Low Vision

(1)

LOW VISION

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN...1

II..DEFINISI...2

III.KLASIFIKASI………...4

IV. ETIOLOGI DAN GEJALA KLINIS...4

V. PENATALAKSANAAN...5

VI. DAFTAR PUSTAKA……….23


(3)

I. PENDAHULUAN

Pasien dengan low vision merupakan seseorang yang dikarenakan gangguan ireversibel pada sistem visual, tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari tanpa alat bantu penglihatan yang khusus.(1)

Walaupun low vision dapat terjadi pada berbagai usia, tetapi terutama terjadi pada usia lanjut.(2) Hal ini sebagai akibat pertumbuhan populasi dan pergeseran kelompok umur yang lebih tua maka jumlah penduduk yang memiliki resiko low vision akan meningkat. Diperkirakan bahwa 13,5 juta penduduk Amerika (>45 tahun) mengalami penurunan penglihatan dan lebih dari 2/3 berumur > 65 tahun.(2,3,4)

Kehilangan penglihatan menempati urutan ke-3 setelah arthritis dan penyakit jantung sebagai kondisi-kondisi kronis yang umumnya membutuhkan bantuan di dalam aktivitas sehari-hari.(3)

Penyebab low vision bisa terjadi secara kongenital (Leber's congenital amaurosis)

maupun acquired.(4,5,6)Age-Related Macular Degeneration (AMD) terjadi pada 45% penderita low vision.(2,3,5,7) Glaukoma dan retinopati diabetik merupakan penyebab yang paling sering setelah AMD.(2,3,4)

Penatalaksanaan low vision yang efektif harus mempertimbangkan setiap tingkat fungsi individual, objektivitas visual dan alat bantu penglihatan yang tersedia. Penanganan low vision harus dimulai di setiap stadium saat pasien mengalami kesulitan mengerjakan tugas-tugas visual yang biasa. Walaupun umumnya terjadi perburukan gangguan penglihatan, namun intervensi dini memungkinkan pasien menyesuaikan diri dengan teknik-teknik baru. Prognosis yang tidak pasti bukan


(4)

II. DEFINISI LOW VISION

Dikenal istilah-istilah di dalam membentuk kerangka kerja yaitu disorder, impairment, disability dan handicap. Istilah-istilah ini menggambarkan aspek-aspek yang berbeda dari kondisi-kondisi pasien dan dapat diaplikasikan pada sejumlah organ tubuh atau sistem, termasuk sistem visual.(8)

Disorder. Aspek ini merujuk pada perubahan anatomi atau fisiologi organ. Biasanya dideskripsikan dalan istilah-istilah anatomis, contohnya : kekeruhan cornea, katarak, sikatrik retina.(8)

Impairment. Terjadi perubahan pada fungsi organ, meliputi keterbatasan ketajaman penglihatan, lapang pandangan, sensitivitas kontras atau penglihatan warna. Skala pengukuran yang bervariasi telah dikembangkan untuk setiap fungsi ini.(8)

Disability. Merujuk pada ketrampilan dan kemampuan pasien. Sebagai contoh, pasien dengan sikatrik cornea pada 1 mata akan mengalami kerusakana penglihatan pada mata tersebut tetapi pasien dapat mengerjakan tugas-tugas secara binokular.

Disability digambarkan dalam konteks ketrampilan dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan membaca, menulis dan orientasi.(8)

Handicap. Merupakan konsekuensi sosioekonomi dari disability. Biasanya digambarkan dengan usaha keras yang harus dilakukan pasien untuk mencapai tujuan yang sama dengan orang-orang normal. (8)


(5)

DISORDER Anatomic changes IMPAIRMENT Functional changes DISABILITY

Skills and abilities affected HANDICAP Socioeconomic consequences EXAMPLES Inflammation Atrophy Scar Visual acquity Visual field Contrast sensitivity Reading Writing Daily living Mobility Extra effort Loss of independent

ORGAN PATIENT

Bagan 1. Aspek-Aspek Low Vision (From Fig.1-1: Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.2)

Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam penglihatan dan lapang pandangan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan low vision pada tahun 1992 sebagai berikut :

Seorang dengan low vision merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi penglihatan setelah penatalaksanaan dan/atau koreksi refraksi standar, dan mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60)

terhadap persepsi cahaya atau lapang pandangan kurang dari 100 dari

titik fiksasi.(3)

Definisi terbaru low vision meliputi pengukuran/pemeriksaan sensitivitas kontras, skotoma sentral atau parasentral(3) serta keluhan peningkatan kepekaan terhadap cahaya, kelainan persepsi warna, adaptasi gelap, motilitas mata dan fusi.(7,9)


(6)

III. KLASIFIKASI

The International Classification of Disease, 9 th Revision, Clinical Modifiication (ICD-9-CM) membagi low vision atas 5 kategori, sebagai berikut :

1. Moderate visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang dari 20/60 sampai 20/160.

2. Severe visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandangan adalah 200 atau kurang ( diameter terbesar dari isopter Goldmann adalah III4e, 3/100, objek putih)

3. Profound visual impairment. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapang pandangan adalah 100 atau kurang.

4. Near-total vision loss. Tajam penglihatan yang paling baik dapat dikoreksi 20/1250 atau kurang.

5. Total blindness. No light perception.(3,4,8,9,10)

IV. ETIOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi mata dan sistem visual. Kelainan-kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan keluhan pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk rehabilitasinya.(3)

Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu : 1. Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat


(7)

2. Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula atau albinisme.

3. Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-kelainan nervus optikus.

4.

skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya. (5,7)

Berdasarkan data tahun 2002, jumlah populasi yang buta atau mengalami low vision

karena efek dari penyakit-penyakit infeksi menurun, tetapi meningkat yang disebabkan karena kondisi-kondisi yang berhubungan dengan masa hidup yang lebih panjang.(4)

Sebelum pasien mengalami buta total, mereka mengalami penurunan fungsi penglihatan yang bermakna untuk beberapa tahun.(3)

V. PENATALAKSANAAN

5.1. ANAMNESA

Pemeriksaan low vision dimulai dengan anamnesa yang lengkap.(6)Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan.(3)

Pasien harus ditanyai mengenai sifat, lama dan kecepatan gangguan penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari yang tidak dapat dilakukan harus dibahas secara spesifik. Tabel 1 mencantumkan daftar aktivitas yang terganggu karena penglihatan di bawah standar. Pasien harus didorong untuk memahami efek keadaan mereka pada


(8)

5.2. PEMERIKSAAN/EVALUASI FUNGSI VISUAL

Penilaian fungsi visual merupakan kunci rehabilitasi low vision dimana menjadi penunjuk dalam usaha-usaha memaksimalkan fungsi visual melalui latihan-latihan dan peresepan alat-alat bantu.(8)

Pemeriksaan terhadap penderita low vision berbeda dari pemeriksaan ophthalmologi yang lazim diterapkan.(2)

5.2.1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi visual. Ketajaman penglihatan menunjukkan kemampuan pengenalan detil yang berbeda dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari sering membutuhkan pengenalan detil seperti pengenalan wajah dan identifikasi uang.(8)

Untuk pemeriksaan penderita low vision, snellen chart sering tidak memuaskan sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan menggunakan The Early Treatment Diabetic Retinopathy Charts (ETDRS) (Gamabar 1), colenbrander 1-m chart (Gambar 2), Bailey-Lovie chart, LEAchart.(8)

Iluminasi standar untuk pemeriksaan mata normal yaitu 100 candela/m2), tetapi untuk penderita low vision membutuhkan iluminasi yang lebih.(8)

Ketajaman penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur pada jarak 4 m, 2 m atau 1 m dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris (masing-masing dengan lima huruf). Jarak pemeriksaan 4 m digunakan untuk ketajaman penglihatan dari 20/20 sampai 20/200; jarak pemeriksaan 2 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 dan jarak pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/400.(1,7,8)


(9)

Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat bervariasi sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.(8)

Gambar 1. ETDRS Chart dengan jarak pengukuran 1-m (From Fig.3-3 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.32)


(10)

Gambar 2. Salah satu sisi Colenbrander 1-m chart (From Fig.3-2 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.31)


(11)

5.2.2. Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca

Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan pengukuran ketajaman penglihatan jarak dekat (membaca). Terdapat perbedaan jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm (untuk 3-D add); yang lain menggunakan 14 inchi (35 cm, 2.86-D add) atau 40 cm (16 inchi, 2.5-D add). Tetapi ukuran ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low vision.(8)

Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. kartu bacaan dengan ukuran-ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran simbol lebih disukai karena dilengkapi dengan perhitungan. Kartu yang memenuhi standar di atas adalah the Minnesota Low Vision Reading Test (MNReadtest) , dimana setiap kalimat disesuaikan jarak dan penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen pembacaan yang sama (Gambar 3) . Rangkaian-rangkaian ini mengikuti perhitungan dan perbandingan dari kecepatan baca dan ketepatan di dalam hubungannya dengan ukuran huruf.(8)

Jenis uji baca lain adalah pepper visual skills for Reading test, The Morgan Low Vision Reading Comprehension assessment.(8)


(12)

Gambar 3. Sisi lain Colenbrander 1-m chart (From Fig.3-4 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.34)


(13)

5.2.3. Pengukuran Sensitivitas Kontras

Bukan merupakan indikator yang spesifik untuk masalah-masalah yang bervariasi di dalam sistem penglihatan. Sensitivitas kontras merupakan kemampuan mendeteksi benda pada kontras yang rendah.(8)

Pasien akan mengalami kesulitan di dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengendarai kendaraan di saat hujan atau kabut, menuruni tangga, menuangkan susu ke dalam mangkuk putih.(8)

Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan kontras tinggi saat membaca.Penurunan sensitivitas kontras sering ditemukan pada penderita macular oedem.(8)

Pelli-Robson chart dan LEA low-contrast chart memberikan huruf-huruf atau simbol-simbol yang besar dengan penurunan kontras. Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie

Chart.(8)

Pendekatan lain yang lebih inovasi yaitu the SKILL card (Gambar 4) yang mengkombinasikan efek-efek kontras dengan iluinasi rendah. Pada salah satu sisi mempunyai huruf-huruf regular (huruf berwarna hitam dengan latar belakang putih); sisi yang lainnya mempunyai kontras yang rendah, low luminance chart (huruf berwarna hitam dengan latar belakang abu-abu gelap).(8)

Sensitivitas kontras dapat dinilai baik secara monokular maupun binokular dengan

vistech Contrast Sensitivity Vision Test.(1,7,12) Hilangnya sasaran frekuensi tinggi dan sedang adalah tanda kesulitan membaca tulisan dengan alat bantu optis untuk low vision.(7)


(14)

Gambar 4. SKILL Card. (A)Light Side (B)Dark (low-contrast) side (From Fig.3-6 :Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.37)


(15)

5.2.4. Pemeriksaan Lapang Pandangan

Perimetri makular merupakan salah satu pengukuran yang terpenting dari aspek-aspek penilaian low vision, tetapi sering neglected (diabaikan).

Skotoma makular memberikan dampak mayor di dalam aktivitas sehari-hari dan terjadi pada 83% pasien. Terdapatnya skotoma sentral atau parasentral menimbulkan masalah di dalam kecepatan membaca dibandingkan gangguan pada tajam penglihatan.(8)

Amsler grid digunakan untuk mencari adanya skotoma sentralis dan menentukan posisi dan kepadatannya serta daerah distorsinya. Perlu dicatat apakah distorsi yang dilihat pasien berkurang pada penglihatan binocular atau monocular. Apabila dengan penglihatan binokular distorinya kurang maka pasien mungkin calon untuk penggunaan lensa baca yang mengkoreksi kedua mata daripada penggunaan lensa monokular biasa. Skotoma sentralis juga dapat digrafikkan pada layar singgung.(7)

Walaupun mudah digunakan, uji Amsler Grid dan perimetri lainnya tidak sensitif untuk mendeteksi skotoma macular yang kecil dan tidak akurat dalam menentukan perluasan skotoma. Scanning Laser Ophthalmoscope (SLO) adalah instumen yang lebih disukai tetapi harganya mahal.(8)

Tangent screen dapat memberikan hasil yang tepat jika dilakukan oleh perimetrist yang ahli dan sesuai dengan protocol pengujian.(8)

Perimetri makular paling baik dilakukan dengan teknik hybrid dimana menggunakan intensitas stimulus yang tunggal untuk seluruh lokasi uji, seperti perimetri kinetik, tetapi target berada pada lokasi retina yang spesifik, seperti perimetri statik.(8)


(16)

Untuk pasien retinitis pigmentosa, lapang pandangan perifer sebaiknya diperiksa pada layar singgung dan untuk pasien glaukoma dan defisit neurologik pada perimeter Goldmann.(1,7)

5.3. PEMILIHAN DAN PERESEPAN ALAT-ALAT BANTU

Alat-alat bantu optik maupun non optik dapat membantu penderita menggunakan sisa penglihatannya dan meningkatkan kualitas hidup penderita serta mengurangi ketergantungan penderita kepada orang lain.(13)

Apabila telah diketahui rentang dioptrik (berkisar +3 D sampai +68 D) maka dipilihlah jenis alat bantu low vision yang paling sesuai dengan tujuan derajat low vision.(7)

Terdapat tiga jenis dasar alat bantu optik untuk low vision :

1. Alat bantu lensa konveks misalnya kacamata, kaca pembesar dan kaca pembesar berdiri (stand magnifiers).

2. Sistem teleskopik misalnya teleskop kacamata, lup teleskop yang dapat disangkutkan (clip-on) dan alat-alat bantu yang dapat digenggam.

3. Sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca Closed Circuit Television (CCTV) dan computer yang mampu mencetak tulisan dalam ukuran besar.(1,7)

Kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien low vision adalah instruksi pasien yang benar. Peresepan lensa tanpa instruksi yang jelas hanya berhasil pada 50% kasus, sedangkan dengan instruksi angka keberhasilannya meningkat sampai 90%.(3,8)


(17)

bantu, semua pertanyaan pasien dijawab, tujuan pemakaian alat diperjelas dan pasien diberi cukup waktu dalam keadaan tenang untuk mencoba ketrampilan yang baru mereka peroleh. Hal ini mungkin berlangsung dalam satu sesi atau lebih karena sebagian pasien memerlukan pearacobaan pemakaian alat bantu di rumah atau pekerjaan sebelum mereka yakin.(7)

Dokter harus terbiasa dengan alat-alat yang tersedia serta keunggulan dan kekurangan masing-masing alat agar dapat memberi petunjuk yang sesuai bagi instruktur maupun pasien. Peresepan alat bantu low vision mengharuskan dokter dan instruktur memahami bagaimana gejala penyakit dan ketajaman penglihatan mempengaruhi indikasi pemakaian kacamata, lensa kontak, teleskop, lensa intraokular dan alat-alat bantu low vision.(7)

Kemajuan pasien ditinjau setelah dua sampai tiga minggu. Pasien didorong untuk menelepon apabila timbul masalah-masalah baru. Banyak kesulitan-kesulitan teknis minor dapat diatasi melalui telepon.(7)


(18)

Aktivitas Alat Bantu Optik Alat Bantu Non-Optik

Berbelanja Kaca pembesar Cahaya,petunjuk warna

Menyusun makanan kecil Kacamata bifokal Petunjuk warna,penyimpanan konstan

Makan di luar Kaca pembesar Senter,lampu meja Membedakan uang Kacamata bifocal,kaca

pembesar

Susun dalam kompartemen-kompartemen

Kacamata berkekuatan

tinggi, kacamata bifocal, kaca pembegsar, kaca pembesar berdiri, CCTV

Cahaya,tulisan berkontras tinggi,tulisan berukuran besar

Menulis Kaca pembesar sedang,

teleskop yang dapat difokuskan,CCTV

Cahaya,pena berujung besar,tinta hitam

Menelpon Kaca pembesar Huruf telepon berukuran besar,catatan dengan tulisan tangan

Menyeberang Teleskop Tongkat,menanyakan arah

Mencari tanda taksi & bis Teleskop

Menbaca label obat Kaca pembesar Kode warna,huruf berukuran besar Membaca huruf di

kompor

Kaca pembesar Kode warna

Menyesuaikan termostat Kaca pembesar Model dengan huruf berukuran besar Menggunakan komputer Kacamata Warna kontras,program dengan huruf

berukuran besar Membaca tanda Kacamata Bergerak lebih dekat Menonton pertandingan

olah raga

Teleskop Duduk dibarisan depan

Tabel 1. Aktivitas sehari-hari yang sangat terganggu akibat low vision dan saran alat-alat bantu yang sesuai (From Tabel 22-1 : Faye EE. Penglihatan Kurang. Oftalmologi Umum, Edisi 14, hal.416)


(19)

Gambar 5. Penggunaan kacamata prisma +6-D untuk merajut (From Fig.4-1 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.56)

Gambar 6. Handheld Magnifiers dengan iluminasi (From Fig.4-2 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.56)


(20)

Gambar 7. Stand Magnifier (From Fig.3-6 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.37)


(21)

Gambar 8. Telescope (From Fig.4-4 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.58)


(22)

Gambar 9. Video Magnifier (CCTV) (From Fig.4-5 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.59)


(23)

Gambar 10. Atas : Pengaturan iluminasi terhadap pekerjaan dekat/detil. Bawah : Pengaturan meja dengan poor contrast and good contrast (From Fig.6-3 : Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.101)


(24)

Gambar 11. Telepon dengan tombol dan angka yang besar (From Fig.6-5 :Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation.Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.101)


(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Faye EE. Low Vision. Duane's Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46, 2004, p.1-46

2. Low Vision, 2008, available at :

http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/lowvision.html

3. American Academy Of Ophthalmology. Vision Rehabilitation. Clinical Optics, Section 3, Chapter 8, 2008-2009, p.243-267

4. Low Vision, 2008, available at : http://en.wikipedia.org/wiki/lowvision

5. How To Cope With Low Vision. Available at :

http://www.allaboutvision.com/lowvision/lowvision.htm

6. Low Vision Rehabilitation. Available at :

http://www.avclinic.com/lowvision.htm

7. Faye EE. Penglihatan Kurang. Oftalmologi Umum. Edisi 14, Bab 22, p.415-423

8. Fletcher DC. Low Vision Rehabilitation. Ophthalmology Monographs, American Academy Of Ophthalmology, 1999, p.1-133

9. Kageyama JY, Chun MW. Video-Based Low Vision Devices. Duane's Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46A,2004, P.1-8

10.Khurana AK. Community Ophthalology. Comprehensive Ophthalmology, Fourth Edition, Chapter 20, P.443-444

11.American Academy Of Ophthalmology. Optics Of Human Eye. Clinical Optics, Section 3, Chapter 3, 2008-2009, p.105-115

12.Chang DF. Pemeriksaan Oftalmologik. Oftalmologi Umum. Edisi 14,Bab 2, p.52


(26)

(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

(32)

(33)

(34)

(35)

(36)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)