3.3 Diagram Alir Penelitian
Proses pembuatan magnet Barium Heksaferit yang ditambahkan bahan aditif FeMn pada penelitian ini dimulai dengan penggilingan milling barium heksaferit
dan FeMn secara terpisah, pencampuran mixing, kompaksi, sintering, dimagnetisasi, dan karakterisasi yang dapat dilihat pada diagram berikut:
MULAI
Serbuk BaFe
12
O
19
Bongkahan FeMn
XRD VSM
Dry Milling PBM 24 jam
Wet Milling HEM 1 jam, media Toluen
OM, True Density
Pengeringan
Mixing
Kompaksi
SINTERING
Dimagnetisasi Magnet
OM, VSM True Density
OM, Porositas, Bulk Density
Flux Density
Mixing dengan komposisi : 1 97 BaFe
12
O
19
: FeMn 3 wt 2 93 BaFe
12
O
19
: FeMn 7 wt
Dicetak anisotropi, dengan tekanan kompaksi 40 kgfcm
2
Waktu: 2-3 menit
Variasi suhu sintering : 1100
C, 1150 C, 1200
C, dan 1250 C
Holding Time : 2 jam
Digerus dan diayak Serbuk FeMn
Hasil dan Pembahasan
Karakterisasi
Karakterisasi
Karakterisasi
Karakterisasi
Karakterisasi
XRD
Karakterisasi
XRD, VSM
untuk sampel pelet Tsinter optimum
Karakterisasi
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.4 Prosedur Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Adapun tahapan penelitian ini meliputi:
3.4.1 Preparasi sampel
Sampel yang digunakan adalah barium heksaferit sebagai bahan utama dan FeMn sebagai bahan aditif. Barium heksaferit telah tersedia dalam ukuran serbuk,
sedangkan FeMn yang tersedia adalah dalam bentuk bongkahan. Bongkahan FeMn dihancurkan menggunakan martil untuk mendapatkan ukuran yang lebih
kecil, selanjutnya sampel digerus menggunakan mortar dan alu. Hasil gerusan diayak menggunakan ayakan 200 mesh 74 µm. Selanjutnya sampel yang telah
siap dimasukkan ke dalam plastik sampel, ditimbang menggunakan neraca digital, dan diberi nama dengan kertas label.
3.4.2 Milling
Proses milling pada penelitian ini merupakan proses penggilingan yang bertujuan untuk menggiling sampel sehingga diperoleh ukuran sampel yang semakin halus.
Milling dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu dry milling penggilingan kering dan wet milling penggilingan basah.
3.4.2.1 Dry Milling
Pada proses dry milling, disiapkan serbuk barium heksaferit, jar sebagai wadah, ball sebagai pembentur, dan Planetary Ball Milling PBM sebagai alat milling,
seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Alat Planetary Ball Milling PBM Massa barium heksaferit dan ball mill ditimbang menggunakan neraca
digital dengan perbandingan sampel : ball mill adalah 1 : 5, atau 124 : 620 gram. Selanjutkan barium heksaferit dan ball mill dimasukkan ke dalam jar mill dan
digiling selama 24 jam dengan kecepatan 11,5 rpm. Serbuk hasil penggilingan
Universitas Sumatera Utara
diambil dan dimasukkan ke dalam plastik sampel, ditimbang massanya, dan diberi nama dengan kertas label.
3.4.2.2 Wet Milling
Pada proses wet milling, disiapkan serbuk FeMn sebagai aditif dan toluen dimasukkan dalam penggilingan High Energy Milling HEM yang berfungsi
untuk menjaga serbuk agar tidak mudah teroksidasi. Bahan aditif FeMn dan ball mill ditimbang menggunakan neraca digital dengan perbandingan massa sampel :
ball mill adalah 1 : 5, atau 10 : 50 gram. Selanjutnya dimasukkan serbuk FeMn dan ball mill kedalam jar mill dan dituangkan toluen menggunakan gelas ukur
hingga serbuk FeMn dan ball mill terendam seluruhnya, dan kemudian dimilling selama 1 jam dengan kecepatan 700 rpm, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Serbuk
hasil penggilingan diambil dan dimasukkan ke dalam cawan keramik untuk dikeringkan.
Gambar 3.3 HEM High Energy Milling
3.4.3 Mixing
Dilakukan pencampuran serbuk Barrium heksaferit dan FeMn menggunakan high energy milling, dengan variasi komposisi 3 dan 7 wt FeMn sebagai bahan aditif.
Proses mixing dilakukan selama 8 x 15 menit dengan perbandingan massa sampel : massa ball mill adalah 1 : 5 = 10 gram : 50 gram. Serbuk hasil penggilingan
diambil dan dimasukkan ke dalam plastik sampel, ditimbang massanya menggunakan neraca digital, dan diberi nama dengan kertas label.
3.4.4 Kompaksi
Universitas Sumatera Utara
Serbuk yang telah dicampur kemudian dikompaksidicetak berbentuk pelet dengan proses anisotropi pengaruh medan magnet luar dengan tekanan sekitar
40 kgfcm
2
menggunakan magnetic filed press selama 2-3 menit,
Gambar 3.4 Magnetic Field Press dengan prosedur pencetakan sebagai berikut:
1. Dinyalakan keran air air dialirkan sebagai pendingin alat magnetic field
press. 2.
Dinyalakan peralatan dan disiapkan komponen moldcetakan. 3.
Ditimbang serbuk sebanyak 2 gram dan dicampurkan celuna sebagai binderperekat sebanyak 13 massa sampel, diaduk rata dalam gelas ukur.
4. Dimasukkan serbuk ke dalam cetakan dan ditutup mold dengan as
penekan as dan holder sudah diolesi oli sebelumnya agar pencetakan lancar.
5. Diletakkan cetakan pada ruang pencetakan di antara dua kutub magnet
hydrolic press yang telah tersedia. 6.
Dilakukan proses anisotropi atau orientasi bertujuan untuk menyearahkan domain-domain agar partikel ke arah tertentu dengan pemberian medan
magnet luar sebesar 3,6 kGauss, dengan cara mengatur tegangan AC sebesar 100 V dan arus 10 A dan ditahan selama 1-2 menit.
7. Setelah waktu tersebut terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah
mengembalikan tegangan ke posisi semula di „nol‟ kan kembali yaitu dengan memutar variable tegangan ke posisi nol.
8. Pemberian tekananpencetakan dimulai dengan men
ekan tombol „pump‟ dan diatur tekanan dengan memutar „speed knob‟ hingga mencapai
tekanan 40 kgfcm
2
, selanjutnya dilakukan pengembalian posisi penekanan
Universitas Sumatera Utara
dengan menekan tombol „pump‟. Ditunggu hingga 30 detik, diputar
kembali „speed knob‟ ke posisi awal. 9.
D iambil hasil cetakan dengan menekan tombol „crosshead up dan down‟
untuk mengangkat atau menurunkan cetakan. Hasil cetakan berupa disk atau selinder sampel berbentuk pelet. Setelah siap, pada cetakan biasanya
tersisa sampel, dibersihkan cetakan menggunakan kain lap. Dilakukan tahapan di atas untuk pencetakan sampel berikutnya.
3.4.5 Sintering
Sampel pelet yang telah dikompaksi selanjutnya disinter menggunakan Thermolyne Furnace High Temperature pada suhu 1100, 1150, 1200, dan 1250
o
C, masing-masing pada suhu tersebut ditahan selama 2 jam, dengan laju pemanasan
10
o
Cmenit, seperti terlihat pada Gambar 3.5. Langkah-langkah untuk melakukan proses sintering adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan sampel pelet yang akan disintering dan diletakkan pada bata tahan
panas. 2.
Dimasukkan sampel pelet ke dalam
Thermolyne Furnace tungku pembakaran
. 3.
Diputar saklar pada posisi “ON” untuk menghidupkan tungku. 4.
Diatur suhu pembakaran sesuai Gambar 3.5 yang pada puncaknya ditahan selama 2 jam kemudian di-running.
5. Dimatikan tungku setelah proses sintering selesai.
6. Dikeluarkan sampel pelet dari tungku pembakaran.
7. Dilakukan tahapan di atas untuk temperatur 1150, 1200, dan 1250
o
C, masing- masing ditahan selama 2 jam.
57 117
167 287
394 25
25 600
600 1100
1100
25
10
o
Cmenit
Holding Time 1 jam
T e
mp e
ra tu
r
o
C
Time menit
Holding Time 2 jam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Skedul sintering pada suhu 1100
o
C 2 jam
3.4.6 Magnetisasi
Setelah sampel disintering, dimagnetisasi menggunakan Magnetizer K-Series dengan tegangan 1500 Volt, kemudian flux density diukur dengan menggunakan
Gaussmeter.
Gambar 3.6 Magnetizer K-Series
3.4.7 Karakterisasi Sampel Uji
Adapun karakterisasi sampel uji yang dilakukan adalah true density, bulk density, X-Ray Diffraction XRD, struktur mikro menggunakan Optical Microscope
OM, Vibrating Sample Magnetnometer VSM, dan flux density.
3.4.7.1 Uji Densitas dan Porositas a. True density
Prosedur untuk menentukan besarnya true density gcm
3
suatu sampel yang masih dalam bentuk serbuk yaitu, sebagai berikut:
1. Ditimbang piknometer kosong Gambar 3.7, massanya dicatat sebagai m
1
. 2.
Ditimbang piknometer yang telah diisi aquades hingga penuh, dicatat massanya sebagai m
2
. 3.
Dikosongkan piknometer dan dikeringkan menggunakan dryer agar tidak ada aquades yang tersisa pada tabung piknometer.
4. Ditimbang piknometer yang telah diisi serbuk sampel seperlunya 0,5
gram, dicatat massanya sebagai m
3
. 5.
Diisi piknometer dengan serbuk sampel dan aquades hingga penuh dan ditimbang massa keseluruhan, dicatat massanya sebagai m
4
. 6.
Hasil pengukuran dikalkulasikan dengan menggunakan persamaan 2.6.
Universitas Sumatera Utara
7. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.
Gambar 3.7 Piknometer
b. Bulk density
Pada pengujian bulk density menggunakan metode Archimedes Gambar 3.8, dengan prosedur kerja sebagai berikut:
1. Disiapkan peralatan Archimedes gelas beaker, aquades, neraca digital dan
kawat penimbang sampel, dan sampel yang akan diukur bulk densitynya. 2.
Dirangkai peralatan seperti gambar 3.8. 3.
Setelah rangkaian peralatan siap, dikalibrasi neraca yang digunakan. 4.
Dimasukkan sampel ke tempat sampel pada kawat penggantung, kemudian dicatat hasilnya sebagai m
b
massa basah. 5.
Dikeringkan sampel yang telah diukur di dalam oven dengan suhu 80
o
C selama 12 jam.
6. Ditimbang massa sampel menggunakan neraca digital, dicatat hasilnya
sebagai m
k
massa kering. 7.
Menghitung nilai bulk density menggunakan persamaan 2.8. 8.
Dilakukan tahapan di atas untuk pengukuran bulk density sampel berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.8 Rangkaian peralatan Archimedes
c. Porositas
Prosedur kerja pengujian porositas sebagai berikut: 1.
Disiapkan peralatan Archimedes gelas beaker, aquades, neraca digital dan kawat penimbang sampel, dan sampel yang akan diukur porositasnya.
2. Dirangkai peralatan seperti gambar 3.8.
3. Setelah rangkaian peralatan siap, dikalibrasi neraca yang digunakan.
4. Dimasukkan sampel ke tempat sampel pada kawat penggantung, kemudian
dicatat hasilnya sebagai m
b
massa basah. 5.
Dikeringkan sampel yang telah diukur di dalam oven dengan suhu 80
o
C selama 12 jam.
6. Ditimbang massa sampel menggunakan neraca digital, dicatat hasilnya
sebagai m
k
massa kering. 7.
Menghitung nilai bulk density menggunakan persamaan 2.9. 8.
Dilakukan tahapan di atas untuk pengukuran porositas sampel berikutnya.
3.4.7.2 Optical Microscope OM
Pada peralatan Optical Microscope OM yang berfungsi untuk melihat morfologi bentuk dan ukuran sampel dan mengamati distribusi partikel. Sampel yang akan
diuji yaitu dalam bentuk serbuk dan pelet. Adapun prosedur pengujian optical microscope yaitu:
1. Disiapkan sampel yang akan diuji untuk sampel berbentuk pelet, sampel
terlebih dahulu dihaluskan menggunakan amplas. 2.
Diletakkan sampel di atas preparat. 3.
Diamati permukaan sampel menggunakan optical microscope, dengan perbesaran 40, 100, dan 400 kali dan diambil gambar hasil perbesaran
tersebut sebagai gambar yang akan dianalisis ukuran dan distribusi partikelnya.
4. Gambar hasil perbesaran optical microscope akan diolah dan dianalisis
menggunakan software ImageJ.
Universitas Sumatera Utara
3.4.7.3 X-Ray Diffraction XRD
Analisis struktur magnet dalam bentuk serbuk dan pelet barium heksaferit ditambahkan FeMn dalam penelitian ini dilakukan menggunakan alat X-Ray
Difractometer XRD. X-Ray Difraction adalah alat yang dapat memberikan data- data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut
– sudut difraksi 2θ dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah
untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa – fasa apa
saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.
3.4.7.4 Vibrating Sample Magnetnometer VSM
VSM merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi. VSM digunakan untuk mengetahui sifat magnetik material,
seperti terlihat pada Gambar 3.9. Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet
luar yang digambarkan dalam kurva histerisis. Sampel yang diuji adalah sampel setelah dimixing dan setelah dimagnetisasi.
Gambar 3.9 Vibrating Sample Magnetnometer Pada metode ini, preparasi sampel meliputi:
1. Sampel dimasukkan pada tempat sampel berbentuk silinder kapsul
dengan yang kemudian ditetesi power glue sehingga sampel di dalamnya akan padat dan stabil.
2. Sampel yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah
batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengukuran dilakukan dengan melihat respon magnet magnetisasi
sampel akibat perubahan medan magnet luar, H. 4.
Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun secara respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan
garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan atau menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil pick
up coil atau sense coil yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini.
5. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, sifat magnetik
bahan dapat diketahui dari magnetisasi sampel. 6.
Data magnetisasi yang diperoleh dinormalisasi dengan membaginya dengan massa masing-masing sampel.
7. Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet ini berupa kurva
histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Oe dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel
dalam satuan emugram. Data kemudian diolah dengan membandingkan magnetisasi sampel dengan kontrol.
1. Flux density
Setelah sampel dimagnetisasi, flux density sampel diukur menggunakan Gaussmeter, dengan cara menggerak-gerakkan alat pendeteksi scan yang
ditempelkan pada sampel magnet. Nilai kuat medan magnet akan ditampilkan pada display alat tersebut.
Gambar 3.10 Gaussmeter
Universitas Sumatera Utara