PROSES AKLIMATISASI PADA KULTUR JARINGAN ANGGREK DI LABORATORIUM KULTUR JARINGAN UNIT WONOCATUR, BANGUNTAPAN, BANTUL, YOGYAKARTA

(1)

commit to user

i

PROSES AKLIMATISASI PADA KULTUR JARINGAN ANGGREK DI LABORATORIUM KULTUR JARINGAN UNIT

WONOCATUR, BANGUNTAPAN, BANTUL, YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan / Program Studi Agribisnis Hortikultura Dan Arsitektur Pertamanan

Disusun Oleh :

RINECHA FITI HANDAYANI H 3308049

PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca Laporan Tugas Akhir dengan Judul :

PROSES AKLIMATISASI PADA KULTUR JARINGAN ANGGREK DI LABORATORIUM KULTUR JARINGAN UNIT

WONOCATUR, BANGUNTAPAN, BANTUL, YOGYAKARTA

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Rinecha Fiti Handayani H 3308049

Telah dipertahankan di depan dosen penguji pada tanggal : Mei 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Susunan Tim Penguji

Penguji I

Ir. Praswanto, MS NIP. 194701101980031001

Penguji II

Ir. Heru Irianto, MM NIP.19630514 1992021001

Surakarta, Mei 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta

Fakultas Pertanian Dekan,

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir ini tentunya tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Heru Irianto, MM. selaku Koordinator Program D-III Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret dan selaku dosen panguji, terima kasih atas arahan, masukan dan saran yang diberikan.

3. Ir. Panut Sahari MP selaku Ketua Program Studi D-III Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Praswanto, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi penulis dalam penyusunan Tugas Akhir.

5. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis. 6. Bapak Muryono selaku koordinator UPTD BPPTPH Unit Wonocatur,

Bapak Ir. Ruspandi A.F selaku pembimbing magang, serta Ibu Siti dan Ibu Marsih selaku staf di UPTD BPPTPH yang telah membimbing selama magang.

7. Bapak Suyanto dan Ibu Triwulan selaku orangtua sekaligus teladanku, terima kasih atas segala cinta, kasih, sayang, dukungan, semangat, nasehat dan doa yang tiada pernah putus, cucuran keringat dan air mata yang mengiringi setiap langkahku. Saat bagiku untuk membahagiakan kalian adalah ketika aku telah benar-benar menjadi manusia.

8. Semua keluarga tercinta dan orang-orang terkasih yang ada di rumah, terima kasih atas semua kasih sayang, perhatian, teladan dan dorongan semangat yang telah diberikan.


(4)

commit to user

iv

9. Kakak sekaligus penyemangatku Devid Ringga E, terima kasih untuk inspirasi, semangat, motivasi, doa, cinta, segala perhatian, pengertian, kesabaran mendengarkan semua keluh kesahku, silaturahmi dan kebersamaannya selama ini.

10. Nurhidayati, Ari B, Damas, Fransisca Saudaraku sekaligus sahabat seperjuangan yang selalu menemani dalam suka dan duka, membantu dan memberikan semangat.

11. Teman - teman kost Pravithasari yang selalu rame yang selalu menghibur (mb nopek, ningsih, mb yana, mb reni, mb irna, mb woro)

12. Teman - teman Fakultas Pertanian, Khususnya D-III Agribisnis 2008 yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya laporan tugas akhir ini.

13. Semua pihak baik langsung maupun tak langsung telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju sempurnanya laporan ini senantiasa penulis harapkan. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca semua pada umumnya.

Surakarta, Mei 2011


(5)

commit to user

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

1. Tujuan Umum ... 3

2. Tujuan Khusus ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Taksonomi Tanaman Anggrek ... 4

1. Sistematika Anggrek ... 4

2. Karakter Anggrek ... 4

3. Ekofisiologi Anggrek ... 5

B. Aklimatisasi Anggrek ... 7

III.TATALAKSANA PELAKSANAAN ... 10

A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan ... 10

1. Tempat Pelaksanaan Magang ... 10

2. Waktu Pelaksanaan Magang ... 10

B. Cara Pelaksanaan ... 10

a. Metode Dasar ... 10

b. Metode Pengumpulan Data ... 10

c. Metode Analisis Data ... 10

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

A. Kondisi Umum Perusahaan ... 11

B. Uraian Kegiatan ... 18


(6)

commit to user

vi

D. Analisis usaha tani pembibitan tanaman anggrek di

Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA


(7)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intensitas Cahaya Matahari Yang Dibutuhkan Tanaman Anggrek… 6 Tabel 4.1. Data Karyawan Laboratorium Kultur Jaringan

UPTD BPPTPH Unit Wonocatur……… 16 Tabel 4.2 Komposisi Larutan Stok Media MS dalam 100 ml Aquades... 20 Tabel 4.3 Biaya Tetap (Penyusutan barang) Produksi Bibit

Anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur………. 32 Table 4.4 Biaya Variabel Produksi Bibit Anggrek di


(8)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang banyak disukai karena keindahan dan keanekaragamannya sehingga tanaman ini banyak dibudidayakan dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Bunga anggrek banyak menarik perhatian karena memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan bunga yang lain. Karakteristik tersebut antara lain dilihat dari bunganya yang memiliki kekhasan dalam bentuk, ukuran, aroma yang spesifik, warna bunga yang beranekaragam dan memiliki ketahanan yang lebih lama bila dibandingkan dengan bunga yang lain.

Anggrek yang termasuk dalam family Orchidaceae, merupakan salah satu suku tumbuh-tumbuhan dengan anggota paling besar dibanding jenis lain, sehingga anggrek juga mempunyai jenis bunga yang beragam, baik ukuran, bentuk, warna serta aromanya. Selain itu anggrek merupakan tumbuhan yang dapat melakukan persilangan antar genus, yang menyebabkan jenis spesies dari tumbuhan ini senantiasa berkembang setiap saat, dan menambah keragaman dari anggrek (Soeryowinoto, 1993)

Saat ini dan dimasa yang akan datang anggrek mempunyai prospek yang sangat cerah dan semakin banyak diminati untuk dibudidayakan sebagai bunga potong, bibit maupun bunga pot. Peminatnya bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri sehingga terbuka peluang pasar untuk ekspor anggrek. Untuk ekspor, prospeknya cukup cerah karena saat ini anggrek tropis secara umum mulai digemari di Negara-negara 4 musim. Namun dibandingkan dengan Negara-negara pengekspor anggrek seperti Thailand dan Singapura, nilai ekspor anggrek Indonesia masih rendah.

Guna menghasilkan tanaman anggrek yang baik dan berkualitas diperlukan bibit yang bermutu. Perbanyakan bibit anggrek dapat dilakukan secara konvensional maupun modern. Perbanyakan secara konvensional memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan bibit anggrek dalam jumlah banyak. Perbanyakan secara modern dengan teknologi baru


(10)

commit to user

dilaksanakan secara in vitro (di dalam laboratorium) yaitu teknik kultur jaringan.

Manfaat utama teknik in vitro adalah menghasilkan tanaman baru dalam jumlah besar dalam jangka waktu yang relativ singkat, dengan sifat dan kualitas yang diharapkan sama sehingga perbanyakan in vitro memberikan harapan untuk dikembangkan jika menginginkan hasil bibit yang berkualitas secara tepat (Rahardjo, 1995).

Salah satu tahap dan sebagai tahap terakhir dari teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi. Menurut Yusnita (2003) aklimatisasi berarti melatih tanaman yang sebelumnya ditumbuhkan dalam botol kultur dengan suplay media yang lengkap untuk dapat hidup secara mandiri dan berfotosintesis pada kondisi eksternal. Aklimatisasi sangat penting dan mutlak dilaksanakan karena bibit hasil kultur jaringan masih lemah dan peka terhadap lingkungan luar, Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada magang ini kami mengambil permasalahan mengenai tahap aklimatisasi pada tanaman anggrek sebagai bagian dari teknik kultur jaringan.

Mahasiswa sebagai intelektual society diharap dapat mengatasi masalah-masalah yang sudah ada serta dapat mengantisipasi permasalah baru yang terjadi di pasaran nanti sehingga bisnis anggrek terus dapat berkembang di Indonesia. Maka dari itu, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta menyelaraskan antara teori yang telah didapat dengan kenyataan yang ada di lapangan, Mahasiswa Program Diploma Tiga sebagai calon Ahli Madya Pertanian perlu melaksanakan Magang ke suatu instansi yang bergerak dibidang yang sesuai dengan jurusannya. Diharapkan setelah melaksanakan magang tersebut, mahasiswa yang bersangkutan memperoleh pengetahuan baru sehingga dapat mengatasi permasalahan tentang anggrek yang ada dipasar saat ini.


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Agar mahasiswa memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengenali kegiatan-kegiatan di lapangan kerja yang ada di bidang pertanian secara luas.

b. Meningkatkan wawasan mahasiswa tentang berbagai kegiatan agribisnis.

c. Agar mahasiswa memperoleh ketrampilan kerja dan pengalaman kerja yang praktis yakni secara langsung dapat menjumpai, merumuskan serta memecahkan permasalahan yang ada dalam bidang pertanian. d. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi dengan Instansi

pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kualitas Tri Darma Perguruan Tinggi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui manajemen pengelolaan laboratorium kultur jaringan unit Wonocatur

b. Untuk mempelajari teknik perbanyakan tanaman enggrek secara in vitro dengan segala permasalahan dan pemecahannya.

c. Mengetahui dan memahami tahap aklimatisasi tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur.

d. Memenuhi kelengkapan pada program D-III Program Studi Agribisnis, Jurusan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas sebelas Maret Surakarta.


(12)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Tanaman Anggrek

1. Sistematika Anggrek

Menurut Rahmat Rukmana (2000) tanaman anggrek diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Orchidales

Family : Orchidaceae

Genus : ±1200 genus, seperti Dendrobium, Spathoglottis, dan Cymbidium

Species : Lebih dari 50.000 spesies alam seperti Calanthe triplicata, Ascocentrum miniatum. dan 100.000 spesies hibrida.

2. Karakter Anggrek a. Daun

Bentuk daun bervariasi dari sempit memanjang sampai bulat panjang. Seperti pada umumnya tanaman monokotil, daun anggrek tidak mempunyai tulang daun yang berbentuk jala menyebar, tetapi tulang daunnya sejajar dengan helaian daun. Tebal daun juga bervariasi dari tipis sampai tebal berdaging.

b. Bunga

Seperti bunga lainnya bunga anggrek terdiri dari 5 bagian utama yaitu sepal (kelopak bunga), petal (mahkota bunga), benang sari, putik dan ovary (bakal buah). Pelindung bunga terluar waktu bunga masih kuncup adalah sepal. Anggrek mempunyai 3 helai sepal yang berwarna indah, berlainan dengan sepal bunga lain yang umumnya berwarna hijau (Gunawan, 2004 : 6).


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user c. Tipe Pertumbuhan

Tipe pertumbuhan anggrek ada 2 yakni simpodial (berumpun) dan monopodial (memanjang ke atas). Pada jenis anggrek simpodial membentuk rimpang, berbunga lateral. Contoh: Dendrobium, Cattleya dan Cymbidium. Sedangkan pada tipe monopodial, batang pokok memanjang dan membentuk akar adventif sepanjang batang tersebut dan dapat membentuk bunga lateral. Contoh: Vanda, Arachnis (Anonim, 1996).

d. Tempat Tumbuh

Menurut tempat tumbuhnya, anggrek dibedakan menjadi 2 jenis: yakni anggrek epifit dan anggrek terestria. Anggrek epifit merupakan anggrek yang menempel pada tanaman lain tetapi tidak merugikan pada tanaman yang ditempeli. Yang termasuk jenis ini yaitu Cattleya, Dendrobium, Cymbidium, Phalaenopsis (Soeryowinoto, 1974 : 45). Sedangkan anggrek terestris, disebut anggrek tanah karena anggrek ini hanya bisa hidup di tanah atau media buatan diletakkan di tanah, pada tempat yang terbuka. Jenis anggrek ini misalnya : Vanda teres, Arachnis, Aranda.

3. Ekofisiologi Anggrek a. Cahaya

Faktor cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dibagi atas : intensitas, lama penyinaran serta kualitas sinarannya. Intensitas cahaya adalah banyaknya sinar yang diterima per satuan luas. Pada umumnya anggrek pot membutuhkan cahaya lebih sedikit dari pada anggrek tanah. Anggrek tanah seperti : vanda douglas. Sedangkan anggrek pot Cattleya, Cymbidium, Phalaenopsis dan dendrobium tidak dapat menerima intensitas penuh, cahaya penuh akan menghanguskan daun, apabila dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kematian tanaman (Gunawan, 2004 : 38).


(14)

commit to user

Menurut Hendaryono (1998 : 37) kebutuhan intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tanaman anggrek berbeda-beda seperti pada tabel 2.1:

Tabel 2.1 Intensitas Cahaya Matahari Yang Dibutuhkan Tanaman Anggrek

No Jenis Tanaman Anggrek Intensitas Cahaya

1 2 3 4 5 6 7

Phalaenopsis Cattleya Vanda Aerides

Paphiopedilum Dendrobium Oncidium

10% - 35% 25% - 40% 20% - 35% 15% - 30% 10% - 20% 50% - 55% 60% - 75%

b. Temperatur

Kebanyakan anggrek adalah sama dengan manusia, akan tumbuh dengan baik pada temperatur tempat kita hidup dengan enak. Memang ada beberapa spesies anggrek alam yang tumbuh pada daerah pegunungan, hidup dan berkembang pada temperatur rendah yaitu antara 5 – 10oC. pada umumnya anggrek-anggrek budidaya memerlukan temperature 28oC dengan temperatur minimum 15oC. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan panas daripada anggrek pot. Tetapi temperatur yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Gunawan, 2004).

c. Kelembaban

Tanaman anggrek tidak ingin basah terus-menerus, tetapi suka sekali dengan kelembaban udara yang besar. Pada hakekat aslinya, kebasahan udara atau humidity yang diinginkan pada siang hari ialah sekitar 65% - 70%. Tanaman anggrek tidak senang terlalu banyak air kebanyakan air pada anggrek menyebabkan busuk tunas (top-rot) atau busuk daun (leaf rot) (Soeryowinoto, 1974).


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Aklimatisasi Anggrek

Aklimatisasi adalah suatu upaya mengkondisikan planlet atau tunas mikro hasil perbanyakan melalui kultur in vitro ke lingkungan in vivo yang aseptik. Aklimatisasi merupakan proses yang penting dalam rangkaian aplikasi teknik kultur jaringan untuk mendukung pengembangan pertanian (Yusnita 2003).

Menurut Taji et al (2002), secara umum prosedur aklimatisasi diuraikan sebagai berikut:

Planlet-planlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan dari dalam wadah kultur. Agar-agar yang masih menempel dicuci bersih untuk membuang sumber kontaminasi. Selanjutnya, planlet tersebut ditanam pada medium tanah steril (dipasteurisasi) di dalam pot kecil. Pada awalnya, planlet harus dilindungi dari kerusakan dengan menempatkan di bawah naungan.

Pot anggrek yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini sebaiknya memiliki sistem aerasi yang baik karena akar anggrek secara alamiah menempel pada pohon sehingga selain berfungsi untuk menyerap makanan juga berfungsi sebagai akar napas. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan ketika memilih pot anggrek adalah bahan baku, drainase (saluran pembuangan air), dan kelancaran aerasi udara

(Edhi Sandra, 2001:16)

Pot anggrek yang baik terbuat dari batu bata dengan lubang-lubang di bagian dasar pot. Banyak pengusaha anggrek yang justru menanam anggrek dalam pot plastik seperti keranjang kecil, dimana semua bagiannya berlubang kecil-kecil seperti saringan. Dengan pot plastik ini anggrek mampu tumbuh subur (Hendaryono, 1998 : 23)

Pilihan jenis media yang akan digunakan harus mempertimbangkan beberapa faktor misalnya lingkungan, pertumbuhan tanaman dan susunan unsur haranya. Didaerah bercurah hujan tinggi, hindari penggunaan media moss atau pakis karena kemampuan menahan airnya cukup tinggi. Akibat air yang berlebihan, tanaman mudah menggugurkan daun dan busuk karena akar napas anggrek yang menyukai kondisi terbuka tidak mampu bernapas akibat


(16)

commit to user

tergenang air. Selain itu media moss atau pakis dipilih pada usia semai karena pada saat itu, tanaman menjadi sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga bila ingin bertahan hidup kesediaan air dan makanan harus tercukupi. Sebaliknya, media berupa potongan bata atau genting tidak digunakan didaerah panas atau didaerah dengan curah hujan kecil karena daya menahan airnya kurang baik. Akibatnya tanaman anggrek mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi, kemudian mengering dan mati

(Edhi Sandra, 2001 : 18)

Dalam proses aklimatisasi sebaiknya digunakan media tanam yang halus dan lunak, sehingga akar bisa tumbuh optimal. Media aklimatisasi berupa sekam bakar, serbuk pakis, moss atau akar pakis. Prinsipnya, media tersebut harus cukup halus, dapat memegang air dengan baik, serta bebas dari jamur dan penyakit. Media aklimatisasi sebaiknya disterilisasikan dengan cara merebus atau menggunakan autoklaf. Bisa juga media tersebut disemprot fungisida dan dicampur dengan furadan (Edhi Sandra, 2003: 49).

Selama masa aklimatisasi, kultur anggrek dibiasakan untuk beradaptasi dengan lingkungan luar dengan menggunakan penyungkup. Caranya dengan membuka sungkup secara bertahap, interval dan lamanya pembukaan semakin lama. Setelah sungkup dapat dibuka sepenuhnya, anggrek dibiarkan menjadi agak besar, kemudian dipindahkan kealam pot pembesaran. Bisanya pemindahan dilakukan setelah berumur 3 bulan sejak tanaman tersebut dibuka sepenuhnya (Edhi Sandra, 2003 : 51)

Pemupukan, Penyiraman, dan pengendalian hama dan penyakit merupakan cara pemeliharaan yang sangat penting dilakukan. Dan agar tanaman anggrek ini bisa tumbuh dan berbunga memuaskan. Pemupukan merupakan pemberian unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik melalui akar maupun melalui daun. Pertumbuhan tanaman tidak akan dapat optimal bila hanya mengandalkan tersedianya unsur hara didalam tanah. Terutama bagi tanaman anggrek yang menggunakan media non-tanah, tanpa pemberian pupuk mutlak diperlukan agar tanaman tidak menderita defisiensi, yaitu terserang berbagai penyakit akibat kekurangan


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

unsure hara, sehingga tanaman jadi merana dan mati. Tanaman anggrek tanah juga perlu dipupuk seperti tanaman hortikultura lainnya, karena unsur hara didalam akan habis dalam waktu tertentu, apalagi bila tanahnya tersebut ditanami secara terus menerus (Hendaryono, 1998).

Kebutuhan air sangat tergantung dari jenis tanaman, ukuran tanaman, jenis media, jenis pot. Pemberian air yang berlebihan seringkali merugikan anggrek terutama didaerah yang lembab, air yang berlebihan merupakan penyebab utama kematian tanaman anggrek. Kelembaban yang berlebihan dengan temperatur yang tinggi merupakan keadaan yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan cendawan yang merugikan. Cendawan dan bakteri dapat menyerang akar tanaman, sehingga menyebabkan kebusukan tanaman. Untuk mendapatkan hasil pertanaman yang baik, pengendalian hama dan penyakit merupakan aspek budidaya anggrek yang tidak kalah pentingnya (Gunawan, 2004 : 36)


(18)

commit to user

III. TATALAKSANA PELAKSANAAN

A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

1. Tempat Pelaksanaan Magang

Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) Unit Wonocatur yang beralamat di Jl. Pertanian, Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu Pelaksanaan Magang

Magang ini dilaksanakan pada Tanggal 16 Februari – 22 Maret 2011.

B. Cara Pelaksanaan

Adapun Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Magang ini yaitu :

1. Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan adalah metode Deskriptif Analitik, yaitu metode penerapan permasalahan sehingga memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam konteks teori–teori yang ada dan dari penelitian terdahulu.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan dan dengan pencatatan yaitu mencatat data–data yang diperlukan dari sumber yang dapat dipercaya.

3. Metode Analisis Data

Data yang tekumpul dianalisis dengan menggunakan tabulasi representatif yaitu dengan menganalisa data yang telah terkumpul dengan analisis kualitatif. Pada kasus–kasus tertentu mahasiswa dapat pula menjelaskan secara lebih mendalam berdasarkan teori-teori atau keterangan yang relevan.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Perusahaan

1. Profil Perusahaan

BPPTPH Unit Wonocatur merupakan Laboratorium Kultur Jaringan yang terletak di Jalan Pertanian, Wonocatur, Bangun Tapan, Bantul, Yogyakarta. Laboratorium kultur jaringan memproduksi bibit melalui teknik kultur jaringan yang meliputi tanaman pisang dan anggrek.

a. Sejarah Laboratorium Kultur Jaringan dan Kebun Bibit

Hortikultura Wonocatur

Laboratorium Kultur jaringan yang berkedudukan di Wonocatur dibangun pada tahun 1996, dan mulai beroperasional pada akhir tahun 1996. Sebelumnya sudah ada Laboratorium Kultur Jaringan di BBI Hortikultura Ngipiksari, tetapi belum berhasil dalam operasional karena kondisi laboratorium yang terlalu lembab sehingga menyebabkan kegagalan dalam produksi (eksplant selalu mengalami kontaminasi)

Menurut struktur organisasi pada waktu itu, Laboratorium Kultur Jaringan masih menjadi satu dengan BBU Wonocatur di bawah Seksi Produksi benih Subdin Produksi Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Mulai akhir 1999 terjadi perubahan struktur organisasi dan Laboratorium Kultur Jaringan masuk ke Seksi Produksi Benih Hortikultura Subdin Produksi Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan.

Sesuai dengan Perda No. 7 Tahun 2002 terjadi perubahan struktur yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan menjadi Sub Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan Laboratorium Kultur jaringan dibawah salah satu seksinya yaitu di seksi Produksi Hortikultura. Kemudian, pada awal tahun 2009 Laboratorium kultur jaringan sesuai dengan tugas dan fungsinya, segala pengelolaan dan kegiatannya menjadi wewenang UPTD Balai Pengembangan perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) di bawah Seksi Produksi Benih Hortikultura


(20)

commit to user

yang berkedudukan di Ngipiksari, pakem, Sleman di bawah naungan dan bertanggungjawab langsung kepada Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kebun Bibit Hortikultura Wonocatur pada awalnya bernama Balai Benih Utama Hortikultura Wonocatur (BBU Hortikultura Wonocatur) semua pengelolaannya berada dibawah pimpinan Balai Benih Utama (BBU) Padi Wonocatur (sampai sekarang kantornya menjadi satu dengan Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur), kemungkinan dengan pertimbangan sama-sama kedudukannya sebagai Balai Benih Utama dan lokasinya berdekatan. Berdasarkan SK Gubernur No. 61/KPTS/88 tentang pembentukan UPTD Dinas Pertanian Provinsi DIY berada dibawah pembinaan UPTD/BBI Hortikultura Ngipiksari, Sleman.

b. Visi dan Misi Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur

Visi dari Laboratorium Kultur Jaringan adalah untuk menyediakan bibit tanaman berkualitas dalam waktu relatif cepat, dalam jumlah banyak, bernilai ekonomi tinggi dan banyak peminatnya sehingga akan mampu meningkatkan PAD.

Misi dari Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur ada dua yaitu misi jangka pendek dan misi jangka panjang. Misi jangka pendek adalah untuk menyediakan kebutuhan pisang dan anggrek, serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat DIY yang terdiri dari komoditas pisang dan komoditas tanaman hias.

c. Tugas BPPTPH Unit Wonocatur

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya BPPTPH Unit Wonocatur, BPPTPH bertugas sebagai:

1) Penghasil dan penyedia bibit hortikultura, baik hasil perbanyakan tradisional maupun bibit hasil kultur jaringan.

2) Sebagai tempat penyuluhan, pembinaan, percontohan dan pelayanan masyarakat.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Keadaan daerah

a. Laboratorium kultur jaringan Wonocatur

1) Letak Geografis

Laboratorium Kultur Jaringan terletak lebih kurang 5 km sebelah Timur pusat kota Yogyakarta, yaitu di desa Wonocatur, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Jalan Raya Janti - Sebelah Selatan : Dusun Tegal mulyo - Sebelah Timur : Jalan Ring Road Timur - Sebelah Barat : Dusun Gedong Kuning

2) Topografi

Laboratorium Kultur Jaringan berada pada ketinggian 130 meter dpl dengan kondisi tanahnya bergelombang dan datar.

3) Keadaan Tanah

Jenis tanahnya regosol berwarna kelabu kehitaman dengan pH antara 6-8 dengan sebagian kecil tanah perkantoran bertekstur geluh berpasir yang mudah menyerap air dan strukturnya remah.

4) Keadaan Iklim

Iklim di wilayah ini termasuk tipe iklim sedang atau agak kering dengan temperatur 25,92oC. Musim hujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan April yang cukup baik untuk budidaya tanaman padi, palawija, buah-buahan dan sayuran dataran rendah.

b. Kebun Bibit Hortikultura Wonocatur

1) Letak geografis

Kebun Bibit Hortikultura Wonocatur yang luasnya 4.500 m2 terletak di sebelah utara perempatan Gedong Kuning, di Jalan Raya Janti, di Desa Wonocatur, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan batas-batas sebagai berikut:


(22)

commit to user

- Sebelah Utara : Dinas Perindustrian Provinsi DIY - Sebelah Selatan : Jalan Kampung

- Sebelah Timur : UPTD Dinas Perkebunan - Sebelah Barat : Jalan Raya Janti

2) Topografi

Kebun Bibit Hortikultura Wonocatur berada pada ketinggian 130 meter dpl dengan kondisi tanahnya bergelombang dan datar.

3) Keadaan Tanah

Jenis tanahnya latosol, banyak mengandung pasir sehingga porous, dengan pH tanah 5,4 – 6,5.

4) Keadaan Iklim

Iklim di wilayah ini termasuk tipe iklim sedang atau agak kering dengan temperature 25,92oC. Musim hujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan April.

3. Keadaan Perkantoran/Ketatausahaan

a. Struktur Organisasi

Berdasarkan Perda No. 7 Tahun 2002 tanggal 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan Organisasi UPTD pada Dinas Daerah di lingkungan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka struktur organisasi Laboratorium Kultur Jaringan di bawah Seksi Produksi Benih Hortikultura UPTD BPPTPH seperti terinci sebagai berikut:


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 4.1. Struktur Organisasi BPPTPH Provinsi DIY

Kepala Dinas Pertanian Ir. Nanang Suwandi,MMA.

Ka TU

Ir. Retno Setyowati, MS Kepala UPTD BPPTPH

Ir. Pramono Hadi

SUBBAG TU Ir. Hendra Murtana

Seksi Produksi Benih dan Tan. Pangan Ir. Suharyadi

Seksi Pengembangan Teknologi & Prod.Benih

Tan. Horti Ir. Suharto Budiyono,MP

Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

Unit Wonocatur Unit Tambak


(24)

commit to user

b. Kepegawaian

Karyawan Laboratorium Kultur Jaringan berjumlah 7 orang terdiri dari 4 orang pegawai dan 3 orang harian lepas. Data terperinci pada tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Data Karyawan Laboratorium Kultur Jaringan UPTD BPPTPH Unit Wonocatur

No Nama Pendidikan Jabatan

1 2 3 4 5 6 7 Muryono

Ir. H. Ruspandi A.F Sumarsih Siti Rojimah Djumakir Sakimin Wijo SLTA S1 SLTA SLTA SLTA SD SD

Koordinator Lab. Kultur Jaringan Staf (pembimbing KL)

Staf (Administrasi)

Staf (Petugas Laboratorium) Penjaga

Tenaga Harian

Bagian Pemelihara Lingkungan

4. Sarana dan Prasarana

Kegiatan operasional Laboratorium Kultur Jaringan maupun perbanyakan bibit buah-buahan sangat ditunjang oleh keberadaan sarana dan prasarana yang tersedia. Sarana dan prasarana yang ada meliputi gedung/bangunan dan peralatan. Bangunan terdiri dari:

a. Bangunan kantor, seluas 128 m2

b. Laboratorium Kultur Jaringan seluas 89 m2

Di dalam Laboratorium Kultur Jaringan dibagi menjadi beberapa ruangan yang mempunyai fungsi berbeda-beda antara ruang yang satu dengan yang lainnya. Ruang-ruang tersebut adalah:

1) Ruang Persiapan

Ruang ini digunakan untuk sterilisasi eksplan, pembuatan media, sterilisasi alat dan media. Dalam ruangan ini terdapat beberapa peralatan yang digunakan untuk kultur jaringan, diantaranya:

a) Timbangan analitik untuk menimbang bahan-bahan kimia.

b) Hot plate magnetic stirrer untuk mengaduk dan memanaskan bahan kimia.


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c) Autoklaf untuk sterilisasi alat dan media.

d) Alat-alat gelas, seperti gelas ukur dan Erlenmeyer. e) Almari penyimpanan bahan-bahan kimia.

f) Meja kerja, yang digunakan ketika membuat media. g) Almari pendingin untuk menyimpan larutan stok.

h) Kompor untuk memanaskan autoklaf ketika sedang beroperasi. 2) Ruang Inkubasi

Ruang ini digunakan untuk meletakkan atau menumbuhkan planlet dalam botol setelah inisiasi atau setelah dilakukan multiplikasi (sub kultur), Dalam ruangan ini dilengkapi dengan AC dan lampu TL untuk menjaga agar suhu dan intensitas cahaya diruangan sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan agar planlet mampu tumbuh dengan baik.

3) Ruang Isolasi

Ruangan ini digunakan untuk melakukan inisiasi atau sub kultur. Dalam ruangan ini terdapat Laminar Air Flow (kotak tanam). Ruangan ini dilengkapi dengan AC dan lampu UV. Lampu UV dinyalakan ± 30 menit sebelum ruangan digunakan. Lampu UV ini digunakan untuk menumbuhkan kontaminan yang dapat mengganggu pertumbuhan planlet. Pada saat bekerja lampu UV dimatikan karena lampu ini menimbulkan radiasi yang membahayakan kesehatan manusia.

c. Screen House 2 unit, seluas masing-masing 100 m2 dan 80 m2.

Screen house atau rumah kaca merupakan rumah yang digunakan untuk mengaklimatisasi dan menumbuhkan tanaman yang baru saja keluar dari botol kultur jaringan. Screen house ini digunakan untuk mengadaptasikan bibit hasil kultur jaringan dengan lingkungan sebelum ditanam di habitat aslinya.


(26)

commit to user

B. Uraian Kegiatan

Teknologi kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan bibit secara modern yang dilakukan di instansi Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) unit Wonocatur. Dengan teknik ini dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain dapat memproduksi tanaman jenis unggul dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat. Selain itu juga dapat menghemat ruang, tenaga dan biaya.

Teknik kultur jaringan anggrek yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan unit Wonocatur ini, yaitu Tahap seleksi tanaman induk, Tahap sterilisasi eksplant, Tahap pembuatan media dan sterilisasi, Tahap sterilisasi alat dan media, Tahap inisiasi dan subkultur, Tahap pengakaran, Tahap aklimatisasi.

1. Tahap seleksi tanaman induk

Mempersiapkan bahan tanaman (eksplant) yaitu biji tanaman anggrek yang dipilih dari buah yang sudah masak secara fisiologis, Masaknya buah anggrek berbeda menurut jenisnya. Dendrobium masak buahnya 4 bulan, Phaleonopsis masak buahnya 4 bulan, Vanda masak buahnya 8 bulan, Cattleya masak buahnya 9 – 10 bulan. buah tersebut didapat dari kantor dinas yang berada di Ngipiksari. Buah tersebut memiliki tanda-tanda antara lain ketegangan permukaan buah tinggi, berwarna kekuningan, dan bila dibuka biji sudah tidak lengket. Buah yang paling baik digunakan dan lebih mudah penanganannya adalah buah yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Biji yang terlalu tua sering pecah sebelum ditabur ke dalam botol, biji yang terlalu muda biasanya belum terbentuk secara sempurna, sehingga masih menjadi satu dengan jaringan buah. Biji anggrek tidak mempunyai cadangan makanan (endosperm) yang dapat digunakan pada awal perkecambahannya. Namun, di alam mampu berkecambah walau dalam presentase yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan adanya bahan – bahan organik yang disuplai oleh micoryza (asosiasi antara jenis cendawan tertentu dengan akar tanaman tingkat tinggi) yang hidup dalam biji anggrek. Pertumbuhan biji anggrek secara


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

alamiah tidak dapat optimal, karena biji anggrek tidak cukup energi untuk tumbuh (kurang cadangan makanannya), sehingga akan optimal apabila dibantu dalam sistem in vitro.

2. Tahap sterilisasi eksplant

Tujuan sterilisasi eksplant adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh cendawan dan bakteri pada eksplant yang dapat menghambat pertumbuhan jaringan eksplant. Kegiatan sterilisasi eksplant yang dilakukan adalah pertama-tama eksplant dimasukkan kedalam beaker glass yang berisi larutan alkohol 70% sampai eksplant terendam dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian eksplant dibilas dengan aquades setelah itu dimasukkan dalam larutan clorox 20% selama 10 menit dan di aduk – aduk lalu dibilas dengan aquades sampai bersih. Setelah dibilas eksplant tersebut ditanam dalam media.

3. Tahap pembuatan media dan sterilisasi

Media kultur jaringan secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu media dasar dan media perlakuan. Di laboratorium kultur jaringan wonocatur media yang digunakan adalah media dasar Murashige & Skoog (MS). Media dasar MS adalah yang paling luas penggunaannya dibanding dengan media dasar lainnya. Media MS banyak digunakan terutama pada mikropropagasi tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu dikarenakan media MS memiliki kandungan garam – garam yang lebih tinggi daripada media lain, disamping itu kandungan nitratnya juga tinggi. Untuk pembuatan media dasar digunakan larutan stok. Larutan stok dibuat untuk mempermudah pembuatan media. Larutan stok terdiri dari stok A, B, C, D, E, F, Vitamin dan ZPT.

Komposisi media dalam teknik kultur jaringan : - Unsure makro : N, P, K, Ca, Mg dan S - Unsur mikro: Fe, Mn, Zn, B, Mo, Cu, dan Co

- Vitamin : Niasin, Glisin, Pridoksin, HCL, Tiamin HCL - Sumber energy : Sukrosa, Fruktosa, Glukosa


(28)

commit to user

- Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang terdiri dari golongan auksin (IAA, IBA, NAA, 2,4 D) Dan golongan sitokinin ( Kinetin, Zeatin, BAP). Auksin dan Sitokinin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian auksin dengan kadar yang relative tinggi, deferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordial akar. Sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah primodial batang dan tunas.

Untuk pembuatan larutan stok sebanyak 100 ml komposisinya tertera pada tabel 4.2:

Tabel 4.2 Komposisi Larutan Stok Media MS dalam 100 ml Aquades No Jenis Stok Jenis Bahan Berat (gr)

1 2 3 4 5 6 7 8 A B C D E F Vitamin Myoinositol NH4NO3 KNO3 CaCl2.H2O MgSO4.H2O KH2PO4 Na2EDTA FeSO4

(dilarutkan dan dipanaskan)

MnSO4.H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KL

Na2MoO4.2H2O CaCl6.H2O CuSO4.5H2O Thiamin HCL Nicotinic Acid Piridokside HCL Glisine Myoinositol 8,25 9,5 4,4 3,7 1,7 0,745 0.557 0,338 0,172 0,124 0,0166 0,005 0,0005 0,0005 0,01 0,05 0,05 0,2 1


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ZPT :

· BAP (0,1 g dalam 100 ml aquades) · NAA (0,1 g dalam 100 ml aquades)

Kebutuhan stok ZPT untuk membuat 1 liter media tergantung pada konsentrasi ZPT yang diperlukan. Untuk pembuatan media MS konsentrasi BAP sebanyak 8 ml dalam 1 liter larutan, sedangkan untuk konsentrasi NAA dalam 1 liter larutan membutuhkan 2 ml. sedangkan pada konsentrasi ZPT dalam media pengakaran berbanding terbalik dengan media MS.

Untuk membuat media MS sebanyak 1 literdigunakan30 gram gula pasir yang dilarutkan dalam aquades dengan menggunakan magnetic stirer yang kemudian dicampur dengan larutan stok dengan komposisi sebagai berikut: 20 ml stok A, 20 ml stok B, 10 ml stok C, 10 ml stok D, 5 ml stok E, 5 ml stok F, 1 ml Vitamin, 10 ml Myoinositol. Kemudian larutan stok dan larutan gula ditambahkan air aquades hingga 1 liter dan diaduk hingga homogen. Kemudian mengukur pH larutan, pH yang dikehendaki adalah 5,8-6. Larutan campuran tersebut dimasukkan dalam panci dan ditambahkan 10 gr agar bubuk kemudian direbus. Media dimasak sampai mendidih, kemudian media diisikan ke dalam botol-botol kultur steril yang telah disiapkan.

4. Tahap sterilisasi alat dan media

Sterilisasi merupakan salah satu hal yang sangat penting pada kegiatan kultur jaringan untuk mengatasi kontaminasi mikroorganisme. Sterilisasi peralatan dan media biasanya menggunakan alat yang disebut autoklaf. Alat ini bekerja berdasarkan temperatur dan tekanan. Sebelum disterilkan pada autoklaf, hal yang dilakukan adalah mencuci alat-alat sehabis digunakan untuk proses kultur jaringan dengan menggunakan air bersih dan direndam dengan larutan Clorox selama ± 15 menit. Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah pinset, skalpel, petridish, pisau pemotong, dan botol-botol kosong. Temperatur yang digunakan untuk sterilisasi alat-alat tersebut adalah 121oC hingga pada


(30)

commit to user

tekanan 17,5-20 psi atau selama 30 menit. Sedangkan untuk media kultur dengan suhu 121oC hingga tekanan 17,5-20 psi, dikonstankan pada tekanan 20 psi dan dipertahankan selama 30 menit.

Waktu yang digunakan untuk sterilisasi media berbeda dengan sterilisasi alat, karena bila terlalu lama media akan mendidih dan meluap. Sterilisasi yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan BPPTPH masih menggunakan autoklaf yang sederhana. Dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki, sterilisasi alat dan media tidak dapat dilakukan bersamaan dan dalam jumlah yang besar. Untuk sterilisasi peralatan seperti pinset, pisau, skalpel, petridish dan masker digabungkan dengan sterilisasi media dalam satu autoklaf.

5. Tahap inisiasi dan subkultur

Tahap inisiasi merupakan tahap penanaman eksplan yang telah disterilkan, yaitu dengan cara biji ditaburkan ke dalam botol yang sudah berisikan media, inisiasi dilakukan di dalam LAF (Laminair Air Flow). tahap ini membutuhkan waktu 2 sampai 3 bulan.

Tahap berikutnya adalah sub kultur yaitu tahap pemindahan atau penanaman protocorm like body (plb) yang dihasilkan dalam tahap inisisasi ke dalam media yang formulanya sama secara berulang-ulang untuk menghasilkan bibit anggrek dalam jumlah yang diinginkan. Setelah berumur 3 bulan, kultur anggrek sudah dapat diperbanyak dari satu botol menjadi 5 – 15 botol kultur. Bagian yang diperbanyak adalah bagian kalus yang dicacah / dipotong menjadi potongan-potongan kecil. Potongan-potongan tersebut ditanam dalam media kultur baru.

6. Tahap pengakaran

Tahap pengakaran bertujuan supaya tunas yang ada dalam botol berakar sebelum di aklimatisasi. Pembentukan akar merupakan tahap yang sangat penting dalam biakan mikro. Pertumbuhan akar dapat dirangsang dengan penambahan zat pengatur tumbuh auksin. Waktu yang diperlukan dalam tahap pengakaran ini berbeda-beda tergantung tanamannnya, tetapi biasanya sekitar 3-12 minggu. Setelah umur 3-12 minggu planlet dipindah


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kedalam media baru yang sudah ditambahkan arang aktif dimana konsentrasi NAA berbanding terbalik dengan konsentrasi BAP pada media MS. Setelah tunas berakar dalam botol, tunas tersebut telah siap dikeluarkan dan diaklimatisasikan di dalam screen house.

7. Tahap aklimatisasi

Kultur in vitro selesai pada saat terbentuk planlet (tanaman kecil) yang sudah mempunyai pucuk pada ujung yang satu dan akar yang berfungsi pada ujung yang lainnya. Selanjutnya adalah pemindahan planlet ke lingkungan yang sebenarnya dengan menggunakan media arang, sabut kelapa dan pakis. Masa ini adalah masa kritis dalam rangkaian perbanyakan tanaman. Ada beberapa proses yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur yaitu sebagai berikut: a. Menyiapkan media tanam anggrek berupa arang, sabut kelapa dan

potongan pakis yang sebelumnya direndam dengan larutan fungisida selama sehari semalam.

b. Planlet dikeluarkan dari botol setelah itu dicuci dengan larutan fungisida kemudian dibilas sebanyak dua kali ulangan dengan air bersih lalu ditiriskan pada keranjang plastik yang bersih. Pada waktu pencucian diusahakan sampai bersih karena media in vitro mangandung gula yang disukai mikrobia dan diusahakan akar jangan sampai terputus karena akar yang rusak akan cepat mengundang kontaminasi.

c. Penanaman planlet anggrek dilakukan dalam kompot (pot bersama), pot bersama ini digunakan untuk menanam bibit anggrek yang dikeluarkan dari botol, pananaman dalam satu pot sebanyak 10 bibit secara bersama.

d. Kompot diletakkan pada rak-rak yang terdapat di dalam screen house yang kelembaban, suhu udara dan intensitas cahaya mataharinya dapat terjaga.

e. Penyiraman dilakukan setiap hari dan diberi fungisida dengan cara disemprotkan, dosisnya 2 gr/lt setiap minggunya.


(32)

commit to user

f. Anggrek dipindahkan ke pot tunggal apabila tanaman anggrek sudah layak dipindahkan yaitu dengan ciri tanaman anggrek tersebut sudah lengkap dan sudah mempunyai kekuatan tumbuh yang lebih kuat.

C. Pembahasan

Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan planlet dari dalam botol ke dalam pot untuk selanjutnya dipelihara didalam screen house agar suhu, udara dan kelembabannya dapat diatur dan terkontrol dengan baik. Apabila habitatnya sesuai, anggrek dapat tumbuh subur, sehat dan daunnya hijau segar. Menurut Yusnita (2003) aklimatisasi berarti melatih tanaman yang sebelumnya ditumbuhkan didalam botol kultur dengan suplay media yang lengkap untuk dapat hidup secara mandiri dan berfotosintesis pada kondisi eksternal.

Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam aklimatisasi adalah:

a. Pencucian planlet harus diusahakan sampai bersih karena media invitro mengandung gula yang dapat menarik mikrobia.

b. Diperlukan screen house untuk melindungi tanaman mini.

c. Kelembaban yang kurang dalam pertumbuhan planlet akan menyebabkan kelayuan yang pada akhirnya akan mati.

d. Perlu penyiraman secara berkala untuk pengaturan temperatur.

Aklimatisasi yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama pengeluaran planlet anggrek dari botol, tahap kedua pencucian planlet, tahap ketiga budidaya dalam pot (pengompotan) pada tahap ini anggrek dibudidayakan secara berkelompok dalam satu pot diperkirakan anggrek belum mampu untuk mandiri. Tahap keempat adalah budidaya dalam pot tunggal (single pot). Dan tahap terakhir adalah pemeliharaan anggrek dewasa. Tahap terakhir ini merupakan tahap yang paling berat, sebab apabila faktor-faktor lingkungan tidak terpenuhi secara optimum, tanaman anggrek tersebut tidak bisa berkembang dan tumbuh sehat.


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tahap pertama yang dilakukan pada saat aklimatisasi di laboratorium kultur jaringan adalah pengeluaran planlet anggrek dalam botol. Planlet dalam botol yang telah siap (biasanya umur 6-10 bulan). Sebelum planlet dikeluarkan dari dalam botol, botol diisi terlebih dahulu dengan sedikit air untuk melunakkan media agar. Planlet dikeluarkan dengan menggunakan pinset panjang secara pelan-pelan dan hati-hati agar akarnya tidak terputus.

Pada tahap kedua pencucian planlet anggrek disiapkan terlebih dahulu bak berjumlah 3 buah, bak pertama diisi dengan air dan fungisida yaitu Dhitane M-45 dengan takaran 1 sendok, sedangkan 2 bak lainnya diisi dengan air bersih yang digunakan untuk membilas. Ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan cendawan dan bakteri yang menempel pada planlet terutama yang telah berjamur. Planlet dibersihkan dan di sikat dengan menggunakan sikat yang halus secara pelan-pelan dan hati-hati, sehingga media agar yang menempel pada agar dapat terlepas. Apabila sisa-sisa media agar kultur jaringan masih menempel pada akar dapat menimbulkan terjadinya pertumbuhan mikroorganisme patogen dalam tempat tanam selama periode awal dari kondisi non steril dalam screen house. Kemudian membilasnya dengan menggunakan air bersih 2 kali. Setelah bersih, tidak ada sisa agar yang menempel pada akar, planlet tersebut diletakkan pada keranjang plastik dan mengelompokkannya berdasarkan jenisnya.

Di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur media tanam yang digunakan adalah media tanam organik yaitu pakis, arang kayu dan sabut kelapa. Karakteristik dari masing-masing media tanam tersebut adalah:

1. Pakis

Karakteristik yang menjadi keunggulan media pakis lebih dikarenakan sifat-sifatnya yang mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman. Bahan medium ini mampu menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan. Bahan media tumbuh tersebut melapuk secara perlahan-lahan, sehingga unsur hara dapat sedikit demi sedikit diserap dengan baik


(34)

commit to user

oleh tanaman anggrek. Kelemahan dari media jenis ini adalah struktur remah (lapuk), sehingga perlu sering diganti.

2. Sabut kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian dalam dari kulit kelapa, sabut kelapa yang digunakan sebaiknya berasal dari buah kelapa yang sudah tua dengan serat-serat yang kuat (Hendaryono, 1996 : 25). Cara penggunaannya yaitu: sabut kelapa dipotong-potong sesuai dengan ukuran pot, kemudian diurai-uraikan agar tidak terlalu padat. Kelemahan media sabut ini adalah cepat lapuk, karena daya serap dan daya simpan air cukup tinggi. Proses pelapukan yang cepat ini menyebabkan terakumulasinya asam-asam organik dalam jumlah banyak, sehingga lingkungan media menjadi asam dan mudah ditumbuhi jamur. Untuk mengatasi tumbuhnya jamur, sabut kelapa perlu direndam terlebih dahulu di dalam larutan fungisida. Jika dibandingkan dengan media lain, pemberian fungisida pada media sabut kelapa harus lebih sering dilakukan karena sifatnya yang cepat lapuk sehingga mudah ditumbuhi jamur. Oleh karena itu penggunaan media ini tidak cocok digunakan didaerah yang berhawa dingin atau mempunyai frekuensi curah hujan tinggi.

Kelebihan sabut kelapa sebagai media tanam lebih dikarenakan karakteristiknya yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat, sesuai untuk daerah panas, dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P).

3. Pecahan arang

Pecahan arang cukup baik untuk dijadikan medium tumbuh bagi tanaman anggrek, karena mampu menyimpan air dan mempunyai sirkulasi udara yang baik. Disamping itu pecahan arang tidak mudah melapuk dan tidak cepat ditumbuhi cendawan serta bakteri. Kelemahan media jenis ini adalah miskin akan unsur hara dan sukar mengikat air sehingga menyebabakan pertumbuhan tanaman anggrek menjadi kurang baik.


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Media pakis, arang dan sabut kelapa yang digunakan direndam terlebih dahulu selama 1 malam dengan larutan fungisida, tujuan dari perendaman dalam fungisida yaitu untuk mencegah pertumbuhan jamur. Selain media, pada penyiapan media ini juga diperlukan pot sebagai wadah media tanam tanaman anggrek. Pot yang digunakan di Laboratorium Kultur jaringan Wonocatur adalah pot yang terbuat dari tanah liat. Pot yang terbuat dari tanah liat berukuran 10 – 15 cm dan memiliki pori-pori dinding, poro-pori dinding tersebut berfungsi untuk memperlancar aerasi.

Pada tahap selanjutnya yaitu penanaman, penanaman dilakukan secara berkelompok dalam pot yang terbuat dari tanah liat yang berlubang pada bagian dasar pot. Tanaman anggrek membutuhkan aerasi yang tinggi karena akarnya tidak boleh tergenang air, oleh sebab itu media yang digunakan untuk budidaya tanaman anggrek tidak menggunakan media tanah. Pada tahap penanaman bibit anggrek juga dilakukan secara berkelompok berdasarkan jenisnya. Bibit anggrek ditanam pada pot berisi media tanam yang berupa pecahan arang, pakis dan sabut kelapa dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Karena penanamannya secara berkelompok maka dalam satu pot berisi 10 bibit anggrek. Pada penanaman ini menanamnya tidak perlu ditekan , tetapi cukup di pegang dan ditanamkan secara ringan saja. Akar yang agak panjang diusahakan dapat masuk kedalam media dan dilakukan secara pelan-pelan, apabila terdapat akar yang patah akan mendatangkan jamur ataupun benih penyakit. Pot komuniti yang berisi bibit anggrek diletakkan dan ditata pada rak-rak kayu yang terdapat di screen house.

Tahap selanjutnya yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur yaitu pemindahan dari pengompotan ke single pot atau pot individu. Setelah bibit anggrek pada pot komuniti ini sudah cukup besar dan akarnya cukup panjang dan kuat, sekitar umur 3 bulan bibit anggrek dipindahkan ke pot individu. Dari pot komuniti, bibit anggrek diambil satu persatu kemudian dipindahkan ke dalam pot individu satu persatu pula.

Pemeliharaan dan perawatan bibit anggrek sangat perlu dilakukan agar tetap hidup. Pemeliharaan pada tahap aklimatisasi yang dilakukan di screen


(36)

commit to user

house Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama. Tanaman anggrek yang sedang aktif tumbuh, membutuhkan lebih banyak air dibandingkan dengan yang sudah berbunga. Penyiraman dilakukan setiap hari sekali yaitu pada pagi hari untuk menjaga kelembaban. Kelembaban udara maupun media pada tanaman anggrek tidak boleh terlalu tinggi, karena akan mudah terserang cendawan, akar mudah busuk. Selain itu kelembaban tinggi juga menyebabkan bakteri menyebar keseluruh bagian akar tanaman dalam waktu cepat. Akibatnya, akar tidak berfungsi sebagai penyerap unsur hara, sehingga tanaman mengalami defisiensi unsur hara yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyiraman adalah kondisi air dan cara penyiraman. Air harus bebas dari pencemaran dan kaporit serta cara penyiraman yang dilakukan dengan cara spreyer.

Seperti tumbuhan lainnya, anggrek selalu membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Setelah tanaman anggrek tumbuh akar baru, dilakukan pemupukan setiap seminggu sekali dengan pupuk vitablom dengan takaran 1/2 sendok untuk 1 lt air, cara pengaplikasiannya dengan menyemprotkan larutan pupuk dengan sprayer. Tujuan dilakukan pemupukan adalah untuk memberi tambahan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan pada tanaman anggrek tidak akan optimal bila mengandalkan tersedianya unsur hara dalam media. Pada tanaman anggrek yang masih muda memerlukan nitrogen yang lebih banyak daripada fosfor dan kalium, sedangkan pada anggrek siap berbunga memerlukan unsur P lebih banyak. Senyawa nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan akar, batang dan daunnya.

Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur dilakukan seminggu sekali. Hama yang menyerang anggrek dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Bila jumlah tanaman yang diserang sedikit, dapat diatasi secara mekanik yaitu dengan cara diambil dan dimatikan. Hama yang biasa menyerang tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan yaitu semut, belalang dan bekicot.


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Semut sering kali bersarang dan bertelur dalam pot atau dibawah pot, semut-semut ini dapat merusak akar tanaman. Selain akar, semut-semut juga merusak tunas-tunas muda tanaman. Hama belalang juga suka makan pucuk-pucuk daun, daya merusaknya cukup besar karena dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain dengan mudah, Kedua hama tersebut diberantas menggunakan insektisida. Sedangkan hama bekicot merusak seluruh bagian tanaman dengan memakan daun dan bagian tanaman lain. Selain itu juga makan tanaman yang telah mati. Cara pengendaliannya biasanya menggambili bekicot – bekicot yang ada disekitar tanaman dan memusnahkannya. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman anggrek antara lain disebabkan oleh jamur, penyakit yang disebabkan oleh jamur bisa kita lihat pada daunnya. Pada daun sebelah bawah akan kelihatan noda-noda warna kuning dan spora daunnya kelihatan sebagai bintik-bintik warna coklat kehitam-hitaman. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri sering kali terlihat dalam bentuk top-rot (busuk tunas), root-top (busuk akar), atau leaf-rot (busuk daun). Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh virus gejala serangannya tampak pada daun dalam bentuk titik-titik klorotik (daerah yang kehilangan hijau daun). virus berkembang sangat cepat didalam jaringan tanaman dan pengendaliannya lebih sulit daripada penyebab penyakit lainnya. Bagi tanaman yang terserang virus, sampai saat ini belum ada pengobatannya, hanya dianjurkan membakar tanaman yang terserang. Untuk memberantas serangan jamur digunakan fungisida yaitu Dithane, untuk Dithane cara pengaplikasiannya disemprot 1 kali seminggu dengan konsentrasi 2 gr/l. sedangkan serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri menggunakan Agrep yaitu dengan konsentrasi 1 gr/l. Apabila serangan hama dan penyakit tersebut tidak diberantas, secara fisiologis akan memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut dapat berupa penghambatan proses metabolisme sel, berkurangnya cadangan makanan, dapat menghambat pembungaan dan dapat mengakibatkan kematian tanaman anggrek.

Pada proses aklimatisasi di BPPTPH Wonocatur dilakukan secara teratur dan sistematis. Pada kondisi lingkungan tumbuh. BPPTPH


(38)

commit to user

menyiapkan screen house dengaan suhu 25,92oC hal ini mempengaruhi pertumbuhan anggrek yang membutuhkan kelembaban namun tidak banyak air selain itu tanaman anggrek termasuk golongan tanaman naungan cahaya tidak penuh. Tanaman anggrek membutuhkan pemeliharaan khusus agar dapat tumbuh prima dan rajin berbunga. Tanaman membutuhkan cahaya matahari untuk mengadakan fotosintesis yaitu bereaksi untuk membentuk zat pati yang berguna bagi kepentingan pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak (regenerasi sel), cadangan makanan, dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk ATP (Adenosin trifosfat) sebagai sumber tenaga. Tanaman anggrek memerlukan cahaya matahari 15% - 30% supaya pertumbuhan tanaman anggrek dapat optimal. Tanaman yang kekurangan cahaya matahari daunnya terlihat pucat (tidak hijau segar) sedangkan tanaman yang terlalu banyak cahaya matahari mengakibatkan penguapan terlalu tinggi sehingga tanaman menjadi layu bahkan mati. Tanaman anggrek membutuhkan keadaan lingkungan yang lembab tetapi tidak menghendaki kelembaban tinggi karena akan mudah terserang cendawan. Kelembaban udara yang dikehendaki oleh tanaman anggrek berkisar antara 65% - 70%. Kelembaban udara maupun media yang terlalu tinggi akan menyebabkan penyakit busuk akar, busuk daun, dan busuk tunas dengan gejala yang dapat dilihat adalah tanaman terlihat kekurangan air, daun-daunnya kelihatan tidak segar dan keriput, serta pertumbuhan anggrek terhambat.

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi pada tahap aklimatisasi tanaman anggrek yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur ini. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain:

a. Planlet yang akan diaklimatisasi masih terlalu kecil

Planlet yang dikeluarkan dari Laboratorium dan akan diaklimatisasi masih terlalu kecil dikarenakan adanya penumpukan planlet didalam ruang inkubasi Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur. Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk meletakkan dan menumbuhkan planlet dalam botol. Penumpukan ini dapat terjadi karena kekurangan Sumber Daya Manusia untuk melakukan subkultur sehingga


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

planlet yang seharusnya sudah diakarkan baru dilakukan sub kultur. Hal ini mengakibatkan planlet terlalu lama didalam ruang inkubasi sehingga harus dikeluarkan dan diaklimatisasi meskipun masih terlalu kecil.

b. Pemberian kode tidak lengkap dan teratur

Kode yang diberikan pada tanaman anggrek berfungsi untuk memberikan informasi yang jelas mengenai tanamana anggrek tersebut baik itu jenis, warna bunga ataupun hasil persilangan dari jenis apa. Pemberian kode pada tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur masih terlalu umum, kurang spesifik dan tidak dicatat dalam sebuah buku yang khusus untuk mencatat kode-kode yang diberikan pada tanaman anggrek. Hal tersebut akan mempersulit dalam pengelompokkan maupun bagi para peminat/konsumen tanaman anggrek untuk memilih anggrek mana yang akan dipilih dan dibeli karna tidak jelas informasi yang diberikan.

Saat ini permintaan bibit anggrek hasil perbanyakan dengan kultur jaringan di Laboratorium Kultur Jaringan cukup besar, baik dalam kota maupun luar kota. Strategi yang dilakukan Laboratorium Kultur jaringan dalam memasarkan bibit anggrek yaitu:

1. Dijual secara langsung kepada konsumen.

2. Melalui penjual tanaman buah ataupun tanaman hias.

Pada umumnya harga di tingkat produsen yaitu Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur lebih rendah dari harga di tingkat pedagang. Dengan demikian terkadang produsen mengalami kerugian pada saat produksi karena tingginya biaya produksi yang tidak diimbangi dengan penerimaan. Hal-hal yang menyebabkan minimnya penerimaan yang didapat diantaranya adalah banyaknya tanaman yang mati akibat serangan hama dan penyakit pada saat aklimatisasi, selain itu produksi bibit anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur ini sebagai alat pengabdian pemerintah Provinsi DIY kepada masyarakat untuk meningkatkan perekonomian, sehingga produsen tidak berorientasi penuh terhadap keuntungan yang diperoleh.


(40)

commit to user

D. Analisis usaha tani pembibitan tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

Tabel 4.3 Biaya Tetap (Penyusutan barang) Produksi Bibit Anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

No Keterangan Jumlah

Harga satuan (Rp)

Total

Umur ekonomis

(bulan)

Total biaya (Rp) 1 Autoclave 2 3.500.000 7.000.000 144 48.611

2 Kompor gas 2 400.000 800.000 108 7.407

3 Beker glass 2 45.000 90.000 60 1.500

4 Erlen meyer 2 55.000 110.000 24 4.583

5 Pipet 4 2.500 10.000 12 833

6 Petridish 5 27.000 135.000 60 2.250

7 Pinset 6 17.500 105.000 60 1.750

8 Pisau scalpel 3 2.500 7.500 60 125

9 Kipas 1 90.000 90.000 120 750

10 Timbangan analitik 1 1.800.000 1.800.000 144 12.500

11 Botol kultur 300 1.000 300.000 12 25.000

12 Tutup botol 300 2.000 600.000 12 50.000

13 Rak botol 5 500.000 2.500.000 120 20.833

14 Corong 1 1.500 1.500 120 13

15 Pengaduk 1 5.000 5.000 120 42

16 LAF 3 3.500.000 10.500.000 132 79.545

17 Lampu Bunsen 3 100.000 300.000 120 2.500

18 Ember 2 15.000 30.000 60 500

19 Stirer 1 2.000.000 2.000.000 60 33.333

20 Tabung gas 3 700.000 2.100.000 60 35.000

21 AC 4 7.000.000 28.000.000 144 194.444

22 Gelas ukur (100 ml) 4 35.000 140.000 60 2.333 23 Lemari pendingin 1 2.000.000 2.000.000 120 16.667

24 Panci 1 300.000 300.000 120 2.500

25 Botol sprayer 6 14.000 84.000 24 3.500

26 Sabut cuci stainless 5 4.000 20.000 1 20.000

27 Sewa Lahan 269.000


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Table 4.4 Biaya Variabel Produksi Bibit Anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

No Keterangan Kebutuhan

Per bulan Harga satuan (Rp) Total biaya (Rp)

1 Agar teknis 200 gr 700 140.000

2 Alcohol 96% 15 L 45.000 675.000

3 BAP 0,2 gr 90.000 18.000

4 Myoinositol 0,3 gr 21.000 6.300

5 Gula pasir 600 gr 12.5 7.500

6 KNO3 47,5 gr 2.500 118.750

7 NH4NO3 41,25 gr 2.500 103.125

8 CaCl2.2H2O 8,8 gr 2.100 18.480

9 MgSO4.7H2O 7,4 gr 850 6.290

10 KH2PO4 3,4 gr 2.200 7.480

11 FeSO4.7H2O 0,557 gr 4.000 2.228

12 ZnSO4.7H2O 0,172 gr 3.000 516

13 H3BO 0,124 gr 1.100 136

14 Aquadest 25 L 1.000 25.000

15 Sabun cuci 1 Kg 15.000 15.000

16 Sunlight cair @800 ml 1,5 L 11.250 16.875

17 Bayclin 10 L 9.500 95.000

18 Label 3 pack 5.000 15.000

19 Arang aktif 1.5 gr 20.000 30.000

20 Kertas alumunium foil 1 gulung 32.000 32.000

21 Gas LPG 36 Kg 7.500 270.000

22 Plastik isolasi (Cling Wrap)

10 roll 19.000 190.000

23 Dithane 45 3 L 71.500 214.500

24 Mata pisau 1 pack 325.000 325.000

25 Calthane 1 botol 15.000 15.000

26 Vitablom 80 gr 75 6000

27 Kawat kecil 3 Kg 20.000 60.000

28 Pot plastik 100 buah 4.000 400.000

29 Sabut kelapa 8 rit 100.000 800.000

30 Pakis cacah 10 bungkus 17.000 170.000

31 Arang 100 Kg 2.000 200.000

32 Biaya Tenaga Kerja 1.627.500


(42)

commit to user

Biaya tenaga kerja di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam satu kali produksi

Kegiatan HKO Harga Satuan Jumlah

Pembuatan Media 6,75 30.000 202.500

Persiapan Eksplan 0,5 30.000 15.000

Inisiasi 0,75 30.000 22.500

Sub Kultur 7,5 30.000 225.000

Pengakaran 7,5 30.000 225.000

Aklimatisasi 6,25 30.000 187.500

Perawatan 25 30.000 750.000

Jumlah 1.627.500

Total biaya tetap = Rp. 835.519,00

Total Biaya variable untuk satu kali produksi 1000 bibit = Rp. 5.610.680,00 Harga bibit Anggrek dalam pakis = Rp. 10.000,00

Harga bibit Anggrek dalam pot = Rp. 15.000,00

Jumlah produksi bibit Anggrek dalam satu kali produksi = 1000 tanaman 1. Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya variabel

= Rp. 835.519,00 + Rp. 5.610.680,00

= Rp. 6.446.119,00 2. Penerimaan

a. Anggrek dalam pakis = Harga x Jumlah Produksi = Rp. 10.000 x 500

= Rp. 5.000.000,00

b. Anggrek dalam pot = Harga x Jumlah Produksi = Rp. 15.000 x 500

= Rp. 7.500.000,00

Total Penerimaan = Rp. 5.000.000 + Rp. 7.500.000 = Rp. 12.500.000,00

3. Keuntungan = Penerimaan – Total biaya produksi = Rp. 12.500.000,00 - Rp. 6.446.119,00 = Rp. 6.053.881,00


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. R/C Ratio =

oduksi Biaya Total Penerimaan Total Pr = 119 . 446 . 6 . 000 . 500 . 12 . Rp Rp

= 1,9(R/C ratio > 1, berarti layak dijalankan)

Artinya, pendapatan yang diperoleh sebesar 190% dari biaya

5. B/C Ratio =

Biaya Total Keuntungan = 119 . 446 . 6 . 881 . 053 . 6 . Rp Rp

= 0.9 (B/C ratio > 1, berarti Rugi)

Artinya, keuntungan yang diperoleh sebesar 90 % dari biaya

Total laba yang diperoleh Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam budidaya bibit anggrek secara kultur jaringan dalam satu kali proses produksi yaitu Rp. 6.053.881,00 dari penjualan 1000 tanaman dengan harga tiap tanaman dalam pot Rp. 15.000,00. Dan pada pakis Rp. 10.000,00

Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila nilai revenue cost (R/C Ratio) lebih dari satu. Dari hasil analisis biaya di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur didapat nilai R/C Ratio yaitu 1,9 % hal ini menandakan usaha ini layak untuk dikembangkan.


(44)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Teknik kultur jaringan anggrek yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan unit Wonocatur ini, yaitu Tahap seleksi tanaman induk, Tahap sterilisasi eksplant, Tahap pembuatan media, Tahap sterilisasi alat dan media, Tahap inisiasi dan subkultur, Tahap pengakaran, Tahap aklimatisasi. 2. Aklimatisasi yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama pengeluaran planlet anggrek dari botol, tahap kedua pencucian planlet, tahap ketiga budidaya dalam pot (pengompotan) pada tahap ini anggrek dibudidayakan secara berkelompok dalam satu pot diperkirakan anggrek belum mampu untuk mandiri. Tahap keempat adalah budidaya dalam pot tunggal (single pot). Dan tahap terakhir adalah pemeliharaan anggrek dewasa.

3. Di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur media tanam yang digunakan adalah media tanam organik yaitu pakis, arang kayu dan sabut kelapa. 4. Pemeliharaan pada tahap aklimatisasi yang dilakukan di screen house

Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama.

5. Tujuan dilakukan pemupukan adalah untuk memberi tambahan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

6. Hama yang biasa menyerang tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan yaitu semut, belalang dan bekicot.

7. Total laba yang diperoleh Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam budidaya bibit anggrek secara kultur jaringan dalam satu kali proses produksi yaitu Rp. 6.053.881,00 dari penjualan 1000 tanaman dengan harga tiap tanaman dalam pot Rp. 15.000,00. Dan pada pakis Rp. 10.000,00


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user B. Saran

1. Sumber Daya Manusia di UPTD BPPTPH perlu ditingkatkan untuk mendukung keberhasilan usaha, terutama untuk melakukan sub kultur. 2. Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan perlu dicoba bagi

komoditas hortikultura yang lain sehingga tidak hanya menyediakan bibit anggrek yang benar-benar berkualitas.

3. Perlu penambahan tenaga kerja agar dapat mengusahakan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. 4. Untuk pemasaran perlu di lakukan promosi yaitu dengan cara promosi dari

mulut ke mulut, dan melakukan kerjasama dengan petani tanaman hias di berbagai daerah.


(1)

D. Analisis usaha tani pembibitan tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

Tabel 4.3 Biaya Tetap (Penyusutan barang) Produksi Bibit Anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

No Keterangan Jumlah

Harga satuan (Rp)

Total

Umur ekonomis

(bulan)

Total biaya (Rp) 1 Autoclave 2 3.500.000 7.000.000 144 48.611 2 Kompor gas 2 400.000 800.000 108 7.407

3 Beker glass 2 45.000 90.000 60 1.500

4 Erlen meyer 2 55.000 110.000 24 4.583

5 Pipet 4 2.500 10.000 12 833

6 Petridish 5 27.000 135.000 60 2.250

7 Pinset 6 17.500 105.000 60 1.750

8 Pisau scalpel 3 2.500 7.500 60 125

9 Kipas 1 90.000 90.000 120 750

10 Timbangan analitik 1 1.800.000 1.800.000 144 12.500 11 Botol kultur 300 1.000 300.000 12 25.000 12 Tutup botol 300 2.000 600.000 12 50.000 13 Rak botol 5 500.000 2.500.000 120 20.833

14 Corong 1 1.500 1.500 120 13

15 Pengaduk 1 5.000 5.000 120 42

16 LAF 3 3.500.000 10.500.000 132 79.545

17 Lampu Bunsen 3 100.000 300.000 120 2.500

18 Ember 2 15.000 30.000 60 500

19 Stirer 1 2.000.000 2.000.000 60 33.333 20 Tabung gas 3 700.000 2.100.000 60 35.000

21 AC 4 7.000.000 28.000.000 144 194.444

22 Gelas ukur (100 ml) 4 35.000 140.000 60 2.333 23 Lemari pendingin 1 2.000.000 2.000.000 120 16.667

24 Panci 1 300.000 300.000 120 2.500

25 Botol sprayer 6 14.000 84.000 24 3.500 26 Sabut cuci stainless 5 4.000 20.000 1 20.000

27 Sewa Lahan 269.000


(2)

commit to user

Table 4.4 Biaya Variabel Produksi Bibit Anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

No Keterangan Kebutuhan

Per bulan

Harga satuan (Rp)

Total biaya (Rp)

1 Agar teknis 200 gr 700 140.000

2 Alcohol 96% 15 L 45.000 675.000

3 BAP 0,2 gr 90.000 18.000

4 Myoinositol 0,3 gr 21.000 6.300

5 Gula pasir 600 gr 12.5 7.500

6 KNO3 47,5 gr 2.500 118.750

7 NH4NO3 41,25 gr 2.500 103.125

8 CaCl2.2H2O 8,8 gr 2.100 18.480

9 MgSO4.7H2O 7,4 gr 850 6.290

10 KH2PO4 3,4 gr 2.200 7.480

11 FeSO4.7H2O 0,557 gr 4.000 2.228

12 ZnSO4.7H2O 0,172 gr 3.000 516

13 H3BO 0,124 gr 1.100 136

14 Aquadest 25 L 1.000 25.000

15 Sabun cuci 1 Kg 15.000 15.000

16 Sunlight cair @800 ml 1,5 L 11.250 16.875

17 Bayclin 10 L 9.500 95.000

18 Label 3 pack 5.000 15.000

19 Arang aktif 1.5 gr 20.000 30.000

20 Kertas alumunium foil 1 gulung 32.000 32.000

21 Gas LPG 36 Kg 7.500 270.000

22 Plastik isolasi (Cling Wrap)

10 roll 19.000 190.000

23 Dithane 45 3 L 71.500 214.500

24 Mata pisau 1 pack 325.000 325.000

25 Calthane 1 botol 15.000 15.000

26 Vitablom 80 gr 75 6000

27 Kawat kecil 3 Kg 20.000 60.000

28 Pot plastik 100 buah 4.000 400.000

29 Sabut kelapa 8 rit 100.000 800.000

30 Pakis cacah 10 bungkus 17.000 170.000

31 Arang 100 Kg 2.000 200.000

32 Biaya Tenaga Kerja 1.627.500


(3)

Biaya tenaga kerja di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam satu kali produksi

Kegiatan HKO Harga Satuan Jumlah

Pembuatan Media 6,75 30.000 202.500 Persiapan Eksplan 0,5 30.000 15.000

Inisiasi 0,75 30.000 22.500

Sub Kultur 7,5 30.000 225.000

Pengakaran 7,5 30.000 225.000

Aklimatisasi 6,25 30.000 187.500

Perawatan 25 30.000 750.000

Jumlah 1.627.500

Total biaya tetap = Rp. 835.519,00

Total Biaya variable untuk satu kali produksi 1000 bibit = Rp. 5.610.680,00 Harga bibit Anggrek dalam pakis = Rp. 10.000,00

Harga bibit Anggrek dalam pot = Rp. 15.000,00

Jumlah produksi bibit Anggrek dalam satu kali produksi = 1000 tanaman 1.Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya variabel

= Rp. 835.519,00 + Rp. 5.610.680,00 = Rp. 6.446.119,00

2.Penerimaan

a. Anggrek dalam pakis = Harga x Jumlah Produksi = Rp. 10.000 x 500

= Rp. 5.000.000,00

b. Anggrek dalam pot = Harga x Jumlah Produksi = Rp. 15.000 x 500

= Rp. 7.500.000,00

Total Penerimaan = Rp. 5.000.000 + Rp. 7.500.000 = Rp. 12.500.000,00


(4)

commit to user

4.R/C Ratio =

oduksi Biaya Total Penerimaan Total Pr = 119 . 446 . 6 . 000 . 500 . 12 . Rp Rp

= 1,9(R/C ratio > 1, berarti layak dijalankan) Artinya, pendapatan yang diperoleh sebesar 190% dari biaya

5.B/C Ratio =

Biaya Total Keuntungan = 119 . 446 . 6 . 881 . 053 . 6 . Rp Rp

= 0.9 (B/C ratio > 1, berarti Rugi) Artinya, keuntungan yang diperoleh sebesar 90 % dari biaya

Total laba yang diperoleh Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam budidaya bibit anggrek secara kultur jaringan dalam satu kali proses produksi yaitu Rp. 6.053.881,00 dari penjualan 1000 tanaman dengan harga tiap tanaman dalam pot Rp. 15.000,00. Dan pada pakis Rp. 10.000,00

Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila nilai revenue cost (R/C Ratio) lebih dari satu. Dari hasil analisis biaya di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur didapat nilai R/C Ratio yaitu 1,9 % hal ini menandakan usaha ini layak untuk dikembangkan.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Teknik kultur jaringan anggrek yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan unit Wonocatur ini, yaitu Tahap seleksi tanaman induk, Tahap sterilisasi eksplant, Tahap pembuatan media, Tahap sterilisasi alat dan media, Tahap inisiasi dan subkultur, Tahap pengakaran, Tahap aklimatisasi. 2. Aklimatisasi yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur

terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama pengeluaran planlet anggrek dari botol, tahap kedua pencucian planlet, tahap ketiga budidaya dalam pot (pengompotan) pada tahap ini anggrek dibudidayakan secara berkelompok dalam satu pot diperkirakan anggrek belum mampu untuk mandiri. Tahap keempat adalah budidaya dalam pot tunggal (single pot). Dan tahap terakhir adalah pemeliharaan anggrek dewasa.

3. Di Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur media tanam yang digunakan adalah media tanam organik yaitu pakis, arang kayu dan sabut kelapa. 4. Pemeliharaan pada tahap aklimatisasi yang dilakukan di screen house

Laboratorium Kultur Jaringan Wonocatur meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama.

5. Tujuan dilakukan pemupukan adalah untuk memberi tambahan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

6. Hama yang biasa menyerang tanaman anggrek di Laboratorium Kultur Jaringan yaitu semut, belalang dan bekicot.

7. Total laba yang diperoleh Laboratorium Kultur Jaringan Unit Wonocatur dalam budidaya bibit anggrek secara kultur jaringan dalam satu kali proses produksi yaitu Rp. 6.053.881,00 dari penjualan 1000 tanaman dengan harga tiap tanaman dalam pot Rp. 15.000,00. Dan pada pakis Rp. 10.000,00


(6)

commit to user B. Saran

1. Sumber Daya Manusia di UPTD BPPTPH perlu ditingkatkan untuk mendukung keberhasilan usaha, terutama untuk melakukan sub kultur. 2. Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan perlu dicoba bagi

komoditas hortikultura yang lain sehingga tidak hanya menyediakan bibit anggrek yang benar-benar berkualitas.

3. Perlu penambahan tenaga kerja agar dapat mengusahakan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. 4. Untuk pemasaran perlu di lakukan promosi yaitu dengan cara promosi dari

mulut ke mulut, dan melakukan kerjasama dengan petani tanaman hias di berbagai daerah.