41
sumber daya organisasi yang ada, seperti pengetahuan tacit dan eksplisit, rutinitas, kompetensi manajemen, dan budaya.
Definisi absorptive capacity dalam penelitian ini mengacu pada definisi oleh Zahra dan George 2002, yaitu seperangkat rutinitas dan proses organisasi
dimana perusahaan
dapat memperoleh,
mengakuisi, mengasimilasi,
mentransformasi, dan mengekploitasi pengetahuan untuk menghasilkan organisasi yang dinamis.
2.6.1 Pentingnya Absorptive Capacity
Lane dan Lubatkin 1998 menyampaikan perusahaan hendaknya lebih memperhatikan kemampuannya dalam mengelola pengetahuan, seperti mengelola
aset fisik, mengembangkan pemahaman menyeluruh tentang pengetahuan yang dimiliki, proses mengonversi pengetahuan menjadi kapasitas untuk memenuhi
tuntutan lingkungan. Untuk meningkatkan inovasi diperlukan kapasitas belajar dan kemampuan mengakses pengetahuan eksternal Mei Nie, 2007; Tsai,
2001. Sumber daya internal UMKM sangat terbatas. Oleh karena itu absorptive capacity
sangat penting agar perusahaan dapat melakukan sesuatu yang sangat berbeda, mampu mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang bisnis yang
mudah berubah Gray, 2006, Lane et al.,2006.
2.6.2 Dimensi dan Pengukuran Absorptive Capacity
Zahra dan George 2002 merekonseptualisasi absorptive capacity yang dikemukakan oleh Cohen dan Levinthal 1990 menjadi dua bagian, yaitu
potential dan realized absorptive capacity. Potential absorptive capacity terdiri atas pemerolehan pengetahuan akuisisi dan kemampuan asimilasi, sedangkan
42
realized absorptive capacity terfokus pada transformasi dan eksploitasi pengetahuan. Dengan demikian absorptive capacity mempunyai empat dimensi,
yaitu akuisisi, asimilasi, transformasi, dan eksploitasi. Pertama, akuisisi yaitu kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi
dan memperoleh pengetahuan eksternal yang sangat penting dalam operasional perusahaan. Menurut Chauvet 2003, komitmen mengumpulkan pengetahuan
menentukan kinerja individu dan mempercepat arus informasi. Tahap akuisisi sebagai proses yang didasarkan pada upaya berbagi pengetahuan.
Kedua, asimilasi mengacu pada rutinitas perusahaan dan proses yang memungkinkan menganalisis, memproses, menafsirkan, dan memahami
pengetahuan yang diperoleh dari sumber eksternal Zahra George, 2002; Chauvet, 2003. Dalam perspektif ini karyawan harus memahami dan mengambil
keuntungan dari informasi eksternal untuk menentukan pemasok baru, metode dan teknik baru, serta produk dan layanan baru. Tujuan fase asimilasi adalah untuk
memahami pengetahuan dari sumber eksternal. Ketiga, transformasi adalah internalisasi informasi baru eksternal.
Transformasi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan menyempurnakan rutinitas, memfasilitasi penggabungan antara pengetahuan yang
ada dan pengetahuan yang baru diperoleh, dan berasimilasi Zahra George, 2002. Menurut Chauvet 2003, fase transformasi benar-benar penting karena
merupakan hubungan yang kuat antara asimilasi dan eksploitasi. Keempat, eksploitasi adalah fase yang paling penting bagi perusahaan.
Dikatakan paling penting karena merupakan kemampuan organisasi sesuai
43
rutinitas yang memungkinkan perusahaan memperbaiki, memperluas, dan meningkatkan kompetensi dengan menggabungkan pengetahuan yang diperoleh
dan diubah ke dalam operasinya Zahra George, 2002.
Absorptive capacity
dalam penelitian ini direfleksikan dengan dimensi akuisisi, asimilasi, transformasi, dan ekploitasi pengetahuan Chen Chang,
2012; Jansen et al., 2005; Kohlbacher et al., 2013; Liao, 2007; Mahnke et al., 2005; Zahra George, 2002. Masing-masing dimensi tersebut diuraikan sbb.
a. Akuisisi diukur dengan dilengkapi pengetahuan profesional, memiliki kemampuan mencari pengetahuan, dapat mengenali perubahan pasar
misalnya kompetisi, regulasi, demografi.
b.
Asimilasi diukur dengan kemampuan mengidentifikasi nilai pengetahuan eksternal, memahami peluang baru untuk memenuhi keinginan pelanggan,
dan dapat menganalisis dan menginterpretasi perubahan permintaan pasar.
c.
Transformasi diukur dengan kemampuan menggunakan pengetahuan yang diperoleh, mempertimbangkan konsekuensi dari perubahan permintaan pasar
produk baru, dan mencatat dan menyimpan pengetahuan baru yang diperoleh untuk referensi di masa mendatang, dan mudah menangkap peluang setelah
memperoleh pengetahuan baru dari eksternal.
d.
Eksploitasi diukur dengan mengetahui bagaimana kegiatan harus dilakukan, bersedia mendengarkan keluhan pelanggan, dan dapat menerapkan ide baru
untuk menghasilkan produk baru.
44
2.7 Hubungan Antar Variabel Penelitian