2.2.1 Penyakit-penyakit akibat S taphylo
coccus aureus
Bakteri Stahpylococus aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga
ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. Staphylococcus aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu
meragikan manitol
1
. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama infeksi
nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik. Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses
bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat
diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis
1
. Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Waktu onset dari gejala
keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan
keracunan adalah 1,0 µggr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam
1
. Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan Sindroma syok toksik
SST secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering
terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi Staphylococcus
aureus
1
.
2.3 Mekanisme Kerja Antibakteri
Mekanisme penghambatan dan perusakan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri berbeda-beda. Penghambatan bakteri oleh senyawa antibakteri secara
umum dapat disebabkan oleh: 1 ganguan pada komponen penyusun sel;
terutama komponen penyusun dinding sel, 2 reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen
penyusun sel, 3 penghambatan terhadap sintesis protein dan 4 ganguan fungsi material genetik
16
. Mekanisme terjadinya proses tersebut disebabkan oleh adanya perlekatan senyawa antibakteri pada permukaan sel bakteri dan senyawa tersebut
berdifusi ke dalam sel
17
.
2.4 Pengukuran Aktifitas Antibakteri
Pengukuran aktifitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering
digunakan, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan cakram kertas. Metode pengenceran dengan mengencerkan zat antibakteri dan
dimaksukan ke dalam tabung-tabung reaksi steril. Kedalam masing-masing tabung itu ditambahkan sejumlah mikroba uji yang telah diketahui jumlahnya. Pada
interval waktu tertentu, dilakukan pemindahan dari tabung reaksi kedalam tabung- tabung berisi media steril yang lalu di inkubasikan dan diamati penghambatan
pertumbuhan
18
. Seleksi aktivitas antibakteri dengan difusi sumur dan difusi cakram
digunakan sebagai uji pendahuluan. Metode ini dipengaruhi oleh ketebalan lapisan agar dan volume ekstrak yang terserap dalam cakram
19
. Metode cakram kertas yaitu meletakan cakram kertas yang telah direndam larutan uji di atas
media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan
disekeliling cakram
18
. Metode disk difusi digunakan untuk menentukaan aktivitas antibakteri.
Metode ini dilakukan dengan meletakan piringan blank disk yang sudah diisi dengan suatu zat antibakteri diatas media agar yang telah ditanami
mikroorganisme. Efektifitas zat antibakteri ditunjukan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernihbersih yang mengelilingi cakram dimana zat
dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona bisa dihitung dengan penggaris dan jangka sorong.
Ukuran dari zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau vikositas dari media biakan, kecepatan difusi zat antibakteri. Konsentrasi zat
antibakteri. Sensitivitas mikroorganisme terhadap zat antibakteri dan interaksi zat antibakteri dengan media.
Fase pertumbuhan bakteri berpengaruh terhadap sensitifitas antibakteri terhadap senyawa antibakteri. Bakteri pada fase stasioner lebih sensitif terhadap
antibakteri
20
. Pengujian antibakteri dilakukan pada fase midlog yaitu pertengahan fase logaritmik eksponesial, yaitu dimana bakteri sedang aktifnya membelah
diri, sehingga pengaruh senyawa antibakteri dapat dilihat dengan adanya kematian atau hambatan pada pertumbuhan bakteri. Zona hambat agen antibakteri dapat
dibedakan berdasarkan CLSI guidelines 2011. Dapat dilihat dalam tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Klasifikasi Zona Hambat Pada Uji Ekstrak Madu berdasarkan
CLSI guidelines 2011 Zona hambat agen antibakteri berdasarkan
CLSI guidelines 2011 Antibiotik
Dosis Perlakuan
Susceptible Intermedietly
susceptible Resistant
Amoksisilin 2010
ug Enterobacteriaceae
≥ 18 mm 14-17 mm
≤ 13 mm Haemophilus
influenza ≥ 20 mm
≤ 19 mm
Staphylococcus aureus
≥ 20 mm ≤ 19 mm
Terdapat bermacam-macam metode uji antibakteri yang dapat dilakukan selain Difusi Cakram untuk mengukur respon pertumbuhan populasi
mikroorganisme terhadap agen antibakteri:
Metode Dilusi Terdapat dua cara untuk melakukan metode ini, metode dilusi cair broth
dilution dan metode dilusi padat solid dilution test
21
. Metode dilusi digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum atau konsentrasi bunuh
minimum dari antibakteri terhadap bakteri yang diujikan. Cara yang dilakukan
adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil
yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai kadar hambat minimum. Selanjutnya larutan tersebut dikultur ulang pada media
cair tanpa penambahan mikroba uji maupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi media cair yang tetap jernih ditetapkan
sebagai kadar bunuh minimum
18
.
E-test Metode E-test digunakan untuk menentukan konsentrasi minimal suatu agen
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Cara yang dilakukan menggunakan strip plastik yang mengandung agen antibakteri dari
kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang sudah ditanami mikroorganisme
21
.
Ditch-plate technique Metode ini dilakukan dengan meletakkan agen antibakteri pada parit yang
telah dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur kemudian mikroba uji digoreskan ke arah parit yang
berisi agen antibakteri
21
.
Cup-plate technique Metode lubang Cup-plate technique memiliki prinsip yang serupa dengan metode disk
difusi. Pada metode ini, media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dibuat lubang yang kemudian diisi dengan zat antibakteri yang akan diuji
21
.
2.8 Kerangka Konsep