PCR Polymerase Chain Reaction

5 industri. Adapun pohon sengon memiliki karakteristik masa tebang pohon yang relatif cepat, teknik budi daya mudah diaplikasikan, dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, kayu serba guna, dapat membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas lahan Siregar 2008. Kayu sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan-papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, industri korek api, pensil, papan partikel, serta bahan baku industri pulp dan paper. Daun sengon merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Selain sebagai pakan ternak, daun sengon yang berguguran akan menjadi pupuk hijau yang baik bagi tanah dan tanaman disekitarnya. Sementara itu, tajuk pohonnya yang rindang dapat dimanfaatkan sebagai pohon penaung di beberapa areal perkebunan Siregar 2008. Kulit kayu sengon yang memiliki tannin dapat digunakan sebagai penyamak. Selain itu, sengon sebagai tanaman hutan juga memiliki jasa ekologis, diantaranya tegakan murninya yang dapat menahan erosi tanah dan air, serta berfungsi sebagai naungan pada penanaman campuran dengan teh, kopi dan cokelat ICRAF 2006, diacu dalam Dwiyanti 2009.

2.2. Dasar ─Dasar Genetika Molekuler

2.2.1. PCR Polymerase Chain Reaction

Kary B. Mullis mengembangkan Polymerase Chain Reaction PCR pada tahun 1983, untuk merevolusi metodologi dari biologi molekuler. PCR yaitu suatu proses yang didasarkan pada reaksi enzimatik in-vitro dalam amplifikasi DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Nama PCR berasal dari kata DNA polymerase yang merupakan enzim yang berperan dalam replikasi DNA di dalam sel, disebut juga reaksi berantai chain reaction karena DNA polymerase akan melakukan replikasi secara terus ─menerus sampai dengan sejuta kopi DNA yang diinginkan Mader 2001, diacu dalam Husnaeni 2008. 6 Dalam uji PCR, terdapat tiga langkah temperatur terkendali yang dapat dilihat, dan siklus dari proses PCR ini dapat diulang berkisar antara 25 ─50 siklus. Menurut Bernard 1998 diacu dalam Siregar et al. 2008, PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan DNA spesifik. Ada empat komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses PCR yaitu: i DNA target, ii primer, iii DNA polymerase dan iv dNTP. Menurut Weising et al. 2005 ada lima komponen penting yang dibutuhkan untuk PCR yaitu: i Buffer, yang biasanya terdiri dari Tris-HCl, KCl dan MgCl 2, ii DNA polymerase, iii dNTP, iv primer dan v DNA target. Selektivitas reaksi dalam proses PCR ini ditentukan oleh pemilihan primer. Primer yang terdiri dari potongan kecil DNA yang dihasilkan secara buatan dimana biasanya terdiri antara 10 ─25 nukleotida oligonukleotida melengkapi urutan template yang mengapit wilayah yang ditargetkan. Untuk memperhitungkan amplifikasi yang eksponensial, primer harus menempel pada arah yang berlawanan. Amplifikasi yang paling efisien untuk mengikat dua primer tidak lebih dari berkisar 4 kb. Namun, produk amplifikasi lebih dari 10 kb dapat diperoleh pada kondisi yang optimal Weising et al. 2005. Dalam proses PCR langkah pertama dari siklus pertama, DNA template yang asli dibuat menjadi berberkas tunggal dengan meningkatkan suhu 94 o C, dikenal dengan tahap denaturasi. Tahap denaturasi ini biasanya dilakukan agak lama sampai 5 menit untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil sehingga menjadi tempat bagi primer. Pada langkah kedua, primer menempel pada DNA template. Hal ini biasanya dilakukan dengan menurunkan suhu sekitar 35 ─65 o C, tahap ini dikenal dengan tahap annealing. Primer sebaiknya menempel pada daerah yang spesifik. Semakin panjang primer, maka semakin harus spesifik daerah yang diamplifikasi. Suhu yang tidak tepat menyebabkan terjadinya penempelan primer disembarang tempat. Langkah ketiga, suhu yang dipilih berkisar antara 65 o C ─72 o C. Suhu yang dipakai pada proses ini tergantung dari jenis DNA polymerase yang dipakai. Langkah ini dikenal dengan tahap pemanjangan atau elongasi. Produk PCR dari produk yang berbeda akan menghasilkan panjang sekuen yang berbeda. Hal ini dapat dideteksi dengan elektroforesis pada gel agarose. 7

2.2.2. Penanda Genetik