2.2.1 Dislipidemia sebagai faktor resiko Penyakit jantung koroner
Kolesterol LDL secara epidemiologi telah terbukti bersifat aterogenik. Terdapat hubungan langsung antara kadar kolesterol LDL dengan kejadian PJK dini dan
serangan jantung berulang. Saat ini kolesterol LDL tetap dianggap sebagai target primer dari terapi dislipidemia.Studi meta-analisis menunjukkan bahwa penurunan
1 kolesterol LDL dapat menurunkan resiko PJK sebesar 1
23
Terdapat pula bukti keterkaitan antara kadar kolesterol HDL 40 mgdl dengan peningkatan resiko PJK. Berdasarkan studi epidemiologis penurunan kolesterol HDL
sebesar 1 sebanding dengan peningkatan resiko PJK sebesar 2-3. Namun demikian, data uji klinis yang membuktikan manfaat peningkatan kadar kolesterol
HDL dalam menurunkan resiko PJK masih belum mencukupi.
23
Data epidemiologi menunjukkan juga bahwa kadar trigliserida merupakan faktor resiko independen PJK. Hal ini menunjukan bahwa lipoprotein kaya trigliserida
merupakan sesuatu yang aterogenik. Penurunan berat badan dan terapi obat fibrat, asam nikotinik atau statin dapat menurunkan lipoprotein
remnant sehingga mungkin
dapat menurunkan resiko PJK.
23
2.2.2 Klasifikasi kadar lipid plasma menurut NCEP-ATP III
National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III NCEP-ATP III
pada tahun 2001 membuat klasifikasi kadar lipid yang digunakan saat ini. Berbeda dengan klasifikasi sebelumnya pada klasifikasi yang baru tertera kadar lipid yang
diinginkan optimal
23
Klasifikasi Kadar Lipid Plasma menurut NCEP-ATP III Kolesterol Total
Universitas Sumatera Utara
200 Yang diinginkan
200 – 239 Batas tinggi
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL 100
Optimal 100 – 129
Mendekati optimal 130 – 159
Batas tinggi 160 – 189
Tinggi ≥ 190
Sangat tinggi Kolesterol HDL
40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserid 150
Normal 150 – 199
Batas Tinggi 200 – 499
Tinggi ≥ 500
Sangat tinggi
Tabel 2.2 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma mgdl
23
2.2.3 Proses aterosklerosis
Sel endotel pembuluh darah sesungguhnya mempunyai peranan paling penting dalam merespon setiap invasi molekul antigen. Barangkali sel endotel – lah yang
bersifat paling dinamik dalam menjaga dan memelihara keseimbangan tubuh kita. Setiap faktor yang menyebabkan perubahan pada permukaan membran sel endotel
– fenomena ini dikenal sebagai stres oksidatif, dan menyebabkan terjadinya lesi endotel atau disfungsi endotel – dan secara otomatis akan direspons oleh sel
endotel dalam upaya untuk mengembalikan atau mempertahankan keseimbangan itu kembali.
21
Universitas Sumatera Utara
Lesi endotel tidak hanya disebabkan oleh perubahan tekanan gaya gesek pulsatil pada permukaan sel endotel, tapi bisa pula disebabkan oleh faktor-faktor lainnya,
seperti iritasi bahan kimiawi, trauma fisik , infeksi, polusi asap rokok, hipoksia, fenomena iskemia-reperfusi, dan fenomena dismetabolik obesitas, diabetes,
dislipidemia, hipertensi dan bahkan makan berlebihan. Respon imunologik sesungguhnya senantiasa bersifat akut, setiap kali terdapat invasi antigen dalam
bentuk apapun yang mengganggu fungsi endotel. Yang dominan dan paling dini dalam respon imunologik akut adalah fenomena trombosis akut
untuk menutupi lesi, yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
21
Apabila respon imunologik akut terjadi secara berulang dan berkelanjutan, dapat menyebabkan terjadinya proses aterosklerosis yang kronik pada dinding sebelah
dalam pembuluh darah. Tampaknya dalam tubuh manusia, senantiasa terjadi respons imunologik akut yang berulang, dalam upaya mempertahankan
keseimbangan internal. Karena perubahan dinamik gaya gesek pulsatil atau karena berbagai proses stres oksidatif lainnya, permukaan sel endotel senantiasa akan
mengalami mikrolesi yang berulang atau mungkin pula pada suatu saat terjadi makrolesi. Dan sel endotel pun akan meresponsnya berupa respons imunologik,
untuk mengatasinya secara dinamik dan berkesinambungan pula.
21
2.3 Depo Medroxyprogesteron Asetat DMPA