Penanda Genetik Dasar ─Dasar Genetika Molekuler

7

2.2.2. Penanda Genetik

Menurut Siregar dan Kusmana 2002, analisis keragaman suatu tanaman dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap performa fenotipe atau melalui penanda tertentu. Sifat fenotipe suatu tanaman dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan. Genotipe adalah informasi genetik yang mengontrol fenotipe yang diamati. Fenotipe suatu tanaman akan berbeda dengan tanaman yang lain. Penanda genetik merupakan alat terpenting untuk mempelajari sistem genetik pada banyak organisme. Penanda genetik banyak diterapkan pada program pemuliaan dan konservasi sumberdaya genetik hewan dan tumbuhan. Adapun kegunaan dari penanda genetik ini antara lain: identifikasi klon-klon, identifikasi hibrid, pengukuran keragaman genetik antar dan dalam populasi, pengamatan sistem reproduksi meliputi sistem perkawinan dan aliran gen, bukti selektifitas berkaitan dengan praktek pengelolaan hutan atau perubahan lingkungan dan identifikasi lokus sifat kuantitatif atau Quantitative Train Loci QTLs Finkeldey 2005. Menurut Karsinah et al. 2002, penanda genetik merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah diaplikasikan secara luas dalam pemuliaan tanaman. RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in-vitro dengan Polymerase Chain Reaction PCR yang dikembangkan oleh Williams et al. 1990. Menurut Bernard 1998 diacu dalam Siregar et al. 2008, PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan DNA spesifik. Adapun menurut Finkeldey 2005, PCR adalah suatu metode untuk menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang. Empat komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses yaitu: DNA target, primer, DNA polymerase, dan dNTP Bernard 1998 dalam Siregar et al. 2008. Titik awal dari reaksi primer adalah oligonukleotida, yakni potongan kecil DNA yang dihasilkan secara buatan biasanya terdiri antara 10 ─25 nukleotida. Sekuensi basa dari primer dapat dipilih secara bebas. Menurut Demeke dan Adams 1994 yang diacu dalam Karsinah et al. 2002, prosedur RAPD lebih murah, lebih cepat, membutuh sample DNA lebih 8 rendah 0,5 –50 ng, tidak membutuhkan radioisotip, dan tidak terlalu membutuhkan keahlian untuk pelaksanaannya. Teknik RAPD akan mendeteksi polimorfisme DNA yang diakibatkan oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan urutan pada titik pertemuan primer. Ini mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Oleh karena itu, hanya ada dua kemungkinan alel pada penanda RAPD, yaitu timbulnya pita pendek sebagai hasil amplifikasi atau tidak adanya pita karena tidak adanya amplifikasi. Penanda yang demikian disebut dominant marker. Pita yang berbeda ukurannya dari suatu primer RAPD diasumsikan berasal dari lokus yang berbeda. Metode RAPD ini mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan suatu primer atau nukleotida yang disusun secara acak. Dengan teknik ini keragaman genetik suatu populasi dapat dianalisis. Secara teoritis jumlah fragmen yang diamplifikasi tergantung pada panjang primer dan ukuran genom target. Pada kebanyakan tanaman, primer dengan panjang antara 9 ─10 nukleotida dapat menghasilkan antara 2─10 produk amplifikasi.

2.3. Keragaman Genetik