Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

i

APLIKASI ENZIM LIGNINASE DAN SELULASE UNTUK
MENINGKATKAN PERKECAMBAHAN BENIH KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

PUTRA KUSUMA HADI
A24061538

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

RINGKASAN

PUTRA KUSUMA HADI. Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase untuk
Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
(Dibimbing oleh ENY WIDAJATI dan SELLY SALMA).

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi enzim ligninase
dan selulase terhadap perkecambahan benih kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan
di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Unit Marihat, Pematang Siantar,
Sumatera Utara. Penelitian dimulai pada bulan Maret hingga Juli 2010.
Percobaan disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah varietas benih yaitu Langkat
dan Yangambi. Faktor ke dua adalah aplikasi enzim ligninase dan selulase dengan
lima teknik aplikasi, yaitu (1) kontrol (sesuai metode pemecahan dormansi benih
kelapa sawit di PPKS) dengan pemanasan benih selama 60 hari dan perendaman
dalam air selama 3 hari; (2) Pemanasan benih selama 40 hari, perendaman dalam
air selama 3 hari, perendaman

dalam enzim ligninase selama 1 hari, dan

perendaman benih dalam enzim selulase selama 2 hari; (3) Pemanasan benih
selama 40 hari, perendaman dalam enzim ligninase 1 hari, perendaman dalam
enzim selulase 2 hari dan perendaman dengan air selama 3 hari; (4) Pemanasan
benih selama 40 hari, perendaman dengan campuran enzim ligninase dan selulase
selama 3 hari dan perendaman dengan air selama 3 hari; dan (5) Pemanasan benih
selama 50 hari, perendaman dengan campuran enzim ligninase dan selulase

selama 10 hari dan perendaman dengan air selama 3 hari. Enzim ligninase dan
selulase didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, sedangkan
benih kelapa sawit varietas Langkat dan Yangambi didapat dari PPKS.
Hasil percobaan menunjukkan dua varietas kelapa sawit yang diuji
memberikan respon yang berbeda terhadap lima perlakuan yang dilakukan. Pada
benih varietas Yangambi, terdapat tiga teknik aplikasi enzim ligninase dan
selulase yang memberikan hasil efektif nyata meningkatkan Daya Berkecambah
(DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), Kecepatan Tumbuh (KCT) serta
menurunkan Indeks Dormansi (ID) benih. Ke tiga teknik aplikasi enzim tersebut

iii

adalah 1) Pemanasan selama 40 hari, perendaman dengan air selama 3 hari,
perendaman dengan enzim ligninase 1 hari, dan perendaman dengan enzim
selulase 2 hari; 2) Pemanasan selama 40 hari, perendaman dengan enzim ligninase
1 hari, perendaman dengan enzim selulase 2 hari, dan perendaman dengan air
selama 3 hari; dan 3) Pemanasan selama 40 hari, perendaman dengan campuran
enzim ligninase dan selulase 3 hari, dan perendaman dengan air 3 hari.
Pada benih varietas Langkat, aplikasi enzim ligninase dan selulase efektif

dengan nyata meningkatkan KCT benih, yaitu dengan pemanasan selama 40 hari,
perendaman dengan enzim ligninase 1 hari, perendaman dengan enzim selulase
selama 2 hari dan perendaman dengan air 3 hari.
Aplikasi enzim ligninase dan selulase pada benih varietas Langkat dan
Yangambi terbukti dapat mengurangi pemanasan benih pada ruang pemanas
selama 20 hari dengan perlakuan 1) Pemanasan selama 40 hari, perendaman
dengan air 3 hari, perendaman dengan enzim ligninase 1 hari dan perendaman
dengan enzim selulase selama 2 hari; 2) Pemanasan selama 40 hari, perendaman
dengan enzim ligninase 1 hari, perendaman dengan enzim selulase 2 hari dan
perendaman dengan air 3 hari; dan 3) Pemanasan selama 40 hari, perendaman
dengan campuran enzim ligninase dan selulase 3 hari, perendaman dengan air 3
hari. Pada perlakuan dengan pemanasan selama 50 hari, perendaman dengan
campuran enzim ligninase dan selulase 10 hari, serta perendaman dengan air
selama 3 hari dapat mengurangi lama pemanasan benih diruang pemanas selama
10 hari.

iv

APLIKASI ENZIM LIGNINASE DAN SELULASE UNTUK
MENINGKATKAN PERKECAMBAHAN BENIH KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PUTRA KUSUMA HADI
A24061538

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

v

Judul : APLIKASI

ENZIM


LIGNINASE

DAN

SELULASE

UNTUK

MENINGKATKAN PERKECAMBAHAN BENIH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)
Nama : PUTRA KUSUMA HADI
NIM

: A24061538

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. Ir. Eny Widajati, MS

Dra. Selly Salma, MSi

NIP: 19610106 198503 2002

NIP: 19630714 199003 2 001

Mengetahui
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP: 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

vi


RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Drs. Suhadi, MSi dan Ibu Sri
Yuliana. Penulis dilahirkan di Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 15 Januari 1988.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cempaka Baru 05 pagi
pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 119 Jakarta
dan lulus dari SMAN 1 Jakarta pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan
pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan,

semangat,


rahmat

dan

karunia-Nya,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini yang berjudul “Aplikasi Enzim
Ligninase dan Selulase untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa
Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)”.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
aplikasi enzim ligninase dan selulase terhadap perkecambahan benih kelapa sawit.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini,

terutama :
1. Ayah dan ibu serta adik-adik saya tercinta yang telah memberikan doa,
semangat, dan dorongan secara lahir dan batin.
2. Dr. Ir. Eny Widajati, MS. dan Dra. Selly Salma, Msi. selaku pembimbing
skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyusunan
skripsi ini.
3. Ir. Jan Barlian, MSc. selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalani studi.
4. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
5. Direktorat Jenderal Perkebunan yang telah memberikan bantuan dana
penelitian sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan lancar
6. Para staf dan pegawai di PPKS Marihat yang telah memberikan bantuan
selama pelaksanaan penelitian.
7. Teman-teman AGH 43 dan teman-teman yang telah memberikan motivasi
dan masukan.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

viii


Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan bagi yang
memerlukan.

Bogor, Januari 2012

Penulis

.

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang .....................................................................................................1
Tujuan ...................................................................................................................3
Hipotesis ...............................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................4
Botani Kelapa Sawit .............................................................................................4
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ...............................................................................7
Jenis Tanaman Kelapa Sawit ................................................................................8
Benih Kelapa Sawit ..............................................................................................8
Morfologi Benih .............................................................................................. 8
Proses Perkecambahan Benih hingga Menjadi Bibit .................................... 11
Dormansi Benih ............................................................................................ 15
Pematahan Dormansi Benih .......................................................................... 17
Struktur Dinding Sel Tanaman ...........................................................................18
Selulosa ......................................................................................................... 20
Hemiselulosa ................................................................................................. 21
Lignin ............................................................................................................ 21
Enzim Ligninase dan Selulase ............................................................................22
Enzim Ligninase ........................................................................................... 22
Enzim Selulase .............................................................................................. 23
BAHAN DAN METODE ......................................................................................25
Tempat dan Waktu .............................................................................................25
Bahan dan Alat ...................................................................................................25
Metode Percobaan ..............................................................................................25
Pelaksanaan Percobaan.......................................................................................26
Skema pelaksanaan percobaan dapat dilihat pada Gambar 12. ..........................26
Pengamatan ........................................................................................................33
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................35
Daya Berkecambah (DB) ...................................................................................35
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)...................................................................38
Kecepatan Tumbuh (KCT)...................................................................................39
Indeks Dormansi (ID) .........................................................................................41
Keragaan Tumbuh Bibit ....................................................................................42
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................44
Kesimpulan .........................................................................................................44
Saran ...................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................46
LAMPIRAN ...........................................................................................................49

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor
1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Enzim

dan Varietas terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit .................... 35
2. Pengaruh Perlakuan Aplikasi Enzim dan Varietas terhadap

Daya Berkecambah Benih......................................................................... 36
3. Pengaruh Perlakuan Aplikasi Enzim dan Varietas terhadap

Potensi Tumbuh Maksimum Benih .......................................................... 39
4. Pengaruh Perlakuan Aplikasi Enzim dan Varietas terhadap

Kecepatan Tumbuh Benih......................................................................... 40
5. Pengaruh Perlakuan Aplikasi Enzim dan Varietas terhadap

Indeks Dormansi Benih ............................................................................. 41

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Distribusi Akar pada Satu Akar Primer Tanaman Kelapa Sawit

yang Berumur 10 Tahun ............................................................................. 5
2. Inflorescent Bunga Jantan dan Betina serta Bunga Abnormal ................... 6
3. Struktur Buah Kelapa Sawit (Corley dan Tinker, 2003) ............................ 9
4. Buah Kelapa Sawit yang Memiliki (A) Satu Kernel, (B) Dua Kernel,

dan (C) Tiga Kernel .................................................................................... 9
5. Benih kelapa sawit dan pertumbuhan awalnya ......................................... 10
6. Bagian kernel benih tenera yang dipotong secara melintang .................... 12
7. Bibit kelapa sawit yang berumur 2 bulan ................................................. 14
8. Irisan melintang bagian tengah apeks pada kelapa sawit yang ................. 15
9. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Lynd et al., 2002) ............................ 20
10. Skema Pembentukan Karbon Diokasida dari Struktur ............................. 23
11. Skema Hidrolisis Selulosa Menjadi Glukosa ............................................ 24
12. Alur Pelaksanaan Percobaan ..................................................................... 27
13. Perendaman I Di Dalam Bak Perendaman ................................................ 28
14. Penganginan Benih Di Rak Pengeringan .................................................. 28
15. Perendaman Benih dengan Larutan Fungisida 0.2% ................................ 28
16. Pemanasan Benih Dalam Tray Palstik Di Ruang Pemanas ...................... 29
17. Alat dan Bahan yang digunakan pada Tahap Aplikasi Enzim .................. 30
18. Perendaman Benih dengan Enzim Ligninase dan Selulase ...................... 30
19. Pengecambahan Benih Di Ruang Perkecambahan ................................... 31
20. Benih Kelapa Sawit dan Tray Plastik yang Disekat Sterofom.................. 31
21. Kecambah Hasil Seleksi ........................................................................... 32
22. Pembibitan Kecambah Normal Hasil Seleksi ........................................... 33

xii

23. Benih Kelapa Sawit Varietas Yangambi dan Langkat ............................. 36
24. Ketebalan Cangkang Benih Varietas Yangambi dan Langkat ................. 36
25. Bibit Normal pada Minggu Ke-5 .............................................................. 43
26. Bibit Abnormal pada Minggu Ke-4 (A) dan Minggu Ke-5 (B) ................ 43

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Tabel Data Benih yang Diambil untuk Percobaan .................................... 50
2. Tabel Penggunaan Ekstrak Kasar Enzim Ligninase dan Selulase ............ 50
3. Tabel Analisis Ragam Pengaruh Aplikasi Enzim dan Varietas

terhadap Daya Berkecambah Benih .......................................................... 51
4. Tabel Analisis Ragam Pengaruh Aplikasi Enzim dan Varietas

terhadap Potensi Tumbuh Maksimum Benih ............................................ 51
5. Tabel Analisis Ragam Pengaruh Aplikasi Enzim dan Varietas

terhadap KCT Benih ................................................................................... 51
6. Tabel Analisis Ragam Pengaruh Aplikasi Enzim dan Varietas

terhadap Indeks Dormansi Benih .............................................................. 52

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beberapa isu nasional seperti angka pengangguran yang tinggi, jumlah
angka kemiskinan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, kelangkaan energi,
adanya kerusakan lingkungan dan melemahnya sektor riil di Indoneria
menjadikan kebijakan pembangunan pertanian yang berfokus pada komoditas
perkebunan diharapkan dapat berperan besar dibidang ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas yang dijadikan sebagai
salah satu prioritas utama yang diunggulkan oleh pemerintah Indonesia.
Ditinjau dari aspek ekonomi, perkebunan kelapa sawit dapat mendukung
industri dalam negeri berbasis produk berbahan dasar kelapa sawit. Dengan
terbangunnya banyak sentra industri ekonomi di wilayah baru, secara otomatis
akan medukung pembangunan ekonomi di daerah. Bila ditinjau dari aspek sosial,
dengan adanya perkembangan perkebunan kelapa sawit akan terjadi penyerapan
tenaga kerja dalam jumlah besar (Sunarko, 2009). Pada bulan April-September
2007, investasi pada sektor perkebunan kelapa sawit telah mencapai 7.7 triliun
rupiah dengan potensi menyerap 93 000 tenaga kerja yang tentu saja dapat
menggerakkan perekonomian di daerah (Pardean, 2008).
Permintaan terhadap miyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan
produk turunannya baik di dalam maupun di luar negeri dari tahun ke tahun
sangat tinggi, sehingga memiliki prospek pasar yang sangat menjanjikan. Hal
inilah yang membuat perkebunan kelapa sawit di Indonesia sekarang diperluas
secara besar-besaran, baik oleh perusahaan perkebunan negara, perusahaan besar
swasta maupun mayarakat secara umum (Pardean, 2008).
Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2012), pada tahun 2008
luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 6 363 847 ha. Pada
tahun 2009, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat 18 %
menjadi 7 508 023 ha. Diperkirakan luas area perkebunan kelapa sawit tahun
2010 meningkat 4.22% mencapai luas 7 824 623 ha.
Peningkatan luas areal pertanaman kelapa sawit yang terjadi saat ini juga
diikuti oleh peningkatan permintaan terhadap benih kelapa sawit. Produsen benih

2

di Indonesia pada tahun 2006 mampu menyuplai 141 000 000 kecambah.
Produksi kecambah kelapa sawit pada tahun 2008 meningkat menjadi
151 000 000 kecambah, tetapi jumlah ini belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan kecambah kelapa sawit dalam negeri yang diperkirakan mencapai
230 000 000 kecambah. Hal inilah yang membuat pemerintah melalui
Departemen Pertanian membuka keran impor benih kelapa sawit dari luar negeri
yang berasal dari DAMI Papua Nugini, ASD Kostarika, dan Malaysia (Pahan,
2008).
Upaya untuk meningkatkan produksi benih kelapa sawit secara generatif
tidaklah mudah karena memiliki beberapa masalah, salah satunya dikarenakan
benih kelapa sawit termasuk benih yang sulit dikecambahkan. Hal ini disebabkan
oleh dormansi benih kelapa sawit yang lama (Brahmana dan Chairani, 1997).
Lamanya dormansi benih kelapa sawit salah satunya disebabkan oleh struktur
benih yang diselimuti cangkang yang keras dan impermeabel terhadap air dan
udara. Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses imbibisi air dan masuknya
udara ke dalam benih sehingga perkecambahan benih juga menjadi terhambat.
Untuk dapat berkecambah, benih kelapa sawit memerlukan waktu yang
sangat lama. Secara alami, dibutuhkan waktu ± 1 tahun untuk perkecambahan
dengan daya berkecambah hanya 40%. Teknik pematahan dormansi dengan
perlakuan pemanasan 60 hari dan perendaman benih selama 10 hari,
perkecambahan benih kelapa sawit dapat dipercepat sehinga hanya memerlukan
waktu 4 bulan dengan persentase perkecambahan mencapai 75-80% (Brahmana
dan Chairani, 1997). Walaupun demikian, hal ini masih dirasa belum cukup
karena masih memerlukan waktu yang lama yaitu 4 bulan.
Cangkang benih kelapa sawit yang keras tersusun dari komponen
penyusun utama berupa lignin dan selulosa. Enzim selulase dapat mendegradasi
komponen selulosa pada limbah padat kelapa sawit (Irawadi, 1991), sedangkan
ligninase merupakan enzim yang dapat mendegradasi komponen lignin pada
dinding sel tumbuhan (Aurora et al., 1992.). Aplikasi enzim ligninase dan selulase
diharapkan dapat mendegradasi lignin dan selulosa yang terdapat pada cangkang
benih yang diharaphan dapat mempercepat proses perkecambahan dengan
meningkatkan imbibisi air dan masuknya udara ke dalam benih.

3

Tujuan
Mengetahui pengaruh aplikasi enzim ligninase dan selulase terhadap
perkecambahan benih kelapa sawit.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Aplikasi

enzim

ligninase dan selulase

dapat

mempercepat

dan

meningkatkan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit.
2. Aplikasi enzim ligninase dan selulase dapat mengurangi lama pemanasan
pada proses pematahan dormansi benih kelapa sawit.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit
Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, diperkirakan kelapa sawit
berasal dari Afrika Barat dan Amerika Selatan. Secara taksonomi, kelapa sawit
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi

: Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida
Kelas

: Angiospermae

Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo

: Spadiciflorae (Arecales)

Famili

: Palmae

Subfamili : Cocoideae
Genus

: Elaeis

Spesies

: Elais guineensis Jacq.

“Elaeis” berasal dari bahasa Yunani “Elaion” yang berarti “minyak”,
“guineensis” berasal dari kata “Guinea” yaitu suatu wilayah di pantai barat Afrika
dan “Jacq.” berasal dari “Jacquin” nama seorang botanis dari Amerika Serikat
(Lubis, 2008).
Akar kelapa sawit merupakan bagian dari tanaman yang berfungsi untuk
menunjang struktur batang di atas tanah, menyerap air dan unsur-unsur hara dari
dalam tanah serta dapat menjadi alat respirasi tanaman. Akar terdiri atas akar
primer, sekunder, tersier dan kuartener. Akar primer keluar dari pangkal batang
dan menyebar secara horizontal ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar
sekunder merupakan akar yang terbentuk dari akar primer. Akar sekunder
membentuk akar tersier, dan akar tersier membentuk akar kuartener. Akar tersier
dan kuartener inilah yang paling aktif dalam menyerap air dan hara lain dari
dalam tanah. Pada tanaman di lapangan, akar-akar tersebut terutama berada pada
jarak 2 - 2.5 m dari pangkal pokok atau di luar piringan yang merupakan daerah
sebaran pupuk (Gambar 1).

5

Keterangan:
Distribusi akar utama kelapa sawit berumur 10 tahun. RI = akar primer; RII = akar sekunder;
sRIII= akar tersier dekat permukaan tanah, biasanya sangat bercabang; dRIII = akar tersier yang
mendalam di tanah, biasanya kurang bercabang; RIV = akar kuarterner; VD = akar vertikal dengan
arah menurun; VU = akar vertikal dengan arah naik ke atas, H = akar horizontal .

Gambar 1. Distribusi Akar pada Satu Akar Primer Tanaman Kelapa Sawit
yang Berumur 10 Tahun
(Jourdan dan Rey dalam Corley dan Tinker, 2003)
Menurut Lubis (2008) daun kelapa sawit yang pertama kali muncul pada
stadia bibit berbentuk lanceolate, kemudian muncul bifurcate dan meyusul
pinnate. Daun dihasilkan dalam urutan-urutan yang teratur dan memiliki rumus
daun 1/8. Lingkaran atau spiralnya ada yang berputar ke kiri atau ke kanan, tetapi
kebanyakan berputar ke kanan. Pengenalan arah putaran penting dilakukan untuk
mengetahui letak daun ke-17 yang digunakan untuk pengambilan contoh daun
untuk analisis perhitungan dosis pemupukan. Selama setahun, pelepah daun yang
dihasilkan berkisar antara 20 – 30 pelepah, kemudian semakin berkurang sesuai
dengan umurnya menjadi 18 – 25 pelepah. Jumlah anak daun yang dihasilkan oleh
setiap pelepah dapat mencapai 150 – 200 helai.
Daun kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
a. Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan
tulang anak (midrib).
b. Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat.
c. Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang.
d. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup
dan memberikan kekuatan pada batang.

6

Luas permukaan daun tanaman kelapa sawit dapat mencapai 10 - 15 m2
pada tanaman dewasa yang berumur 10 tahun atau lebih. Perbedaan umur akan
mempengaruhi luas permukaan daun demikian pula jenis pohon induk yang
dipakai dalam persilangan. Pada umumnya daun akan mencapai luas maksimum
pada umur 10 - 13 tahun. Penanaman rapat akan lebih mempercepat tercapainya
angka maksimum tersebut (Lubis, 2008).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian
antara 15 - 20 m. Batang berbentuk silindris dengan diameter 0.5 m pada tanaman
dewasa. Batang bagian bawah umumnya lebih besar dari batang bagian atas yang
disebut bongkol batang atau bowl. Kelapa sawit ada yang tumbuh secara cepat
dan ada pula yang lambat. Sifat-sifat tersebut dapat digunakan dalam pemilihan
pohon induk karena keterkaitannya dengan masalah panen (Lubis, 2008).
Pembungaan kelapa sawit disebut monocious karena bunga jantan dan
bunga betina terdapat pada satu pohon. Risza (1994) menyatakan bunga jantan
dan bunga betina keluar pada ketiak pelepah daun. Satu tandan bunga jantan
terdiri dari ± 200 spikelet. Dalam satu spikelet terdapat 700 – 1 000 bunga jantan.
Dalam satu tandan bunga jantan dapat mencapai ± 50 gram tepung sari. Bunga
betina dalam satu tandan juga dapat mencapai 200 spikelet, tetapi dalam satu
spikelet hanya terdapat ± 20 bunga betina. Satu tandan bunga betina terdapat
± 3 000 bunga betina. Jenis-jenis inflorescent pada bunga kelapa sawit dapat
dilihat pada Gambar 2.
A1
A
A2

Bk

B

Keterangan:
Bunga jantan dan betina pada dua tahap perkembangan. (A) Sebelum anthesis, tandan
bunga masih dalam seludang (A1) dan tandan bunga setelah seludangnya dibuang (A2).
(B) Saat bunga anthesis. (Bk) Tandan bunga betina yang abnormal, karena terdapat bunga
jantan pada spikelet di tandan bunga betina.

Gambar 2. Inflorescent Bunga Jantan dan Betina serta Bunga Abnormal
(Corley dan Tinker, 2003)

7

Proses pembentukan buah sejak saat penyerbukan sampai buah matang
± 6 bulan. Dalam satu tandan dewasa dapat mencapai 2 000 buah. Buah kelapa
sawit termasuk buah batu terdiri dari 3 bagian yaitu : lapisan luar (Epicarpium)
disebut kulit luar, lapisan tengah (Mesocarpium) disebut daging buah dan lapisan
dalam (Endocarpium).
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada suhu 27oC dengan suhu
maksimum 33oC dan suhu minimum 22oC. Curah hujan rata-rata tahunan yang
memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1 250 – 3 000 mm yang
merata sepanjang tahun, curah hujan optimal sekitar 1 750 – 2 500 mm. Lama
penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam per hari dan kelembapan nisbi
untuk kelapa sawit pada kisaran 50 – 90% (optimal 80%) (Buana, Siahaan dan
Adipura, 2003). Ketinggian (elevasi) dari permukaan laut yang optimal adalah
dari 0 – 500 m dpl. Pada elevasi yang lebih tinggi pertumbuhan akan terhambat
dan produksi cenderung rendah, namun berkaitan dengan konteks perubahan iklim
maka sampai dengan 850 m dpl tanaman kelapa sawit pada kondisi tertentu sudah
sesuai dan layak dibudidayakan. Kecepatan angin 5 – 6 km/jam sangat baik untuk
membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan
tanaman baru menjadi doyong atau miring (Lubis, 2008).
Menurut Lubis (2008) kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, dan osol,
organosol dan alluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit adalah :
1. Solum tebal 80 cm. Solum tebal baik bagi perkembangan akar sehingga
efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik.
2. Tekstur ringan, dikehendaki memiliki pasir 20 – 60%, debu 10 – 40%, dan
liat 20 – 25%.
3. Perkembangan srtuktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan
permeabilitas sedang.
4. pH tanah, kelapa sawit dapat dapat tumbuh pada pH 4,0 – 6,0 namun yang
terbaik pada 5,0 – 5,5.

8

5. Kandungan unsur hara tinggi. Daya tukar K = 0,15 – 0,20 me/100 gram.
C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%. Daya tukar Mg = 0,4-1,0
me/100 gram. Perbandingan daya tukar Mg dan K berada pada batas
normal.
Jenis Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit memiliki berbagai jenis varietas. Vaughan (1970)
membagi jenis kelapa sawit tersebut dalam beberapa macam, yaitu: (1) varietas
Macrocarya dengan ketebalan cangkang 40 – 60 %, (2) varietas Dura dengan
ketebalan cangkang 20 – 40 %, (3) varietas Tenera dengan ketebalan cangkang
antara 5 – 20 %, dan (4) varietas Pisifera dengan cangkang tipis. Menurut Pahan
(2008) varietas Tenera lebih disukai untuk penanaman komersial karena
kandungan minyak di dalam mesocarp-nya lebih tinggi daripada Dura. Varietas
Macrocarya akhir-akhir ini sudah tidak dipakai lagi karena tidak memiliki sifat
genetik yang signifikan.
Jenis tanaman kelapa sawit juga dapat dibedakan dari warna buah. Varietas
yang dibedakan dari warna buah (Lubis, 2008) antara lain:
1. Nigrescens, yaitu buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan
menjadi merah-kuning (orange) setelah matang.
2. Virescens, yaitu buahnya berwarna hijau waktu muda dan setelah matang
berwarna merah kuning (orange).
3. Albescens, yaitu buahnya muda berwarna kuning pucat dan tembus cahaya
karena mengandung sedikit karoten.

Benih Kelapa Sawit
Morfologi Benih
Menurut Corley dan Tinker (2003), benih kelapa sawit merupakan biji
yang merupakan bagian dari buah (Gambar 3). Benih akan terlihat setelah bagian
mesokarp yang berminyak dibuang. Benih kelapa sawit terdiri dari cangkang atau
endokarp, kernel dan embrio.

9

a. Cangkang adalah bagian yang keras dan berwarna hitam yang
mengelilingi inti (kernel).
b. Inti (kernel) adalah bagian berwarna putih keabu-abuan dan mengandung
minyak.
c. Embrio adalah bagian yang berwarna putih berukuran ± 3 mm, berada di
dalam inti dekat lubang kecambah (germ pore).

Gambar 3. Struktur Buah Kelapa Sawit (Corley dan Tinker, 2003)
Pada umumnya benih kelapa sawit terdiri dari hanya satu kernel saja,
karena dua dari tiga ovul dalam ovary tricarpellate benih biasanya tidak
berkembang (abort). Kadang-kadang pada benih dengan ovary yang abnormal
dapat terdiri dari 4-5 kernel, tetapi hal ini jarang ditemui (Gambar 4).

A

B

C

Gambar 4. Buah Kelapa Sawit yang Memiliki (A) Satu Kernel, (B) Dua
Kernel, dan (C) Tiga Kernel
Ukuran benih kelapa sawit bermacam-macam, tergantung ketebalan
cangkang dan ukuran kernelnya. Untuk tipe Dura afrika, benih mempunyai
panjang 2-3 cm dan mempunyai rata-rata berat 4 gram. Benih untuk tipe Deli
Dura mempunyai berat 5-6 gram hingga mencapai 13 gram. Benih Tenera
biasanya mempunyai panjang ± 2 cm dan berat 2 gram, tetapi benih dengan berat
± 1 gram tidaklah umum.

10

Struktur benih dan kecambah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 5.
Pada bagian cangkang (Gambar 5B), terdapat serat (fibre) yang melekat secara
membujur. Cangkang memiliki tiga buah lubang kecambah yang berhubungan
dengan tiga bagian dari ovary tricarpelate. Setiap lubang kecambah yang
berfungsi secara normal berhubungan dengan kernel yang berkembang baik. Pada
setiap lubang kecambah terdapat sebuah fiber plug yang menutup lubang
kecambah (Gambar 5B). Fiber plug ini melekat dengan lubang kecambah dan
pemukaan cangkang bagian dalam sampai pada bagian testa, membentuk struktur
seperti plate (Hussey dalam Corley dan Tinker, 2003).

Keterangan :
(A) tampilan benih yang dipotong membujur, (B) benih yang baru berkecambah, (C)
tampilan bagian tengah embrio yang dipotong membujur, (D, E, F, G) tahapan
pertumbuhan secara berurutan pada benih yang baru berkecambah, (H) tumbuh
adventitious root pada kecambah, (I) kecambah yang telah berumur 4 minggu, (J)
tampilan pada benih untuk memperlihatkan bagian haustorium, (c) cap of testa, (e)
embrio, (en) endosperma, (f) fibre plug, (g) germ pore (lubang kecambah), (h)
haustorium, (l): ligule, (p) petiole, (pl) plumula, (r) radikula, (r’) adventitious root, (s)
cangkang (shell), (I–III) plumular leaves.

Gambar 5. Benih kelapa sawit dan pertumbuhan awalnya
(Rees dalam Corley dan Tinker, 2003)

11

Bagian kernel berada di dalam cangkang (Gambar 5A dan 5B). Kernel
terdiri dari lapisan-lapisan endosperma yang berminyak dan keras, berwarna putih
keabu-abuan dikelilingi oleh testa yang berwarna coklat gelap dengan jaringan
penghubung berupa serat (with a network of fibres). Di dalam endosperma
terdapat embrio (Gambar 5C dan 5e). Letak embrio pada endosperma berhadapan
dengan germ pore, jaraknya ± 3 mm. Embrio bagian ujung distal berhadapan
dengan lubang kecambah tetapi terpisah oleh lapisan tipis endosperma. Testa dan
struktur seperti plate berhubungan hingga kepermukaan benih. Ke tiga struktur ini
secara bersamaan disebut operculum (Gambar 5A).
Proses Perkecambahan Benih hingga Menjadi Bibit
Pada dinding embrio, terdapat daerah yang membelah secara membujur.
Saat terjadi perkecambahan, bagian pada embrio ini akan terpisah oleh desakan
kecil dari kotiledon yang akan berkembang hingga ke haustorium. Endosperma
yang berada di atas embrio akan ikut terpisah. Bagian yang terpisah ini berbentuk
lingkaran dengan ukuran yang kecil, terlihat seperti disc. Disc yang terdiri dari
endosperma, testa dan germ pore plate akan menekan fibre plug yang menutup
lubang kecambah.
Proses perkecambahan dijelaskan oleh Gambar 5 dan 6. Embrio yang
muncul berbentuk seperti sebuah tombol kecil (button) yang biasanya disebut
hipokotil (dipertimbangkan oleh Hendry untuk mewakili petiol dari kotiledon)
(Hendry dalam Corley dan Tinker, 2003). Plumula dan radikula keduanya muncul
berbentuk silinder, dengan ligule yang terdapat diantaranya yang menutup lubang
kecambah. Pada bagian dalam benih, houstorium juga terus berkembang.
Houstorium berwarna kekuning-kuningan dan menjalar sepanjang poros benih,
hingga memberikan permukaan yang lebih luas untuk absopsi endosperma.
Sampai 3 bulan setelah perkecambahan dimulai, bagian yang menyerupai spons
pada haustorium bisa menyerap cadangan makanan pada endosperma dan mengisi
penuh ruangan yang ada di dalam benih (Anon dalam Corley dan Tinker, 2003).
Selama beberapa minggu peratama pertumbuhan, bibit seluruhnya
mengandalkan suplai sumber makanan yang berasal dari endosperma.
Endosperma terdiri dari 47% lemak dan 36% galactomannan (sejenis
karbohidrat). Kecambah yang sedang berkembang menggunakan galactomannan

12

sebagai sumber makanan sebelum ia menggunakan lemak (Alang et al. dalam
Corley dan

Tinker, 2003). Bibit menggunakan sebanyak 80% lemak dalam

endosperma selama 3 bulan setelah perkcambahan dan 98% setelah 5 bulan.
Sebagian lemak yang ada digunakan untuk respirasi, dan berat total dari benih
hingga menjadi bibit turun 20% setelah 3 minggu benih berkecambah (Boatman
dan Crombie dalam Corley dan Tinker, 2003). Indeks luas daun pada pre
nursery secara signifikan berbanding lurus dengan berat kernel. Hal ini
menunjukkan pentingnya cadangan makanan dalam kernel pada pertumbuhan
tahap awal bibit, tetapi setelah 6 bulan di main nursery pengaruh yang
ditunjukkan tidak signifikan (Tan dan Hardon dalam Corley dan Tinker, 2003).

Keterangan :
Gambar di atas memperlihatkan bagian ujung distal embrio yang diwakili oleh
endosperma dan testa dengan warna yang gelap. Catatan, endosperma terdapat hingga ke
bagian atas embrio. Bagian endosperma yang terpisah akan terdapat pada bagian kecil
yang berada di sudut.

Gambar 6. Bagian kernel benih tenera yang dipotong secara melintang
(Hussey dalam Corley dan Tinker, 2003)
Plumula tidak akan muncul dari bagian

plumular projection sampai

radikulanya mempunyai panjang ± 1 cm. Akar adventif terbentuk hanya pada
daerah ligkaran di atas pertemuan antara daerah radikula dengan hipokotil dan
mereka ikut membantu perkembangan pada akar sekunder sebelum daun pertama
muncul (Gambar 5H dan 5I). Radikula terus tumbuh selama ± 6 bulan dengan
panjang mencapai ± 15 cm, setelah itu disusul dengan tumbuhya akar-akar primer.

13

Hormon yang berpengaruh terhadap pemanjangan plumula dan radikula
adalah hormon auksin (Indole-3 acetic acid). Pada akar, auksin disintesis pada
pangkal jaringan meristem apikal yang kemudian didistribusikan ke tudung akar
melalui stele. Setelah itu auksin didistribusikan kembali ke bagian terbawah dari
tudung akar. Hal ini menyebabkan akar cenderung berkembang ke bawah
(Copeland dan Mc Donald, 1985).
Bibit yang telah berumur 2 bulan dapat dilihat pada Gambar 7. Dua
pelepah dauh dari plumula akan terbentuk sebelum daun hijau muncul. Daun hijau
ini disebut daun bendera (lamina) yang akan muncul setelah ± 1 bulan setelah
perkecambahan, setelah itu satu daun akan muncul setiap bulannya sampai bibit
berumur 6 bulan. Setelah daun pertama berkembang, dimulailah kegiatan
fotosintesis oleh bibit dan bobot dari bibit mulai bertambah. Pemindahan bibit
selama 7 minggu pertama akan mengurangi pertumbuhan rata-rata indeks area
daun (Corley dalam Corley dan

Tinker, 2003). Setelah tahap ini, setiap

minggunya berat dari endosperma akan berkurang. Berkurangnya berat pada
endosperma ini lebih besar dari pada pertambahan berat bibit. Segera setelah daun
pertama berkembang secara penuh, kontribusi dari fotosintesis mulai melebihi
kehilangan yang disebabkan oleh respirasi. Pemindahan setelah tahap ini tidak
memberikan efek yang berpengaruh nyata pada bibit, hal ini menunjukkan bahwa
bibit tidak lagi bergantung pada cadangan makanan di endosperma.
Setelah 3-4 bulan akan ada bagian dari dasar akar yang akan membengkak
menjadi seperti benjolan dan akar primer pertama akan muncul dari sini. Akar
primer ini lebih tebal dari radikula dan akan tumbuh pada sudut 45o dari arah
vertikal. Akar sekunder akan dapat tumbuh keluar dari segala arah. Selama
periode ke dua ini, daun-daun secara berturut-turut akan menjadi lebih besar dan
lebar serta bentuknya akan berubah. Daun (folium) pertama yang muncul pada
stadia bibit berbentuk lanceolate, kemudian muncul daun bifurcate dan menyusul
bentuk pinnate. Kelapa sawit yang sudah dewasa memiliki bentuk daun pinnate.
Penebalan meristem primer pada bibit dapat dilihat pada Gambar 8.

14

Keterangan :
(SL) permukaan tanah (soil level); (S) cangkang (shell), (Co) kotiledon (haustorium); (P)
plumula; (R) radikula,( Pr) akar primer, (Ad) akar adventif

Gambar 7. Bibit kelapa sawit yang berumur 2 bulan
(Anon dalam Corley dan Tinker, 2003)

15

Keterangan :
Perhatikan bagian seperti cekungan yang berisi meristem apikal dan daun muda yang
masih belum memanjang. Penebalan meristem primer terletak tepat di atas skala indikator
5 cm.

Gambar 8. Irisan melintang bagian tengah apeks pada kelapa sawit yang
masih muda (Rees dalam Corley dan Tinker, 2003).
Dormansi Benih
Sadjad (1993) menyatakan bahwa dormansi benih adalah keadaan benih
yang mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh
benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup. Menurut
Sutopo (2002), benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi syarat bagi suatu perkecambahan.
Ada dua tipe dormansi benih, yaitu dormansi primer dan dormansi
sekunder. Dormansi primer ada dua jenis, yaitu:
1. Dormansi eksogeneous, yaitu kegagalan perkecambahan yang disebabkan
oleh tidak tersedianya komponen penting perkecambahan. Tipe dormansi
ini berhubungan dengan sifat fisik kulit benih dan faktor lingkungan
selama perkecambahan.
2. Dormansi endogeneous, yaitu dormansi yang disebabkan oleh sifat-sifat
tertentu yang melekat pada benih, seperti embrio benih yang rudimenter
dan sensitivitas benih terhadap suhu dan cahaya.

16

Dormansi primer adalah jenis dormansi pada benih yang sering terjadi.
Tipe dormansi lainnya adalah dormansi sekunder yang terjadi karena
dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan (Copeland , 1980).
Di alam, dormansi benih dipatahkan secara perlahan-lahan atau pada suatu
kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat
mematahkan dormansi benih tergantung pada tipe dormansi benih itu sendiri.
Secara alami, dibutuhkan waktu ± 1 tahun agar benih kelapa sawit dapat
berkecambahan dengan persentase daya berkecambah yang rendah (± 40 %)
(Brahmana dan Chairani, 1997).
Benih yang dorman dapat menguntungkan atau merugikan dalam
penanganan benih. Keuntungan benih yang dorman adalah dapat mencegah agar
benih tidak berkecambah selama penyimpanan. Di sisi lain, kerugian dari
dormansi benih adalah apabila tipe dormansi yang terjadi termasuk tipe yang sulit
untuk pematahan dormansinya, maka benih membutuhkan perlakuan awal yang
khusus. Kegagalan dalam mengatasi masalah ini dapat mengakibatkan kegagalan
perkecambahan. Dengan diterapkannya teknik perkecambahan dengan fermentasi,
pemanasan, dan perendaman, proses perkecambahan benih kelapa sawit hanya
menjadi ± 4 bulan dengan persentase daya berkecambah mencapai 75-80 %
(Brahmana dan Chairani, 1997).
Menurut Copeland (1980), dormansi eksogeneous yang diakibatkan oleh
struktur fisik kulit benih terjadi karena:
a. Impermeabilitas kulit benih terhadap air dan udara.
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras.
Selain pada kelapa sawit, contoh lainnya seperti pada tumbuhan famili
Leguminoceae. Imbibisi air pada benih tumbuhan famili Leguminoceae terhalang
kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang
berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin.
b. Resistensi mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio.
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan
dorman yang disebabkan kulit benih yang cukup kuat untuk menghalangi
pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan, embrio akan tumbuh dengan

17

segera. Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang bisa dilalui oleh air
dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari
kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi
dengan cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit benih.
c. Adanya zat penghambat.
Sejumlah jenis tanaman mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau
benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat paling sering dijumpai di
dalam daging buah, untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk
menghilangkan zat-zat penghambat.
Pematahan Dormansi Benih
Berbagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe
dormansi yang diakibatkan oleh struktur kulit benih. Semua metode menggunakan
perinsip yang sama, yakni bagaimana caranya agar air dan udara dapat masuk
sehingga benih dapat berkecambah. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi
fisik antara lain seperti:
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit benih dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, atau kertas gosok. Cara ini efektif untuk mengatasi dormansi
fisik, karena setiap benih ditangani secara manual sehingga dapat memberikan
perlakuan kepada individu sesuai dengan ketebalan kulit benih. Pada hakekatnya
semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil (Schmidt,
2002). Seluruh permukaan kulit benih dapat dijadikan titik penyerapan air.
Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit benih menyerap air dan
proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit benih dalam
beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual
efektif pada seluruh permukaan kulit benih, tetapi daerah microphylar dimana
terdapat radikel harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih,
sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan
(Schmidt, 2002).

18

b. Air Panas
Menurut Schmidt (2002) air panas dapat mematahkan dormansi fisik pada
leguminosae

melalui

tegangan

yang

menyebabkan

pecahnya

lapisan

macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.
Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena
bila dilakukan perendaman yang lama, panas yang diteruskan kedalam embrio
dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih yang kulitnya
tipis. Kepekaan terhadap suhu bervariasi pada tiap jenis benih, umumnya benih
kering yang masak atau benih dengan kulit biji yang relatif tebal toleran terhadap
perendaman sesaat dalam air mendidih.
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar
kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Penggunaan
larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat juga terbukti dapat
membuat kulit benih menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit biji. Metode ini dapat diterapkan pada legum
dan non-legum (Copeland, 1980). Metode ini tidak sesuai untuk benih yang
mudah sekali menjadi permeabel karena asam akan merusak embrio. Lamanya
perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal, yaitu : (1) kulit biji atau
pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi, (2) larutan asam
tidak mengenai embrio.
Struktur Dinding Sel Tanaman
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan
hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan
dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa (Lynd et al., 2002) membentuk
suatu struktur yang disebut lignoselulosa. Lignoselulosa merupakan komponen
utama tanaman yang menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang dapat
diperbaharui.

19

Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa
bahan ekstraktif lain. Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel
tanaman. Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin.
Seiring dengan perkembangannya lignin menjadi bagian dari dinding sel. Lignin
berikatan dengan hemiselulosa dan senyawa fenol lainnya melalui ikatan kovalen,
tetapi ikatan yang terjadi antara selulosa dengan lignin belum diketahui secara
lengkap. Struktur berkristal serta adanya lignin dan hemiselulosa disekeliling
selulosa merupakan hambatan utama dalam menghidrolisis selulosa. Kristalisasi
selulosa dan pengerasan fibril selulosa oleh lignin membentuk suatu senyawa
lignoselulosa yang keras (Lynd et al., 2002).
Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada substrat dilarutkan,
dihilangkan atau dikembangkan terlebih dahulu. Lignin merupakan senyawa yang
heterogen dengan berbagai tipe ikatan sehingga tidak dapat diuraikan oleh enzim
hidrolisis (Hofrichter, 2002). Menurut Aurora et al., (1992), lignin yang
merupakan salah satu komponen dari lignoselulosa dapat didegradasi oleh Jamur
Pelapuk Putih atau Phanerochaete chrysosporium yang dapat memproduksi
ligninase.
Susunan dinding sel tanaman (Gambar 9) terdiri dari lamella tengah (M),
dinding primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama pertumbuhan
dan pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1), dinding sekunder
utama (S2), dan dinding sekunder bagian dalam (S3). Dinding primer mempunyai
ketebalam 0.1-0.2 μm dan mengandung jaringan mikrofibril selulosa yang
mengelilingi dinding sekunder yang relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal 1998).
Selulosa pada setiap lapisan dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran tipis
yang tersusun oleh rantai panjang residu β-D-glukopiranosa yang berikatan
melalui ikatan β-1,4 glukosida yang disebut serat dasar (elementary fiber).
Sejumlah serat dasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril.
Mikrofibril mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan
dinding sel (Perez et al., 2002). Lapisan dinding sekunder terluar (S1) mempunyai
struktur serat menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril yang paralel terhadap
poros lumen dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril yang berbentuk heliks.

20

Mikrofibril dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin. Bagian antara dua dinding sel
disebut lamela tengan (M) dan diisi dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa
dihubungkan oleh ikatan kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi
dari degradasi dengan adanya hemiselulosa dan lignin.

Gambar 9. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Lynd et al., 2002)
Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman.
Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50 % dari
berat kering tanaman (Lynd et al., 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa
dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa
suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung
secara

bersama

melalui

ikatan

hidrogen

dan

gaya

van

der

Waals

(Perez et al., 2002). Selulosa mengandung sekitar 50-90 % bagian berkristal dan
sisanya bagian amorf (Aziz, Husin dan Mokhtar, 2002). Ikatan β-1,4 glukosida
pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara
hidrolisis asam atau enzimatis.

21

Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat
molekul rendah. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30 % dari berat kering
bahan lignoselulosa. Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam
menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan
arabinosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril
yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang
dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat
(Perez et al., 2002).
Lignin
Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk
melalui unit-unit penilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa
jenis ikatan yang berbeda (Perez et al., 2002). Lignin sulit didegradasi karena
strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan
hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30% tanaman tersusun atas
lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap
serangga dan patogen (Orth, Royse dan Tien, 1993). Disamping memberikan
bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Pasar dan Pupuk NPKMg (15:15:6:4) di Pre Nursery

6 79 69

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery

10 98 74

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) Terhadap Pupuk Cair Super Bionik Pada Berbagai Jenis Media Tanam di Pembibitan Utama

0 30 78

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Posfat

6 92 114

Pertumbuhan Mucuna Bracteata L. Dan Kadar Hara Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Dengan Pemberian Pupuk Hayati

3 63 66

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75