Latar Belakang Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) NIELSEN) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam melimpah dan tanah yang subur sehingga cocok sebagai tempat tumbuh dari berbagai jenis tanaman. Keadaan ini, mengantarkan Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi. Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis, yang memiliki hutan tropis ketiga terbesar di dunia. Dari hutan tersebut, kita dapat mengambil manfaatnya baik dari segi kayu maupun non kayu. Paraserianthes falcataria L Nielsen yang dikenal dengan nama lokal sengon banyak ditanam pada hutan rakyat di Jawa, karena tergolong pohon yang cepat tumbuh Santoso 1992, multiguna baik itu daun, batang, dan sistem perakaran. Akan tetapi sengon ditanam secara monokultur sehingga tanaman ini mempunyai masalah yaitu, mudah terserang hama dan penyakit seperti hama penggerek batang Xystrocera festiva, damping off, dan karat puru. Untuk itu diperlukan sengon unggul yang dihasilkan dari program pemuliaan. Untuk melaksanakan program pemuliaan, dibutuhkan keragaman genetik yang tinggi. Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi menunjukkan potensi populasi tersebut untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Penanda genetik dari analisis DNA digunakan sebagai alat bantu dalam mempelajari keragaman genetik dan mengidentifikasi genotipe suatu sampel. Informasi yang dihasilkan berguna dalam penentuan hubungan kekerabatan dan filogenetik populasiindividu setelah terjadi evolusi karena pengaruh waktu dan tempat. Dalam penelitian ini digunakan penanda molekuler karena penanda ini bersifat stabil dan tidak terpengaruh lingkungan. Saat ini telah berkembang berbagai jenis penanda molekuler diantaranya adalah isoenzim, RFLP, SSR, AFLP, dan RAPD Random Amplified Polymorphic DNA. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah RAPD. RAPD merupakan salah satu marka molekuler berbasis PCR yang banyak digunakan dalam mengidentifikasi keragaman pada tingkat interspesies maupun antarspesies Qian et al. 2001 dalam Pharmawati 2009. Teknik RAPD memiliki keunggulan 2 diantaranya dapat dengan cepat mendeteksi polimorfisme fragmen DNA, relatif mudah dilakukan dan hanya memerlukan sejumlah kecil DNA. Penggunaan penanda RAPD memungkinkan dapat mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer bersifat acak. RAPD lebih bersifat sederhana, hal ini dikarenakan teknik RAPD tidak memerlukan informasi awal mengenai urutan DNA genom organisme yang diuji maupun tidak memerlukan probe DNA yang spesifik Williams et al. 1990. Akan tetapi walaupun RAPD relatif cepat, murah, dan mudah untuk dilaksanakan, konsistensi hasil PCR menjadi perhatian sejak dipublikasikannya teknik ini. Primer RAPD dapat tidak cocok secara sempurna pada urutan penempelan primer, akibatnya amplifikasi pada beberapa siklus mungkin tidak terjadi, sehingga band tetap samar atau bahkan amplifikasi tidak terjadi jika primer tidak berhasil menempel pada DNA cetakan Lamboy 1994, diacu dalam Pharmawati 2009. Menurut Padmalatha dan Prasad 2006 diacu dalam Pharmawati 2009, tidak menempelnya primer pada DNA secara sempurna, diakibatkan karena tidak tepatnya konsentrasi komponen ─komponen PCR-RAPD. Disamping itu, kualitas DNA juga dapat mempengaruhi. Adanya kandungan polifenol dan metabolit sekunder lain seperti tannin, terpen dapat menurunkan kemurnian DNA dan menghambat penempelan primer.

1.2. Tujuan Penelitian