90
Sabiq, Sayid. Fiqh As-Sunnah. Beirut : Juz 3, Dar Al-Fikr, 1981. Simorangkir, OP. Pokok-Pokok Hukum Perikatan danHukum Jaminan.
Yogyakarta: Liberty 1984. Sinungan, Muchdasyah. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Siswanto, Sutojo. Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, teknik, dan kasus.
Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1997. Suhardjono. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. Makasar : UPP
AMP YKPN, 2003. Suyatno, Thomas. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1995. Untung, Budi. Analisis Kredit Perbankan Tinjauan Secara Legal . Yogyakarta:
Andi Offset, 2011. Tjoekam. Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersil: Konsep, Teknik Kasus.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999. Widiyono, Try. Agunan Kredit Dalam Financial Engineering. Bogor : Ghalia
Indonesia, 2009.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40KMK.062003
Tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Mikro.
Universitas Sumatera Utara
91
C. Website
http:www. digilib.unimed.ac.id diakses tanggal 25 April 2015. https:imanph.files.wordpress.com diakses tanggal 25 April 2015.
http:www.ciputraentrepreneurship.com diakses tanggal 25 April2015. http:komite-kur.comarticle-76-tanya-jawab-seputar-kur.asp
diakses 02 November 2015.
http:komite-kur.comarticle-76-tanya-jawab-seputar-kur.asp diakses 02
November 2015.
https:kuliahade.wordpress.com diakses 04 Desember 2015. http:www.landasanteori.com201510prinsip-dalam-perbankan-
kepercayaan.html diakses 04 Desember 2015.
http:www.landasanteori.com201510prinsip-dalam-perbankan- kepercayaan.html diakses 04
Desember 2015. http:www.zonanesia.com diakses 08 Desember 2015.
https:septiancahyosusilo.wordpress.com diakses 07 Desember 2015. https:mariayovinia.wordpress.com diakses 08 Desember 2015.
http:www.tnp2k.go.idid diakses 08 Desember 2015. http:www.seputarforex.commenggunakan_deposito_sebagai_jaminan_kredit
diakses 05 Desember 2015.
https:www.scribd.comdoc2902812 diakses 05 Desember 2015. https:legalbanking.wordpress.com diakses 09 Desember 2015.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB III DEPOSITO PIHAK KETIGA SEBAGAI JAMINAN KREDIT
USAHA MIKRO
A. Pengaturan Tentang Jaminan Kredit Dalam Hukum Positif
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
31
Jaminan rahn menurut istilah syara’ adalah menjadikan benda yang memiliki nilai harta
dalam pandangan syara’ sebagai jaminan untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil semua utang, atau mengambil sebagiannya dari
benda jaminan tersebut. Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung
pembayaran kembali suatu utang.
32
Pembiayaan yang diberikan oleh bank banyak mengandung risiko, sehingga bank dalam pelaksanaannya harus memperhatikan asas-asas
pembiayaan. Guna mengurangi risiko kerugian dalam pemberian pembiayaan maka diperlukan jaminan. Faktor adanya jaminan inilah yang harus diperhatikan
oleh bank. Maka keberadaan jaminan diatur dalam Pasal 8 UU Perbankan ditentukan bahwa “Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai
31
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11.
32
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Beirut : Juz 3, Dar Al-Fikr, 1981, hlm. 187.
Universitas Sumatera Utara
46
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan”.
33
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah UUPS digunakan istilah agunan untuk memaknai suatu jaminan, yaitu “Agunan
adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank, dalam rangka
pemberian fasilitas kredit pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.
34
Berdasarkan pengertian tersebut, nilai dan legalitas jaminan yang dikuasai oleh bank atau yang disediakan oleh debitur harus cukup untuk menjamin fasilitas
kredit yang diterima nasabahdebitur. Barang-barang yang diterima bank harus dikuasai atau diikat secara yuridis, baik berupa akta dibawah tangan maupun akta
otentik.
35
Jaminan dalam hukum positif mempunyai kedudukan sebagai pemberi kepastian hukum kepada kreditur atas pengembalian modalpinjamankredit yang
ia berikan kepada debitur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat diuangkan untuk melunasi hutang debitur. Nilai
benda jaminan harus lebih tinggi dari jumlah modalpinjamankredit, dengan harapan ketika terjadi wanprestasi atau kredit macet maka jaminan itu dapat
33
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 233.
34
Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah Yogyakarta: Nuha Medika, 2012, hlm. 92.
35
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 88.
Universitas Sumatera Utara
47
menutup mengcover pinjaman yang kreditur berikan.
36
1. Jaminan yang mempunyai sifat kebendaan jaminan kebendaan, yaitu dapat
berupa barang tidak bergerak, misalnya tanah, rumah, gedung, rumahtoko, dan sebagainya. Atau dapat berupa barang bergerak, misalnya motor, mobil,
bus, alat-alat perkantoran, barang-barang perhiasan, dan sebagainya. Jaminan dalam hukum
positif dibedakan menjadi dua macam yaitu:
2. Jaminan yang mempunyai sifat perorangan jaminan perorangan, yaitu dapat
berupa perjanjian penangguhan utang borgtocht seperti jaminan pribadi personal guaranty dan jaminan perusahaan corporate guaranty.
37
Penyerahan jaminan pembiayaan oleh debitur kepada bank dapat dikaitkan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan peraturan perundang-
undangan di Indonesia, antara lain dalam ketentuan UU Perbankan dan diperbarui lagi dengan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Beberapa ketentuan UU Perbankan yang berkaitan dengan jaminan kredit diantaranya mengenai:
1. Keharusan penyerahan jaminan kredit oleh debitur, bahwa jaminan kredit
merupakan salah satu syarat dalam pemberian kredit perbankan di Indonesia. 2.
Kemungkinan bank membeli jaminan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dapat diketahui dari ketentuan Pasal 12 A ayat 91
UU Perbankan sebagai berikut: “Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui
pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela
36
Dewi Nurul Musjtari, Op.Cit., hlm. 93.
37
Budi Untung, Analisis Kredit Perbankan Tinjauan Secara Legal Yogyakarta: Andi Offset, 2011, hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
48
oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual diluar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada
bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”.
38
a. menjaga barang yang digadaikan sebaik–baiknya,
Ketentuan tersebut di atas mengandung pengertian keharusan adanya suatu
jaminan yang memungkinkan untuk dibeli oleh bank. Indonesia memilki Lembaga Jaminan, lembaga jaminan tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :
1. Gadai Pasal 1150 KUHPerdata merumuskan gadai sebagai hak kebendaan yang
diperoleh kreditur penerima gadai atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya benda gadai, oleh pemilik benda gadai atau orang lain atas namanya
pemberi gadai, yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda gadai tersebut secara didahulukan dari
kreditur lainnya kecuali biaya lelang dan biaya penyelamatan benda gadai. Gadai memberikan hak dan kewajiban bagi pemegang dan pemilik gadai
yang diatur dalam KUH Perdata. Kewajiban penerima gadai diatur dalam pasal 1154, 1156 dan 1157 KUH Perdata, yaitu :
b. tidak diperkenalkan mengalihkan barang yang digadaikan
menjadi miliknya, walaupun pemberigadai wanprestasi Pasal 1154 KUH Perdata,
c. memberitahukan kepada pemberi gadai tentang pemindahan barang–
barang gadai Pasal 1156 KUH Perdata,
38
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 12 ayat 92.
Universitas Sumatera Utara
49
d. bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu
terjadi akibat kelalaiannya Pasal 1157 KUH Perdata. Hak dan kewajiban pemberi gadai, yaitu :
a. menerima uang gadai dari penerima gadai,
b. berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya
telah dilunasinya, c.
berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang–hutangnyaPasal 1156 KUH Perdata,
d. menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai,
e. membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai,
f. membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk
menyelamatkan barang–barang gadai Pasal 1157 KUH Perdata. Objek Gadai berupa benda-benda bergerak dan benda tidak berwujud
surat berharga. Bentuk perjanjian Gadai adalah bebas. Pemberian hak gadai dapat dilakukan baik secara tertulis akta otentik atau akta dibawah tangan
maupun secara lisan. Perjanjian gadai merupakan perjanjian riil, yaitu baru terjadi perjanjian setelah barang Gadai diserahkan kepada penerima gadai Pasal 1152
KUH Perdata.
39
39
R. Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi tanah dan benda lain yang melekat pada tanah dalam konsepsi penerapan asas pemisahan horizontal Suatu konsep
menyongsong lahirnya lembaga Hak Tanggungan Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 28.
Universitas Sumatera Utara
50
2. Fidusia Lembaga jaminan fidusia diatur dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia adalah penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan atas barang bergerak, dengan tetap menguasai barang-barang
tersebut. Pasal 1 angka 1 undang-undang tersebut memberikan pengertian Fidusia sebagai, “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan benda pemilik benda.” Objek jaminan Fidusia
berupa benda bergerak yang tidak dapat dibebanih hak tanggungan atau hipotik, utang yang ada, utang yang akan ada dan utang yang pada saat eksekusi dapat
ditetapkan Pasal 3 dan 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Sifat Jaminan Fidusia adalah accessoir dan bersifat kebendaan.
40
Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tersebut menyebutkan, “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain”. 3. Hak Tanggungan
41
40
Ibid.
41
Ibid., hal.28-29.
Universitas Sumatera Utara
51
4. Hipotik Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan Pasal 1162 KUHPerdata. Hipotik yang telah mendapat pengaturan dalam KUHPerdata
dan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 , maka sepanjang mengenai tanah, hipotik dinyatakan tidak berlaku lagi. Objek jaminan hipotik
adalah pesawat terbang dan kapal dengan berat kotor 20 m3.
42
Deposito menurut UU Perbankan Indonesia 1992 Junto 1998 Pasal 1 ayat 7 adalah, “Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan mengatakan bahwa deposito adalah simpanan
dana pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan.
B. Deposito Pihak Ketiga Sebagai Jaminan Kredit Usaha Mikro