3. 2. Modus
bl ueprint -process cet ak biru merupakan pilihan apakah lembaga perencanaan akan menet apkan rencana yang kaku at au bahkan menet apkan rencana yang set iap saat
bisa berubah ket ika keadaan at au aspirasi st akeholder bergant i. 3. 3
Modus comprehensiveness-increment al menyeluruh vs bert ahap merupakan pilihan
apakah lembaga perencana menghendaki semua komponen rehabilit asi hut an dan lahan bergerak bersama unt uk memaksimumkan f ungsi produksi, sosial dan perlindungan DAS,
at au menghendaki sebat as peningkat an pada komponen yang paling priorit as.
3. 4. Modus birokrat -f ungsional merupakan pilihan apakah lembaga perencanaan
menggunakan mekanisme pengambilan keput usan komando at au mekanisme menurut f ungsi yang paling priorit as pada kasus RHL yang dihadapi.
4. Perencanaan Partisipatif
4. 1. Mast er plan rehabilit asi hut an dan lahan menerapkan proses perencanaan part isipat if .
Perencanaan part isipat if yang lengkap merupakan penerapan model perencanaan yang bermodus proses,
increment al , dan f ungsional. 4. 2.
Part isipasi dapat diart ikan sebagai sikap unt uk bekerj a bersama dan berperan set ara. Perencanaan part isipat if yang lengkap hanya dapat dilakukan ket ika t ingkat
penget ahuan dan komunikasi st akeholders set ara. Ini memerlukan sikap st akeholder yang mau menyesuaikan t ingkat penget ahuan dan komunikasi t erhadap st akeholder lain.
4. 3. Tingkat part isipat if t erendah adalah diakomodasi-kannya aspirasi st akeholders dalam
rehabilit asi hut an dan lahan. 4. 4.
Lembaga perencana merumuskan t ingkat dan proses perencanaan part isipat if di dalam dokumen rencana makro.
5. Efektifitas dan Efisiensi
5. 1. Sebagai suat u komponen sist em perencanaan, MP-RHL diharapkan mempunyai t ingkat
penerimaan dan penerapan yang t inggi. Hal ini dit ent ukan oleh beberapa f akt or kunci, yakni: 1. Rasa memiliki at au
sense of bel onging dari st akeholders; 2. Sumberdaya perencanaan yang memadai; 3. Realist ik.
5. 2. Rasa memiliki at au
sense of bel onging dari st akeholder akan t erbent uk apabila MP-RHL berdampak secara nyat a t erhadap st akeholders. Dampak dimaksud t idak sekedar dalam
bent uk f isik saj a namun meliput i dampak yang lebih mult i dimensional. St akeholder yang t erlibat dalam pengelolaan sumberdaya hut an dan lahan di daerah akan dapat
merasakan dampak dimaksud apabila mempunyai persepsi yang sama mengenai MP-RHL.
5. 3. Persamaan persepsi dibangun dengan menj alin suat u ket ert aut an
inst it ut ional craf t ing dan kerj a bersama
net working dalam pelaksanaan RHL. Ket ert aut an yang paling rendah dicerminkan oleh adanya konsult asi melalui
cont act person yang mewakili st akeholder bersangkut an
communicat ion. 5. 4.
Sumberdaya perencanaan yang memadai meliput i beberapa j enis sumberdaya, yakni: 1. sumberdaya bio-f isik; 2. sumberdaya manusia; 3. sumberdaya sosial budaya; 4.
sumberdaya f inansial; 5. sarana-prasarana.
5. 5. Perencanaan yang realist ik didasarkan pada dat a dan inf ormasi t ent ang kondisi akt ual di
lapangan. Dat a yang dimaksud meliput i dat a bio-f isik, dat a sosial ekonomi,
kelembagaan, dan dat a pengalaman RHL di masa lampau. 5. 6.
Perencanaan realist ik akan lebih mudah memperoleh dukungan dari st akeholders. MP- RHL Daerah akan dirasakan sebagai keput usan dan t anggung j awab bersama para
st akeholder yang t erlibat dalam pengelolaan sumberdaya hut an dan lahan di daerah.
5. 7. Sebagai sebuah komponen dari sist em perencanaan kehut anan, MP-RHL diharapkan
dapat dij abarkan ke dalam rencana yang lebih t eknis dalam penanganan rehabilit asi hut an dan lahan. Rencana t eknis t ersebut di harapkan sesuai dengan arah pembangunan
daerah sehingga pot ensi set empat dapat dimanf aat kan dan dikembangkan secara opt imal. Dat a dan inf ormasi yang t elah t ersedia digunakan dalam pengembangan
pot ensi set empat dimaksud.
6. Sumberdaya Perencanaan