BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada dasarnya setiap organisasi mempunyai tujuan tertentu yang menunjukkan apa yang ingin dicapai. Demikian pula dengan pemerintah daerah,
sebagai organisasi publik, mempunyai tujuan di dalam pelaksanaan fungsi pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan Rasyid, 1997.48. Untuk mencapai
tujuan organisasi maka diperlukan pengelolaan fungsi manajemen yang salah satunya adalah fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan kebocoran yang akan
merugikan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Dalam PP 79 Tahun 2005 Pasal 24 untuk pengawasan terhadap urusan
pemerintah di daerah dilakukan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah yang terdiri dari APIP Aparat Pengawasan Intern Pemerintah di Inspektorat Jenderal Departemen,
Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab kepada MenteriKepala LPND, Inspektorat Provinsi yang bertanggung jawab kepada
Gubernur dan Inspektorat KabupatenKota yang bertanggung jawab kepada BupatiWalikota.
Inspektorat Kota Medan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah kota Medan No. 3 Tahun 2009 sebagai pelaksana pengawasan fungsional yang dipimpin oleh
1
Universitas Sumatera Utara
seorang Kepala Inspektorat. Inspektorat Kota Medan Medan adalah bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD yang berada di dalam lingkup Pemerintah
Kota Medan di mana kedudukan Inspektorat Kota Medan sejajar dengan dinas atau badan di Pemerintah Kota Medan yang dipimpin oleh Pejabat Eselon IIb.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemeriksa internal Pemerintah Kota Medan, staf Inspektorat Kota Medan melakukan pemeriksaan
secara rutin terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada di Kota Medan. Pemeriksaan yang dilakukan pada akhirnya akan menghasilkan Laporan Hasil
Pemeriksaan LHP. Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kota Medan hanya sebatas pemberian saran kepada Kepala Daerah terhadap Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang diperiksa, sedangkan untuk implementasi dari saran-saran tersebut merupakan hak prerogatif Kepala Daerah.
Kualitas hasil kerja dinilai dari seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Untuk pemeriksa, kualitas kerja
dilihat dari kualitas hasil pemeriksaannya yang dihasilkan dari seberapa banyak pemeriksa memberikan respon yang benar dari setiap pemeriksaan yang diselesaikan
Tan dan Alison, 1999. Menurut Irahandayani 2002, kualitas hasil pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu berkualitas dapat dipertanggungjawabkan
dan tidak berkualitas tidak dapat dipertanggungjawabkan. Diani dan Ria 2006 menyatakan bahwa pengetahuan auditor memiliki pengaruh signifikan terhadap
kualitas hasil kerja auditor. Penelitian yang dilakukan oleh Nizarul dan Trisni 2006 menyimpulkan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
terhadap kualitas audit. Cloyd 1997 meneliti pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor. Hasil penelitian Cloyd 1997 membuktikan
akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika pengetahuan audit yang dimiliki tinggi. Sedangkan hasil penelitian Tan dan Alison 1999
membuktikan bahwa akuntabilitas tidak mempengaruhi kualitas hasil kerja baik untuk pekerjaan dengan kompleksitas kerja rendah, menengah ataupun tinggi.
Tan dan Alison 1999 melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kedua, seberapa besar usahadaya pikir yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas
tinggi mencurahkan usahadaya pikir yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan Cloyd, 1997. Dan yang
ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Kompetensi didefenisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja
yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan
dimana kompetensi akan menghasilkan kinerja. Ashton 1991 menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja
sebagai faktor penting di dalam meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan
pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain selain pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Taylor 1997, ada dua aspek independensi, yaitu : Independensi sikap mental, independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran pemeriksa untuk
bertindak dan bersikap independen dan Independensi penampilan, independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi pemeriksa.
Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz 1993 mengemukakan bahwa independensi pemeriksa juga meliputi independensi praktisi
dan independensi profesi. Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak
memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan independensi profesi
berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi pemeriksa. Pada kenyataannya fungsi pengawasan yang dilakukan Inspektorat Kota
Medan belum bisa diharapkan efektifitasnya. Hal ini disebabkan kemampuan dari para pemeriksa yang kurang dapat diandalkan karena rendahnya realisasi program
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya pemeriksa, keberadaan Inspektorat Kota Medan yang belum dapat diterima sebagai mitra kerja
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya yang berada pada lingkup Pemerintah Kota Medan, kurangnya independensi dari staf Inspektorat Kota Medan dikarenakan
Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kota Medan hanya sebatas pemberian saran kepada Kepala Daerah terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD yang
diperiksa, sedangkan untuk implementasi dari saran-saran tersebut merupakan hak prerogatif Kepala Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Ketidakefektifan peran Inspektorat Kota Medan sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah APIP ini dapat dilihat dari kurangnya temuan pada saat
melakukan pemeriksaan, sehingga SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah yang diperiksa tidak dapat melakukan tindakan perbaikan. Akibat dari tidak maksimalnya
fungsi Inspektorat Kota Medan ini maka BPK-RI memberikan opini disclamer terhadap Laporan Keuangan Daerah LKD Kota Medan pada tahun anggaran 2007.
Setiap tahap dalam pengelolaan keuangan daerah memerlukan suatu penguatan pada sisi pengawasan. Pengawasan ini dilakukan oleh auditor Inspektorat
pemerintah daerah sesuai dengan bidang kewenangannya masing-masing. Peran auditor Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah sangat besar dan memiliki
nilai yang sangat strategis untuk dapat mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efesiensi, efektif, transparan dan akuntabel. Walaupun pada
kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah dari pengawasan auditor Inspektorat, yaitu masih rendahnya
peranan Inspektorat daerah dalam keseluruhan proses atau siklus pengelolaan keuangan daerah baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penatusahaan, dan
pelaporan. Hasil audit akan memberi dampak sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka aparat pengawasan fungsional intern selaku auditor yang melaksanakan pemeriksaan pengelolaan keuangan dan kinerja operasional pemerintah daerah harus
memiliki profesionalitas yaitu persyaratan kemampuankeahlian, independensi dan penggunaan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama BPK, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar fenomena tersebut menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh akuntabilitas, kompetensi dan independensi pemeriksa terhadap
kualitas hasil pemeriksaan pada Inspektorat Kota Medan.
1.2 Perumusan Masalah