Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Hukum dalam Perlindungan Konsumen

Ada beberapa alasan untuk mendukung pernyataan ini. 44 Sejak masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda sudah ada peraturan perundang-undangan yang mempunyai kaitan dengan perlindungan konsumen. Peraturan-peraturan itu di antaranya Pertama,sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak. Dikatakan demikian karena pemerintah sebagai pihak pemberi izin tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pihak manapun. Persetujuan kalaupun ada dan dibutuhkan mungkin dari instansi-instansi pemerintah terkait.sanksi administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan. Memang bagi pelaku usaha yang terkena sanksi pencabutan izin diberikan kesempatan untuk membela diri melalui pengadilan tata usaha negara tetapi sanksi itu sendiri dijatuhkan terlebih dahulu, sehingga berlaku efektif. Kedua, sanksi perdata tidak menawarkan efek jera bagi pelaku usaha.Nilai ganti rugi yang dijatuh dalam sanksi perdata mungkintidak sebanding dengan besarnya keuntungan yang didapatkan dari perbuatan negatif yang dilakukan pelaku usaha. Belum lagi mekanisme penjatuhan putusan yang biasanya berbelit- belit dan membutuhkan proses yang lama,sehingga seringkali konsumen menjadi tidak sabar.Untuk gugatan secara perdata konsumen juga dihadapkan pada posisi tawar-menawar yang terkadang lebih menguntungkan pihak produsen

B. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Hukum dalam Perlindungan Konsumen

45 44 Ahmad Zazili, Tesis, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional,Undip,Semarang,2008 ,Hal 138 45 Az Nasution II, Op.cit, Hal.7. : Universitas Sumatera Utara 1. Reglement Industriele Eigendom, S. 1912:545; 2. Hinder Ordonnantie Ordonansi Gangguan, S. 1926.226; 3. Loodwit Ordonnantie Ordonansi Timbal Karbonat, S. 1931:28; 4. Tin Ordonnantie Ordonansi Timah Putih, S. 1931:509; 5. Vuurwerk Ordonnantie Ordonansi Petasan, S. 1932:143; 6. Verpakkings Ordonnantie Ordonansi Kemasan, S. 1935:161; 7. Ordonnantie Op de Slacth Belasting Ordonansi Pajak Sembelih, S. 1936:671; 8. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Ordonnantie Ordonansi Obat Keras, S. 1937:641; 9. Ijkordonnantie Ordonansi Tera, S. 1049:175; 10. Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya, S. 1949:377, dan lain-lain. Sepanjang belum diatur oleh pemerintah Republik Indonesia, peraturan- peraturan tersebut masih berlaku di Indonesia. Hal itu berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan pada Undang-Undang Dasar 1945. 46 46 Ibid. Hal. 7 Selanjutnya gema dari perlindungan konsumen baru mulai didengungkan dalam tahun 1970-an, terutama setelah berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen YLK tanggal 11 Mei 1973. Organisasi ini bertindak atas dasar pengabdian kepada kehidupan manusiawi. Yayasan Lembaga Konsumen didirikan di tengah gencarnya promosi untuk memperlancar perdagangan barang-barang dalam negeri. Gencarnya promosi itu Universitas Sumatera Utara perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas dari barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen. Konsumen sangat sulit untuk meminta pertanggungjawaban produsen dari barang yang telah menimbulkan kerugian pada konsumen. Dalam perkembangan perlindungan terhadap konsumen dikenal dua adagium, yaitu Caveat emptor dan Caveat venditor. Caveat emptor adalah istilah Latin untuk “let the buyer aware” 47 Menurut doktrin caveat emptor, produsen atau penjual dibebaskan dari kewajiban untuk memberitahu kepada konsumen tentang segala hal yang menyangkut barangatau jasa yang hendak diperjualbelikan. konsumen harus berhati-hati. Hal ini berarti bahwa sebelum konsumen membeli sesuatu, maka ia harus waspada terhadap kemungkinan adanya cacat pada barang. 48 Selanjutnya, doktrin Caveat Venditor Apabila konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk, maka harus menerima produk itu apa adanya. Awal abad XIX mulai disadari bahwa caveat emptor tidak dapat dipertahankan lagi, apalagi untuk melindungi konsumen. 49 47 Ibid. Hal. 14. 48 Ibid. Hal. 21. 49 Schiffman, Leon G. et.al, Consumer Behavior Sixth Edition, London : Prentice Hall International, 1997 , Hal. 630. bahwa produsen tidak hanya bertanggung jawab kepada konsumen atas dasar tanggung jawab kontraktual. Karena produknya ditawarkan kepada semua orang, maka timbul kepentingan bagi masyarakat untuk mendapatkan jaminan keamanan jika menggunakan produk yang bersangkutan. Kepentingan masyarakat itu adalah bahwa produsen yang menawarkan produknya pada masyarakat, harus memperhatikan keselamatan, ketrampilan, dan kejujuran dalam kegiatan transaksional yang Universitas Sumatera Utara dilakukannya. Oleh karena itulah kemudian berkembang doktrin caveat venditor let the producer aware yang berarti bahwa produsen harus berhati-hati. Doktrin ini menghendaki agar produsen, dalam memproduksi dan memasarkan produknya, berhati-hati dan mengindahkan kepentingan masyarakat luas. Dari uraian diatas maka prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.Beberapa sumber hukum formal, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar dilapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum perlindungan konsumen dapat dibedakan sebagai berikut : 50 50 Shidarta ,Hukum perlindungan konsumen Indonesia Grasindo,Jakarta,2000 ,Hal.58 1. Kesalahan Liability based on fault 2. Praduga selalu bertanggung jawab Presumption of liability 3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab Presumption on non liability 4. Tanggung jawab mutlak Strict Liability 5. Pembatasa tanggung jawab limititation of Liability Adapun penjelasan dari prinsip-prinsip tanggung jawab diatas sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan 51 51 Ibid,Hal.59 Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability based on fault merupakan prinsip yang sangat umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya yang mempunyai 4 unsur pokok yang harus dipenuhi : a. adanya perbuatan b. adanya unsur kesalahan c. adanya kerugian yang diderita d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan degan hukum. pengertian hukum, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang,tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Secara common sense asas tanggung jawab ini dapst diterima karena adlah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain tidaklah adil jika orang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita oleh orang lain.mengenai pembagian brban pembuktiannya,asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 HIR Herzienne Indonesische Reglement Pasal 283 dan Pasal 1865 KUHPerdata. Disitu dikatakan barang siapa yang mengakui mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut actorie incumbit probatio. Universitas Sumatera Utara Ketentuan diatas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara, yakni asas audi et alterm partem, asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Disini hakim harus memberi para pihak beban yang sama juga seimbang dan patut sehingga masing-masing memiliki kersempatan yang sama untuk memenangkan perkara tersebut.perkara yang perlu diperjelas dalam prinsip ini,yang sebenarnya juga berlaku umum untuk prinsip-prinsip lainnya adalah defenisi subjek prilaku yang salah lihatlah Pasal 1367 KUH Perdata . Dalam doktrin hukum dikenal asas Vicarious liability dan corporate liability. Vicarious liability disebut juga dengan respondeat superior, let the master answer , mengandung pengertian majikan bertanggung jawab atas semua kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang-orang atau karyawan yang berada dibawah pengawasannya captain of the ship doctrine . Jika karyawan itu dipinjamkan kepihak lain borrowed servant , maka tanggung jawab tersebut beralih kepada si pemakai karyawan tadi fellow servant doctrine. Corporate liability pada prinsipnya memiliki pengertian yang sama dengan vicarious liability. Menurut doktrin ini, lembaga yang menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga kerja yang dipekerjakannya.Sebagai contoh dalam hubungan rumah sakit dengan pasiennya, semua bertanggung jawab atas pekerjaan tenaga medis dan paramedis dokter adalah menjadi beban tanggung jawab rumah sakit tempat mereka bekerja. Prinsip ini diterapkan tidak saja tidak saja untuk karyawan organiknya yang digaji oleh rumah sakit, tetapi untuk karyawan nonorganik misalnya dokter yang dikontrak kerja dengan pembagian hasil Universitas Sumatera Utara Latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat semua dibalik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan.Ia tidak dapat membedakan mana yang berhubungan secara organic dengan korporasi dan mana yang tidak. Doktrin yang terakhir ini disebut ostensible agensy.Maksudnya, jika suatu korporasi misalnya rumah sakit memberi kesan kepada masyarakat, orang yang bekerja disitu dokter, perawat, dan lain-lain adalah karyawan yang tunduk dibawah perintahkordinasi korporasi tersebut,maka sudah cukup syarat bagi korporasi itu untuk wajib bertanggung jawab secara vicarious terhadap konsumenya. 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab presumption of liability principle, sampai ia dapat membuktilkan ia tidak bersalah.jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Dalam hukum pengangkutan, khusunya pengangkutan udara,prinsip tanggung jawab ini pernah diakui, sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 17, 18, ayat1, Pasal 19 jo. Pasal 20 Konvensi Warsawa 1929 atau Pasal 24, 25, 28 ayat1, Pasal 29 Ordonansi Pengangkutan Udara No.100 Tahun 1939,kemudian dalam perkembangannya dihapuskan dengan Protocol Guatemala 1971. Berkaitan dengan prinsip yanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya pengangkutan udara, dikenal empat variasi : a. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab ini, jika kerugian yang timbullkan oleh hal-hal diluar kekuasaanya. Universitas Sumatera Utara b. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk menghindari kerugian. c. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena kesalahanya. d. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, jika kerugian disebabkan kelalaiankesalahan penumpang. Dari penjelasan diatas tampak bahwa pembuktian terbalik diterima dalam prinsip ini, UUPK juga mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22 dan 23 lihat ketentuan Pasal 28 UUPK Dasar pemikiran teroi ini adalah seorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, sehingga jika teori ini digunakan maka yang berkewajiban untuk mmbuktikan keslahan itu ada pada pelaku usaha atau penyedia jasa.namun dalam prinsip ini posisi konsumen selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha. 52 Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua.Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption non liability hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian secara common sense dapat dibenarkan, contoh penerapan prinsip ini dalam penyelenggaraan jasa penerbangan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab 52 Ibid,Hal.61 Universitas Sumatera Utara tangan yang biasanya diawasi oleh penumpang tidak menjadi tanggung jawab dari penyedia jasa pengangkutan udara. Sekalipun demikian dalam Pasal 44 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara prinsip ini tidak dianut dengan mutlak dan mengarah pada pertanggung jawaban dengan pembatasan ganti rugi maksimal satu juta rupiah, artinya bagasi tangan tetap dapt dimintakan pertanggung jawabannya selama bukti kesalahan pihak penyedia jasa penerbangan dapat ditunjukkan, dimana beban pembuktian ada pada penumpang. 53 a. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam proses produksi atau distribusi yang komplek 4. Prinsip tanggung jawab mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak srict liability sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut absolute liability.Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminology diatas. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.Namun ada pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya force majeur. Sedangkan pada absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Menurut RC Hoeber mengatakan bahwa prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena : 53 Ibid,Hal.62 Universitas Sumatera Utara b. Diasumsikan bahwa produsen telah dapat mengantisipasi jika sewaktu- waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambahkan komponen tertentu dalam produknya. c. Prinsip tanggung jawab ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati Prinsip tanggung jawab mutlak ini dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang yang produknya merugikan konsumen.prinsip ini lebih dikenal dengan istilah product liability . Variasi yang sedikit berbeda dalam penerapan prinsip tanggung jawab ini terletak pada risk liability yang mempunyai arti kewajiban mengganti rugi dibebankan kepada pihak yang menimbulkan resiko adanya kerugian itu. Namun, si penggugat konsumen tetap diberikan beban pembutin walaupun tidak sebesar si tergugat pelaku usaha 54 Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability sangat disenangi oleh pelaku usahapenyedia jasa untuk dicantumkan dalam klausal eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip ini biasanya dikombinasikan dengan prinsip-prinsip tanggung jawab lainnya. Dalam pengangkutan udara, yakni Pasal 17 ayat 1 Protokol Guatemala 1971 “ batas tanggung jawab pihak pengangkut untuk satu penumpang USD 100.000 ” prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen jika diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No 8 Tahun 1999disebutkan bahwa seharusnya pelaku usaha tidak boleh dengan sepihak menentukan klausul yang merugikan 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan 54 Ibid,Hal.63 Universitas Sumatera Utara konsumen termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas. 55 a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. C. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Kepada Konsumen Jasa Penerbangan jika Terjadi Pembatalan Penerbangan Secara Sepihak Upaya perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan jasa penerbangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen menurut undang- undang ini adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Berdasarkan Pasal 3 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen bertujuan untuk : b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang danatau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. 55 Ibid,Hal.64 Universitas Sumatera Utara e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keselamatan konsumen. Tujuan diadakannya upaya perlindungan konsumen dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang sama antara pelaku usaha dan konsumen, serta memperhatikan hak-hak konsumen. Namun kedudukan konsumen dan pelaku usaha dalam pelaksanaan setiap kontrak di Indonesia tidak seimbang termasuk dalam perjanjian jasa penerbangan. Tata hukum di Indonesia harus memposisikan pada tempat yang adil di mana hubungan konsumen dengan palaku usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain. Hubungan konsumen dan pelaku usaha menjadi seimbang apabila adanya keadilan dalam pelaksanaan kontrak jual beli, karena setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945. Tanggung jawab atau kewajiban yang paling mendasar dalam suatu kontrak yaitu adanya itikad baik dalam melaksanakan perjanjian. Kewajiban tersebut harus dimiliki oleh masing-masing pihak yang melakukan perjanjian.Tanggung jawab pelaku usaha selain beritikad baik juga menjamin kualitas suatu produk yang ditawarkan. Universitas Sumatera Utara Jaminan terhadap kualitas produk dapat dibedakan atas 2 dua macam, yaitu expressed warranty dan implied warranty. Expressed warranty atau jaminan secara tegas adalah suatu jaminan atas kualitas produk, yang dinyatakan oleh pelaku usaha secara tegas dan tertuang dalam penawaran atau iklan. Pelaku usaha dalam hal ini bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya dengan menjamin tiket penerbangan yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Sedangkan, implied warranty adalah jaminan yang berasal dari undang- undang atau peraturan yang berlaku, dalam hal ini pelaku usaha berkewajiban untuk menanggung adanya kesalahan atau kerugian pada penyelenggaraan jasa penerbangan yang ditawarkan, meskipun kesalahan tersebut tidak diketahuinya. 56 Bentuk-bentuk tanggung jawab penyedia jasa penerbangan dalam Undang- Undang Nomor 8 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain : 57 1. Contractual liablity, yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan. 2. Product liability, yaitu tanggung jawab perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan. Pertanggung jawaban produk tersebut didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum tortius liability. Unsur-unsur dalam tortius liability antara lain adalah unsur perbuatan 56 Dimas Bagus,Skripsi, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Jual Beli Tiket Maskapai Penerbangan Melalui Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Unikomp Guna Darma,2006, Hal.52 57 Ibid,Hal.55 Universitas Sumatera Utara melawan hukum, keslahan, kerugian dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. 3. Professional liability, tanggung jawab pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan. 4. Criminal liability, yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan negara. Tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap permasalahannya dengan konsumen dibagi menjadi 3 tiga bagian yaitu : 1. Tanggung jawab atas Informasi Pelaku usaha wajib memberikan informasi atas semua hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa penerbangan yang ditawarkan kepada konsumen, agar konsumen memahami benar dalam pemanfaatan jasa penerbangan tersebut. Ketentuan umum mengenai informasi yang harus di beritahukan kepada konsumen adalah mengenai harga, Jenis atau Kelas Penerbangan, Jadwal Penerbangan, dan keterangan-keterangan lain yang dapat membantu konsumen dalam memutuskan untuk membeli tiket penerbangan sesuai dengan kebutuhannya. 2. Product Liability; Tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggung jawaban produk product liability, yaitu tanggung jawab perdata secara langsung dari pelaku uasaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk secara langsung dalam tanggung jawab atas produk Universitas Sumatera Utara juga terdapat pertanggungjawaban yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tortius liability. Unsur yang terdapat dalam tortius liability adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. 3. Tanggung jawab atas keamanan; Penyelenggaraan jasa penerbangan harus memiliki kemampuan untuk menjamin keamanan dan keandalan dalam pelaksanaannya. Pelaku usaha harus menyediakan jaringan sistem untuk mengontrol keamanan. Sistem keamanan dalam penyelenggaraan jasa penerbangan adalah adanya mekanisme yang aman dan nyaman yang menjamin semua konsumen jasa penerbanagan mendapatkan pelayanan yang maksimal dalam penyelenggaraan jasa penerbangan Selanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat menggunakan barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Undang-Undang ini lebih menitikberatkan pada tanggung jawab dari pelaku usaha daripada konsumen, maksudnya agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan konsumen dan menyeimbangkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Konsumen juga tetap memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan suatu kontrak. Itikad baik merupakan dasar tanggung jawab dari masing-masing pihak, selain itu juga Universitas Sumatera Utara konsumen bertanggung jawab untuk menjaga dan mengikuti aturan suatu produk yang dicantumkan dalam label produk atau jasa tersebut. Dalam kaitanya dengan pembatalan penerbangan secara sepihak seperti pada kasus Mandala Airlines. Prinsip tanggung jawab yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen terhadap masalah tersebut adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak dalam kasus pembatalan penerbangan sepihak terdapat penerapan yang disebut risk liability yang mempunyai arti kewajiban untuk mengganti kerugian serta beban pembuktian ada pada pelaku usaha dalam hal ini penyedia jasa penerbangan. 58 1. Dengan terjadinya pembatalan penerbangan tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Pembatalan penerbangan secara sepihak harus memenuhi beberapa kriteria agar dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum yang dapat dimintai pertanggung jawabanya antara lain : Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan dalam penyelenggaraan jasa penerbangan konsumen mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi, namun dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak telah mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen tersebut. Adapun hak-hak konsumen yang dilanggar pada kasus pembatalan penerbangan antara lain : a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, dapat dilihat bahwa konsumen mempunyai hak untuk merasa nyaman dalam mempergunakan jasa 58 Sri syawali Dan Nani Sri Imaniyati, Hukum perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju,2000 ,Hal.95 Universitas Sumatera Utara penerbangan, tetapi dengan terjadinya pembatalan penerbanagan secara sepihak sudah pasti bahwa konsumen tidak akan merasa nyaman karena konsumen mau tidak mau harus merubah janji kedatangan atau bahkan membatalkan janji yang telah mereka buat. b. Hak untuk mendapatkan barangjasa sesuai dengan nilai tukar, kondisi, jamiann yang telah diperjanjikan. Setelah membayar kompensasi dalam bentuk pembelian tiket, yang merupakan bukti adanya hubungan kontraktual antara penyedia jasa dengan konsume jasa penerbangan. Konsumen berhak untuk mendapatkan semua hal yang tertulis dalam keterangan tiket yaitu waktu keberangkatan, pesawat yang akan digunakan, posisi kursi dan lainya dengan terjadinya pembatalan penerbangan sepihak dapat dipastikan tidak akan mendapatkan satu hal pun yang tertulis dalam tiket tersebut. c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa. Pada beberapa kasus pembatalan penerbangan khususnya pada kasus pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines. Sesungguhnya terjadi karena ketiadaan tranfaransi dari pihak Mandala terhadap keadaan perusahannya. Bagaimana mungkin perusahaan yang sedang dalam kondisi hampir dinyatakan pailit dan telah dicabut izin usahanya masih menjual tiket kepada penumpang. Hal ini jelas telah melanggar hak konsumen dalam memperoleh informasi Universitas Sumatera Utara 2. Dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban dari penyedia jasa penerbangan. Dapat dilihat di dalam UU Perlindungan Konsumen terdapat ketentuan mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha termasuk penyedia jasa penerbangan. Namun dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak secara langsung menyebabkan penyedia jasa tidak melaksanakan kewajibannya tersebut. Adapun kewajiban penyedia jasa antara lain : a. Kewajiban penyedia jasa untuk beriktikad baik dalam menjalankan usahanya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyedia jasa penerbangan mempunyai kewajiban untuk selalu beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Namun pada kasus pembatalan penerbangan pembatalan penerbangan secara sepihak oleh Mandala Airlines terjadi karena adanya iktikad buruk dari pihak Mandala untuk menyembunyikan informasi yang sebenarnya mengenai keadaan perusahaannya. b. Memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas mengenai kondisi dan jaminan jasa. Pada kasus pembatalan penerbangan oleh Mandala airlines terlihat jelas bahwa pihak Mandala tidak memberikan informasi yang jelas dan jujur mengenai kondisi jasa penerbangan yang mereka tawarkan. c. Memberikan kompensasi dalam bentuk ganti kerugian jika barangjasa yang diterimadimanfaatkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada kewajiban ini lebih ditekankan kepada kewajiban penyedia jasa Universitas Sumatera Utara setelah terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak, pada ketentuan ini jelas terlihat bahwa pembatalan penerbangan sepihak yang merupakan tindakan ingkar janji dari penyedia jasa, mewajibkan penyedia jasa untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen yang dirugikannya. 3. Pembatalan penerbangan secara sepihak mengakibatkan pelaku usahapenyedia jasa penerbangan melakukan perbuatan yang dilarang dalam UU Perlindungan konsumen. Didalam BAB X UU Perlindungan Konsumen diatur mengenai perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam kaitannya dengan pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines telah menyebabkan Mandala melakukan perbuatan yang dilarang tersebut antara lain : a. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf c dan f : Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut serta tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. b. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 huruf d : Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah barang danatau Universitas Sumatera Utara jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi. Dengan kepailitan yang dialami oleh Mandala Airlines mengakibatkan pemerintah mencabut izin dan persetujuan kepada Mandala untuk tetap melakukan kegiatan jasa penerbangan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan apa yang diatur dalam pasal diatas. Dengan adanya hak yang dilanggar, kewajiban yang yang tidak terpenuhi, serta melakukan tindakan yang dilarang. Maka diperlukan adanya tanggung jawab atas tindakan pembatalan penerbangan sepihak tersebut yang diatur dalam : a. Pasal 19 Ayat 1 : Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. b. Pasal 19 Ayat 2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari ketentuan diatas dapat dilihat bahwa pertanggung jawaban yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada penyedia jasa Mandala airlines atas tindakan pembatalan penerbangan secara sepihak hanyalah sebatas refund pengembalian uang, hal ini sama dengan yang diatur di dalam UU Penerbangan. Universitas Sumatera Utara Tetapi pada kenyataannya pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan terkadang menimbulkan kerugian lain baik materil maupun non materil, jelas pertanggung jawaban dalam bentuk refund dirasa belum cukuptidak sepadan untuk mengganti kerugian yang dialami oleh konsumen. Seperti pada kasus pembatalan penerbangan oleh Mandala Airlines salah seorang penumpang ada yang mengaku kehilangan tender besar akibat pembatalan penerbangan tersebut. Oleh sebab itulah mengapa didalam Pasal 19 Ayat 4 dijelaskan bahwa pemberian ganti rugi tidak menghapuskan gugatan perdata maupun tuntutan pidana. Sehingga jelas bagi konsumen yang masih merasa belum puas dapat mengajukan gugatan perdata maupun tuntutan pidana kepada Mandala Airlines. Universitas Sumatera Utara

BAB VI PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA PENYEDIA JASA DENGAN