Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 Pada Sayap Pesawat Model Tipe Glider Dengan Menggunakan Software Berbasis Computional Fluid Dinamic Untuk Memperoleh Gaya Angkat Maksimum

(1)

ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA

SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN

MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS

COMPUTIONAL FLUID DINAMIC

UNTUK MEMPEROLEH

GAYA ANGKAT MAKSIMUM

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

M . M I R S A L L U B I S NIM. 070401060

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Abstrak

Karakteristik aerodinamika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam bidang ilmu aplikasi aerodinamika yang ditujukan untuk mendapatkan performansi maksimum dari suatu bentuk benda. Analisis karakteristik aerodinamika ini dilakukan pada airfoil NACA 2412 yang digunakan pada sayap pesawat model tipe glider. Dalam penelitian ini, analisa karakteristik aerodinamika dilakukan dengan mengkaji pendistribusian aliran fluida di sepanjang kontur airfoil sayap pesawat untuk mendapatkan distribusi kecepatan, tekanan dan gaya-gaya yang terjadi disekitar airfoil. Analisis dilakukan dengan cara mensimulasikan aliran fluida yang mengalir pada airfoil NACA 2412 dengan menggunakan software solidworks 2010. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui berapa besar sudut serang yang dapat menghasilkan gaya angkat maksimal pada sayap pesawat. Metode yang digunakan adalah metode analisis simulasi. Simulasi dilakukan dengan membuat model airfoil NACA 2412 dan kemudian memvariasikan sudut serang airfoil, sehingga didapatkan hubungan antara sudut serang terhadap kecepatan, tekanan, dan gaya angkat maksimum yang dihasilkan. Dan dari hasil analisis simulasi didapatkan nilai gaya angkat maksimum terjadi pada sudut serang 12o yaitu sebesar 33,5509 N.

Kata kunci : Aerodinamika, Airfoil sayap pesawat model, Kecepatan, Tekanan, Gaya angkat.


(10)

Abstract

Aerodynamics characteristics is a very important thing in applications of aerodynamics science that aimed to get maximum performance from a form object. Analysis of aerodynamics characteristics is done at airfoil naca 2412 used in wings aircraft model glider type. In this research, analysis of aerodynamics characteristics isdone with assessing the distribution of fluid flow along the contours of an aircraft wing airfoil to get distribution of velocity, pressure and forces that occur around the airfoil. The analysis is done by simulating fluid flow that flowing at naca 2412 airfoil using solidworks2010 software. The purpose of this analysis is to find out how large the angle of attack that can produce maximum lift on the wings of the plane.The method used is a method of simulation analysis. The simulation is performed by creating a NACA 2412 airfoil model and then vary the angle of attack, and so obtained the relationship between angle of attack with speed, pressure, and maximum lift force is generated. And the result from simulation analysis is lift maximum was happened on 12o of angle of attack with value 33,5509 N.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Aerodinamika Airfoil Naca 2412 Pada Sayap Pesawat Model Tipe Glider Dengan Menggunakan Software Berbasis

Computional Fluid Dinamic Untuk Memperoleh Gaya Angkat Maksimum”.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Orang tua tercinta, Nurila dan M. Nuh Lubis yang telah memberikan segala dukungan moril dan materil.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing dan Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Ir. H. Abdul Halim Nasution M. Sc. dan Ir. Tekad Sitepu sebagai dosen pembanding I dan II yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ir. Syahril Gultom, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

5. Bapak/Ibu staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

6. Arifin Fauzi Lubis, Ricky Surya Miraza, Masniarman dan Maulida Ningsih S. yang merupakan teman satu tim dalam pengerjaan skripsi ini.


(12)

Demi penyempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

NIM : 070401060 M. Mirsal Lubis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Batasan Masalah ... 3

1.5Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pesawat Terbang ... 5

2.1.1 Sejarah Pesawat Terbang ... 6

2.1.2 Pembagian Katagori Dalam Pesawat Udara ... 8

2.1.3 Mekanisme Pesawat Untuk Terbang... 9

2.1.4 Pergerakan Pesawat di Udara ... 12

2.2 Pesawat Model (Aeromedelling) ... 13

2.2.1 Klasifikasi Pesawat Model ... 15

2.2.2 RC Glider ... 16

2.3 Sayap pada Pesawat Terbang ... 17

2.3.1 Airfoil ... 19

2.3.2 Sejarah Perkembangan Airfoil ... 21

2.3.3 Airfoil NACA ( National Advisory Committee for Aeronautics ) ... 22

2.3.4 Konstruksi Geometri Airfoil NACA ... 23


(14)

2.4 Metode Elemen Hingga ... 27

2.5 Computional Fluid Dinamic (CFD) ... 29

2.5.1 Software – software pada Computional Fluid Dinamic ... 30

2.5.2 Tahapan kerja pada CFD... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 32

3.1 Pendahuluan ... 32

3.2 Studi Kasus ... 32

3.2.1 Identifikasi Masalah ... 32

3.2.2 Variabel Penelitian ... 33

3.2.2.1 Variabel Terikat ... 33

3.2.2.2 Variabel Bebas ... 33

3.2.3 Spesifikasi Data ... 33

3.2.4 Spesifikasi Fluida ... 35

3.3 Urutan Proses Analisis ... 36

3.3.1Pengumpulan Data Awal ... 36

3.3.2 Studi Literatur ... 36

3.3.3 Komputasi Data... 37

3.3.4 Pembahasan Hasil Komputasi Data ... 37

3.3.5 Penarikan kesimpulan ... 37

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 38

3.5 Prosedur Komputasi Data ... 39

3.6 Diagram Alir Simulasi ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Mencari nilai bilangan Reynold ... 47

4.2 Hasil simulasi pada sudut serang 0o ... 48

4.2.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 48

4.2.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil ... 50

4.3 Hasil simulasi pada sudut serang 3o ... 51

4.3.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 51


(15)

4.4 Hasil simulasi pada sudut serang 6o ... 55

4.4.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 55

4.4.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil ... 57

4.5 Hasil simulasi pada sudut serang 9o ... 59

4.5.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 59

4.5.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil ... 60

4.6 Hasil simulasi pada sudut serang 12o ... 62

4.6.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 62

4.6.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil ... 64

4.7 Hasil simulasi pada sudut serang 15o ... 65

4.7.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan ... 65

4.7.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil ... 67

4.8 Tabulasi nilai-nilai hasil simulasi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pesawat udara aerodinamis ... 8

(a) Fixed wing ... 8

(b) Rotary wing ... 8

Gambar 2.2 Pesawat udara aerostatis ( balon udara ) ... 8

Gambar 2.3 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat ... 9

Gambar 2.4 Arah aliran fluida pada airfoil ... 11

Gambar 2.5 Arah pergerakan pesawat ... 13

Gambar 2.6 Pesawat model ... 14

Gambar 2.7 Pesawat terbang parasol ... 17

Gambar 2.8 Pesawat terbang bersayap tinggi ... 17

Gambar 2.9 Pesawat terbang bersayap tengah ... 18

Gambar 2.10 Pesawat terbang bersayap bawah ... 18

Gambar 2.11 Bagian-bagian airfoil... 19

Gambar 2.12 Airfoil under chamber ... 20

Gambar 2.13 Airfoil flat bottom ... 20

Gambar 2.14 Airfoil semi simetris ... 20

Gambar 2.15 Airfoil fully simetris ... 21

Gambar 2.16 Angle of attack sebuah airfoil... 27

Gambar 2.17 Pembagian mesh pada benda ... 29

Gambar 3.1 Penampang Airfoil NACA 2412 ... 33

Gambar 3.2 Diagram alir penelitian ... 38

Gambar 3.3 Input koordinat airfoil ... 39

Gambar 3.4 Input panjang sayap ... 39

Gambar 3.5 Input sudut serang ... 40

Gambar 3.6 Penentuan sistem satuan ... 40

Gambar 3.7 Input jenis aliran ... 41

Gambar 3.8 Input data jenis fluida yang mengalir ... 42

Gambar 3.9 Input data parameter kecepatan ... 43


(17)

Gambar 3.11 Menentukan tujuan (goal) dari simulasi ... 44

Gambar 3.12 Menjalankan proses simulasi ... 44

Gambar 3.13 Proses simulasi ... 45

Gambar 3.14 Diagram alir simulasi ... 46

Gambar 4.1 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 0o ... 48

Gambar 4.2 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 0o ... 49

Gambar 4.3 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 3o ... 51

Gambar 4.4 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 3o ... 52

Gambar 4.5 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 6o ... 55

Gambar 4.6 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 6o ... 56

Gambar 4.7 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 9o ... 59

Gambar 4.8 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 9o ... 60

Gambar 4.9 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 12o ... 62

Gambar 4.10 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 12o ... 63

Gambar 4.11 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 15o ... 65

Gambar 4.12 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 15o ... 66

Gambar 4.13 Grafik kecepatan rata-rata vs sudut serang ... 68

Gambar 4.14 Grafik tekanan rata-rata vs sudut serang ... 69

Gambar 4.15 Grafik gaya angkat dan gaya hambat ... 70

Gambar 4.16 Grafik lift coefficient (CL) vs sudut serang ... 72


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Koordinat Airfoil NACA 2412 ... 34

Tabel 3.2 Densitas udara ... 35

Tabel 3.3 Viskositas udara ... 36

Tabel 4.1 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 0o ... 49

Tabel 4.2 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 0o ... 50

Tabel 4.3 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 3o ... 53

Tabel 4.4 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 3o ... 53

Tabel 4.5 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 6o ... 57

Tabel 4.6 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 6o ... 57

Tabel 4.7 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 9o ... 60

Tabel 4.8 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 9o ... 61

Tabel 4.9 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 12o ... 63

Tabel 4.10 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 12o ... 64

Tabel 4.11 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 15o ... 66

Tabel 4.12 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 15o ... 67

Tabel 4.13 Tabulasi nilai kecepatan dan tekanan rata-rata ... 68

Tabel 4.14 Nilai-nilai gaya angkat dan gaya hambat ... 70


(19)

Abstrak

Karakteristik aerodinamika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam bidang ilmu aplikasi aerodinamika yang ditujukan untuk mendapatkan performansi maksimum dari suatu bentuk benda. Analisis karakteristik aerodinamika ini dilakukan pada airfoil NACA 2412 yang digunakan pada sayap pesawat model tipe glider. Dalam penelitian ini, analisa karakteristik aerodinamika dilakukan dengan mengkaji pendistribusian aliran fluida di sepanjang kontur airfoil sayap pesawat untuk mendapatkan distribusi kecepatan, tekanan dan gaya-gaya yang terjadi disekitar airfoil. Analisis dilakukan dengan cara mensimulasikan aliran fluida yang mengalir pada airfoil NACA 2412 dengan menggunakan software solidworks 2010. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui berapa besar sudut serang yang dapat menghasilkan gaya angkat maksimal pada sayap pesawat. Metode yang digunakan adalah metode analisis simulasi. Simulasi dilakukan dengan membuat model airfoil NACA 2412 dan kemudian memvariasikan sudut serang airfoil, sehingga didapatkan hubungan antara sudut serang terhadap kecepatan, tekanan, dan gaya angkat maksimum yang dihasilkan. Dan dari hasil analisis simulasi didapatkan nilai gaya angkat maksimum terjadi pada sudut serang 12o yaitu sebesar 33,5509 N.

Kata kunci : Aerodinamika, Airfoil sayap pesawat model, Kecepatan, Tekanan, Gaya angkat.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesawat terbang merupakan suatu kemajuan teknologi yang sangat luar biasa bagi dunia. Sejak manusia mulai menemukan cara untuk dapat terbang maka kemajuan teknologi dunia semakin pesat pula, hal ini disebabkan dengan adanya pesawat terbang sehingga koneksi/hubungan antara negara-negara di dunia semakin mudah. Sejak pesawat terbang mulai dibuat pertama kali sampai pada era modern seperti sekarang ini bentuk pesawat maupun ukurannya terus menerus berevolusi mengikuti perkembangan pada jamannya. Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak berhenti hanya sebatas itu, teknologi tentang pesawat terbang juga berkembang kearah pesawat model. Dimana perkembangan pesawat terbang model di Indonesia berkembang pesat dan semakin banyak peminatnya. Pesawat terbang model sendiri mengadopsi prinsip-prinsip kerja dari pesawat terbang asli, sehingga prinsip-prinsip aerodinamika pada pesawat terbang model dapat diambil dari prinsip pesawat terbang asli.

Rekayasa aerodinamika telah berkembang pesat sejak Wright bersaudara berusaha menerbangkan pesawat terbang pertama mereka. Wright bersaudara telah menguji berbagai profil sayap untuk mencari profil yang mampu menghasilkan lift sesuai dengan yang mereka inginkan. Sehingga mampu menerbangkan benda yang memiliki berat melebihi udara, dimana pada waktu itu masih dianggap mustahil.


(21)

Tekanan serta kecepatan adalah besaran dasar dalam konsep ilmu aerodinamika, kedua parameter tersebut menjadi landasan bagi pengembangan konsep serta aplikasi aerodinamika. Fenomena flow around body sendiri kerap kali menimbulkan beberapa peristiwa yang cukup merugikan dalam suatu perancangan benda uji pada industri yang bergerak pada bidang aerodinamika, seperti halnya gesekan/friction antara aliran fluida dengan sebuah bodi atau benda uji, yang akan berujung dengan timbulnya daerah wake di sekitar bodi atau benda uji.

Riset yang mengacu pada pengembangan teknologi airfoil sebagai salah satu bagian yang penting dalam dunia aerodinamika telah banyak dilakukan pada tahun – tahun belakangan ini. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap yang sesuai dengan penggunaannya. Karakteristik airfoil tergantung banyak hal, sehingga dapat dikatakan bahwa tiap airfoil mempunyai penggunaan yang spesifik. Namun hal – hal yang seperti diatas sering diabaikan dalam dunia pesawat terbang model, hal itu disebabkan oleh para penggemar pesawat terbang model tidak ingin dipusingkan oleh perhitungan dan analisa tentang pesawat. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menekankan penelitian ini pada analisa karakteristik aerodinamika airfoil NACA 2412 pada sayap pesawat terbang model tipe glider

dengan menggunakan software berbasis Computional Fluid Dinamic (CFD).

1.2 Perumusan Masalah

Studi eksperimen mengenai airfoil dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk mengatur aliran eksternal agar dapat memberi manfaat semaksimal mungkin bagi


(22)

pesawat terbang. Setiap airfoil mempunyai karakteristik yang begantung pada geometri, kecepatan aliran yang melewati airfoil, dan properties fluida. Maka penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh sudut serang ( α ) terhadap distribusi tekanan ( P ) dan kecepatan fluida ( v ) di sekeliling airfoil, serta untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara gaya angkat yang dihasilkan, koefisien angkat ( CL ) dan koefisien hambat ( CD ) terhadap sudut serang yang

bervariasi antara 0o sampai dengan 15 0.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik aerodinamika airfoil NACA 2412 yang digunakan pada sayap pesawat terbang model tipe glider.

Tujuan khusus :

• Untuk mengkaji distribusi tekanan ( P ) yang terjadi di sekitar airfoil.

• Untuk mengkaji distribusi kecepatan ( v ) yang terjadi di sekitar airfoil.

• Untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara koefisien angkat ( CL )

dan koefisien hambat ( CD ) terhadap sudut serang ( α ) yang bervariasi

antara 0 o sampai dengan 15 0.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berkonsentrasi pada bidang aerodinamika, yaitu pembahasan mengenai pengaruh sudut serang (α) airfoil terhadap distribusi tekanan (P), distribusi kecepatan (v), koefisien angkat (CL) dan koefisien hambat


(23)

Kecepatan pesawat yang diteliti dianggap konstan pada kecepatan 16 m/s dan fluktuasi suhu diabaikan. Sedangkan jenis airfoil yang digunakan adalah jenis NACA 2412 yang biasa digunakan pada sayap pesawat model tipe glider. Analisis dilakukan dengan bantuan software berbasis Computional Fluid Dinamic yang bernama Solidwork yang digunakan untuk melakukan simulasi pergerakan fluida dan mendapatkan data analisis koefisien angkat dan koefisien hambat.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab. Bab pertama menjelaskan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi, pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dan sistematika penulisan.

Kemudian pada bab berikutnya berisi landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

Pada bab III berisi penjelasan tentang metode dari penelitian, meliputi langkah langkah pengolahan dan analisa data serta mensimulasikannya dengan bantuan software.

Pada bab selanjutnya yaitu bab IV berisi tentang hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil pengujian. Dan kemudian pada bab terakhir, bab V Berisikan jawaban dari tujuan penelitian.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesawat Terbang

Pesawat terbang adalah sebuah alat yang dibuat dan dalam penggunaannya menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan sebagai benda-benda yang dapat terbang, baik benda tersebut lebih ringan daripada udara ataupun yang lebih berat daripada udara. Tentang bagaimana benda-benda tersebut dapat terbang tentunya ada suatu sifat tersendiri dari benda tersebut, sehingga dapat diterbangkan. Biasanya sifat tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya udara, atau dapat diartikan pesawat dapat terbang di udara karena adanya udara.

Prinsip tentang benda-benda yang dapat bergerak atau gaya-gaya yang timbul akibat pergerakkan antara suatu benda dengan udara dipelajari di dalam Aerodinamika. Aero berasal dari bahasa Yunani artinya udara, pesawat terbang, berasal dari bahasa Yunani artinya kekuatan atau tenaga, ilmu yang menyelidiki benda-benda bergerak serta gaya yang menyebabkan gerakan benda tersebut.

Jadi pengertia yang mempelajari tentang akibat-akibat yang ditimbulkan udara atau gas-gas lain yang bergerak.


(25)

2.1.1Sejarah Pesawat Terbang

Awal dari konsep penerbangan pada dasarnya merupakan imitasi dari burung yang memanfaatkan kepakan sayapnya. Leonardo da Vinci (1452-1519) telah membuat lusinan lukisan dari mesin-mesin terbang, kebanyakan dari lukisan tersebut berdasarkan konsep kepakan sayap. Detail dari lukisan tersebut menggambarkan sayap dan puli terhubung dengan pilot yang menggerakkan kepakan sayap tersbut. Keseluruhan dari konsep ini telah divonis merupakan suatu kesalahan karena kemampuan fisiologi yang luar biasa dari burung tidak akan pernah bisa ditandingi oleh manusia.

Meskipun sejarah merekam berbagai macam percobaan dengan konsep “lebih ringan dari udara” , Motngolfier bersaudara dari perancis, secara umum telah berhasil membangun sebuah balon udara yang pertama. Motngolfier merupakan pemilik pabrik peleburan kertas yang memiliki ketertarikan terhadap

science . Pada tahun 1782, berawal dari mengamati kebakaran mereka berusaha untuk menangkap gas yang diproduksi oleh api dan memuatnya kedalam sebuah karung. Dimulai dengan memuatnya kedalam karung kecil yang terbuat dari sutera, mereka membakar kertas dan kayu dibagian bawah dari karung yang terbuka. Dan hasilnya karung tersebut naik ke atap rumah mereka. Mereka kemudian mencoba membakar kayu dan jerami dan mereka berpikir bahwa mereka telah menemukan gas dengan sifat-sifat misterius, mereka menyebutnya gas Montgolfier. Kejadian ini menarik perhatian France Science Academy yang diketuai oleh fisikawan muda bernama J.A.C. Charles yang kemudian meneliti gas ini dan menyatakan bahwa gas tersebut merupakan panas udara biasa yang tidak seefektif gas helium dalam memproduksi gaya angkat. Namun pengembangan


(26)

berikutnya tentang balon udara semakin pesat pada dekade tersebut dengan mengikuti penerbangan balon udara pertama Montgolfier. Dan orang pertama yang terbang bersama balon udara adalah seorang ilmuan fisika Jean Francois Pilatre yang menggabungkan gas Helium yang kemudian berakhir dengan tragedi meledaknya balon udara tersebut dan menewaskan dirinya, namun perkembangan balon udara akhirnya bisa menjadi alat transportasi udara yang pertama dan digunakan untuk transportasi perang masa itu.

Konsep desain pertama yang menggunakan sayap tetap (fixed wing) untuk mengangkat dan permukaan lain untuk mengontrol serta adanya sistem propulsi adalah Sir George Cayley (1773-1857) yang kemudian jenis penerbangan seperti ini disebut glider (pesawat terbang layang) . Kemudian dengan meneruskan konsep dari Sir George Cayley, Otto Lilienthal mengembangkan kembali konsep tersebut dengan berdasarkan prinsip prinsip aliran fluida yang ia pelajari ketika kuliah di jurusan Teknik Mesin di Berlin Technical Academy. Otto menerbitkan sebuah buku dengan judul Bird Flight as the Basic of Aviation pada tahun 1889. Buku ini yang kemudian digunakan oleh Wright bersaudara, Orville dan Willbur Wright yang merupakan orang paling popular di dalam sejarah dunia penerbangan. Setelah mereka mempelajari konsep Otto Lilienthalm mereka kemudian membangun glider dengan berbagai macam percobaan dan pengembangan untuk memperoleh airfoil yang sesuai. Hingga akhirnya pada tahun 1902 dibangun pesawat pertama dengan tiga axis control dan menjadi sejarah pertama penerbangan dengan system control yang bermesin.


(27)

2.1.2 Pembagian Katagori Dalam Pesawat Udara

Pesawat Udara ini terbagi dalam beberapa katagori yaitu:

a. Pesawat Udara Aerodinamis , yaitu pesawat udara yang lebih berat dari udara. Pesawat Udara Aerodinamis terdiri dari 2 kelompok yaitu pesawat bermotor dan tidak bermotor. Yang bermotor terdiri dari bersayap tetap (fixed wing) dan sayap putar (rotary wing) .

Pesawat udara aerodinamis bermotor bersayap tetap terdiri dari pesawat terbang, kapal terbang dan amphibians. Yang bersayap putar terdiri dari

helicopter dan gyrocopter. Pesawat udara aerodinamis tidak bermotor terdiri dari pesawat luncur , pesawat layang dan layang-layang.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Fixed wing dan (b) Rotary wing

b. Pesawat Udara Aerostatis , yaitu pesawat udara yang lebih ringan dari udara. Pesawat udara aerostatis terdiri dari kapal udara dan balon udara.


(28)

2.1.3 Mekanisme Pesawat untuk Terbang

Ada beberapa macam gaya yang bekerja pada benda-benda yang terbang di udara. Gaya-gaya aerodinamika ini meliputi gaya angkat (lift), gaya dorong (thrust), gaya berat (weight), dan gaya hambat udara (drag). Gaya-gaya inilah yang mempengaruhi profil terbang semua benda-benda di udara, mulai dari burung-burung yang bisa terbang mulus secara alami sampai pesawat terbang yang paling besar sekalipun. Jadi gaya-gaya yang sama bekerja juga pada pesawat model yang ukurannya mini ini.

Gambar 2.3 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat

Gaya hambat udara (drag) merupakan gaya yang disebabkan oleh molekul-molekul dan partikel-partikel di udara. Gaya ini dialami oleh benda yang bergerak di udara. Pada benda yang diam gaya hambat udara nol. Ketika benda mulai bergerak, gaya hambat udara ini mulai muncul yang arahnya berlawanan dengan arah gerak, bersifat menghambat gerakan (itu sebabnya gaya ini disebut gaya hambat udara). Semakin cepat benda bergerak semakin besar gaya hambat udara ini. Agar benda bisa terus bergerak maju saat terbang, diperlukan gaya yang bisa mengatasi hambatan udara tersebut, yaitu gaya dorong (thrust) yang dihasilkan oleh mesin. Supaya kita tidak perlu menghasilkan thrust yang terlalu


(29)

besar (sehingga tidak ekonomis) kita harus mencari cara untuk mengurangi drag. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan desain yang streamline

(ramping).

Supaya bisa terbang, kita perlu gaya yang bisa mengatasi gaya berat akibat tarikan gravitasi bumi. Gaya ke atas (lift) ini harus bisa melawan tarikan gravitasi bumi sehingga benda bisa terangkat dan mempertahankan posisinya di angkasa. Di sinilah tantangannya karena harus melawan gravitasi. Maka fisikawan seperti Isaac Newton, Bernoulli, dan Coanda. Ketiganya bekerja sama menjawab tantangan ini.

• Hukum Newton III

Isaac Newton yang terkenal dengan ketiga persamaan geraknya menyumbangkan hukum III Newton tentang Aksi-Reaksi. Benjamin Crowell dalam bukunya Newtonian Physics mengatakan bahwa “ ketika objek A memberikan sebuah gaya kepada objek B, maka objek B juga harus memberikan sebuah gaya kepada objek A. Dua gaya tersebut besarnya sama dan dalam arah yang berlawanan. Dan dapat dituliskan secara singkat dengan rumus seperti berikut ini FA on B = - FB on A ”. Hukum inilah yang kemudian diterapkan pada

kajian tentang aerodinamika pada airfoil sayap pesawat terbang. Sayap pesawat merupakan bagian terpenting dalam menghasilkan lift. Aliran udara terjadi diatas dan dibawah sayap pesawat. Partikel-partikel udara menabrak bagian bawah sayap pesawat. Partikel-partikel yang menabrak ini lalu dipantulkan ke bawah (ke arah tanah). Udara yang menghujani tanah ini merupakan gaya aksi. Dan kemudian tanah yang menerima gaya aksi ini pasti langsung memberikan gaya reaksi yang besarnya sama dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah.


(30)

P2

Gambar 2.4 Arah aliran fluida pada airfoil

• Efek Coanda dan Hukum Bernoulli

Untuk bagian atas sayap, ada proses lain yang juga menghasilkan aksi. Dalam hal ini terjadi penerapan hukum Bernoulli dan efek Coanda. Menurut Coanda, udara yang melewati permukaan lengkung akan mengalir sepanjang permukaan itu (dikenal sebagai Efek Coanda). Ini dibuktikan ketika kita meletakkan lilin menyala di depan sebuah botol. Ketika lilin ditiup dari belakang botol, aneh ternyata lilin didepan botol itu akan mati. Menurut Coanda hal ini disebabkan karena udara yang kita tiup mengalir mengikuti permukaan lengkung botol lalu meniup api lilin hingga mati. Seperti inilah udara yang melewati bagian atas sayap ini mirip udara yang bergerak sepanjang botol. Udara ini akan mengalir sepanjang permukaan atas sayap hingga mencapai ujung bawah sayap. Di ujung bawah sayap itu partikel-partikel udara bergerombol dan bertambah terus sampai akhirnya kelebihan berat dan berjatuhan dimana peristiwa ini disebut downwash. Siraman udara atau downwash ini juga merupakan komponen gaya aksi. Tanah yang menerima gaya aksi ini pasti langsung memberikan gaya reaksi yang


(31)

besarnya sama dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah. Karena gaya aksinya menuju tanah (ke arah bawah), berarti gaya reaksinya ke arah atas. Gaya reaksi ini memberikan gaya angkat (lift) yang bisa mengangkat pesawat dan mengalahkan gaya berat akibat tarikan gravitasi bumi. Sumber gaya angkat (lift) yang lain adalah perbedaan tekanan udara dipermukaan atas dan dipermukaan bawah sayap, dimana terjadi penerapan Hukum Bernoulli disini. Untuk aliran inkompresibel, dimana ρ = konstan persamaan yang terjadi adalah :

�1+

1 2 ��1

2 = 2+

1 2 ��2

2

Persamaan diatas disebut dengan persamaan Bernoulli, yang mana P1

relatif terhadap V1 dan P2 relatif terhadap V2 pada sepanjang permukaan airfoil.

Sewaktu udara akan mengalir di bagian atas sayap, tekanannya sebesar P1. Ketika

udara melewati bagian bawah sayap, tekanan udara di daerah itu sebesar P2. Dari

gambar 2.4 terlihat korelasi antara kecepatan fluida dan tekanan yang terjadi di permukaan atas dan permukaan bawah airfoil sayap pesawat. Kecepatan fluida di permukaan atas airfoil lebih tinggi jika dibandingkan engan kecepatan di permukaan bawah fluida, hal ini menyebabkan tekanan di permukaan atas airfoil lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di permukaan bawah airfoil sihingga menghasilkan gaya angkat ( Lift ) yang digunanakan untuk mengangkat pesawat. Korelasi ini sesuai dengan Hukum Bernoulli.

2.1.4 Pergerakan Pesawat di Udara

Pada dasarnya pesawat terbang mempunyai 3 sumbu pergerakan (x, y, dan z axis) seperti penjelasan dibawah ini :


(32)

a. Roll , yaitu pergerakan pesawat terhadap sumbu horisontal depan belakang yang mengakibatkan pesawat berguling kiri kanan (badan pesawat diam, sayap kiri kanan yg turun naik).

b. Yaw , yaitu pergerakan pesawat terhadap sumbu vertikal yg menyebabkan hidung pesawat berubah arah kiri kanan (pesawat akan berbelok kiri kanan).

c. Pitch , yaitu pergerakan pesawat terhadap sumbu horisontal yg tegak lurus terhadap sumbu roll yg menyebabkan hidung pesawat akan turun atau naik .

Gambar 2.5 Arah pergerakan pesawat

2.2 Pesawat Model (Aeromodelling)

Aeromodelling adalah suatu kegiatan yang mempergunakan sarana pesawat terbang miniatur (model) untuk tujuan rekreasi, edukasi, dan olah raga. Kegiatan olah raga dirgantara yang terkait dengan perencanaan, perancangan, pembuatan dan penerbangan pesawat model. Sedangkan pesawat model adalah pesawat udara tak berawak dengan batasan-batasan tertentu yang meliputi batasan ukuran pesawat, batasan mesin dan batasan bentuk. Pesawat tak berawak untuk keperluan


(33)

pengintaian atau untuk misi ke luar angkasa misalnya oleh militer atau badan luar angkasa disebut UAV (Unmanned Air Vehicle) dan tidak termasuk kategori aeromodelling.

Gambar 2.6 Pesawat model

Bila berbicara mengenai masalah aerodinamika, maka dalam pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat pembahasan mengenai dinamika fluida. Pada dasarnya ilmu aerodinamika adalah cabang dari ilmu mekanika fluida itu sendiri. Dalam ilmu aerodinamika ini ada pembahasan mengenai airfoil atau aerofoil. Untuk itu, pembahasan mengenai airfoilini sangat perlu, adanya pembahasan yang lebih mendalam akan memudahkan mengetahui karakteristik sebuah airfoil. Sebenarnya aplikasi airfoil ini sangatlah banyak, sebagai contoh pada sayap pesawat, blade sebuah turbin, impeller pada sentrifugal pompa dan propeler turbin angin.

Tekanan dan kecepatan adalah besaran dasar dalam konsep ilmu aerodinamika. Kedua parameter tersebut menjadi landasan konsep serta aplikasi aerodinamika. Fenomena gerakan fluida yang melewati sebuah benda kerap kali menimbulkan suatu masalah dalam perancangan pada industri yang bergerak dalam bidang aerodinamika.


(34)

2.2.1 Klasifikasi Pesawat Model

Pada dasarnya pembagian jenis pesawat model sama dengan pesawat sebenarnya. Secara umum dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Pesawat model bermotor yang terdiri dari bersayap tetap ( fixed wing ) dan sayap putar (rotary wing), kedua-duanya ada yang berfungsi sebagai hobi/sport ( fun flying ) , trainer dan kompetisi/prestasi.

2. Pesawat model yang tidak bermotor terdiri dari jenis hobi/sport (fun) dan kompetisi/prestasi.

Ada juga pesawat model yang dibuat menyerupai pesawat sebenarnya baik dalam kategori fun dan kompetisi yang disebut model skala (scale model).

Untuk pesawat model kompetisi/prestasi klasifikasinya memiliki standard FAI (Federation Aeronatique Internationale) yang berkedudukan di Paris, Perancis.

• Klasifikasi Pesawat Model Menurut FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) : 1. Kelas F1 (Free Flight) :

F1A (Glider A2) • F1H (Glider A1)

• Chuck Glider/OHLG (On Hand Launched Glider)

2. Kelas F2 (Control Line) : • F2A (CL Team Race) • F2B (CL Aerobatic) • F2C (CL Speed) • F2D (CL Combat)


(35)

3. Kelas F3 (RadioControl): • F-3 A ( RC Aerobatic ) • F-3 C ( RC Helicopter ) • F-3 G (RC Glider)

2.2.2 RC Glider

Glider merupakan pesawat model yang paling cocok untuk pemula. Hal ini dikarenakan pesawat model jenis ini dapat terbang dengan kecepatan yang rendah (slow flight). Adapun keunggulan-keunggulan pesawat glider adalah sebagai berikut :

• Tenaga penggeraknya menggunakan electric motor, sehingga kita tidak perlu membeli bahan bakar lainnya.

• Penerbangan glider tidak menimbulkan kebisingan ataupun gas buangan, sehingga dapat diterbangkan pada lapangan yang luas dimana saja.

• Pesawatnya biasa terbang dengan cukup lambat, sehingga dapat memberikan ketenangan pada pilot yang mengendalikannya (relax-flying). • Biasanya harga glider juga lebih murah dibandingkan dengan model

engine.

• Waktu terbang dapat cukup lama, bagi yang sudah mahir, penerbangan 30 menit atau lebih adalah efek termal di udara, dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh jenis rc-flight


(36)

2.3 Sayap pada Pesawat Terbang

Berdasarkan letak sayapnya, pesawat di bagi atas beberapa jenis, diantaranya : 1. Pesawat terbang parasol.

Letak sayap berada di atas badan pesawat (fuselage) yang ditopang dengan 2 penyangga. Pesawat jenis ini dapat terbang dengan kecepatan yang sangat rendah sehingga sangat cocok untuk pilot dalam melakukan uji penerbangan. Tetapi pesawat jenis ini membutuhkan penyangga yang menopang sayap pesawat sehingga struktur dari pesawat ini sendri sangat rentan mengalami kerusakan apabila terjadi kecelakaan.

Gambar

2. Pesawat terbang bersayap tinggi (high wing aircraft).

Pemasangan sayap langsung di atas fuselage. Jenis pesawat ini biasa digunakan untuk pesawat dengan letak propeler depan (tractor ). Hal ini disesuaikan agar aliran fliuda yang mengalir di fuselage akibat dorongan propeler tidak mengenai sayap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gaya hambat. Berikut ini adalah gambar pesawat bersayap tinggi.


(37)

3. Pesawat terbang bersayap tengah (mid wing aircraft)

Pemasangan sayap berada ditengah-tengah fuselage. Pesawat jenis ini adalah jenis pesawat yang paling sering di jumpai. Pesawat ini dapat terbang dengan kecepatan rendah maupun tinggi.Pesawat jenis ini sangat cocok untuk tipe pesawat glider. Berikut ini adalah gambar pesawat bersayap tengah.

Gambar 2.9 Pesawat terbang bersayap tengah

4. Pesawat terbang bersayap bawah (low wing aircraft)

Pemasangan sayap berada dibawah fuselage. Pesawat jenis ini dapat terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi. Selain itu pesawat ini sangat cocok untuk melakukan manuver di udara karena konstruksi sayap yang sangat kuat, berikut ini adalah gambar pesawat bersayap bawah.

Gambar 2.10 Pesawat terbang bersayap bawah

Pada penelitian ini pesawat model yang digunakan adalah jenis pesawat terbang model bersayap tengah (mid wing aircraft).


(38)

2.3.1 Airfoil

Airfoil atau aerofoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih besar dari gaya hambat (drag). Pada airfoil terdapat bagian-bagian seperti berikut :

a) Leading Edge adalah bagian yang paling depan dari sebuah airfoil.

b) Trailing Edge adalah bagian yang paling belakang dari sebuah airfoil.

c) Chamber line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan permukaan bawah dari airfoilmean chamber line.

d) Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan

trailing edge.

e) Chord (c) adalah jarak antara leading edge dengan trailling edge.

f) Maksimum chamber adalah jarak maksimum antara mean chamber line

dan chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord.

g) Maksimum thickness adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap chord line.


(39)

Ada beberapa tipe airfoil : a. Under Chamber

Untuk pesawat yang lebih lambat (slow flyer) , atau yang memiliki Reynolds Number rendah, lift tinggi pada kecepatan rendah dan hambatan juga tinggi .

Gambar 2.12 Airfoil under chamber

b. Flat-Bottom

Biasanya untuk trainer awal, memiliki lift coefficient (daya angkat) yang tinggi, pesawat lambat dan kemampuan manuver terbatas.

Gambar 2.13 Airfoil flat bottom

c. Semi-Simetris

Untuk trainer lanjutan, pesawat lebih cepat, dan pesawat mulai dapat melakukan basic manuver.


(40)

d. Fully Simetris

Airfoil jenis ini biasanya digunakan pada pesawat akrobatik.

Gambar 2.15 Airfoil fully simetris

2.3.2 Sejarah Perkembangan Airfoil

Penelitian serius untuk mengembangkan airfoil mulai dilakukan sejak akhir abad 19. Meskipun saat itu telah diketahui bahwa plat datar pun dapat membangkitkan gaya angkat pada sudut serang tertentu, namun ada kecenderungan pemikiran bahwa bentuk airfoil melengkung yang menyerupai bentuk sayap burung dapat menghasilkan gaya angkat yang lebih efektif.

Paten bentuk airfoil pertama tercatat atas nama Horatio F. Phillips pada tahun 1884. Phillips adalah seorang kebangsaan Inggris yang yang pertama kali melakukan pengujian terowongan angin terhadap airfoil secara serius.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Otto Lilienthal memiliki ide yang sama. Setelah melakukan pengukuran yang teliti terhadap bentuk sayap burung, ia menguji bentuk airfoil dengan kelengkungan pada mesin pemutar dengan diameter 7 meter. Lilienthal percaya bahwa kunci sukses untuk melakukan penerbangan adalah dengan menggunakan airfoil lengkung. Ia juga mengujinya dengan radius nose yang berbeda-beda.

Tahun 1902 Wright bersaudara melakukan pengujian airfoil mereka di terowongan angin, untuk mengembangkan bentuk yang efisien yang kemudian memicu keberhasilan mereka pada penerbangan pertama 17 Desember 1903.


(41)

Airfoil yang digunakan Wright bersaudara sangat mirip dengan desain dari Otto Lilienthal, yaitu tipis dan melengkung. Hal ini dimungkinkan karena pengetesan airfoil pada masa awal dilakukan pada bilangan Reynold yang sangat rendah. Pemikiran salah bahwa airfoil yang efektif harus memiliki bentuk tipis dan kelengkungan tinggi merupakan alasan pesawat udara yang pertama menggunakan sayap ganda.

Bentuk airfoil tipis dan kelengkungan tinggi kemudian semakin ditinggalkan dan menyusut jumlahnya secara bertahap dalam kurun waktu satu dekade berikutnya.

Airfoil dengan cakupan luas kemudian dikembangkan, yang umumnya secara trial and error. Beberapa bentuk yang cukup sukses adalah Clark Y dan Gottingen 398 yang digunakan sebagai basis bentuk airfoil yang diuji oleh NACA pada awal tahun 1920-an.

2.3.3 Airfoil NACA ( National Advisory Committee for Aeronautics )

NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap pesawat udara yang dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics (NACA). Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset Gottingen. Selama periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan diberbagai negara, namun hasil riset NACA lah yang paling terkemuka. Pengujian yang dilakukan NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh efek kelengkungan dan distribusi ketebalan atau thickness serta pengujiannya dilakukan pada bilangan Reynold yang lebih tinggi dibanding yang lain.


(42)

2.3.4 Konstruksi Geometri Airfoil NACA

Airfoil yang saat ini umum digunakan sangat dipengaruhi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh NACA ini. Dan berikut ini adalah klasifikasi jenis-jenis airfoil NACA :

NACA Seri 4 Digit

Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang dikenal dengan NACA seri 4 digit. Distribusi kelengkungan dan ketebalan NACA seri empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih berdasarkan teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif yang digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y.

Pada airfoil NACA seri empat, digit pertama menyatakan persen maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord.

Contoh : airfoil NACA 2412 memiliki maksimum chamber 0.02 terletak pada 0.4c dari leading edge dan memiliki ketebalan maksimum 12%

chord atau 0.12c.

NACA Seri 5 Digit

Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan rata-rata (mean chamber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini dilakukan dalam rangka


(43)

menggeser maksimum chamber kedepan sehingga dapat meningkatkan CL maksimum. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan chamber, seri ini memiliki nilai CL maksimum 0.1 hingga 0.2 lebih tinggi dibanding seri empat digit. Sistem penomoran seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama dikalikan 3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum

chamber terhadap chord. Dua digit terakhir merupakan persen ketebalan/thickness terhadap chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki CL desain 0.3, posisi maksimum chamber pada 15% chord dari leading edge dan ketebalan atau thickness sebesar 12% chord.

NACA Seri-1 (Seri 16)

Airfoil NACA seri 1 yang dikembangkan sekitar tahun 1939 merupakan seri pertama yang dikembangkan berdasarkan perhitungan teoritis. Airfoil seri 1 yang paling umum digunakan memiliki lokasi tekanan minimum di 0.6 chord, dan kemudian dikenal sebagai airfoil seri-16. Chamber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan tekanan sepanjang chord yang seragam.

Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima angka. Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord.

Angka dibelakang tanda hubung : angka pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir menunjukkan persen maksimum


(44)

lokasi tekanan minimum di 0.6 chord dari leading edge, dengan desain CL 0.2 dan thickness maksimum 0.12.

NACA Seri 6

Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas, dan performa CL maksimum yang sesuai keinginan. Beberapa persayaratan ini saling kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan drag sekecil mungkin.

Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode teoritik yang telah dikembangkan dengan menggunkan matematika lanjut guna mendapatkan bentuk geometri yang dapat menghasilkan distribusi tekanan sesuai keinginan. Tujuan pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan chamber yang dapat memaksimalkan daerah alirah laminer. Dengan demikian maka drag

pada daerah CL rendah dapat dikurangi.

Aturan penamaan seri 6 ini cukup membingungkan dibanding seri lain, diantaranya karena adanya banyak perbedaan variasi yang ada. Contoh yang umum digunakan misalnya NACA 641-212, a = 0.6. Angka 6 di digit pertama menunjukkan seri 6 dan menyataan famili ini didesain untuk aliran laminer yang lebih besar dibanding seri 4 digit maupun 5 digit. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam persepuluh terhadap chord ( 0.4 c ). Subskrip 1 mengindikasikan bahwa range drag

minimum dicapai pada 0.1 diatas dan dibawah CL design yaitu 2 dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua angka terakhir merupakan persen


(45)

thickness terhadap chord, yaitu 12% atau 0.12. Sedangkan a= 0,6 mengindikasikan persen chord airfoil dimana distribusi tekanannya seragam, dalam contoh ini adalah 60 % chord.

NACA Seri 7

Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer diatas suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan bawah. Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0.4c) dan angka 7 pada digit ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan bawah airfoil dalam persepuluh (0.7c). A, sebuah huruf pada digit keempat, menunjukkan suatu format distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka 3 pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0.3) dan dua

angka terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap

chord, yairu 15% atau 0.15.

NACA Seri 8

Airfiol NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical. Seperti halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah aliran laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem penamaannya sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya. Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan


(46)

lokasi tekanan minimum di permukaan atas ada pada 0.3c, lokasi tekanan minimum di permukaan bawah ada pada 0.5c, memiliki CL desain 2 dan

ketebalan atau thickness maksimum 0.16c.

2.3.5 Sudut Serang (Angle of Attack)

Sudut serang adalah sudut yang dibentuk oleh tali busur sebuah airfoil

dan arah aliran udara yang melewatinya (relative wind). Biasanya diberi tanda α (alpha). Untuk airfoil simetris, besar lift yang dihasilkan akan nol bila sudut serang nol, sedang pada airfoil tidak simetris sekalipun sudut serang nol tetapi gaya angkat telah timbul. Gaya angkat menjadi nol bila airfoil tidak simetis membentuk sudut negatif terhadap aliran udara. Sudut serang dimana gaya angkat sebesar nol ini disebut zero angle lift.

Gambar 2.16 Angle of attack sebuah airfoil

2.4 Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga adalah salah satu dari metode numerik yang memanfaatkan operasi matrix untuk menyelesaikan masalah-masalah fisik. Metode ini dibangun sebagai metode numerik untuk analisa tegangan, tapi sekarang pemakaiannya telah meluas sebagai metode yang umum untuk banyak permasalahan engineering kompleks dan ilmu-ilmu fisika. Mengandung banyak


(47)

perhitungan, pertumbuhannya berhubungan dekat dengan pengembangan teknologi komputer.

Metode Elemen Hingga digunakan dengan membagi suatu benda menjadi beberapa bagian dan bagian-bagian tersebut disebut dengan mesh. Beberapa mesh

yang terbentuk dari suatu benda dan terdiri dari beberapa titik (node). Nilai dan jumlah titik (node) ditentukan oleh jumlah mesh.

Gambar 2.17 Pembagian Mesh pada benda n = m + 1

dimana :

n = jumlah node m = jumlah mesh

Dengan demikian, pada persamaan diatas didapat bahwa jumlah titik (node) pada pembagian elemen sama dengan jumlah mesh ditambah satu. Prinsip– prinsip dasar inilah yang kemudian banyak dipakai sebagai basis dari program komputer untuk simulasi–simulasi, baik simulasi tegangan, aliran dan lainnya. Maka dari itu Metode elemen hingga tidak dapat dipisahkan dari program– program komputer yang berbasis Computional Fluid Dinamic (CFD).

Mesh 1 Mesh 2 Mesh 3


(48)

2.5 Computional Fluid Dinamic (CFD)

Perkembangan teknologi yang serba terkomputerisasi, telah memberi banyak kemudahan salah satunya dalam hal mendapatkan informasi dari analisa yang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi bila dilakukan secara manual.

Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan ilmu pengetahuan dengan bantuan komputer yang menghasilkan prediksi kuantitatif fenomena aliran fluida yang berdasarkan pada hukum konservasi ( konservasi masa, momentum, dan energi ) yang mengatur pergerakan fluida. CFD menggabungkan berbagai ilmu dasar teknologi diantaranya matematika, ilmu komputer, teknik dan fisika. Semua ilmu disiplin tersebut digunakan untuk pemodelan atau simulasi aliran fluida. Prediksi ini biasanya terjadi pada kondisi yang ditentukan oleh geometri aliran, properties fluida, serta batas dan kondisi awal dari aliran fluida. Prediksi umumnya memberikan nilai dari variabel aliran, diantaranya kecepatan, tekanan, atau temperatur pada lokasi tertentu.

Prinsip CFD adalah metode penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, di mana sebuah kontrol dimensi, luas serta volume dengan memanfaatkan komputasi komputer maka dapat dilakukan perhitungan pada tiap-tiap elemennya.

Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD banyak sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut atau dalam proses design engineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian


(49)

konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur bahkan animasi.

2.5.1 Software – software pada Computional Fluid Dinamic

Computional Fluid Dinamic memiliki banyak software–software bantu untuk menyelesaikan permasalahan–permasalahan dalam dinamika fluida, diantaranya Solidwork, Exceed, GAMBIT dan program-program CAD/CAE, seperti; AutoCad, CATIA, NASTRAN, ProEngineering, dan lain-lain.

Pada analisis ini digunakan software Solidwork. Solidwork dipilih karena memiliki keunggulan–keunggulan dibandingkan dengan software–software lain, diantaranya :

Graphic User Interface / tampilan dan fitur - fiturnya lebih menarik, juga penanganannya lebih mudah.

• Relatif lebih ringan ketika dijalankan di komputer, dalam artian tidak memerlukan memori komputer yang terlalu besar.

• Lebih banyak model yang dapat dibuat di Solidwork.

2.5.2 Tahapan kerja pada CFD

Sebelum analisa dalam CFD dilaksanakan, terlebih dahulu dibuat desain awal benda yang akan disimulasikan. Disini benda yang akan disimulasikan adalah airfoil NACA 2412 yang digunakan pada sayap pesawat model tipe glider dan akan disimulasikan dengan software solidwork agar lebih mudah dan cepat dalam pembuatannya. Selain itu, perangkat lunak ini juga disertai dengan fasilitas pendukung untuk menganalisa dan mensimulasikan gerakan, diantaranya :


(50)

• Cosmoswork digunakan untuk menganalisa kecepatan, tekanan, tegangan, frekuensi, tekanan, suhu dan sebagainya.

• Cosmosmotion digunakan untuk membuat gerakan dari benda, membuat simulasi serta menganimasikannya. Selain itu, Cosmosmotion juga dapat menganalisa beban untuk kasus analisa struktur.

• Cosmosflowork digunakan untuk menganalisa aliran fluida baik dalam maupun luar, tekanan, kecepatan dan sebagainya.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis simulasi. Secara umum metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam dua tahapan yaitu : Pemodelan geometri dengan menginput koordinat airfoil dengan software Solidwork 2010 dan simulasi model airfoil dengan menggunakan Cosmosflow yang telah terintegrasi pada software Solidwork 2010.

3.2 Studi Kasus

3.2.1 Identifikasi Masalah

Riset yang mengacu pada pengembangan teknologi airfoil sebagai salah satu bagian yang penting dalam dunia aerodinamika telah banyak dilakukan pada tahun–tahun belakangan ini. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap yang sesuai dengan penggunaannya. Karakteristik airfoil tergantung banyak hal, sehingga dapata dikatakan bahwa tiap airfoil mempunyai penggunaan yang spesifik. Namun hal–hal yang seperti diatas sering diabaikan dalam dunia pesawat terbang model, hal itu disebabkan oleh para penggemar pesawat terbang model tidak ingin dipusingkan oleh perhitungan dan analisa-analisa tentang pesawat. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menekankan penelitian ini pada analisa karakteristik aerodinamika airfoil NACA 2412 pada sayap pesawat terbang model tipe glider


(52)

3.2.2 Variabel Penelitian

Ditentukan dua buah variable penelitian, yakni variable terikat dan variable bebas.

3.2.2.1 Variabel Terikat

Dalam penelitian ini di tetapkan variable terikat yakni: 1. Dimensi dan geometri airfoil

2. Properties dari udara 3. Kecepatan pesawat

3.2.2.2 Variabel Bebas

Variable bebas pada penelitian ini dibatasi pada penentuan sudut serang

(angel of attack) dari airfoil. 3.2.3. Spesifikasi Data

Penelitian ini membutuhkan spesifikasi data yang kemudian akan diinput kedalam analisa simulasi. Berikut ini adalah data dari airfoil NACA 2412 yang digunakan sebagai objek penelitian :


(53)

Tabel 3.1 Koordinat Airfoil NACA 2412

x

y

1.000 0.0013 0.9500 0.0114 0.9000 0.0208 0.8000 0.0375 0.7000 0.0518 0.6000 0.0636 0.5000 0.0724 0.4000 0.0780 0.3000 0.0788 0.2500 0.0767 0.2000 0.0726 0.1500 0.0661 0.1000 0.0563 0.0750 0.0496 0.0500 0.0413 0.0250 0.0299 0.0125 0.0215 0.0000 0.0000 0.0125 -0.0165 0.0250 -0.0227 0.0500 -0.0301 0.0750 -0.0346 0.1000 -0.0375 0.1500 -0.0410 0.2000 -0.0423 0.2500 -0.0422 0.3000 -0.0412 0.4000 -0.0380 0.5000 -0.0334 0.6000 -0.0276 0.7000 -0.0214 0.8000 -0.0150 0.9000 -0.0082 0.9500 -0.0048 1.000 -0.0013


(54)

3.2.4 Spesifikasi Fluida

Spesifikasi fluida, dalam hal ini udara juga sangat diperlukan untuk analisis simulasi dalam penelitian ini, berikut ini adalah properties dari udara :

- Suhu aktivitas penerbangan (siang hari ) = 30,8 oC (sumber : BPS SUMUT) - Densitas udara =� = 1,161 kg/m3 (hasil interpolasi seperti terlihat pada

tabel dibawah)

Tabel 3.2 Densitas udara

Densitas udara saat suhu 30.8 oC (interpolasi)

T (°C) ρ (kg/m3)

−25 1.423

−20 1.395

−15 1.368

−10 1.342

−5 1.316

0 1.293

5 1.269

10 1.247

15 1.225

20 1.204

25 1.184

30 1.164

30,8 1.161


(55)

Tabel 3.3 Viskositas udara T ( oC ) Viskositas (m2/s)

0 13,27 x 10-6 20 15,05 x 10-6

30,8 16,06 x 10-6

40 16,92 x 10-6 60 18,86 x 10-6 80 20,88 x 10-6 100 22,98 x 10-6

- � = viskositas = 16,06 x 10−6�2⁄�  pada suhu 30,8 oC

(R. Byron Bird, Transport Phenomena)

3.3Urutan Proses Analisis

Untuk melakukan analisis simulasi pada airfoil ini, maka dibuat urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik.

3.3.1 Pengumpulan data awal

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data tentang informasi yang berkaitan dengan airfoil NACA 2412 serta spesifikasi data yang dibutuhkan untuk dilakukan penelitian.

3.3.2 Studi literatur

Penelitian ini harus berlandaskan pada azas azas teoritis yang diakui di dalam dunia keteknikan secara ilmiah sehingga dapat dijadikan rujukan penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan cara


(56)

memperolehnya dari buku buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan symposium, diskusi personal, atau bahkan lewat media internet.

Landasan teoritis ini menyangkut masalah dasar dasar mekanika fluida, dasar-dasar aerodinamika penerbangan, khususnya terhadap pembahasan yang berkaitan dengan airfoil.

3.3.3 Komputasi data

Data data yang dibutuhkan selam proses pengerjaan di input kedalam proses komputasi data meliputi pemodelan bentuk geometri, simulasi awal untuk memilih jenis airfoil dan sudut serang, kemudian melakukan simulasi kedua dengan memvariasiakan sudut serang untuk memperoleh daftar tabel distribusi tekanan dan kecepatan sehingga dapat dihubungkan antara angel of attack dengan pengaruh tekanan dan kecepatan fluida yang mengalir pada airfoil.

3.3.4 Pembahasan hasil komputasi data

Pada tahapan ini akan dilakukan pembahasan terhadap masing-masing hasil simulasi dengan berbagai input variabel bebasnya untuk kemudian dibandingkan hasilnya sehingga didapat performansi yang maksimal yang terjadi pada sudut serang tertentu.

3.3.5 Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.


(57)

Ya Tidak

3.4 Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.2 Diagram alir penelitian MULAI

Studi Awal :

Identifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian Studi Simulasi

PENGUMPULAN DATA:

- Data airfoil

PENGOLAHAN DATA: Komputasi data

KESIMPULAN ANALISA DATA


(58)

3.5 Prosedur Komputasi Data

Prosedur pembuatan model airfoil NACA 2412 untuk tahap komputasi selanjutnya mengikuti tahapan-tahapan seperti berikut ini :

1. Input koordinat geometri airfoil

Koordinat airfoil diperoleh dari situs resmi edukasi Aerospace Engineering

dalam bentuk format file data dan kemudian di konversi dengan Ms.Excell sehingga data koordinat dapat dilihat dalam bentuk tabualasi. Melalui Ms.Excell ini juga di konversi kembali dalam bentuk file text deliminated.

Gambar 3.3 Input koordinat airfoil

Setelah file tersimpan dalam bentuk text deliminated, pada lembar kerja Solidwork data tersebut dapat diinput sebagaimana ditampilkan pada gambar 3.3 diatas.

2. Input panjang sayap

Setelah bentuk geometri airfoil diinput, langkah selanjutnya adalah menginput panjang sayap (span) seperti terlihat pada gambar 3.4 dibawah ini.


(59)

3. Input besar sudut serang

Kemudian langkah selanjutnya adalah menginput besarnya sudut serang. Dalam penelitian ini karena yang divariasikan adalah sudut serang, maka sudut serang diinput bervariasi antara 0o – 15o. Proses input sudut serang seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.5 Input sudut serang

4. Persiapan menjalankan simulasi

Tahap ini merupakan langkah awal memasuki fase simulasi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah menentukan satuan, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.


(60)

Satuan yang ditetapkan pada proses simulasi ini adalah satuan dengan Standard Internasionl (SI).

5. Menentukan jenis aliran

Penentuan jenis aliran yang dimaksud disini adalah menentukan jenis aliran fluida yang akan disimulasikan, apakah termasuk kategori aliran external ataupun internal. Karena proses yang berlangsung pada airfoil kondisi realnya merupakan aliran eksternal, maka digunakan jenis aliran external dengan memasukkan parameter gravitasi pada physical feature.

Gambar 3.7 Input jenis aliran

6. Input jenis fluida yang mengalir

Berdasarkan spesifikasi data pada sub bab 3.2.4 maka di input jenis fluida yang mengalir adalah fluida gas dengan pendekatan bahwa fluida yang bekerja adalah udara.


(61)

Gambar 3.8 Input data jenis fluida yang mengalir

7. Input data parameter kecepatan

Pada tahapan ini dilakukan setup data kecepatan aliran. Untuk menyederhanakan permasalahan maka kecepatan linier dari airfoil merupakan kecepatan yang terjadi pada pesawat. Dikarenakan proses simulasi tidak dapat memasukkan parameter gerak benda, maka dibuat suatu aproximasi bahwa fluida yang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan pesawat. Kecepatan pesawat dianggap konstan pada kecepatan 16 m/s dan suhu pada saat penerbangan adalah 30,8o C atau 303,8 K.


(62)

Gambar 3.9 Input data parameter kecepatan

8. Pembentukan computational domain

Computational Domain merupakan bidang batas simulasi yang akan dipengaruhi oleh laju aliran fluida kerja. Bentuk dari Computatioonal Domain ini dapat dilihat sebagai berikut.


(63)

9. Menentukan tujuan (goal) yang ingin didapatkan dari simulasi

Tujuan (goal) yang ingin didapatkan dari proses simulasi ini adalah kontur tekanan dan kecepatan yang terjadi di sekitar airfoil, juga gaya yang terjadi disekitar airfoil.

Gambar 3.11 Menentukan tujuan (goal) dari simulasi

10. Menjalankan proses simulasi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses simulasi.


(64)

Gambar 3.13 Proses simulasi

Jika terjadi error atau kesalahan dalam mendefenisikan kondisi batas pada saat persiapan simulasi atau jika terjadi error dalam messhing, maka akan muncul warning pada jendela info di bagian bawah. Selama tidak ada warning, maka proses berjalan lancar.


(65)

YA Tidak

3.6 Diagram Alir Simulasi

Gambar 3.14 Diagram alir simulasi INPUT DATA:

- Koordinat dan sudut serang - Properties fluida

PROSES SIMULASI : Variasi sudut serang

HASIL :

- Parameter Tekanan - Parameter Kecepatan - Gaya–gaya pada airfoil

SELESAI MULAI

STUDI AWAL: Studi Simulasi


(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian yang telah dikerjakan. Jenis airfoil yang disimulasi dalam penelitian ini adalah NACA 2412 dan kecepatan pesawat konstan pada 16 m/s. Dimana parameter aerodinamika yang dipakai dalam penelitian ini adalah besarnya tekanan yang terjadi di sekeliling airfoil, kecepatan fluida yang mengalir di sekeliling airfoil, dan gaya-gaya yang terjadi pada airfoil yang disebabkan oleh perubahan sudut serang.

Hasil dari simulasi dalam penelitian ini berupa kontur sebaran tekanan di sekeliling airfoil dan kontur sebaran kecepatan fluida yang mengalir di sekeliling airfoil. Dan juga dapat dilihat gaya-gaya yang terjadi pada airfoil sehingga dapat dihitung nilai CL dan CD dari airfoil NACA 2412 yang diteliti tersebut.

4.1 Mencari nilai bilangan Reynold

��

=

��

=

.

=

� �= viskositas dimana :

� = densitas udara (1,161 �� �⁄ 3)

� = kecepatan pesawat = 16 m/s

� = chord (lebar sayap) = 0,18 m

� = viskositas = 16,06 x 10−62

sehingga :

��

=

��

=

(16 � �⁄ )(0,18 �)


(67)

4.2 Hasil simulasi pada sudut serang 0o

4.2.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Kecepatan dan tekanan merupakan parameter aerodinamika yang digunakan dalam penelitian ini. Dari hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 0o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 0o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada

1

4

2 3

5

8 9

6 5

4

1 2 3

6


(68)

Gambar 4.2 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 0o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan dipermukaan atas airfoil sama dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil. Dari penjelasan diatas terlihat hasil simulasi tidak memenuhi hukum Bernoulli yang telah dijelaskan pada bab II. Dan berikut adalah tabel kecepatan dan tekanan pada permukaan atas dan bawah airfoil :

Tabel 4.1 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 0o

TITIK RATA-

RATA

1 2 3 4 5 6 7 8

KECEPATAN (m/s)

PERMUKAAN

ATAS 11,4238 13,3278 15,2318 17,1358 9,51986 7,61589 5,71192 3,80795 10,47185 PERMUKAAN

BAWAH 11,4328 13,3278 15,2318 19,0397 17,1358 7,61589 - - 13,96397 TEKANAN

(Pa)

PERMUKAAN

ATAS 101466 101443 101396 101255 101279 101302 101326 - 101352,4 PERMUKAAN

101466 101443 101396 101255 101279 101302 101326 - 101352,4 3 2 1 1 3 2 4 5 6 7 7 6 5 4 3


(69)

4.2.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil

Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil juga merupakan parameter-parameter aerodinamika yang dibahas dalam penelitian ini. Dimana gaya angkat dan gaya hambat dapat mempengaruhi performansi dari sebuah pesawat model. Berikut ini adalah tabel gaya-gaya yang terjadi pada airfoil hasil simulasi untuk sudut serang 0o :

Tabel 4.2 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 0o

Parameter

X-component (Drag)

Y-component (Lift)

Surface Area Value 0,760977 N 6,21539 N 0,4412 m2

Dari data diatas kemudian dapat dicari nilai CL dan nilai CD yang

merupakan koefisien-koefisien yang sangat mempengaruhi performansi dari pesawat model. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai CL dan CD :

• Mencari nilai CL dan CD

FLift =

CL .ρ . V2. A

2 FDrag =

CD .ρ . V2. A 2

Dimana :

FLift = gaya angkat

FDrag = gaya hambat

CL = koefisien angkat

CD = koefisien hambat

V = kecepatan pesawat


(70)

Sehingga,

CL = 2FLift

ρ . V2. A CD =

2FDrag

ρ . V2. A

CL= 2(6,21539N)

(1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412m2)

CD

= 2(0,760977N)

(1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)

CL = 0,094796 CD = 0,01161

4.3 Hasil simulasi pada sudut serang 3o

4.3.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Setelah melihat hasil simulasi pada sudut serang 0o, berikutnya kita akan membahas hasil simulasi pada sudut serang 3o. Dari hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 3o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.3 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 3o

5 6 7 8 4 1 1

2 3 4

2


(71)

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Disini juga terlihat bahwa hasil simulasi untuk sudut serang 3o sama dengan hasil simulasi pada sudut serang 0o, yaiutu tidak memenuhi hukum Bernoulli yang telah dijelaskan pada bab II. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.4 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 3o

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil. Disini terlihat bahwa untuk hasil simulasi pada sudut serang 3o kontur tekanan yangdihasilkan telah memenuhi hukum Bernolli. Berikut adalah tabel kecepatan dan tekanan pada permukaan atas dan bawah airfoil :

1

4

2 1 2 3

4

5

5

6

7


(72)

Tabel 4.3 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 3o

TITIK

RATA- RATA

1 2 3 4 5 6 7 8

KECEPATAN (m/s)

PERMUKAAN

ATAS 14,132 20,1886 18,1697 16,1509 12,1132 8,07544 4,03772 2,01886 11,8608 PERMUKAAN

BAWAH 12,1132 14,132 16,1509 10,0943 - - - - 13,1226

TEKANAN (Pa)

PERMUKAAN

ATAS 101446 101390 101362 101249 101277 101305 101333 - 101337,4 PERMUKAAN

BAWAH 101474 101446 101390 101362 101333 - - - 101401

4.3.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil

Berikut ini adalah tabel gaya-gaya pada airfoil hasil simulasi untuk sudut serang 3o :

Tabel 4.4 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 3o

Parameter

X-component (Drag)

Y-component (Lift)

Surface Area Value 1,0093 N 16,815 N 0,4412 m2

Dari data diatas kemudian dapat dicari nilai CL dan nilai CD yang

merupakan koefisien-koefisien yang sangat mempengaruhi performansi dari pesawat model. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai CL dan CD :

• Mencari nilai CL

FLift =

CL .ρ . V2. A

2 CL = 2FLift


(73)

CL =

2(16,815N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)

CL = 0,25646

• Mencari nilai CD

FDrag =

CD .ρ . V2. A 2 CD = 2FDrag

ρ . V2. A

CD =

2(1,0093N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)


(74)

4.4 Hasil simulasi pada sudut serang 6o

4.4.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Setelah melihat hasil simulasi pada sudut serang 0o dan 3o, berikutnya kita akan membahas hasil simulasi pada sudut serang 6o. Dari hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 6o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 6o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Hal ini berkebalikan dengan hasil simulasi dengan sudut serang 0o dan 3o, dan terlihat bahwa untuk hasil simulasi pada sudut serang 6o kontur kecepatan yang dihasilkan telah memenuhi hukum Bernolli. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

1

1

2 3 4

2

3 4

5

6

7

8 5


(75)

Gambar 4.6 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 6o

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil. Hal ini berkebalikan dengan hasil simulasi dengan sudut serang 0o, dan terlihat bahwa untuk hasil simulasi pada sudut serang 6o kontur tekanan yang dihasilkan telah memenuhi hukum Bernolli. Berikut ini adalah tabel kecepatan dan tekanan pada permukaan atas dan bawah airfoil :

1

5

2 3

4

5

6 1

2 3


(76)

Tabel 4.5 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 6o

TITIK

RATA- RATA

1 2 3 4 5 6 7 8

KECEPATAN (m/s)

PERMUKAAN

ATAS 21,8976 19,7079 17,5181 15,3283 13,1386 8,75905 4,37952 2,18976 12,86485 PERMUKAAN

BAWAH 4,37952 6,56929 10,9488 13,1386 15,3283 - - - 10,0729 TEKANAN

(Pa)

PERMUKAAN

ATAS 101181 101213 101246 101278 101311 101344 - - 101262,2 PERMUKAAN

BAWAH 101474 101441 101409 101376 101344 - - - 101408,8

4.4.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil

Berikut ini adalah tabel gaya-gaya pada airfoil hasil simulasi untuk sudut serang 6o :

Tabel 4.6 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 6o

Parameter

X-component (Drag)

Y-component (Lift)

Surface Area Value 1,68168 N 26,5772 N 0,4412 m2

Dari data diatas kemudian dapat dicari nilai CL dan nilai CD yang

merupakan koefisien-koefisien yang sangat mempengaruhi performansi dari pesawat model. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai CL dan CD :

• Mencari nilai CL

FLift =

CL .ρ . V2. A

2 CL = 2FLift


(77)

CL =

2(26,5772N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)

CL = 0,40535

• Mencari nilai CD

FDrag =

CD .ρ . V2. A 2 CD = 2FDrag

ρ . V2. A

CD =

2(1,68168N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)


(78)

4.5 Hasil simulasi pada sudut serang 9o

4.5.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Setelah melihat hasil simulasi pada sudut serang 0o, 3o dan 6o, berikutnya kita akan membahas hasil simulasi pada sudut serang 9o. Dan hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 9o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.7 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 9o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

1 1 2

3

2

4 34

5 7 5

8 6


(79)

Gambar 4.8 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 9o

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil. Berikut adalah tabel kecepatan dan tekanan pada permukaan atas dan bawah airfoil :

Tabel 4.7 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 9o

TITIK

RATA- RATA

1 2 3 4 5 6 7 8

KECEPATAN (m/s)

PERMUKAAN

ATAS 21,3965 19,2569 17,1172 14,9776 12,8379 8,55861 4,27931 2,13965 12,57046 PERMUKAAN

BAWAH 6,41896 10,6983 12,8379 14,9776 17,1172 - - - 12,40999 TEKANAN

(Pa)

PERMUKAAN

ATAS 101190 101224 101259 101294 - - - - 101241,8 PERMUKAAN

BAWAH 101467 101432 101397 101363 101328 101294 - - 101380,2 1 2 1 2 3 4 4 6 5 3


(80)

4.5.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil

Berikut ini adalah tabel gaya-gaya pada airfoil hasil simulasi untuk sudut serang 9o :

Tabel 4.8 Gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 9o

Parameter

X-component (Drag)

Y-component (Lift)

Surface Area Value 3,96415 N 30,348 N 0,4412 m2

Dari data diatas kemudian dapat dicari nilai CL dan nilai CD yang

merupakan koefisien-koefisien yang sangat mempengaruhi performansi dari pesawat model. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai CL dan CD :

• Mencari nilai CL

FLift =

CL .ρ . V2. A

2 CL =

2FLift

ρ . V2. A

CL =

2(30,348N ) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)

CL = 0,46286

• Mencari nilai CD

FDrag =

CD .ρ . V2. A

2 CD =

2FDrag ρ . V2. A

CD =

2(3,96415N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)


(81)

4.6 Hasil simulasi pada sudut serang 12o

4.6.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Setelah melihat hasil simulasi pada sudut serang 0o, 3o, 6o dan 9o, berikutnya kita akan membahas hasil simulasi pada sudut serang 12o. Dan hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 12o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.9 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 12o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

2 4

1

1

3

2 3

7 5

6

4 6

8 7


(82)

Gambar 4.10 Kontur sebaran tekanan pada sudut serang 12o

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil. Berikut adalah tabel kecepatan dan tekanan pada permukaan atas dan bawah airfoil :

Tabel 4.9 Tabel tekanan dan kecepatan pada sudut serang 12o

TITIK

RATA- RATA

1 2 3 4 5 6 7 8

KECEPATAN (m/s)

PERMUKAAN

ATAS 20,6118 18,5506 16,4894 14,4282 12,3671 8,24471 4,12236 2,06118 12,10942 PERMUKAAN

BAWAH 4,12236 8,24471 10,3059 12,3671 14,4282 16,4894 18,5506 - 12,07261

TEKANAN (Pa)

PERMUKAAN

ATAS 101210 101249 101297 - - - 101252 PERMUKAAN

BAWAH 101489 101441 101393 101345 101297 - - - 101393 1

4

1 2

3

5 2


(83)

4.6.2 Gaya-gaya yang terjadi pada airfoil

Berikut adalah tabel gaya-gaya pada airfoil hasil simulasi untuk sudut serang 12o :

Tabel 4.10 gaya-gaya pada airfoil untuk sudut serang 12o

Parameter

X-component (Drag)

Y-component (Lift)

Surface Area

Value 4,53363 33,5509 0,4412 m2

Dari data diatas kemudian dapat dicari nilai CL dan nilai CD yang

merupakan koefisien-koefisien yang sangat mempengaruhi performansi dari pesawat model. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai CL dan CD :

• Mencari nilai CL

FLift =

CL .ρ . V2. A

2 CL =

2FLift

ρ . V2. A

CL =

2(33,5509N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)

CL = 0,51171

• Mencari nilai CD

FDrag =

CD .ρ . V2. A

2 CD =

2FDrag ρ . V2. A

CD =

2(4,53363N) (1,161 kg m⁄ 3) 16 m

s�

2

(0,4412 m2)


(84)

4.7 Hasil simulasi pada sudut serang 15o

4.7.1 Kontur sebaran kecepatan dan tekanan

Setelah melihat hasil simulasi pada sudut serang 0o, 3o, 6o, 9o dan 12o, berikutnya kita akan membahas hasil simulasi pada sudut serang 15o. Dan hasil simulasi dapat dilihat kontur sebaran kecepatan dan tekanan airfoil NACA 2412 yang digunakan pada pesawat model tipe glider dengan sudut serang 15o adalah sebagai berikut :

Gambar 4.11 Kontur sebaran kecepatan pada sudut serang 15o

Dari gambar hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan atas airfoil lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan fluida yang mengalir pada permukaan bawah airfoil. Dan selanjutnya untuk hasil simulasi berupa kontur tekanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

1 2 3 4 5 6

7 5

4 3 2 1

7 8

9


(1)

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dengan variasi sudut serang 0o, 3o, 6o, 9o, 12o, dan 15o , maka semakin besar sudut serang yang diberikan, maka gaya angkat yang dihasilkan juga semakin besar sampai maksimum pada sudut serang 12o dan kembali menurun pada sudut serang 15o. Dan gaya angkat maksimum yang terjadi pada sudut serang 12o yaitu sebesar 33,5509 N.

Berikut ini adalah tabulasi untuk nilai CL dan CD dengan variasi sudut serang 0o, 3o, 6o, 9o, 12o, dan 15o.

Tabel 4.15 Tabulasi nilai CL dan CD Sudut serang CL CD

0o 0,0948 0,01161 3o 0,25646 0,01539 6o 0,40535 0,02565 9o 0,46286 0,06046 12o 0,51171 0,06915 15o 0,47572 0,05749


(2)

Dan berikut ini adalah grafik lift coefficient (CL) vs sudut serang (Angle of Attack) dan grafik drag coefficient (CD) vs sudut serang (Angel of Attack) :

Gambar 4.16 Grafik lift coefficient (CL) vs sudut serang (Angle of Attack)

Gambar 4.17 Grafik drag coefficient (CD) vs sudut serang (Angle of Attack)


(3)

Dari kedua gambar grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar sudut serang yang diberikan, maka nilai CL dan CD akan semakin besar pula sampai maksimum pada sudut serang 12o dan kembali nilainya kembali turun pada sudut serang 15o.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

• Dari hasil simulasi, untuk penggunaan airfoil NACA 2412 pada sayap pesawat terbang model tipe glider, untuk sudut serang 3o, 6o, 9o ,12o, dan 15o , maka rata-rata tekanan fluida yang mengalir dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil, dan untuk sudut serang 0o rata-rata tekanan fluida yang mengalir dipermukaan atas airfoil sama dengan rata-rata tekanan dipermukaan bawah airfoil.

• Dari hasil simulasi, untuk penggunaan airfoil NACA 2412 pada sayap pesawat terbang model tipe glider, untuk sudut serang 6o, 9o, dan 12o , maka rata-rata kecepatan fluida yang mengalir dipermukaan atas airfoil lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan dipermukaan bawah airfoil. Tetapi untuk sudut serang 0o, 3o dan 15o rata-rata kecepatan fluida yang mengalir dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecepatan dipermukaan bawah airfoil.

• Dari hasil simulasi juga dapat dilihat bahwa dengan variasi sudut serang 0o, 3o, 6o, 9o, 12o, dan 15o , maka semakin besar sudut serang yang diberikan, maka gaya angkat yang dihasilkan juga semakin besar sampai maksimum pada sudut serang 12o. Dan gaya angkat maksimum terjadi pada sudut serang 12o yaitu sebesar 33,5509 N.


(5)

5.2 Saran

• Diharapkan untuk penelitian selanjutnya lebih bervariasi dalam hal parameter-parameter aerodinamika yang akan dikaji, dan lebih bervariasi juga dalam penentuan variabel bebas dari penelitian.

• Diharapkan untuk orang-orang yang berkecimpung di dunia aeromodelling agar lebih memperhatian kajian-kajian seperti penelitian ini, agar kedepannya dalam hal pembuatan pesawat model dapat lebih efisien dan ekonomis.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Jhon D., Jr. : Fundamentals of aerodinamics, McGraw-Hill Book Company, Boston, 2001.

Peube, J.L. : Fundamentals of fluid Mechanics and Transport Phenomena, British Library, 2008.

Lennon, Andy : RC Model Aircraft Design, Air Age Media Inc., United State of America, 2005.

Munson, Bruce R. : Mekanika Fluida Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta 2004. Katz, Joseph : Introductory Fluid Mechanics, Cambridge University Press,

United State of America 2010.

Bird, R. Byron : Transport phenomena, John Wiley and Sons, Inc., United State of America 2007.

:


Dokumen yang terkait

Simulasi Deformasi dan Tegangan Sayap Pesawat Tanpa Awak Berbahan Komposit Serat Rock Wool dan Polyester dengan Software Ansys 14.0

7 50 80

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS

0 0 11

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS

0 0 1

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS

0 0 3

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS

0 0 17

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS Chapter III V

1 1 56

Analisa Karakterisitik Aerodinamika Pengaruh Sirip Terhadap Airfoil Sayap Pesawat UAV USU Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic SOLIDWORKS

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesawat Terbang - Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 Pada Sayap Pesawat Model Tipe Glider Dengan Menggunakan Software Berbasis Computional Fluid Dinamic Untuk Memperoleh Gaya Angkat Maksimum

1 1 27

Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 Pada Sayap Pesawat Model Tipe Glider Dengan Menggunakan Software Berbasis Computional Fluid Dinamic Untuk Memperoleh Gaya Angkat Maksimum

0 1 18

ANALISIS AIRFOIL NACA 0015 SEBAGAI HORIZONTAL STABILIZER DENGAN VARIASI JARAK GAP BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

0 0 99