Membaca Permulaan Low Vision

9 2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi masih belum lancar membaca 3. Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas 4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya Sumber data yang lainnya adalah guru dan kepala sekolah. Kedua sumber data ini selanjutnya disebut sebagai informan. Adapun latar penelitian ini adalah sebuah sekolah luar biasa SLB di Kabupaten Kuningan, yang selanjutnya disebut SLB X. Di SLB tersebut terdapat siswa low vision yang sedang belajar membaca permulaan.

I. Penjelasan Istilah

1. Membaca Permulaan

M. Ngalim Purwanto 2002: 29 berpendapat bahwa: “Disebut pengajaran membaca permulaan jika pengajaran membaca itu yang diutamakan adalah 1 memberikan kecakapan kepada siswa untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadikan rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, 2 melancarkan teknik membaca pada anak -anak. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjukkan pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat”. Membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas I dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa guna menghadapi kelas berikutnya”. Membaca permulaan merupakan tahapan awal proses belajar membaca bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar. Siswa belajar 10 mengenal huruf, merangkai huruf dan teknik-teknik membaca serta memahami isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu pembelajaran membaca awal harus dipersiapkan dengan baik sehingga mampu menumbuhkan minat baca dan kemampuan membaca yang benar.

2. Low Vision

Definisi low vision menurut Juang Sunanto 2004 bahwa: “Low Vision kurang lihat adalah mereka yang mengalami kelainan penglihatan sedemikian rupa tetapi masih dapat membaca huruf yang dicetak besar dan tebal baik menggunakan Alat Bantu penglihatan maupun tidak.” Sedangkan definisi Low Vision menurut WHO pada tahun 1992 adalah: “A person with low vision is one has impairment of visual functioning even after treatment andor standard refractive correction, and has a visual acuity of les then 618 2060 to light perception or a visual field of less than 10 degree from the point of fixation, but who uses or is potentially able to use, vision for the planning andor execution of a task”. Berdasarkan pengertian tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut: Bahwa low vision adalah a. Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada fungsi penglihatannya b. Ketajaman penglihatan 618 2060 sampai persepsi cahaya c. Luas pandangnya kurang dari 10 derajat d. Dapat menggunakan atau berpotensi untuk menggunakan penglihatannya dalam merencanakan dan melaksanakan tugas sehari-hari. 49 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian