commit to user 72
masih perlu mengoptimalkan dan menggali potensi dan sumber daya yang dimiliki daerah yang juga berpotensi bagi pemasukan PAD.
2. Analisis Kuantitatif
a. Derajat Desentralisasi Fiskal DDF
DDF digunakan untuk mengukur kinerja Pemda Kabupaten Boyolali apakah sudah bisa dikatakan mandiri apa belum. Pengukuran
DDF dapat menggunakan beberapa indikator rasio. Indikatorrasio yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah PAD, Bagi Hasil
Pajak dan Bukan Pajak BHPBP, Sumbangan dan Bantuan Daerah SBD dibagi satu-satu dengan Total Penerimaan Daerah TPD.
Batas ukurannya yaitu bila hasil rasio antara PAD, BHPBP dengan TPD lebih dari 50, maka kemampuan keuangan daerahnya
dapat diartikan sudah baik atau mandiri. Sebaliknya bila nilaiinya kurang dari 50, maka kemampuan keuangan daerah dikatakan belum
mandiri. Sedangkan untuk rasio antara SBD dengan TPD, bila nilainya lebih dari 50, maka dapat diartikan tingkat ketergantungan daerah
terhadap Pemerintah Pusat sangat tinggi dan sebaliknya bila kurang dari 50, maka dapat diartikan tingkat ketergantungan daerah terhadap
Pemerintah Pusat rendah atau berkurang.
Kriteria batasan DDF:
Belum Mandiri Sudah Mandiri
DDF 50 DDF 50
Perbandingan PAD dan BHPBP terhadap TPD
Sudah Mandiri Belum Mandiri
DDF 50 DDF 50
Perbandingan,SBD terhadap TPD
commit to user 73
Tabel 4.11. Derajat Desentralisasi Fiskal DDF Kabupaten Boyolali Tahun 2002-2008
Tahun DDF
PADTPD BHPBPTPD
SBDTPD
2002 7,52
6,58 85,89
2003 8,42
4,21 87,37
2004 9,17
4,81 86,02
2005 11,34
5,27 83,39
2006 9,41
4,29 86,29
2007 9,52
4,58 85,90
2008 8,14
4,46 87,39
Rerata 9,07
4,88 86,03
Sumber: Hasil Ringkasan Pengolahan Data Sekunder Dilihat dari tabel di atas bahwa rasio PAD terhadap TPD
terus mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai tahun 2005, sedangkan pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus megalami
penurunan. Nilai rasio PAD terhadap TPD tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar 11,34 dan yang terendah pada tahun 2002 yaitu sebesar
7,52. Dilihat dari rata-ratanya, rasionya adalah 9,07. Dengan melihat hasil rata-rata rasio PAD terhadap TPD pada tahun 2002-2008,
maka dapat menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah Kabupaten Boyolali dapat diartikan belum bisa mandiri.
Hasil rasio antara BHPBP terhadap TPD mengalami penurunan pada tahun 2002-2003, kemudian pada tahun 2004-2005
mengalami kenaikan, tetapi pada tahun selanjutnya sampai tahun 2008 mengalami penurunan lagi. Nilai maksimal rasionya terjadi pada tahun
2002 yitu sebesar 6,58, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 4,21. Dengan nilai rerata BHPBP terhadap TPD tahun
commit to user 74
2002-2008 yang sebesar 4,88 menunjukkan bahwa Kabupaten Boyolali dapat diartikan belum bisa mandiri.
Selanjutnya hasil rasio SBD terhadap TPD dari tahun ke tahun selalu mengalami naik turun. Nilai rasio tertinggi terjadi pada
tahun 2008 yaitu sebesar 87,39 dan yang terndah terjadi pada tahun 2005 sebesar 83,39. Sedangkan hasil rerata rasio SBD terhadap TPD
dari tahun 2002-2008 sebesar 86,03. Karena hasil rerata SBD terhadap TPD lebih dari 50, maka hal ini menunjukkan bahwa
tingkat ketergantungan Kabupaten Boyolali terhadap pemerintah pusat dalam hal keuangan masih sangat tinggi dan tingkat desentralisasi
fiskalnya masih rendah sehingga bisa dikatakan belum bisa mandiri. Dilihat dari beberapa perbandingan diatas, ada yang
menunjukkan mengalami peningkatan dan penurunan pada tahun tertentu, hal tersebut disamping karena kemampuan pemerintah daerah
Boyolali untuk meningkatakan PAD belum maksimal, juga karena pemungutan pajak dan bukan pajak yang diserahkan oleh pusat kepada
daerah juga mengalami penurunan, walaupun nilai nominalnya bertambah tapi kontribusinya terhadap total penerimaan daerah
menurun. Dari berbagai sumber penerimaan daerah, pinjaman daerah jangka panjang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
derajat desentralisasi fiskal sehingga pemerintah daerah tidak terlalu tergantung terhadap pemerintah pusat.
commit to user 75
b. Derajat Otonomi Fiskal DOF