52
Berdasakan uraian di atas, maka studi kasus merupakan model penelitian yang dipilih oleh penulis. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran tentang kemampuan membaca permulaan di SLB X Kabupaten Kuningan ditinjau dari kondisi yang melatarbelakangi kemampuan
membaca permulaan.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
manusia. Miles 1992 menyatakan: “Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan, yang mirip dengan pekerjaan detektif”.
Sedangkan menurut Moleong 2007:3 bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Fenomena dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca permulaan
siswa low vision di sebuah sekolah yang berlokasi di kabupaten Kuningan dilihat dari sudut pandang kondisi yang melatar belakangi kemampuan
membaca permulaan tersebut.
53
C. Sumber Data dan Latar Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa low vision SLB X di Kabupaten Kuningan kelas V satu orang dan kelas VII dua orang, jadi jumlah
kasus adalah tiga orang. Selanjutnya sumber data ini disebut sebagai kasus. Pemilihan kasus ini didasarkan atas pertimbangan:
1. Memiliki masalah dalam kemampuan membaca permulaan
2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi
masih belum lancar membaca 3.
Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas
4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya
Gambaran ketiga kasus tersebut sebagai berikut, kasus pertama yang bernama “B” siswa low vision yang duduk di kelas V SDLB, merupakan putra
pertama dari dua bersaudara, anak seorang guru di sebuah SLTA di kabupaten Kuningan, yang beralamat di desa Garawangi kecamatan Garawangi.
Gangguan penglihatan yang dialami B dibawa sejak lahir, menurut hasil pemeriksaan medis gangguan tersebut disebabkan oleh virus toxoplasma yang
diderita ibunya saat mengandung B. Pada usia 5 tahun B dioperasi mata di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak operasi tersebut
kemampuan penglihatan B semakin meningkat. Saat ini B telah mengikuti pendidikan di SLB selama lima tahun.
Kasus kedua, siswa yang bernama “Y” ini lahir di Kuningan pada tanggal 03 Pebruari 1995, saat ini duduk di kelas VIII. Y berasal dari desa
54
Manis, kecamatan Jalaksana, kabupaten Kuningan. Y merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Ibunya tidak bekerja, sedangkan ayahnya bekerja sebagai
seorang wiraswasta kecil di desanya. Pada saat masuk sekolah, Y masih memiliki sisa penglihatan lebih baik dibandingkan sekarang. Berdasarkan hasil
pemeriksaan medis, saat itu Y disarankan untuk melakukan operasi katarak pada kedua matanya dan menggunakan kacamata untuk membantu
penglihatannya, namun Y yang waktu itu berusia 7 tahun, menolak dengan alasan takut menjalani operasi. Kondisi kemampuan penglihatan Y semakin
hari semakin menurun. Kasus ketiga, bernama “J” adalah siswa low vision yang duduk di kelas
VII. Ia hidup berdua dengan ibunya, ayahnya telah meninggal disaat J masih balita. Mereka tinggal di sekitar komplek perumahan Puri Asri desa Kasturi
kecamatan Kuningan. Ibunya yang bekerja sebagai buruh sangat perhatian terhadap kemajuan pendidikan putra tunggalnya ini. Gangguan penglihatan J
dialami sejak lahir. Pada usia 7 tahun J diperiksa oleh dokter mata di Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa J mengalami
katarak dan harus menjalani operasi, namun karena rasa takutnya, J tidak mau menjalani operasi tersebut. Kondisi kemampuan penglihatan J saat ini masih
tetap sama sejak masih anak-anak, tidak mengalami peningkatan ataupun berkurang.
Sumber data yang lainnya adalah guru dan kepala sekolah. Kedua sumber data ini selanjutnya disebut sebagai informan.
55
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Tunanetra di kabupaten Kuningan yang selanjutnya disebut sekolah X. Sekolah ini didirikan pada tahun
1965 yang bernaung dibawah yayasan suatu organisasi wanita. Pada tahun 2006 sekolah ini ditunjuk oleh Yayasan Low Vision YPWG menjadi Sub
Senter Layanan Low Vision di wilayah kabupaten Kuningan. Penunjukkan sebagai Sub Senter Layanan Low Vision inilah yang menjadi pertimbangan
peneliti dalam memilih latar penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data