Transformasional Leadership TFL, Kreativitas, dan Inovasi Transformasional Leadership, Knowledge Sharing, Absorptive Capacity,

45 transformasional oleh Bass dan Avolio 1990, 1994. Pemimpin dapat menggunakan kreativitas sebagai alat untuk memimpin organisasi sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan. Proses pembelajaran yang efisien dan efektif dapat dicapai dengan jalan knowledge sharing Basadur, 2004. Para pemimpin yang paling efektif pada abad ke-21 akan membantu individu dan tim berkoordinasi dan mengintegrasikan gaya yang berbeda untuk mendorong perubahan melalui proses kreativitas. Proses tersebut meliputi upaya menemukan dan mendefinisikan masalah baru secara terus-menerus, memecahkan masalah tersebut, dan menerapkan solusi baru Basadur, 2004. Temuan Mathisen et al. 2012 menunjukkan bahwa para pemimpin kreatif secara langsung meningkatkan kreativitas organisasi dan secara tidak langsung meningkatkan iklim inovatif. Kreativitas adalah upaya menciptakan hubungan atau menggabungkan dua elemen untuk memperdalam pengetahuan dan menjadi lebih bervariasi. Tujuannya agar masyarakat belajar memfasilitasi berbagi pengetahuan Yusuf, 2009. Studi yang dilakukan oleh Carvalho and Reis 2012 menunjukkan bahwa pengaruh kreativitas visi manajer dalam organisasi, keterbukaan terhadap ide-ide baru, teknik-teknik baru dan inovatif merupakan hal penting bagi perusahaan dalam memenangkan persaingan saat ini.

2.7.2 Transformasional Leadership TFL, Kreativitas, dan Inovasi

Kepemimpinan transformasional menjadi gaya yang kepemimpinan yang efektif. Motivasi inspirasional menyediakan visi bersama untuk proyek yang memungkinkan anggota tim dari berbagai disiplin ilmu bekerja bersama-sama akan membuahkan hasil inovasi teknologi Elkins and Keller R.T., 2003. Hal 46 senada disampaikan oleh Jung et al. 2003 bahwa kepemimpinan transformasional akan meningkatkan kreativitas dan inovasi karyawan. Selain itu, kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kreativitas pada tingkat organisasi yang berpengaruh terhadap inovasi perusahaan. Zhang dan Sims 2005 menyatakan katalis utama yang memfasilitasi inovasi adalah kepemimpinan dengan karakteristik yang tepat untuk memengaruhi kreativitas di tempat kerja. Meskipun pada dekade yang lalu telah banyak penelitian tentang kreativitas dan inovasi, namun hanya sedikit yang mengintegrasikan penelitian inovasi dengan teori kepemimpinan. Pemberdayaan kepemimpinan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap pemberdayaan anggota tim yang berperilaku inovatif, kedua jenis kepemimpinan ini memaksimalkan pengaruh kepemimpinan terhadap inovasi. Penelitian Gumusluoglu dan Ilsev 2006 menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki efek penting pada kreativitas di tingkat individu dan organisasi, berpengaruh positif terhadap inovasi organisasi. Model ini diuji pada 163 personel Research Development dan 43 manajer perusahaan pengembang perangkat lunak berukuran mikro dan kecil di Turki.

2.7.3 Transformasional Leadership, Knowledge Sharing, Absorptive Capacity,

dan Inovasi Cohen dan Levinthal 1990 berpendapat bahwa sumber pengetahuan dari luar sangat penting untuk proses inovasi. Di samping itu kemampuan perusahaan untuk mengenali nilai baru, informasi eksternal, mengasimilasi, dan menerapkannya untuk tujuan komersial sangat penting untuk kemampuan inovasi. 47 Absorptive capacity organisasi tidak hanya tergantung pada pertemuan langsung organisasi dengan lingkungan eksternal, tetapi juga tergantung pada transfer pengetahuan di antara subunit dalam perusahaan, knowledge sharing serta keragaman pengetahuan seluruh individu memengaruhi perkembangan absorptive capacity organisasi. Zahra dan George 2002, merekonseptualisasi absorptive capacity yang dikemukakan oleh Cohen dan Levinthal 1990 menjadi dua bagian, yaitu potential dan realized absorptive capacity. Potential absorptive capacity terdiri atas pemerolehan pengetahuan akuisisi dan kemampuan asimilasi. Di pihak lain, realized absorptive capacity fokus pada transformasi dan eksploitasi pengetahuan. Tahap akuisisi merupakan proses yang didasarkan pada knowledge sharing. Dengan mengingat bahwa absorptive capacity merupakan kemampuan dinamis, maka perusahaan melakukan perubahan lewat tindakan manajerial yang secara efektif mendefinisikan kembali dan memanfaatkan aset berbasis pengetahuan. Gray 2006 menyatakan bahwa upaya menggabungkan pengetahuan dan menciptakan pengetahuan baru merupakan proses inovatif. Bagaimana perusahaan mendapatkan dan menggunakan pengetahuan eksternal merupakan hal yang kurang menguntungkan UMKM. Usia, pendidikan, dan efek ukuran signifikan memengaruhi akuisisi dan asimilasi pengetahuan pada UMKM. terutama perusahaan kecil dengan karyawan lebih dari lima belas orang. Tingkat absorptive capacity yang tinggi, ditemukan pada UMKM yang lebih inovatif, dengan pemilik yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi. 48 Hasil penelitian Lin 2007 menunjukkan bahwa dukungan manajemen puncak berpengaruh signifikan terhadap proses knowledge sharing. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kesediaan karyawan untuk knowledge donating dan knowledge collecting memungkinkan perusahaan meningkatkan kemampuan inovasi. Studi Morales et al. 2012 mengungkapkan bahwa 1 kepemimpinan transformasional memengaruhi kinerja organisasi secara positif melalui pembelajaran organisasi dan inovasi, 2 pembelajaran organisasi positif berpengaruh terhadap kinerja organisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui inovasi organisasi, dan 3 inovasi organisasi positif memengaruhi kinerja organisasi. Pembelajaran organisasi melibatkan akuisisi pengetahuan, knowledge sharing, dan pemanfaatan pengetahuan integrasi pembelajaran mengakibatkan asimilasi, akuisisi dan asimilasi merupakan dimensi absorptive capacity . Liao 2007 meneliti hubungan antara knowledge sharing, absorptive capacity , dan kemampuan inovasi dalam industri knowledge-intensive di Taiwan. Penelitian ini menemukan bahwa absorptive capacity merupakan faktor intervensi antara knowledge sharing dan kemampuan inovasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa knowledge sharing memiliki efek positif pada absorptive capacity. Temuan empiris Mei dan Nie 2007 menunjukkan bahwa knowledge sharing dengan pelanggan dan pemasok memiliki pengaruh positif terhadap inovasi perusahaan dalam kluster. Selain itu, absorptive capacity dan karakteristik pengetahuan memiliki dampak yang signifikan pada knowledge sharing dengan pelanggan dan pemasok. Implikasi teoretis menunjukkan bahwa absorptive 49 capacity memainkan peran yang lebih penting dalam inovasi daripada knowledge sharing dengan pelanggan dan pemasok. Demikian pula yang disampaikan oleh Mahnke et al. 2005 bahwa knowledge management tool seperti konstruk pengetahuan tim yang terdiri atas 1 bidang kegiatan pribadi, 2 hasil bisnis, 3 knowledge sharing , dan 4 penciptaan pengetahuan secara signifikan memengaruhi tingkat absorptive capacity. Gao et al. 2008 menemukan bahwa absorptive capacity memoderasi hubungan manajerial pada inovasi korporasi. Kemampuan perusahaan untuk berinovasi tergantung pada sumber daya pengetahuan. Kemampuan ini dapat dimanfaatkan dengan memfasilitasi knowledge sharing dan absorptive capacity dalam konteks usaha kecil dan menengah. Penelitian Wuryaningrat 2013 menunjukkan bahwa knowledge sharing memengaruhi absorptive capacity sebelum pengetahuan dapat diubah menjadi kemampuan inovasi. Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Utara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat baik dengan melibatkan usaha kecil dan menengah. Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan baru yang dibuat dari knowledge sharing dapat diubah menjadi kemampuan inovasi jika didukung oleh absorptive capacity yang tinggi Wuryaningrat, 2013.

2.7.4 Hubungan Creative Leadership dengan Absorptive Capacity