Kadar Abu Kadar Protein

penentuan kadar air kesalahan sangat mungkin terjadi. Kesalahan yang terjadi biasannya pada saat penimbangan cawan atau sampel. Misalnya cawan yang digunakan tidak dioven terlebih dahulu sampai beratnya stabil tapi langsung ditimbang sehingga berat cawan tidak menunjukan berat cawan stabil. Seharusnya cawan dioven terlebih dahulu selama beberapa menit kemudian dimasuk kedalam desikator sampai dingin lalu timbang . Gambar 9 diatas menunjukkan hasil analisis kadar air bahan baku bekatul awet berdasarkan basis kering. Kadar air bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh sebesar 5.04 bk dan kadar air bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh sebesar 5.41 bk. Kadar air diatas menunjukkan bahwa bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak jauh berbeda. Namun kadar air bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh lebih rendah dengan kadar air bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh. Berdasarkan uji statistik Independent Samples Test kadar air pada bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak berbeda nyata p 0.05 dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh. Menurut Juliano 1985 dalam Damayanthi 2002 kadar air dalam bekatul awet berkisar antara 3-4 sudah cukup aman. Namun, hal ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan. Perbedaan ini diduga disebabkan karena pada saat penjemuran gabah yang kurang maksimal dan tidak merata, sehingga kadar air yang terkandung masih tinggi. Menurut Ainah 2004, kadar air yang tinggi akan menyulitkan pada saat penyimpanan. Hal ini karena kadar air yang tinggi memudahkan mikroba untuk tumbuh sehingga produk tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Namun Kadar air yang diperoleh sudah cukup aman sehingga enzim lipoksigenase yang mungkin masih tersisa pada bekatul sulit untuk aktif pada kadar air yang rendah.

2. Kadar Abu

Menurut Winarno 1997, abu merupakan unsur mineral atau zat anorganik yang terkandung dalam bahan pangan. Abu juga merupakan zat gizi selain air dan bahan organik yang terkandung dalam bahan pangan. Penentuan kadar abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan, karena merupakan pengujian untuk menentukan bahan-bahan mineral anorganik. Dalam proses pengabuan, sampel dibakar untuk menghilangkan bahan-bahan organik akan tetapi bahan-bahan anorganik tidak ikut hilang. Penetapan kadar abu pada penelitian ini menggunakan metode gravimetri dimana sampel diabukan di dalam tanur pada suhu ±550 o C selama 5-7 jam waktu dihitung setelah oven bersuhu 550 o C. Berdasarkan hasil analisis diproleh kadar abu berdasarkan basis kering Gambar 9. Kadar abu pada perlakuan tidak dicampurkan sebesar 11.89 , sedangkan pada perlakuan dicampurkan sebesar 11.67 . Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan Henry 2010 yaitu 12.23 . Pada perlakuan tidak dicampurkan kadar abu ini sedikit lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dicampurkan, namun berdasarkan uji uji statistik Independent Samples Test kadar abu perlakuan tidak dicampurkan tidak berbeda nyata dengan kadar abu pada perlakuan dicampurkan p0.05. Kandungan abu ini mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan tubuh bagi kesehatan.

3. Kadar Protein

Winarno 1997 menyatakan, protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sifat protein sebagai zat pengatur dimiliki oleh enzim. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh. Tetapi bila asupan energi tubuh tidak dipenuhi oleh karbohidrat, maka protein akan berperan sebagai energi. Hal ini menyebabkan perannya sebagai zat pengatur dan pembangun akan terganggu. Selain itu bila terjadi kekurangan konsumsi protein pertumbuhan juga akan terganggu, terutama pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Pengukuran kadar protein Bubuk bekatul awet mengunakan metode Kjeldhal yang didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total. Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk contoh sampel. Karena unsur nitrogen bukan hanya berasal dari protein, maka metode ini mendasarkan pada asumsi kandungan nitrogen adalah protein adalah 16 . Untuk mengubah dari kadar nitrogen ke dalam kadar protein maka digunakan angka faktor konversi sebesar 10016 atau 6.25 Winarno 1997. Gambar 9 menunjukkan hasil analisis kadar protein bahan baku bekatul awet berdasarkan basis kering. Kadar protein bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh sebesar 13.92 bk dan kadar air bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh sebesar 14.20 bk. Kadar protein diatas menunjukkan bahwa bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak jauh berbeda. Namun kadar protein bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh lebih rendah dengan kadar protein bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh. Berdasarkan uji statistik Independent Samples Test kadar protein pada bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh tidak berbeda nyata p 0.05 dengan bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh. Kandungan protein di dalam tepung bekatul awet ini cukup tinggi yaitu 13.92 dan 14.20 . Komposisi asam amino esensial dari protein bekatul sedikit lebih baik dibandingkan protein beras giling Juliano 1985 dan Damardjati et al. 1987. Kecukupan protein untuk laki-laki dan wanita usia 50-64 tahun masing- masing yaitu 60 dan 50 ghari. Jadi sumbangan protein untuk laki-laki dan wanita pada usia 50-64 tahun yaitu 4.2 gram apa bila setiap hari mengkonsumsi bekatul sebanyak 30 gram seperti yang dianjurkan oleh Damayanthi 2003. Menurut WNPG 2004 sumbangan protein dari bekatul untuk memenuhi angka kecukupan total bagai laki-laki dan wanita usia 50-64 tahun yaitu masing-masing sebesar 7.0 dan 8.4 . Menurut Damardjati et al. 1987 pada bekatul juga ditemukan senyawa anti gizi yang dapat menghambat pertumbuhan. Senyawa tersebut di antaranya adalah tripsin inhibitor, pepsin inhibitor, hemaglutinin dan anti tiamin. Namun demikian menurut Hargrove 1994, aktivitas senyawa anti gizi tersebut relatif rendah dan dapat diinaktivasi menggunakan proses pemanasan.

4. Kadar Lemak