Tingkat Pembangunan Ekonomi Pendidikan Tenaga Kerja Infrastruktur

Gambar 13 Kerangka Pemikiran Penelitian Infrastruktur Puskesmas Listrik Air Bersih Jalan Analisis Ketimpangan Wilayah Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga Pendekatan PDRB Implikasi Kebijakan Perekonomian Pulau Jawa Tingkat Pembangunan Ekonomi Share Pertanian Share Manufaktur Pemerintah Swasta Penerimaan Pengeluaran Pendidikan Tenaga Kerja Rutin Pembangunan Tenaga Kerja Investasi Konvergensi

2.7. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan, tujuan dan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Ketimpangan between dan within provinsi terjadi di Pulau Jawa. 2. Konvergensi yang dihitung dari pendekatan PDRB maupun pengeluaran rumah tangga terjadi di Pulau Jawa secara keseluruhan dan di tiga provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 3. Pengeluaran rutin pemerintah dapat mengurangi ketimpangan wilayah sesuai dengan tujuannya. 4. Tingkat pembangunan ekonomi dan transformasi perekonomian di daerah menentukan keberhasilan pemerataan pembangunan regional. 5. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang mendorong peningkatan produktivitas ekonomi diharapkan juga mengurangi ketimpangan wilayah. 6. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat mengurangi kesenjangan wilayah. Halaman ini sengaja dikosongkan.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2001 – 2009, yang terdiri dari: 1. PDRB kabupatenkota atas dasar harga konstan 2000. 2. Pengeluaran rumah tangga yang diagregasi dari data KOR Susenas untuk wilayah kabupatenkota dan telah dideflasi dengan menggunakan tahun dasar 2000, yang diperoleh dari deflator PDRB. 3. Investasi kabupatenkota, yang merupakan penggabungan dua variabel: i. Investasi pemerintah berupa belanja barang modal pemerintah kabupatenkota ii. Investasi perumahan yang dilakukan oleh rumah tangga, yang diperoleh dari data KOR Susenas untuk wilayah kabupatenkota. 4. Jumlah tenaga kerja kabupatenkota. 5. PDRB perkapita kabupatenkota dan provinsi atas dasar harga konstan 2000, yang dihitung dengan membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk. 6. Pengeluaran rumah tangga perkapita kabupatenkota dan provinsi, yang dihitung dengan cara membagi pengeluaran rumah tangga dengan jumlah penduduk. 7. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB total kabupatenkota sebagai variabel instrumen untuk analisis konvergensi dan data kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB total pada level provinsi untuk analisis ketimpangan. 8. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDRB total kabupatenkota sebagai variabel instrumen untuk analisis konvergensi dan data kontribusi sektor manufaktur terhadap PDRB total pada level provinsi untuk analisis ketimpangan. 9. Tingkat pendidikan tenaga kerja kabupatenkota dan provinsi, yang diproksi dengan share tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas terhadap jumlah tenaga kerja. Alasan penggunaan variabel ini digunakan sebagai variabel instrumen untuk analisis konvergensi adalah adanya hubungan yang langsung antara kualitas tenaga kerja dengan produktivitas dalam kegiatan produksi. Sedangkan dalam analisis ketimpangan, share tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas digunakan untuk menghilangkan bias yang disebabkan adanya lag variabel pendidikan dalam kegiatan ekonomi. 10. Pengeluaran rutin pemerintah kabupatenkota yang digunakan sebagai variabel instrumen untuk analisis konvergensi dan data pada level provinsi untuk analisis ketimpangan. Variabel ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja tak terduga dan belanja lain-lain. 11. Pajak daerah kabupatenkota, hanya digunakan sebagai variabel instrumen untuk analisis konvergensi. 12. Jumlah puskesmas pada level provinsi, sebagai proksi variabel infrastruktur kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat sampai ke level kecamatan. 13. Jumlah energi listrik yang terjual kepada konsumen pada level provinsi. Pemilihan variabel ini mengacu pada konsumsi konsumen, bukan pada jumlah energi listrik yang diproduksi. 14. Volume air bersih PDAM yang disalurkan kepada konsumen pada level provinsi. Pemilihan variabel ini juga mengacu pada konsumsi konsumen, bukan pada volume air bersih yang diproduksi. 15. Panjang jalan yang kondisinya baik dan sedang, baik jalan negara, jalan provinsi maupun jalan kabupatenkota di masing-masing provinsi. Kondisi jalan yang baik dan sedang diharapkan lebih menentukan kelancaran kegiatan ekonomi dibandingkan jalan yang rusak, sehingga panjang jalan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memasukkan jalan yang rusak.