12
Jika diperbandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian
ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam kehidupan bermasyarakat kebutuhan akan hukum sangat diperlukan untuk menjaga agar terjaganya kehidupan masyarakat yang tertib
dan aman. Oleh karena itu untuk menjaga perubahan masyarakat di bidang hukum tetap teratur
harus diikuti dengan pembentukan norma- norma sehingga dapat berlangsung secara tertib dan harmonis.
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum
dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya
yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam
bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri”.
13
Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu.
14
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas
13
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 2.
14
J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialih bahasakan oleh Arief Sidharta, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
13
perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”
15
Snelbecker mendefenisikan
“teori sebagai
perangkat proposisi
yang terintegrasi secara sintaksis yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan
secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.
16
Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja menyatakan, pengembangan Ilmu Hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu
saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang dianggap modern, tetapi juga tidak secara membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus
berjalan secara selaras. Selanjutnya dengan mengilhami dari teori Law as a Tool of Social
Engineering dari ajaran Roscoe Pound yang beraliran Sociological
Jurisprudence. Mochtar Kusumaatmadja menghasilkan teori hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
17
Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum.
18
Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek
sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan dalam bentuk pembangunan dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2007, hal. 6.
16
Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 34-35.
17
Lili Rasyidi dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum : Madzhab dan Refleksinya, Bandung, Rosdakarya, 1994, hal. 111.
18
Lawrence M. Friedman, American Law, WW Norton Company, New York, 1930, Pg. 5- 6, Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di
Indonesia, 2005, USU Repository 2006.
Universitas Sumatera Utara
14
perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan
dan nilai hukum masyarakat.
19
Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, ia mengatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus
memajukan kepentingan umum. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penelitian ini juga berusaha untuk memahami perjanjian kerjasama antara
produsen dengan distributor secara yuridis, artinya adalah memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum sebagaimana yang di tentukan
dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum perjanjian.
Teori yang juga di pakai dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan berbasis perjanjian John Rawls dan teori keseimbangan. Hal mana menyebutkan
keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan perjanjian, dimana azas- azas keadilan yang dipilih bersama benar-benar merupakan kesepakatan bersama para
pihak, bebas, rasional dan sederajat. Kemajuan pandangan Pound dibandingkan dengan ahli-ahli sebelumnya, ia
lebih banyak menekankan arti dan fungsi pembentukan hukum. Dimana hal itu bisa dilihat dari pernyataan diatas yaitu bahwa hukum harus memajukan kepentingan
19
Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabain, Pembangunan Hukum : Sebuah Orientasi Pengantar Editor Dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, Bandung,
Alumni, 1980, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
15
umum.
20
Statement inilah yang dikenal dengan teorinya “Law as a Tool of Social Engineering” hukum sebagai alat atau sarana rekayasa atau pembaharuan
sosial.
21
Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan mampu untuk menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi
semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual agar sisi kepastian hukum dapat tercapai. Konsekuensinya setiap konsep
keadilan yang tidak berbasis kontraktual haruslah dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.
Menurut Subekti, mengemukakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dikatakannya bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya”.
22
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada satu bentuk tertentu saja tetapi perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tulisan, andaikata perjanjian itu
dibuat secara tulisan maka ia bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.
23
Dalam membuat perjanjian antara para pihak pasti akan menimbulkan hubungan hukum yang kemudian disertai adanya akibat-akibat hukum, dan akibat
20
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Kanisius, 2001, hal. 180.
21
Roscoe Pound, An Introduction To the Philosophy of Law, New Heaven, Yale University Press, 1954, hal. 47, Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya
Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006.
22
Subekti, Aneka Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, Cetakan Kesepuluh, 1995, hal. 23.
23
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
16
hukum tersebut akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara keduanya. Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan.
24
Selanjutnya Subekti memberi unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian yaitu :
1. Hubungan hukum perikatan. 2. Subyek hukum.
3. Isi hak dan kewajiban. 4. Ruang lingkup lingkup hukum harta kekayaan.
25
Oleh karena itu disebutkan bahwa kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkrit dan dapat dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun
tidak tertulis. Hal ini berbeda dari kegiatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya
kontrak kerjasama tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang diperjanjikan.
Pada dasarnya kontrak kerjasama harus dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sesuai dengan syara-syarat sah perjanjian didalam Pasal 1320 KUH Perdata
yaitu pemenuhan syarat subjektif dan syarat objektif, bertujuan untuk melaksanakan prestasi tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 1337 KUH Perdata.
24
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal. 1006.
25
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal.84
Universitas Sumatera Utara
17
Namun adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam bernegosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu
menguntungkan bagi salah satu pihak yaitu pihak yang tergolong lemah. Hal ini terjadi dalam perjanjian kerjasama antara produsen dengan distributor yang
didalamnya mengatur tugas dan tanggung jawab. Dalam kehidupan masyarakat sering terjadinya hubungan kontrak kerjasama,
sebagaimana dalam penelitian ini membahas kontrak kerjasama antara produsen dengan distributor, harus memperhatikan segala ketentuan yang berlaku dan perlu
dijaga segala prinsip umum dalam hukum kontrak tersebut. Dengan demikian hak dan kewajiban para pihak akan terlindungi.
26
Jika antara kepentingan hak dan kewajiban para pihak tidak dijalankan dengan ketidakseimbangan, maka akan terjadinya suatu konflik atau perselisihan kepentingan
para pihak tersebut, sehingga menimbulkan perbuatan wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.
Sebagai pendukung teori yang dipaparkan diatas, dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas yaitu :
a. Asas kebebasan berkontrak Pengertian asas ini terlihat pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
26
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.
Universitas Sumatera Utara
18
Pada pasal ini menunjukkan bahwa perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bersangkutan mengikat kedua belah pihak atau pihakpihak yang
bersangkutan. Pengertian ini disebut Pacta Sunt Servanda. b. Asas penambahan
Asas persetujuan para pihak dapat menambahkan atau melengkapi pasal-pasal perjanjian apabila dikemudian hari terdapat kekurangan.
c. Asas kepercayaan Para pihak sejak awal perjanjian, telah saling mengikatkan diri dengan
kepercayaan penuh untuk saling melaksanakan perjanjian. d. Asas terbuka,
Asas terbuka ini tersirat pada Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Maksud sistem terbuka disini adalah dalam membuat perjanjian diserahkan sepenuhnya
kepada para pihak untuk menentukan isi perjanjian dan hukum apa yang akan digunakan demi kebebasan asasi setiap orang sebagai makhluk Tuhan yang
dijamin secara asasi menurut hukum asasi. Setiap orang tidak boleh dipaksa oleh siapapun dan ia bebas menciptakan keadilan dan kepatutan menurut
kehendak pihak-pihak itu secara bersama-sama. Kalau para pihak telah bersepakat secara terbuka dalam memperlakukan hukum yang disepakatinya,
maka perjanjian itu mengikat seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang bersepakat, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339
KUHPerdata. e. Asas keseimbangan,
Universitas Sumatera Utara
19
Sejak awal diadakannya kata sepakat para pihak dianggap dalam keadaan seimbang sebagai subyek hukum secara yuridis, secara ekonomis dan secara
psikologis. Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah
pihak apabila memenuhi syarat-syarat perjanjian yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Mengenai suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
1 Sepakat mereka yang mengikatkan diri, Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih
dengan pihak lainnya. Artinya tawar menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Dengan
sepakat atau dinamakan perijinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-
hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki
sesuatu yang sama secara timbal balik, yaitu si penjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli menginginkan sesuatu barang dari si penjual.
2 Cakap untuk membuat suatu perjanjian, Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang14
Universitas Sumatera Utara
20
orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Pada dasarnya, setiap orang
yang sudah dewasa atau akil balik dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH Pdt disebut sebagai orang-orang yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian yaitu : a Orang-orang yang belum dewasa;
b Mereka yang berada di bawah pengampuan; c Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan
semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3 Mengenai suatu hal tertentu, Undang-undang
menentukan bahwa
hanya barang-barang
yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. Selanjutnya dikatakan bahwa barang itu harus suatu barang yang paling sedikit dapat ditentukan
jenisnya atau een bepaalde onderwerp. Jadi suatu hal tertentu yang dimaksudkan adalah paling sedikit ditentukan jenisnya, atau asalkan kemudian jumlahnya dapat
ditentukan atau dapat dihitung. Sebab apabila suatu objek perjanjian tidak tertentu, yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yang
demikian adalah tidak sah. 4 Suatu sebab yang halal,
Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Yang dijadikan objek atau isi dan tujuan
prestasi yang tertuang dalam perjanjian harus merupakan kausa yang legal
Universitas Sumatera Utara
21
sehingga perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang valid atau sah dan mengikat binding. Karena syarat pertama dan kedua yaitu unsur kesepakatan dan
kecakapan menyangkut subjek perjanjian, keduanya disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat yaitu unsur yang berkenaan dengan materi
atau objek perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif. Dengan adanya pembedaan ini, akibat hukum yang ditimbulkan juga
berbeda. Apabila unsur pertama dan kedua yang berarti syarat subjektif tidak terpenuhi,
akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan kepada hakim melalui pengadilan voidable atau vernietigbaar, sedangkan pada unsur ketiga
dan keempat atau syarat objektif tidak terpenuhi maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum null and void atau nietig verklaard.
Adapun yang dimaksudkan dengan pihak-pihak dalam perjanjian disini adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam suatu perjanjian antara PT Frisian Flag
Indonesia dengan PT. Permata Niaga. Menurut Pasal 1315 KUHPerdata, disebutkan: “pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri”. Asas tersebut dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian. Mengikatkan diri,
ditujukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkannya suatu janji, untuk memperoleh hak-hak
atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Memang sudah semestinya, perikatan hukum yang dilakukan oleh suatu perjanjian, hanya mengikat orang-orang yang
mengadakan perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang-orang lain.
Universitas Sumatera Utara
22
Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Orang-orang lain adalah pihak ketiga yang tidak
mempunyai sangkut-paut dengan perjanjian tersebut. Kalau seseorang ingin mengikatkan diri dengan orang lain, harus ada kuasa yang diberikan oleh orang
tersebut. Namun, kalau akan dikuasakan kepada orang lain, yang selanjutnya mengikatkan orang itu pada seorang lain lagi, maka orang tersebut tidak bertindak
atas nama diri sendiri, tetapi atas nama orang lain, yaitu si pemberi kuasa.
2. Konsepsi