidup PBH sebesar 1390.97gekor dengan tingkat heterosis 7.32; konversi ransum sebesar 2.54; bobot karkas 900.50gekor dengan tingkat heterosis 9.24; dan persentase daging dada sebesar 85.67 dengan nilai heterosis 3.02 dibandingkan dengan itik persilangan AC yang hanya unggul pada persentase potongan komersial bagian paha 28.85 dengan nilai persentase heterosis 10.14 dan persentase daging bagian paha 86.62 dengan nilai persentase heterosis 3.12. Peningkatan sifat-sifat ini menunjukkan adanya efek heterosis akibat persilangan yang dilakukan dari dua tetua itik yakni itik Alabio dan itik Cihateup yang memiliki hubungan kekerabatan cukup jauh. Sementara itik tetua murni yang menunjukkan keunggulan dan memberikan manfaat yang berarti adalah itik AA, hal ini dapat dilihat dari keunggulannya pada bobot awal DOD, persentase potongan karkas bagian dada dan pinggul yang tinggi. Pada prediksi beberapa bentuk persilangan menunjukkan bahwa persilangan backcross antara itik betina CA dengan jantan Cihateup lebih baik dari beberapa bentuk persilangan yang dicobakan. Apabila persilangan untuk tujuan membentuk kelompok itik sintetik, maka persilangan yang baik adalah dengan melakukan persilangan sintetik seimbang, dibandingkan sintetik optimum. PERBAIKAN KUALITAS SENSORI DAGING ITIK MELALUI HASIL PERSILANGAN ANTARA ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Produksi daging itik di Indonesia masih rendah yakni sekitar 27.924 ribu ton dari populasi itik sebanyak 45.292 juta ekor. Rendahnya produksi daging itik, setidak-tidaknya dapat menggambarkan bahwa permintaan konsumen terhadap produk tersebut masih rendah dibandingkan dengan produksi daging ayam kampung yakni sebesar 259.886 ribu ton Ditjenak dan Keswan 2010. Rendahnya permintaan daging itik di kalangan konsumen karena kebiasaan konsumen untuk mengkonsumsi daging itik sebagai kebutuhan sehari-hari masih jarang selain itu ada kesan bahwa daging itik lebih alot dan berbau amisanyir. Pemeliharaan itik untuk produksi daging belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, pada hal potensi pengembangan itik potong di tanah air sangat menjanjikan. Jika dilihat dari segi kandungan gizi, daging itik tidak kalah bersaing dengan daging ayam. Kandungan protein daging itik cukup tinggi yakni sekitar 18.6 –20.8 sementara daging ayam 21.4–22.6, demikian juga kandungan lemaknya berkisar antara 2.7 –8.2 sementara daging ayam 4.8 Jun et al. 1996; Srigandono 1997; Kim et al. 2006. Pada unggas air biasanya perlemakan sebagian besar menyebar di bawah kulit Rukmiasih et al. 2010. Menurut Baeza 2006 peningkatan kadar lemak seiring dengan bertambahnya umur unggas, pemberian pakan dan genetik ternak. Hal ini dapat dilihat pada itik yang umumnya memiliki kulit agak tebal dibandingkan ayam Rukmiasih et al. 2010. Kandungan lemak yang relatif tinggi pada daging itik merupakan salah satu faktor kurang tertariknya konsumen pada daging itik. Selain itu, ada kesan bahwa daging itik mempunyai flavor amis atau anyir. Adanya flavor yang tidak disukai konsumen pada bahan pangan tertentu, termasuk pada daging, sangat menentukan apakah konsumen menerima atau menolak untuk mengkonsumsi daging tersebut. 76 Kandungan lemak yang tinggi terutama asam-asam lemak tidak jenuh Pisulewski 2005; Rukmiasih et al. 2011, memberikan kecenderungan pada daging itik untuk menghasilkan off-odor Hustiany et al. 2001. Menurut Kim et al. 2006; Hustiany et al. 2001, meyatakan bahwa sumber bau pada daging itik yang dominan adalah produk auto oksidasi asam lemak, terutama asam lemak tidak jenuh linoleat C18:2. Kandungan asam lemak tidak jenuh C18:2 bagian paha itik Cihateup 16.43 lebih tinggi daripada itik Alabio 14.48 Randa 2007. Tingginya asam lemak tidak jenuh linoleat pada itik Cihateup dapat menyebabkan cepat terjadinya oksidasi lipid sehingga menimbulkan off-odor berupa bau amis pada daging, dan hal ini terjadi pada itik Cihateup yang aroma atau bau amisanyir dagingnya lebih tajam dibandingkan dengan itik Alabio Randa et al. 2007. Upaya peningkatan konsumsi daging itik dapat dilakukan dengan mengatasi penyebab kurang diterimanya daging itik oleh konsumen. Konsumen umumnya akan lebih mudah memilih daging melalui penampilan fisik yang meliputi warna, tekstur serta intensitas aroma daging Suryati et al. 2006. Aroma amisanyir merupakan penyebab kurang disukainya daging itik oleh konsumen dibandingkan dengan warna maupun tekstur daging itik. Penampilan warna dan aroma daging itik Cihateup lebih merah dan berbau anyiramis dibandingkan itik Alabio Randa et al. 2007. Dalam rangka meningkatkan produktivitas itik lokal, dari segi kualitas daging dalam hal flavor, maka dilakukan penelitian melalui perbaikan genetik dengan teknologi persilangan dengan menggunakan itik lokal yakni itik Cihateup dan Alabio, yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan dan menghasilkan daging itik yang tebal dan disukai konsumen. Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas, diharapkan persilangan antara itik Alabio dengan itik Cihateup akan menghasilkan keturunan F1, khususnya dengan pemanfaatan itik jantan petelur sebagai itik potong yang memiliki kualitas daging berupa citarasa flavor yang disukai konsumen dan memiliki off-odor yang kurang bau amisanyir pada daging. 77 Materi dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yakni dari bulan Januari 2011 – Mei 2011. Penelitian sensori dilakukan di Laboratorium Organoleptik Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Tenologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan di Laboratorium Kimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu IPB. Materi Penelitian Materi penelitian ini berupa daging itik bagian paha dengan kulit, dari masing-masing jenis itik yakni AA [Alabio♂ x Alabio♀], CC [Cihateup♂ x Cihateup♀], AC [Alabio♂ x Cihateup♀] dan CA [Cihateup♂ x Alabio♀]. Analisis sensori dengan metode uji hedonik dan uji deskriptif QDA menggunakan daging bagian paha yang sudah direbus. Analisis lemak dan komposisi asam-asam lemak menggunakan daging paha segar. Seperangkat peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, vacuum seal storage system, freezer untuk penyimpanan sampel daging, dan alat Chromatography Gas GC. Selain itu pada pengujian sensori dilibatkan panelis baik yang terlatih maupun tidak terlatih. Metode Penelitian Pada akhir periode pemeliharaan umur delapan minggu itik-itik penelitian dipotong yaitu sebanyak 30 ekor dari masing-masing jenis itik AA, CC, AC dan itik CA. Setelah dibului dan dibersihkan, daging bagian paha diambil untuk keperluan analisis lemak, komposisi asam-asam lemak serta untuk keperluan analisis sensori. Daging paha segar dari masing-masing jenis itik dikemas dengan vacuum seal storage system setelah itu segera dimasukkan ke dalam lemari es pembeku freezer. Analisis sensori menggunakan uji hedonik atau uji kesukaan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 87 orang, sedangkan uji deskriptif QDA melibatkan panelis terlatih sebanyak 10 orang. Analisis lemak dan komposisi asam-asam lemak mengikuti prosedur yang disusun oleh Association of 78 Official Analytical Chemist AOAC 1991 dan International Union of Pure and Applied Chemistry IUPAC 1988. AnalisisPengamatan 1. Analisis Sensori 1.1. Uji Hedonik. Sampel daging bagian paha dengan kulit dari masing- masing jenis itik dipersiapkan untuk dipotong dengan ukuran 1.5 x 1.5 x 1.5 cm dan berbentuk kotak. Sampel dimasukkan ke dalam wadah pelastik yang tahan panas untuk direbus selama 40 menit dalam suhu 80-100 º C hingga matang. Sampel diangkat dan didinginkan. Wadah untuk mengisi sampel daging paha dipersiapkan dan diberi nomor bilangan acak dengan tiga digit. Sampel daging dimasukkan ke dalam wadah plastik berukuran 5 x 6 cm yang sudah dipersiapkan. Wadah plastik segera ditutup rapat untuk mencegah terjadinya penguapan aroma daging. Sampel daging paha yang sudah disiapkan diberikan kepada 87 orang panelis tidak terlatih dengan mengisi lembar kuesioner yang sudah dipersiapkan Lampiran 3. Sampel daging dari masing-masing jenis itik AA, CC, AC dan itik CA yang sudah direbus diberikan ke panelis untuk dicium aromanya dan dicicipi rasa daging tersebut. Panelis diminta memberi kesan sesuai dengan pengamatan terhadap atribut aroma dan rasa yang ada kedalam kuesioner yang sudah ada skala hedoniknya. Setiap panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap empat produk daging itik dari masing-masing jenis itik. Kesan diberikan berdasarkan skala hedonik berkisar dari satu sampai tujuh 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka Meilgaard 1999.

1.2. Uji Quantitative Deskriptive Analysis QDA. Pengujian profil sensori