Kemandirian Keuangan Daerah Kemampuan Pinjaman Daerah

commit to user 98 b. Potensial: retribusi pelayanan kesehatan bagian dinas kesehatan sosial DKK, retribusi pelayanan pasar, retribusi pelayanan askeskin dan jasa usaha pemakaian kekayaan daerah. c. Berkembang: retribusi pelayanan pemakaman, pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pelayanan pendidikan, jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, ijin gangguan, tempat usaha, tanda daftar perusahaan, tanda daftar gudangdan pelayanan insemenasi buatan. d. Terbelakang: retribusi pelayanan persampahankebersihan, bea cetak akte capil, perkir di tepi jalan umum, pengujian kendaraan bermotor, pasar grosirpertokoan, jasa usaha terminal, jasa usaha khusus tempat parkir, jasa usaha rumah potong hewan, jasa usaha tempat rekreasi olahraga, jasa pengolahan limbah cair, IMB, ijin trayek, surat ijin usaha perdagangan, ijin usaha perusahaan, surat ijin perusahaan, AdmUnt Mend leg naskah, ijin penjualan kayu diluar kawasan hutan, dol lelang; jembatan darurat; andang; steger werk; perancah begisting; direksi keet, pemeriksaan kwalitas susu, pelayanan kesehatan hewan dan pelayanan kesehatan swasta.

f. Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian daerah dengan pola hubungannya yang menggambarkan besarnya ketergantungan keuangan Pemerintah commit to user 99 Daerah terhadap Pemerintah Pusat dihitung dengan membandingkan penerimaan PAD terhadap penerimaan bantuan dan sumbangan daerah. Rasio kemandirian daerah dan pola hubungan Kabupaten Boyolali tahun 2002-2008 secara rerata nilainya sebesar 10,56 karena nilainya yang terletak antar 0-25, maka Kabupaten Boyolali bisa dikatakan memiliki kemampuan keuangan daerah yang rendah sekali dan mempunyai pola hubungan yang instruktif dimana peranan Pemerintah Pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah.

g. Kemampuan Pinjaman Daerah

Dari hasil perhitungan kemampuan pinjaman jangka panjang daerah Kabupaten Boyolali dapat dikatakan Kabupaten Boyolali masih bisa mengembangkan sumber-sumber pembiayaan daerah untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap pusat melalui pinjaman jangka panjang tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan Jumlah Kumulatif Pokok Pinjaman Daerah yang hasil rata-ratanya lebih kecil dibandingkan dengan ketentuan batas sebesar 75. Sedangkan untuk DSCR hasil rata-ratanya masih lebih besar dari ketentuan batas minimal sebesar 2,5. Sedangkan untuk Jumlah Maksimal Angsuran Pokok Pinjaman, Kabupaten Boyolali pada tahun 2005 tidak bisa melakukan angsuran pokok pinjaman dikarenakan nilai DSCR di tahun tersebut bernilai negatif, yaitu sebesar - 950. commit to user 100

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, saran yang dapat diambil terkait dengan studi Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pada Era Otonomi Daerah Di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: 1. Pengoptimalan sumber-sumber penerimaan seperti pajak dan retribusi daerah untuk meningkatkan PAD. 2. Pengembangan obyek-obyek wisata Boyolali untuk mendatangkan retribusi daerah yang cukup besar atau digunakan untuk investasi BUMD. 3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui PDRB dari para investor yang masuk ke daerah yang dampaknya terhadap peningkatan pendapatan perkapita masyarkat, sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarkat dalam membayar pajak. 4. Perbaikan kinerja BUMD agar lebih profesional dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan PAD. 5. Membentuk lembaga pasar modal untuk menyediakan dana yang murah dan mudah diperoleh pemerintah daerah. 6. Mengoptimalkan pinjaman daerah sebagai sumber penerimaan daerah yang digunakan dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, agar tidak tergantung sumber penerimaan dari pusat. Akan tetapi pinjaman daerah tersebut tidak sampai membebani APBD pada tahun berikutnya.