adanya perlakuan yang berbeda pada penelitian ini, diharapkan mendapatkan bubuk bekatul yang awet dan kontribusi kandungan zat gizi yang optimal dari
bubuk bekatu awet itu sendiri, sehingga tidak banyak terbuang akibat proses yang tidak menguntungkan.
Analisis proksimat dan Serat pangan
Sifat kimia yang dianalisis dari bahan baku bekatul awet yaitu analisis proksimat meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat,
dan kadar lemak. Untuk analisis serat pangan yaitu analisis serat pangan tak larut air, larut air, dan total serat pangan.
Data hasil analisis proksimat dan serat pangan bahan baku bekatul awet dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 10 dan
Lampiran 14. Gambar 9 berikut merupakan hasil analisis kadar proksimat bahan baku bubuk bekatul awet dengan dua perlakuan.
Gambar 9 Kandungan kadar proksimat bahan baku bekatul awet bk Keterangan
: bk = berat kering : tidak atau dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh
1. Kadar Air
Keberadaan air dalam bahan pangan ikut menentukan terjadinya kerusakan dalam bahan pangan tersebut, karena air dapat di manfaatkan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya Fardiaz et al. 1992. Menurut Winarno 1992 air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat
mempengaruihi penampakan, tekstur, serta cita rasa suatu masakan. Pada penelitian ini metode penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan
metode oven kering. Suhu oven yang digunakan untuk mengeringkan sampel yaitu 100-102
o
C sampai diproleh berat tetap kurang lebih selama 6 jam. Pada
penentuan kadar air kesalahan sangat mungkin terjadi. Kesalahan yang terjadi biasannya pada saat penimbangan cawan atau sampel. Misalnya cawan yang
digunakan tidak dioven terlebih dahulu sampai beratnya stabil tapi langsung ditimbang sehingga berat cawan tidak menunjukan berat cawan stabil.
Seharusnya cawan dioven terlebih dahulu selama beberapa menit kemudian dimasuk kedalam desikator sampai dingin lalu timbang
. Gambar 9 diatas
menunjukkan hasil analisis kadar air bahan baku bekatul awet berdasarkan basis kering.
Kadar air bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh sebesar 5.04 bk dan kadar air bekatul awet yang
dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh sebesar 5.41 bk. Kadar air diatas menunjukkan bahwa bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan
bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak jauh berbeda. Namun
kadar air bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh lebih rendah dengan kadar air bahan baku bekatul awet yang
dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh. Berdasarkan uji statistik
Independent Samples Test kadar air pada bahan baku bekatul awet yang tidak
dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak berbeda nyata p 0.05 dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh.
Menurut Juliano 1985 dalam Damayanthi 2002 kadar air dalam bekatul awet berkisar antara 3-4 sudah cukup aman. Namun, hal ini berbeda dengan
penelitian yang sudah dilakukan. Perbedaan ini diduga disebabkan karena pada saat penjemuran gabah yang kurang maksimal dan tidak merata, sehingga kadar
air yang terkandung masih tinggi. Menurut Ainah 2004, kadar air yang tinggi akan menyulitkan pada saat penyimpanan. Hal ini karena kadar air yang tinggi
memudahkan mikroba untuk tumbuh sehingga produk tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Namun Kadar air yang diperoleh sudah cukup aman
sehingga enzim lipoksigenase yang mungkin masih tersisa pada bekatul sulit untuk aktif pada kadar air yang rendah.
2. Kadar Abu