4.45 4.46 22.41 23.13 23.64 23.44 serbuk FeMn Flux density

Terlihat jelas pada tabel 4.1. bahwa penambahan FeMn menyebabkan kenaikan nilai true density. Hal ini dikarenakan nilai true density FeMn lebih besar dibanding nilai true density BaFe 12 O 19 , sehingga penambahan aditif FeMn meningkatkan nilai true density. Hasil ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Yola 2014, dimana penambahan unsur yang memiliki true density yang lebih besar pada BaFe 12 O 19 akan meningkatkan true density dari serbuk campuran tersebut.

4.1.2 Pengujian bulk density

Pengujian bulk density sampel magnet Barium Heksaferit dengan aditif 3 dan 7wt. FeMn yang disinter pada suhu 1100, 1150, 1200 dan 1250 o C selama 2 jam, dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes ASTM C373. Hasil pengujian bulk density bahan magnet Barium Heksaferit dengan aditif 3 dan 7wt. FeMn diperlihatkan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Hubungan pengujian bulk density terhadap suhu sintering dari bahan magnet BaFe 12 O 19 dengan aditif 3 dan 7 wt. FeMn Dari gambar 4.1 diperlihatkan bahwa bulk density dari bahan magnet BaFe 12 O 19 dengan aditif 3 dan 7wt. FeMn adalah berkisar 4,22 – 4,81 gcm 3 . Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa densitas tertinggi yaitu pada suhu sintering 1200 o C 2 jam dengan penambahan FeMn sebanyak 3wt. dan 7wt. 1000 1100 1200 1300 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0

4.59 4.45

4.81

4.31 4.46

4.22 4.58

4.25 B u lk D e n s it y g c m 3 Temperatur Sintering o C 3 wt. FeMn 7 wt. FeMn Universitas Sumatera Utara memiliki bulk density sebesar 4,81 gcm 3 dan 4,58 gcm 3 . Ternyata dari kedua komposisi tersebut, penambahan FeMn lebih banyak mengakibatkan bulk density menurun pada penambahan 3wt. FeMn memiliki nilai bulk density maksimum. Sedangkan untuk suhu 1150 dan 1250 o C terjadinya penurunan nilai bulk density diduga disebabkan oleh perbesaran ukuran butir dan peningkatan rongga saat proses sintering. Hal ini sama seperti yang terjadi pada penelitian Delovita 2014, nilai bulk density dari BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 0,5 wt. B 2 O 3 yang disinter pada suhu 1200 o C lebih besar dibanding dengan bulk density pada suhu sintering 1150 o C, yang disebabkan perbesaran ukuran butir pada saat proses sintering. Data hasil pengukuran bulk density terdapat pada Lampiran 2.

4.1.3 Pengujian porositas

Pengujian porositas sampel magnet Barium Heksaferit dengan aditif FeMn 3 dan 7 wt. yang disinter pada suhu 1100, 1150, 1200 dan 1250 o C selama 2 jam, dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes ASTM C373. Hasil pengujian porositas bahan magnet Barium Heksaferit dengan aditif 3 dan 7wt. FeMn diperlihatkan pada gambar 4.2. Gambar 4.2 Hubungan porositas terhadap suhu sintering dari bahan magnet BaFe 12 O 19 dengan aditif 3 dan 7 wt. FeMn. Dari gambar 4.2 diperlihatkan bahwa porositas dari bahan magnet BaFe 12 O 19 dengan aditif 3 dan 7 wt. FeMn adalah berkisar 20,73 – 23,64 . 1000 1100 1200 1300 20 21 22 23 24 25

21.7 22.41

20.73 23.13

22.35 23.64

21.77 23.44

Temperatur Sintering o C 3 wt. FeMn 7 wt. FeMn P o ro s it a s Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai porositas terkecil yaitu pada suhu sintering 1200 o C 2 jam dengan penambahan FeMn sebanyak 3 wt. yaitu berkisar 20 . Pada penambahan FeMn sebanyak 7wt. memiliki porositas sebesar 22. Ternyata dari kedua komposisi tersebut pada penambahan 3wt. FeMn memiliki porositas terendah. Sedangkan untuk porositas bernilai tinggi pada penambahan FeMn 7 berat pada suhu 1150 o C senilai 24 , hal ini diduga terjadi disebabkan oleh perbesaran ukuran butir sehingga ukuran butir menjadi lebih besar dan semakin banyak rongga yang terbentuk dan meningkatkan porositas. Hal ini sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Suciu et al 2012 yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi Mn pada sampel FeMn yang kemudian disinter, berbanding lurus dengan porositas, semakin banyak konsentrasi Mn yang ditambahkan maka porositasnya bertambah besar.

4.2 Sruktur mikro BaFe

12 O 19 dengan aditif FeMn 4.2.1 Analisis distribusi partikel menggunakan Optical Microscope OM Hasil analisis distribusi partikel dari serbuk BaFe 12 O 19 yang diamati dengan menggunakan Optical Microscope OM diperlihatkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Sedangkan distribusi partikel serbuk FeMn diperlihatkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 diperlihatkan distribusi partikel serbuk BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 3wt. FeMn, dan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 diperlihatkan distribusi partikel serbuk BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 7wt. FeMn. a b Gambar 4.3 a. Foto serbuk BaFe 12 O 19 menggunakan OM dengan perbesaran 400x. b. Gambar pengambilan area untuk mengukur diameter partikel menggunakan software ImageJ. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 Histogram distribusi partikel serbuk BaFe 12 O 19. a b Gambar 4.5 a. Foto sebuk FeMn menggunakan OM dengan perbesaran 400x. b.Gambar pengambilan area untuk mengukur diameter partikel menggunakan software ImageJ. Gambar 4.6 Histogram distribusi partikel serbuk FeMn 1 10 100 2 4 6 8 10 12 15 155 85 205 245 55 35 15 Serbuk FeMn Diameter Partikel nm J u mla h P a rt ik e l 20 40 60 80 100 K u mu lati f 100 10 20 30 40 50 180 160 140 80 100 Diameter Partikel nm J u mla h P a rt ik e l Serbuk BaFe 12 O 19 120 20 40 60 80 100 K u mu lati f Universitas Sumatera Utara a b Gambar 4.7 a. Foto serbuk BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt. FeMn menggunakan OM perbesaran 400x. b Gambar pengambilan area untuk mengukur diameter partikel menggunakan software ImageJ. Gambar 4.8 Histogram distribusi partikel serbuk BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt. FeMn. a b Gambar 4.9 a. Foto serbuk BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn menggunakan OM dengan perbesaran 400x. b. Gambar pengambilan area untuk mengukur diameter partikel menggunakan software ImageJ. 1 10 100 10 20 30 40 50 60 195 35 75 115 Serbuk 97BaFe 12 O 19 : 3FeMn Diameter Partikel nm J u mla h P a rt ik e l 20 40 60 80 100 K u mu lati f Universitas Sumatera Utara Gambar 4.10 Histogram distribusi partikel serbuk BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn. Foto serbuk yang diperoleh dari mikroskop optik diolah menggunakan software ImageJ. Hasil olahan berupa diameter partikel rata-rata yang disajikan dalam bentuk histogram, dimana distribusi partikel dapat terlihat pada banyaknya data yang dianalisis dari foto serbuk. Data pengukuran diameter partikel terdapat pada Lampiran 3. Tabel 4.2 Data hasil pengukuran ukuran diameter rata-rata partikel Serbuk wt. Diameter Partikel Rata-rata nm 100 BaFe 12 O 19 126 100 FeMn 93 97 BaFe 12 O 19 + 3 FeMn 121 93 BaFe 12 O 19 + 7FeMn 120 Dari hasil pengukuran diameter partikel rata-rata serbuk di atas, dapat dilihat bahwa penambahan FeMn menghasilkan ukuran partikel serbuk yang semakin kecil. Hal ini disebabkan serbuk BaFe 12 O 19 yang dimilling dengan PBM selama 24 jam, FeMn dimilling menggunakan HEM selama 1 jam, dan 10 100 10 20 30 40 50 140 80 60 120 Serbuk 93BaFe 12 O 19 : 7FeMn Diameter Partikel nm J u mla h P a rt ik e l 20 40 60 80 100 K u mu lati f Universitas Sumatera Utara dilanjutkan proses mixing dengan menggunakan HEM selama 15 menit relatif cukup efektif sehingga menghasilkan ukuran serbuk yang lebih kecil. Trend yang diperoleh bersesuaian dengan true density, dimana semakin kecil ukuran partikel serbuk maka nilai densitas semakin besar.

4.2.2 Analisis diameter pori sampel BaFe

12 O 19 dengan aditif FeMn Analisis diameter sampel mikrostruktur yang telah disinter pada suhu 1100, 1150, 1200 dan 1250 o C, yang masing-masing ditahan selama 2 jam dilakukan dengan menggunakan Optical Microscope OM. Hasil pengamatan dengan OM ditunjukkan pada Gambar 4.11 - 4.18 dan Tabel 4.3. a b c Gambar 4.11 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt FeMn. yang disinter pada suhu 1100 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. a b c Gambar 4.12 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn yang disinter pada suhu 1100 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. a b c Gambar 4.13 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt. FeMn yang disinter pada suhu 1150 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. Universitas Sumatera Utara a b c Gambar 4.14 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn yang disinter pada suhu 1150 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. a b c Gambar 4.15 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt. FeMn yang disinter pada suhu 1200 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. a b c Gambar 4.16 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn yang disinter pada suhu 1200 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. a b c Gambar 4.17 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 3wt. FeMn yang disinter pada suhu 1250 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. Universitas Sumatera Utara a b c Gambar 4.18 Foto sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 7wt. FeMn yang disinter pada suhu 1250 o C a. perbesaran 400x. b. perbesaran 40x. c. Hasil gambar outline menggunakan software ImageJ. Tabel 4.3 Data hasil analisis OM sampel BaFe 12 O 19 dengan aditif 3 dan 7wt. FeMn yang disinter selama 2 jam T sintering o C Diameter pori rata-rata µm 97 BaFe 12 O 19 + 3 wt.FeMn 93 BaFe 12 O 19 + 7 wt.FeMn 1100 4,01 4,76 1150 4,04 5,54 1200 3,61 4,59 1250 3,89 5,23 Diameter pori rata-rata sampel atau disebut dengan Equivalent Circular Diameter ECD merupakan diameter lingkaran yang memiliki luas sama dengan gambaran pori-pori. Data pengukuran pori rata-rata sampel terdapat pada Lampiran 4. Dari tabel 4.3, dapat dilihat bahwa diameter pori rata-rata terkecil yaitu pada suhu sintering 1200 o C 2 jam dengan penambahan FeMn sebanyak 3 wt. yaitu sebesar 3,61 µm. Pada penambahan FeMn sebanyak 7wt. memiliki diameter pori rata-rata sebesar 4,59 µm. Ternyata dari kedua komposisi tersebut pada penambahan 3wt. FeMn memiliki diameter pori rata-rata terkecil. Sedangkan untuk diameter pori rata-rata bernilai besar pada penambahan 7 wt. FeMn pada suhu 1150 o C senilai 5,54 µm. Hasil ini signifkan dengan hasil porositas, semakin besar diamater pori maka porositas semakin besar. Dari hasil uji densitas dan porositas, didapat nilai densitas yang paling tinggi dan porositas yang paling rendah hasil optimum yaitu pada sampel dengan suhu sintering 1200 o C. Sampel tersebut yang akan dianalisis menggunakan XRD dan VSM. Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Analisis X-Ray Diffraction XRD Analisis struktur kristal XRD dari a. sampel BaFe

12 O 19 dengan penambahan aditif 7wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C 2 jam, b. sampel BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 3 wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C 2 jam, c. serbuk BaFe 12 O 19 dan d. serbuk FeMn, ditunjukkan pada Gambar 4.19. Data hasil pengujian XRD terdapat pada Lampiran 6. Gambar 4.19 Pola XRD dari a. sampel BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 7wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C 2 jam, b. sampel BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 3 wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C 2 jam, c. serbuk BaFe 12 O 19 dan

d. serbuk FeMn

Berdasarkan pola XRD pada sampel a menunujukkan pola XRD untuk sampel BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 7wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C. dari gambar memperlihatkan bahwa terdapat fasa tunggal yaitu fasa barium heksaferit BaFe 12 O 19 , yang mempunyai struktur kristal hexagonal. Fasa BaFe 12 O 19 ini mempunyai parameter kisi a = b ≠ c dengan nilai a = 5,892 Å, c = 23,183 Å. Tiga puncak tertinggi dari fasa BaFe 12 O 19 terdapat dengan sudut 2θ sebesar 32,29; 56,73; dan 34,18; demikian pula pada pola XRD sampel b yang menunjukkan pola XRD untuk sampel BaFe 12 O 19 dengan penambahan aditif 3wt. FeMn yang disintering pada suhu 1200 o C, fasa yang terbentuk juga fasa tunggal yaitu fasa barium heksaferit BaFe 12 O 19 , ini dikarenakan konsentrasi FeMn yang kecil 3 dan 7wt. sehingga fasa dari FeMn itu sendiri tidak 20 30 40 50 60 70 80                              d c b a Fe 0.3 Mn 0.7 BaFe 12 O 19 In te ns ity a .u 2 deg Mn 3 O 4  Universitas Sumatera Utara terdeteksi. Pola XRD sampel c menunujukkan pola XRD untuk serbuk awal BaFe 12 O 19 yang menunjukkan fasa tunggal yaitu fasa barium heksaferit BaFe 12 O 19 dengan 3 puncak tertinggi terdapat dengan sudut 2θ sebesar 32,39; 34,34; dan 56,99. Pada pola XRD sampel d yaitu serbuk awal FeMn menunjukkan 2 fasa yang terbentuk yaitu fasa mayor sebesar 81 Fe 0.3 Mn 0.7 dan fasa minor sebesar 19 Mn 3 O 4 . Fasa Fe 0.3 Mn 0.7 memiliki struktur kristal cubic dengan parameter kisi a = b = c = 3,6680 Å. Fasa Mn 3 O 4 memiliki struktur kristal orthorombic dengan parameter kisi a = 3,0240 Å, b = 9,7996 Å dan c = 9,5564 Å.

4.3 Sifat Magnet BaFe