Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam Sediaan Obat Batuk Tradisional Bentuk Tablet Secara Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT

DALAM SEDIAAN TRADISIONAL BENTUK TABLET

SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

OLEH:

ATIKAH FATTAH NASUTION

NIM 102410045

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya tugas akhir ini telah selesai disusun dengan judul “Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam Sediaan Obat Batuk Tradisional Bentuk Tablet Secara Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri Ultraviolet”, dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madia Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan praktek kerja lapangan serta Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku koordinator pembimbing praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan dan seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan


(4)

Makanan di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.

5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada ibunda tercinta Eny Herwanty dan ayahanda tercinta Ir. H. Muhammad Faisal Nasution, buat kakak penulis Aurora Khairani Nasution, dan adik-adik penulis Mhd. Habib, Aulia, Saifullah, Radja, atas cinta kasih, dukungan baik moril maupun materil, pengorbanan, serta doa tulus tiada hentinya demi kebaikan dan kebahagian penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada para teman dekat dan sahabat penulis Wendi, Hijjahtul, Nadya, Ely, Lia, dan seluruh sahabat dari Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan motivasinya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun. Penulis juga berharap tugas akhir ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua.

Medan, April 2013 Penulis,

Atikah Fattah Nasution NIM 102410041


(5)

PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT

DALAM SEDIAAN TRADISIONAL BENTUK TABLET

SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Abstrak

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan. Bahan ini digunakan

untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0.Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kadar asam benzoat

dalam sediaan obat batuk tradisional bentuk tablet dan kesesuaiannya dengan persyaratan yang diizinkan oleh pemerintah.

Penentuan asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional dilakukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak pentana : asam asetat glasial (88:12) dan fase diam silika gel GF 254. Hasil yang diperoleh sampel jamu Shi Re Qing positif mengandung asam benzoat. Penetapan kadar asam benzoat dapat ditentukan secara kuantitatif dengan spektrofotometer ultraviolet. Menggunakan larutan baku asam benzoat 0,2% sebagai pembanding pada panjang gelombang 225 nm, dimana diperoleh kadar asam benzoat pada jamu Shi Re Qing 0,012%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam benzoat pada jamu Shi Re Qing memenuhi persyaratan MA.PPOM 35/OT/93 dengan kadar asam benzoat tidak boleh lebih dari 0,1%.


(6)

THE DETERMINATION OF THE LEVELS OF BENZOIC ACID IN THE TRADITIONAL FORM OF TABLETS DOSAGE IN THIN LAYER CHROMATOGRAPHY AND ULTRAVIOLET

SPECTROPHOTOMETRY Abstract

Benzoic acid (C6H5COOH) is an extensive use of preservatives and are often used in foodstuffs. This material is used to prevent the growth of yeast and bacteria. Its effective at pH 2.5-4.0. the purpose of this analysis is to determine the levels of benzoic acid in traditional forms of cough preparations tablets and for compliance with the requirements that are permitted by the Government.

Determination of benzoic acid in traditional cough preparations done qualitatively by thin layer chromatography using pentane motion phase: glacial acetic acid (88: 12) and silica gel stationary phase GF 254. The results obtained samples of herbs were positive Re Qing Shi contain benzoic acid. The determination of the levels of benzoic acid can be determined quantitatively by ultraviolet spectrophotometry. Use a solution of benzoic acid 0.2% raw as a comparison at a wavelength of 225 nm, which acquired the levels of benzoic acid in herbal medicine Shi Qing Re 0.012%.

Results of analysis showed that the levels of benzoic acid in herbal medicine Shi Qing Re eligible MA.PPOM 35/OT/93 with levels of benzoic acid should not be more than 0.1%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ……… ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Obat Tradisional ... 3

2.1.1 Penggolongan Obat Tradisional ... 3

2.2 Tablet ... 4

2.3 Batuk ... 6

2.3.1 Mekanisme Batuk ... 7

2.4 Bahan Pengawet ... 7

2.4.1 Definisi Bahan Pengawet ... 7

2.4.2 Jenis Bahan Pengawet ... 7


(8)

2.4.2.2 Zat Pengawet Anorganik ... 7

2.5 Asam Benzoat ... 8

2.5.1 Struktur Kimia dan Sifat Asam Benzoat ... 8

2.5.2 Efek Asam Benzoat Terhadap Manusia ... 9

2.6 Ekstraksi ... 9

2.7 Mengidentifikasi Asam Benzoat ... 10

2.7.1 Keuntungan KLT ... 10

2.7.2 Komponen KLT ... 11

a. Fase Diam ... 11

b. Fase Gerak ... 11

c. Bejana Pemisah dan Penjenuhan ... 12

d. Aplikasi (Penotolan Sampel) ... 12

e. Deteksi Bercak ... 12

2.8 Penetapan Kadar Asam Benzoat secara Spektrofotometri UV-Visible ... 13

2.8.1 Spektrofotometri UV-Visble ... 13

2.8.2 Hukum Lambert-Beer ... 14

2.8.3 Panjang Gelombang Asam Benzoat dan Turunannya pada Daerah Ultraviolet ... 16

2.8.4 Instrument Spektrofotometri UV-Visble ... 16

BAB III METODE PERCOBAAN ... 17

3.1 Tempat Pengujian ... 17


(9)

3.3 Bahan ... 17

3.4 Sampel ... 17

3.5 Prosedur ... 20

3.5.1 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.5.1.1 Pembuatan Natrium Hidroksi 0,1N ... 20

3.5.2 Cara Penetapan ... 20

a. Persiapan Larutan Uji ... 20

b. Persiapan Larutan Baku ... 21

c. Identifikasi ... 21

3.6 Interprestasi Hasil ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil ... 23

4.1.1 Uji Kualitatif ... 23

4.1.2 Uji Kuantitatif ... 24

4.2 Pembahasan ... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(10)

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 2.1 Panjang Gelombang Maksimal Asam Benzoat dan

Turunannya pada Daerah Ultraviolet ... 15 Tabel 4.1 Data Uji Kualitatif Sampel yang Mengandung Asam

Benzoat ... 23 Tabel 4.2 Data Uji Kuantitatif Sampel yang Mengandung Asam


(11)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 Gambar Kromatogram Identifikasi Asam Benzoat . ... 29 Lampiran 2 Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimal

Baku Pembanding dan Sampel secara Spektrofotometri

UV-Vis ... 30 Lampiran 3 Gambar Alat Spektrofotometri UV-Vis ……….. 33


(12)

PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT

DALAM SEDIAAN TRADISIONAL BENTUK TABLET

SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Abstrak

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan. Bahan ini digunakan

untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0.Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kadar asam benzoat

dalam sediaan obat batuk tradisional bentuk tablet dan kesesuaiannya dengan persyaratan yang diizinkan oleh pemerintah.

Penentuan asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional dilakukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak pentana : asam asetat glasial (88:12) dan fase diam silika gel GF 254. Hasil yang diperoleh sampel jamu Shi Re Qing positif mengandung asam benzoat. Penetapan kadar asam benzoat dapat ditentukan secara kuantitatif dengan spektrofotometer ultraviolet. Menggunakan larutan baku asam benzoat 0,2% sebagai pembanding pada panjang gelombang 225 nm, dimana diperoleh kadar asam benzoat pada jamu Shi Re Qing 0,012%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam benzoat pada jamu Shi Re Qing memenuhi persyaratan MA.PPOM 35/OT/93 dengan kadar asam benzoat tidak boleh lebih dari 0,1%.


(13)

THE DETERMINATION OF THE LEVELS OF BENZOIC ACID IN THE TRADITIONAL FORM OF TABLETS DOSAGE IN THIN LAYER CHROMATOGRAPHY AND ULTRAVIOLET

SPECTROPHOTOMETRY Abstract

Benzoic acid (C6H5COOH) is an extensive use of preservatives and are often used in foodstuffs. This material is used to prevent the growth of yeast and bacteria. Its effective at pH 2.5-4.0. the purpose of this analysis is to determine the levels of benzoic acid in traditional forms of cough preparations tablets and for compliance with the requirements that are permitted by the Government.

Determination of benzoic acid in traditional cough preparations done qualitatively by thin layer chromatography using pentane motion phase: glacial acetic acid (88: 12) and silica gel stationary phase GF 254. The results obtained samples of herbs were positive Re Qing Shi contain benzoic acid. The determination of the levels of benzoic acid can be determined quantitatively by ultraviolet spectrophotometry. Use a solution of benzoic acid 0.2% raw as a comparison at a wavelength of 225 nm, which acquired the levels of benzoic acid in herbal medicine Shi Qing Re 0.012%.

Results of analysis showed that the levels of benzoic acid in herbal medicine Shi Qing Re eligible MA.PPOM 35/OT/93 with levels of benzoic acid should not be more than 0.1%.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0 (Winarno, 1992).

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau pengurai lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda.

Penggunaan bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersamaan bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan


(15)

kerugian bagi pemakaiannya, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).

Berdasarkan MA.PPOM 35/OT/93 telah ditetapkan bahwa persyaratan kadar asam benzoat dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari 0,1% . Jika lebih dari persyaratan yang ditetapkan maka akan memberikan efek terhadap kesehatan bagi pemakainya, timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit, terutama orang penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan memberikan reaksi alergi pada mulut dan kulit.

Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk membuat tugas akhir dengan judul Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam Sediaan Obat Batuk Tradisional Bentuk Tablet Secara Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri Ultraviolet, sehingga dapat mengetahui kadar asam benzoat dalam sampel obat tradisional.

1.2Tujuan

1. Untuk mengetahui sediaan obat batuk tradisional dalam bentuk tablet yang

mengandung asam benzoat.

2. Untuk mengetahui kadar asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional

bentuk tablet.

1.3Manfaat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai asam benzoat yang memenuhi syarat pemerintah dalam sediaan obat batuk tradisioanal dalam bentuk tablet.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994).

Dalam pembuatan dan pengolahan obat tradisional biasanya ditambahkan zat tambahan atau eksipien agar obat tradisional yang dihasilkan memiliki penampakan atau rasa yang lebih menarik, lebih awet dalam penyimpanan, dan menstabilkan senyawa yang dikandungnya. Bahan tambahan yang biasa digunakan dapat dibedakan menjadi bahan tambahan alami dan bahan tambahan kimia. Bahan tambahan kimia pada umunya bersifat racun karena itu perlu ada pembatasan penggunaanya serta sejauh mungkin agar dihindari. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam obat tradisional antara lain bahan pengawet, pewarna, dan bahan pengisi (Wasito, 2011).

2.1.1 Penggolongan Obat Tradisional

Pada dasarnya obat tradisional dapat digolongkan menjadi tiga jenis yakni: 1. Jamu

Inilah jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita bisa menjumpainya dalam herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan (jamu godhok) sebagaimana di jajakan para penjual jamu


(17)

gendong. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi dalam kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini di racik berdasarkan resep peninggalan leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris (berdasarkan pengalaman turun temurun).

2. Herbal Terstandar

Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandar umumnya sudah mengalami pemrosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah diekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji pra klinis (terhadap hewan) di laboraturium. Disebut herbal terstandar, karena dalam proses pengujiannya telah di terapkan standard kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas, serta uji toksisitas (untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam herbal tersebut).

3. Fitofarmaka

Merupakan jamu dengan “kasta” tertinggi karena khasiat, keamanan serta standard proses pembuatan dan bahannya telah diuji secara klinis, jamu berstatus sebagai fitofarmaka juga di jual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter (Yuliarti, 2008).

2.2Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat dengan cara kempa cetak dalam bentuk umumnya tabung pipih, permukaannya rata atau cembung, mengandung obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Obat tunggal atau campuran beberapa jenis obat, diramu dengan zat tambahan yang cocok, digranulasikan, jika


(18)

perlu digunakan zat pembasah, kemudian dikempa cetak. Granulasi dilakukan dengan cara kering atau basah tergantung dari sifat obatnya (Jas,A. 2007).

Jenis-jenis tablet menurut Jas,A (2007): a. Tablet kempa (compressi)

b. Tablet kunyah (chewable tablet) c. Tablet salut (coated tablet, terdiri dari:

- Tablet salut gula (sugar coated tablet) - Tablet salut tekan (press coated tablet) - Tablet salut film (film coated tablet)

- Tablet bersalut enteric (enteric coated tablet) d. Tablet berlapis

e. Tablet effervescent f. Tablet bukal/sublingual

g. Tablet hisap (trochesci, lozenges, pastiles) Bentuk-bentuk Tablet, antara lain:

a. Bentuk bulat dan rata (bikonvek) b. Bentuk cembung (bikonkaf) c. Bentuk oval (bulat telur)

d. Bentuk triangle (segitiga), segi lima dan seterusnya e. Bentuk kapsul disebut kaplet


(19)

2.3 Batuk

Batuk hanya gejala dari penyakit yang mendasarinya. Penyakit-penyakit fisik dapat ringan, seperti radang tenggorokan dan dapat pula berat, misalnya kanker. Gangguan jiwapun dapat mengakibatkan batuk, yang secara tidak disadarinya merupakan cara untuk minta perhatian atau minta tolong (Danusantoso,H. 1996).

2.3.1 Mekanisme Timbulnya Batuk

Pada hakekatnya proses batuk terdiri atas paling sedikit dua (kadang-kadang tiga) tahap. Tahap pertama dimulai dengan ditutupnya pita suara lalu tekanan dalam rongga dada ditingkatkan dengan amat segera (yaitu dengan secara bersamaan mengempeskan dada dan menarik diagfragma ke atas akan menekan paru dari bawah ke atas) serta dengan tenaga penuh, dengan demikian udara dalam paru dalam sekejap mata saja akan bertekanan sangat tinggi, untuk selanjutnya berlanjut dengan tahap kedua berupa membukanya pita suara dan dikeluarkannya udara bertekanan tinggi dari dalam paru tersebut dengan sekaligus. Akibatnya akan terjadi pergesekan hebat dengan pita suara dan akan timbul suara batuk. Kadang-kadang sebelum pita suara ditutup, dilakukan inspirasi yang dalam sekali, maka dalam hal ini proses batuk akan menjadi tiga tahap (Danusantoso,H. 1996).


(20)

2.3Bahan Pengawet

2.4.1 Definisi Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (PerMenkes No.722, 1988).

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitas-aktifitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2009).

2.4.2Jenis Bahan Pengawet 1. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripadi zat pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2009).

2. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2 garam Na atau

K sulfit, bisulfit, dan metasulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama berbentuk pH di bawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Cahyadi, 2009).


(21)

2.5 Asam Benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Karena kelarutannya garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno, 1992).

Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk dimakanan. Pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia, karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien (Yuliarti, 2007).

2.5.1 Struktur kimia dan sifat-sifat asam benzoat

Rumus Bangun : COOH

Rumus Empiris : C7H6O2

Nama Kimia : Asam benzoat, benzoid acid, bensol carboxylid, asam carboxybenzene


(22)

Pemerian : Asam benzoat berbentuk hablur bentuk jarum atau sisik, putih, sedikit berbau, biasanya berbau benzaldehida atau benzoid. Agak mudah menguap pada suhu hangat. Mudah menguap dalam uap air. Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,

kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995).

2.5.2 Efek Asam Benzoat terhadap Manusia

Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2009).

Sampai saat ini asam benzoat tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut dan juga tidak mempunyai efek karsinogenik (Yuliarti, 2007).

2.6 Ekstraksi

Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dalam perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan


(23)

serta analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam bertindak sebagai pengotor dan ion-ion logam dalam jumlah makrogram (Khopkar, 2008).

2.7 Mengidentifikasi Asam Benzoat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Teknik ini dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar, 2008).

2.7.1 Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboraturium dapat melaksanakan setiap saat secara tepat.

Beberapa keuntungan lain kromatografi lapis tipis adalah:

1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet


(24)

3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Rohman, 2007).

2.7.2Komponen Kromatografi Lapis Tipis (KLT) a. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya (Rohman, 2009).

Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan kekuatan pada lapisan, dan menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang digunakan kebanyakan kalium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdagangan silika gel telah diberi pengikat. Jadi tidak perlu mencampur sendiri, dan diberi nama dengan kode silika gel G (Sastrohamidjojo, 1985).

b.Fase Gerak

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding


(25)

campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume total 100 misalnya, benzena-kloroform-asam asetat 96% (50:40:10).

c. Bejana Pemisah dan Penjenuhan

Bejana harus dapat menampung pelat 200x200 mm dan harus tertutup rapat. Untuk kromatografi dalam bejana yang jenuh, secarik kertas saring bersih yang lebarnya 18 – 20 cm dan panjangnya 45 cm ditaruh pada dinding sebelah dalam bejana berbentuk U dan dibasahi dengan pelarut pengembang. Tingkat kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai pengaruh yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram (Stahl, 1989).

d.Aplikasi (Penotolan) Sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.

e. Deteksi Bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak bewarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak. Cara fisika yang dapat


(26)

digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi sinar ultraviolet. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar ultraviolet. Indikator fluoresensi yang paling berguna ialah sulfida anorganik yang memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm. Indikator fluoresensi terdapat dalam penjerap niaga dan lapisan siap pakai sekitar 1% dan tampaknya tidak berperan dalam proses kromatografi (Rohman, 2009).

2.8 Penetapan Kadar Asam Benzoat Secara Spektrofotometri Ultraviolet 2.8.1 Spektrofotometri UV-Visible

Salah satu cara untuk mengetahui penetapan kadar asam benzoat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Spektrofotometri adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit luar terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi ultraviolet biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Dasar dari spektrofotometri


(27)

ultraviolet-visible adalah penyerapan molekuler elektronik dalam larutan. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 – 400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 – 750 nm. Jadi, spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200 – 800 nm (Rohman, 2009).

2.8.2 Hukum Lambert-Beer

Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer (Beer’s Law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

A =

ε

. b . C

A = absorban ( serapan )

ε

= koefisien ekstingsi molar (M-1 cm-1) b = tebal kuvet ( cm )

C = konsentrasi ( M ) Pada beberapa buku ditulis juga:

A = E . b . C

E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1 cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (gram/100 ml)

Hubungan antara E dan ε adalah: E =


(28)

2.8.3 Panjang Gelombang Asam Benzoat dan Turunannya pada Daerah Ultraviolet

Asam benzoat dan turunannya dapat juga ditetapkan secara kuantitatif pada daerah ultraviolet karena asam benzoat dan turunannya mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV. Panjang gelombang maksimal asam benzoat dan turunannya disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Panjang Gelombang Maksimal Asam Benzoat dan Turunannya pada Daerah Ultraviolet

No. Senyawa Larutan λ maks Keterangan

1 Asetosal Kloroform 278 nm Larutan dalam air antara 220 sampai 350 nm tidak ada serapan 2 Asam gentisat Air pH 5-8 320 nm

3 Asam ρ-amino salisilat

Air pH 7 265 nm

4 Ρ-hidroksi benzoat Alkohol 255 nm Semua esternya

mempunyai λ maks yang sama

5 Asam Ρ-hidroksi benzoat

Air, pH di bawah 7

255 nm 6 Ρ-hidroksi benzoat Alkohol +

NaOH

301 nm Setiap 100 ml alcohol ditambhakan 2 tetes NaOH 0,2 N

7 Asam salisilat Air, pH 5-8 296 nm Kloroform 308 nm Air, pH 1-6 298 nm Sumber : (Sudjadi, 2008).


(29)

2.8.4 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis

Komponen-komponen dari spektrofotometer UV-Vis meliputi sumber-sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.

i. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190 – 350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350 – 900 nm).

ii.Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.

iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, suatu larutan blanko dapat digunakan dalam suatu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2009).


(30)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penentuan kadar asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional bentuk tablet secara kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri ultraviolet dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, gelas ukur, vial, pipet tetes, corong pisah, corong, chamber, kertas saring, hair drier, batang pengaduk, statif dan klem, pipet penotol dan spektrofotometer Shimadzu UV Prose-1800.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah Metanol, Natrium Hidroksida 0,1 N, Pentana, Asam Asetat Glasial, Etanol dan Aquadest.

3.4 Sampel

- Nama sediaan : Shi Re Qing Kode produksi :

-No. Reg : POM TI 014 401 521 No. Bets : 201803


(31)

Pabrik : PT. Saras Subur Ayoe

Komposisi : Herba andrographis 200 g (20%), Radix paeoniae

alba 200 g (20%), Radix isatidis 140 g (14%),

Radixscutellariae 100 g (10%), Radix platycodonis 100 g (10%), Fructus gardeniae 100 g (10%), Radix

glycyrrhizae 70 g (7%), Folium mori 70 g (7%), Calculus bovis 10 g (1%), Borneolum syntheicum 10 g (1%).

Khasiat : Membantu meredakan radang dan demam, sakit tenggorokan, sakit gigi, sakit kepala, batuk berdahak, serta melancarkan buang air besar.

- Nama sediaan : Qing Fei Yi Huo Pian Kode produksi :

-No. Reg : POM TI 044 509 711 No. Bets :

-Tgl Daluarsa : -

Pabrik : PT. Saras Subur Ayoe, Jakarta - Indonesia

Komposisi : Scutellaria baikalensis georgi 21%, Gardenia,

jasminoides ellis 12%, Rheum officinale baill 18%,

Peucedaunm decursivum maxim 7%, Sophora flavescens

art 9%, Trichosanthes kirilowii maxim 12%, Platycodon glaucus nakai 12%, Anemarrhena asphodeloides bge 9%.


(32)

Khasiat : Mengatasi batuk dan menurunkan panas ( antipiretik), digunakan pada radang tenggorokan, batuk, nyeri gigi, gusi berdarah dan sembelit.

- Nama sediaan : Ching Fei Yi Huo Pien Kode produksi :

-No. Reg : POM TI 044 509 711 No. Bets : TSF-15

Tgl daluarsa : -

Pabrik : PT. Perdana Sakti Indonesia

Komposisi : Radix scutellariae 21%, Fructus gardenia 12%, Rhei

rhizome 18%, Radix peucedani 7%, Radix sophorae

flavescentis 9%, dan bahan lain sampai 100%.

Khasiat : Membantu mengobati batuk disertai sesak nafas dan sakit tenggorokan.

- Nama sediaan : Yin Qiao Jie Du Pian Kode produksi :

-No. Reg : POM TI 034 506 101 No. Bets :

-Tgl Daluarsa : -


(33)

Komposisi : Lonicera japonica thunb 17,85%, Forsythia suspensa vahl

17,85%, Platycodon glaucus bge 10,72%, Mentha arvensis L 10,72%, Lophatherum elatum zoll 7,14%, Schizonepeta multifida briq 7,14%, Glycine Max merril 8,93%, Arctium lappa L 10,72%, Glycryrrhiza uralensis fisch 8,93%.

Khasiat : Membantu mengobati batuk, demam, sakit kepala.

3.5Prosedur

3.5.1 Pembuatan Pereaksi

3.5.1.1 Pembuatan Natrium Hidroksida 0,1N

Ditimbang seksama 4 gr kristal Natrium Hidroksida dilarutkan dalam 1000 ml aquadest sampai garis tanda.

3.5.1.2Cara Penetapan a. Persiapan larutan Uji

Timbang seksama sejumlah satu dosis cuplikan, masukkan kedalam labu erlenmeyer, tambahkan aquadest 30 ml, basakan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga pH 10, kocok selama 30 menit dan saring. Filtrat masukkan kedalam corong pisah 125 ml. Tambahkan dengan larutan dapar sitrat pH 4 dan diekstraksi 3 kali, setiap kali dengan 30 ml eter. Ekstrak eter dikumpulkan dan diuapkan sampai kering menggunakan penguapan rotasi vakum. Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml etanol (A). Dengan cara yang sama ekstraksi cuplikan yang telah ditambahkan 5,0 mg larutan baku asam benzoat BPFI 0,2 % b/v dalam etanol (B).


(34)

b.Persiapan Larutan Baku

Buat larutan baku asam benzoat 0,2 % b/v dalam etanol (C)

c. Identifikasi

1. Cara Kromatografi Lapis Tipis

Totolkan secara terpisah Larutan A, B, dan C dan lakukan kromatografi lapis tipis sebagai berikut:

Fase diam : silika gel GF 254

Fase gerak : pentana – asam asetat glasial ( 88 : 12 ) Penjenuhan : dengan kertas saring

Volume penotolan : larutan A, B, dan C masing-masing 50µl Jarak rambat : 15 cm

Penampak bercak : cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi peradaran fluoresensi

2. Cara Spektrofotometri Ultraviolet

- Larutkan A, B, dan C dikromatografi lapis tipis seperti tersebut diatas dengan volume penotolan disesuaikan hingga diperoleh bercak setara denga 50µg asam benzoat.

- Bercak baku dan bercak senyawa yang mempunyai harga Rf sama ditandai dan dikerok.

- Hasil kerokan diekstraksi secara terpisah dengan metanol dan disaring. - Ukur serapan filtrat pada panjang gelombang antara 254 nm dan 366 nm. - Asam benzoat akan menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang


(35)

3. Penetapan kadar

Serapan larutan A, B, dan C diukur pada panjang gelombang lebih kurang 225 nm. Kadar asam benzoat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Au : serapan larutan uji Ab : serapan larutan baku Kb : konsentrasi larutan baku

Vtb : volume penotolan larutan baku ( mikroliter ) Vtu : volume penotolan larutan uji ( mikroliter ) Veu : volume awal ekstrak ( mililiter )

B : bobot cuplikan ( miligram ) F : faktor pengenceran

3.6 Interpretasi Hasil


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil

4.1.1 Uji Kualitatif

Uji kualitatif dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Data hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Uji Kualitatif Sampel yang Mengandung Asam Benzoat

No Sampel

Mengandung Asam Benzoat/ Tidak Mengandung Asam Benzoat

Harga Rf

1. Jamu Shi Re Qing Mengandung Asam Benzoat Rf 1 = 0,53 Rf 2 = 0,52 2. Jamu Qing Fei Yi

Hoo Pian

Tidak Mengandung Asam Benzoat Rf 1 = 0,51 Rf 2 = 0,50 3. Jamu Ching Fei Yi

Huo Pien

Tidak Mengandung Asam Benzoat Rf 1 = 0,51 Rf 2 = 0,50 4. Jamu Yin Qioo Jie

Du Pian

Tidak Mengandung Asam Benzoat Rf 1 = 0,50 Rf 2 = 0,51

Perhitungan harga Rf

Harga Rf :

eluen rambat jarak bercak pusat k jarak titi


(37)

1. Baku Asam Benzoat : 0,54 15

1 ,

8 =

2. Harga Rf Jamu Shi Re Qing (1) : 0,52 15

8 ,

7 =

Harga Rf Jamu Shi Re Qing (2) : 0,53 15

9 ,

7 =

3. Harga Rf Jamu Qing Fei Yi Hoo Pian (1) : 0,51 15

6 ,

7 =

Harga Rf Jamu Qing Fei Yi Hoo Pian (2) : 0,50

15 5 ,

7 =

4. Harga Rf Jamu Ching Fei Yi Huo Pien (1) : 0,51

15 6 ,

7 =

Harga Rf Jamu Ching Fei Yi Huo Pien (2) : 0,50

15 5 ,

7 =

5. Harga Rf Jamu Yin Qioo Jie Du Pian (1) : 0,50

15 5 ,

7 =

Harga Rf Jamu Yin Qioo Jie Du Pian (2) : 0,51

15 6 ,

7 =

4.1.2 Uji Kuantitatif

Uji kuantitatif dilakukan untuk sampel yang positif mengandung asam benzoat. Dimana uji kuantitatif dilakukan dengan Spektrofotometer UV. Data hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.2


(38)

Tabel 4.2 Data Pengukuran Absorbansi Sampel yang Mengandung Asam Benzoat No Sampel Panjang Gelombang Absorbansi

1. Baku Asam Benzoat (1) Baku Asam Benzoat (2)

225.9 225.9

0.4748 0.4753 2. Jamu Shi Re Qing (1)

Jamu Shi Re Qing (2)

225 225 0.4940 0.4945 Perhitungan: Baku Pembanding

:

1. x 2 x x x x 99,94% = 0,012 %

2. x 2 x x x x 99,94% = 0,012 %

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian kromatografi lapis tipis, pada jamu Shi Re Qing diperoleh harga Rf 0,52 dan 0,53. Pada jamu Qing Fei Yi Hoo Pian diperoleh harga Rf 0,50 dan 0,51. Pada jamu Ching Fei Yi Huo Pien diperoleh harga Rf 0,50 dan 0,51. Dan pada jamu Yin Qioo Jie Du Pian diperoleh harga Rf 0,50 dan 0,51.

Dari hasil pengujian di atas sampel yang positif mengandung asam benzoat adalah jamu Shi Re Qing, karena harga Rf baku asam benzoat hampir sama dengan harga Rf sampel jamu Shi Re Qing dengan menggunakan eluen pentana : asam asetat glasial (88 : 12) dimana didapat harga Rf baku asam benzoat ialah 0,54 dan harga Rf untuk sampel jamu ialah 0,52 dan 0,53. Untuk


(39)

memperjelas atau membuktikan hasil KLT maka dilanjutkan pengujian dengan spektrofotometri UV.

Dari hasil pengujian dengan spektrofotometer UV diperoleh kadar jamu Shi Re Qing adalah 0,012%.

Persyaratan Metode Analisa Pusat Pengujian Obat dan Makanan 35/Obat Tradisional/1993 (MA.PPOM 35/OT/93) bahan pengawet asam benzoat yang boleh digunakan dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari 0,1%. Dan menurut Wasito (2011), secara umum bahan pengawet seperti asam benzoat yang biasa ditambahkan dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari 0,1%. Dengan demikian kadar asam benzoat dalam jamu Shi Re Qing memenuhi standar, dan baik untuk dikonsumsi.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar asam benzoat dalam obat tradisional bentuk tablet secara kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri UV, dapat disimpulkan bahwa sampel yang mengandung asam benzoat adalah jamu Shi Re Qing dan kadar asam benzoat 0,012%. Dengan demikian kadar asam benzoat jamu Shi Re Qing memenuhi persyaratan MA.PPOM 35/OT/93 yaitu kadar asam benzoat tidak boleh lebih dari 0,1% dalam obat tradisional.

5.2 Saran

1. Perlunya pengawasan yang baik pada saat proses pengerjaan baik mulai dari penimbangan sampel sampai hasil diperoleh.

2. Sebaiknya instansi terkait melakukan sampling secara berkala pada produk sejenis untuk mengawasi kadar asam benzoat yang terkandung didalamnya.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 5-29.

Dachriyanus, A. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1, 8.

Danusantoso, H. (1996). Batuk. Jakarta: Universitas Trisakti. Hal. 9, 110-113. Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta: Keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994. Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Jilid IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan R.I. Hal. 47.

Ditjen Pengawas Obat dan Pangan Departemen Kesehatan R.I. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Jas, A. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Hal. 37-38.

Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarrta: UI-Press. Hal. 90 – 135.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hal. 353-362.

Sudjadi, dan Rohman. (2007). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 18.

Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 52-55.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 224-225.

Yuliarti, N. (2007) Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI. Hal. 71.

Yuliarti, N. (2008). Tips Cerdas mengkonsumsi Jamu. Yogyakarta: Bayu Media. Hal. 5-9.


(42)

LAMPIRAN

Lampiran 1


(43)

Lampiran 2

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(44)

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(45)

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(46)

Lampiran 3


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 5-29.

Dachriyanus, A. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1, 8.

Danusantoso, H. (1996). Batuk. Jakarta: Universitas Trisakti. Hal. 9, 110-113. Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta: Keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994. Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Jilid IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan R.I. Hal. 47.

Ditjen Pengawas Obat dan Pangan Departemen Kesehatan R.I. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Jas, A. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Hal. 37-38.

Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarrta: UI-Press. Hal. 90 – 135.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hal. 353-362.

Sudjadi, dan Rohman. (2007). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 18.

Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 52-55.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 224-225.

Yuliarti, N. (2007) Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI. Hal. 71.


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1


(3)

Lampiran 2

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(4)

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(5)

Gambar Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri UV-Visible


(6)

Lampiran 3