Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

A.1. Gambaran Umum Penelitian Objek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil yang bertugas di BPS Provinsi Jawa tengah. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner penelitian kepada semua responden sejumlah 52 orang. Jawaban yang diteliti adalah pemyataan-pemyataan tentang kepuasan komunikasi, kompetensi komunikasi dan kinerja pegawai. Tabel 4.1 Jumlah Pegawai dan Kuesioner Yang Terkumpul No Bagian Bidang Jumlah Pegawai Orang Kuesioner yang Terkumpul bendel 1 2 3 4 1 Tata Usaha 42 20 2 Statistik Produksi 13 5 3 Statistik Sosial 16 8 4 Statistik Distribusi 14 7 5 Neraca Wilayah dan Analisis Statistik 11 5 6 Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik 14 7 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan data hasil penelitian Dari Tabel 4.1. dapat diketahui jumlah kuesioner yang masuk yaitu sebanyak 52 dari 52 kuesioner yang disebarkan. Jumlah sampel telah terpenuhi semua dan tidak ada non respon pada saat penelitian ini dilakukan. Data yang diperoleh dari kuesioner, selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan rincian pernyataan variabel – variabel, baik variabel laten maupun variabel manifes, yang diuji sebagai bahan pengolahan statistik selanjutnya dengan program SPSS dan SMART PLS. A.1.a Gambaran Umum Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPS merupakan Badan Pusat Statistik, yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. 59 Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik yang ditindaklanjuti dengan peraturan perundangan dibawahnya, peranan yang harus dijalankan oleh BPS adalah sebagai berikut : 1 Menyediakan kebutuhan data bagi pemerintah dan masyarakat. Data ini didapatkan dari sensus atau survey yang dilakukan sendiri dan juga dari departemen atau lembaga pemerintahan lainnya sebagai data sekunder, 2 Membantu kegiatan statistik di departemen, lembaga pemerintah atau institusi lainnya, dalam membangun sistem perstatistikan nasional, 3 Mengembangkan dan mempromosikan standar teknik dan metodologi statistik, dan menyediakan pelayanan pada bidang pendidikan dan pelatihan statistik, 4 Membangun kerjasama dengan institusi intemasional dan negara lain untuk kepentingan perkembangan statistik Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan BPS telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden RI Keppres Nomor 103 Tahun 2001. Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya, BPS juga dibatasi oleh 10 prinsip etika perstatistikan yang tercantum dalam United Nations Fundamental Principles of Official Statistics. Menurut Keputusan Kepala BPS No. 121 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja perwakilan BPS di daerah, tugas, fungsi dan wewenang BPS Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut: 1 Tugas BPS mempunyai tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPS menyelenggarakan fungsi :  Pengkajian, penyusunan, dan perumusan kebijakan di bidang statistik.  Pengkoordinasikan kegiatan statistic nasional dan regional.  Penetapan dan penyelenggaraan statistik dasar.  Pembinaan dan fasilitas terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kegiatan statistik; dan  Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang 60 perencanaan umum. Ketatausahaan, organisasi, tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, kehumasan, hukum, perlengkapan, dan rumah tangga. 3 Wewenang Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud, BPS mempunyai kewenangan :  Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;  Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.  Penetapan system informasi di bidangkannya;  Penetapan dan penyelenggaraan statistik nasional.  Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : o Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang kegiatan statistik. o Penyusunan pedoman penyelenggaraan survey statistik sektoral. Dalam melayani para pengguna data, di BPS Provinsi Jawa Tengah telah menerapkan standar pelayanan melalui sistem pelayanan statistik terpadu. Alur pelayanan pengguna data di BPS Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat dalam gambar berikut: Sumber: http:jateng.bps.go.id Gambar 4.1. Alur Pelayanan BPS Provinsi Jawa Tengah 61 Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya, BPS Provinsi Jawa Tengah melibatkan sumber daya manusia yang dimilikinya yang terstruktur. Sumber daya manusia di BPS Provinsi Jawa Tengah memiliki spesialisasi yang sesuai dengan bagianbidang tempatnya bekerja. Adapun struktur organisasi BPS Provinsi Jawa Tengah tampak pada gambar berikut: Sumber: http:jateng.bps.go.id Gambar 4.2. Struktur Organisasi BPS Provinsi Jawa Tengah A.1.b Nilai – Nilai Inti Core Values BPS Nilai – nilai inti BPS merupakan pondasi yang kokoh untuk membangun jati diri dan penuntun perilaku setiap insan BPS dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai Inti BPS terdiri dari : a Profesional merupakan modal dasar yang harus dimiliki oleh setiap pegawai dalam melaksanakan profesitugasnya, dengan unsur-unsur sebagai berikut: 62 1 Kompeten mempunyai keahlian dalam bidang tugas yang diemban; 2 Efektif memberikan hasil maksimal; 3 Efisien mengerjakan setiap tugas secara produktif, dengan sumber daya minimal; 4 Inovatif selalu melakukan pembaruan danatau penyempumaan melalui proses pembelajaran diri secara terus-menerus; 5 Sistemik meyakini bahwa setiap pekerjaan mempunyai tata urutan proses sehingga pekerjaan yang satu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pekerjaan yang lain. b Integritas merupakan sikap dan perilaku kerja yang harus dimiliki oleh setiap pegawai dalam pengabdiannya kepada institusiorganisasi, dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1 Dedikasi memiliki pengabdian yang tinggi terhadap profesi yang diemban dan institusi; 2 Disiplin melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 3 Konsisten satunya kata dengan perbuatan; 4 Terbuka menghargai ide, saran, pendapat, masukan, dan kritik dari berbagai pihak; 5 Akuntabel bertanggung jawab dan setiap langkahnya terukur. c Amanah mempakan sikap kerja yang haras dimiliki oleh setiap pegawai untuk dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1 Terpercaya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan, yang tidak hanya didasarkan pada logika tetapi juga sekaligus menyentuh dimensi mental spiritual; 63 2 Jujur melaksanakan semua pekerjaan dengan tidak menyimpang dari prinsip moralitas; 3 Tulus melaksanakan tugas tanpa pamrih, menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok. dan golongan, serta mendedikasikan semua tugas untuk perlindungan kehidupan manusia, sebagai amal ibadah atau perbuatan untuk Tuhan Yang Maha Esa; 4 Adil menempatkan sesuatu secara berkeadilan dan memberikan haknya. A.2. Profil Responden Data yang diperoleh dari 52 responden selanjutnya akan ditabulasi dan dilakukan analisis deskripitif terhadap profil responden. Analisis profil responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan yang ditamatkan, status perkawinan, masa kerja, dan jabatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel – tabel berikut ini: Tabel 4.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Responden orang Persentase persen 1 2 3 4 1 Laki – Laki 24 46,2 2 Perempuan 28 53,8 Total 52 100 Sumber: Lampiran 2 Pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah yang terpilih sebagai responden memiliki jenis kelamin sebanyak 24 orang 46,2 persen sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang 53,8 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa proporsi pegawai berjenis kelamin laki – laki dan perempuan hampir sama. Hal tersebut berdampak pula pada pekerjaan yang ditangani pegawai yang sebagian besar dilakukan di kantor berfungsi mengawasi dan memonitor pekerjaan pengumpulan data yang dilakukan oleh BPS KabupatenKota serta bukan di lapangan guna mengumpulkan data. Tabel 4.2 juga menggambarkan kondisi populasi pegawai di BPS Provinsi Jawa Tengah bahwa proporsi jumlah pegawai laki – laki dan perempuan kurang lebih sama. 64 Tabel 4.3 Profil Responden Berdasarkan Usia No Usia Jumlah Responden orang Persentase persen 1 2 3 4 1 25 s.d. 29 tahun 5 9,6 2 30 s.d. 34 tahun 8 15,4 3 35 s.d. 39 tahun 12 23,1 4 40 s.d. 44 tahun 4 7,7 5 45 s.d. 49 tahun 8 15,4 6 49 tahun 15 28,8 Total 52 100 Sumber: Lampiran 2 Sebaran usia responden cukup bervariasi, usia responden paling banyak berada pada kategori lebih dari 49 tahun sebanyak 15 orang 28,8 persen. Struktur usia responden terbanyak kedua berada pada rentang usia 35 s.d. 39 tahun yakni sebanyak 12 orang 23,1 persen. Responden pada kategori usia 45 s.d. 49 tahun dan 30 s.d. 34 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu 12 orang 15,4 persen. Dua kategori terakhir usia responden berturut – turut kategori 25 s.d. 29 tahun sebanyak 5 orang 9,6 persen dan terakhir kategori 40 s.d.44 tahun sebanyak 4 orang 7,7 persen. Data pada tabel 4.3 juga menunjukan ada dua kelompok besar kategori usia responden yakni di atas 40 tahun dan di bawah 40 tahun. Jumlah pegawai pada dua kelompok besar tersebut tidak jauh berbeda. Jumlah responden pada kelompok di bawah 40 tahun sebanyak 25 orang sedangkan responden pada kelompok usia di atas 40 tahun sebanyak 27 orang. Tabel 4.4 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Yang Telah Ditamatkan No Jenjang Pendidikan Jumlah Responden orang Persentase persen 1 2 3 4 1 SMP 1 1,9 2 SMASMKD I 9 17,3 3 D II 1 1,9 4 D III NON AIS 4 7,7 5 D IV STIS 9 17,3 6 S 1 17 32,7 7 S 2 11 21,2 Total 52 100 Sumber: Lampiran 2 65 Jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh responden sebanyak 71,2 persen adalah sarjana baik itu DIV, S1 maupun S2 dengan jumlah 17 orang untuk pegawai yang berpendidikan S1 dan 11 orang pegawai yang berpendidikan S2 sedangkan pegawai yang berijazah DIV sebanyak 9 orang pegawai. Sedangkan sisanya berijazah diploma III ke bawah sebanyak 14 orang bahkan ada responden yang masih berijazah SMP sebanyak satu orang pegawai. Nampak pada tabel 4.4 bahwa tingkat pendidikan pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah didominasi oleh tingkat pendidikan sarjana, baik DIV, strat satu maupun strata dua. Hal tersebut sejalan dengan hasil capaian kinerja BPS pada tahun 2014, khususnya poin tujuan keempat, yang telah dijelaskan pada BAB I penelitian ini. Pada tujuan keempat realisasi kinerja melebihi target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada target awal hanya ditetapkan pegawai yang berpendidikan minimal DIV atau Strata satu sebanyak 58, 4 persen, namun di akhir tahun 2014 capaian hasil untuk tujuan keempat ini sebesar 59, 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sebagian besar responden memenuhi persyaratan minimal kepegawaian sehingga seharusnya tidak ditemui banyak masalah dalam hal menyelesaikan tugas – tugas yang diberikan kepada pegawai tersebut. Tabel 4.5 Profil Responden Berdasarkan Status Perkawinan No Status Perkawinan Jumlah Responden orang Persentase persen 1 2 3 4 1 Belum Kawin 4 11,5 2 Kawin 46 88,5 Total 52 100 Sumber: Lampiran 2 Berdasarkan data pada tabel 4.5 nampak bahwa sebagian besar responden memiliki ikatan perkawinan sebanyak 46 orang atau 88,5 persen. Hanya terdapat empat orang pegawai atau 11,5 persen yang belum kawin pada saat penelitian ini dilakukan. Profil lain yang dianalisis adalah masa kerja yang telah dijalani responden. Masa kerja yang dihitung dalam penelitian ini merupakan masa kerja sejak diangkat menjadi CPNS bukan hanya masa kerja ketika berada di BPS Provinsi Jawa Tengah. Masa kerja menggambarkan pengalaman pegawai berkecimpung dalam pekerjaan di Badan Pusat Statistik. Profil masa kerja responden nampak pada tabel sebagai berikut: 66 Tabel 4.6 Profil Responden Berdasarkan Masa Kerja No Masa Kerja Jumlah Responden orang Persentase persen 1 2 3 4 1 3 s.d. 5 tahun 2 3,8 2 6 s.d. 8 tahun 7 13,5 3 9 s.d. 11 tahun 6 11,5 4 11 tahun 37 71,2 Total 52 100 Sumber: Lampiran 2 Mayoritas pegawai yang menjadi responden telah menjalani masa kerja sebagai PNS lebih dari 11 tahun yakni sebanyak 37 prang atau 71,2 persen. Masa kerja 9 s.d. 11 tahun sebanyak 6 orang dari 52 orang responden, pegawai yang memiliki masa kerja 6 s.d. 8 tahun sebanyak 7 orang pegawai. Terdapat dua orang pegawai yang masih baru bekerja di BPS karena masih mempunyai masa kerja yang relatif baru yaitu 3 s.d. 5 tahun. Pada tabel 4.6. menggambarkan bahwa kebanyakan pegawai yang menjadi responden merupakan pegawai yang bisa dikatakan senior karena memiliki masa kerja di atas 10 tahun sebagai pegawai negeri sipil. Hal tersebut dapat dipahami karena BPS Provinsi Jawa Tengah jarang membuka lowongan untuk mengisi formasi jabatan yang kosong. Formasi jabatan yang kosong umumnya diisi oleh pegawai yang telah terlebih dahulu mengabdi di daerah lain. A.3. Deskriptif Indikator Penelitian a. Iklim Komunikasi Iklim Komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi terjadinya komunikasi pada tingkat pegawai dan organisasi yang mengarah pada dua kondisi yaitu mendukung atau menghambat. Sikap terhadap iklim komunikasi diukur dengan cara mengukur respon evaluatif pegawai mengenai tingkat dimana komunikasi di dalam organisasi dapat memotivasi dan menstimulasi para karyawan untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi dan tingkat dimana atasan memaksakan pegawai untuk loyal terhadap organisasi. Adapun jawaban responden terhadap indikator iklim komunikasi tampak pada tabel berikut: 67 Tabel 4.7 Tanggapan Responden Terhadap Iklim Komunikasi No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 2 3,9 4 3 Netral 3 22 42,3 66 4 Puas 4 28 53,8 112 5 Sangat Puas 5 Total 15 52 100 182 Rata – rata Indikator 3,5 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui tanggapan responden terhadap indikator pertama konstruk kepuasan komunikasi bawahan yakni iklim komunikasi adalah 3,9 persen menyatakan tidak puas, 42,3 persen menyatakan netral dan 53,8 persen menyatakan puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa responden merasa puas dengan iklim komunikasi yang terdapat di BPS Provinsi Jawa Tengah. b. Hubungan Dengan Atasan Dalam penelitian ini hubungan dengan atasan dimaksudkan merupakan bantuan dan dukungan perilaku atasan. Sikap terhadap komunikasi pengawasan diukur dengan cara mengukur respon evaluatif karyawan terhadap aspek-aspek upward ke atas dan downward ke bawah dalam berkomunikasi dengan atasan. Kemudian diukur pula tingkat keterbukaan atasan terhadap ide-ide bawahan, mendengarkan dan memperhatikan bawahan, memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Adapun tanggapan responden terhadap indikator hubungan dengan atasan tampak pada tabel 4.8. Tanggapan responden mengenai indikator hubungan dengan atasan yakni 21,2 persen menyatakan tidak puas, 28,8 persen menyatakan netral, 44,2 persen menyatakan puas serta terdapat 5,8 persen responden yang menyatakan sangat puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 3 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan merasa netral atau biasa saja dengan hubungan dengan atasan di BPS Provinsi Jawa Tengah. Hal ini diduga karena atasan kurang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan usul dan saran. 68 Tabel 4.8 Tanggapan Responden Terhadap Hubungan dengan Atasan No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 11 21,2 22 3 Netral 3 15 28,8 45 4 Puas 4 23 44,2 92 5 Sangat Puas 5 3 5,8 15 Total 15 52 100 174 Rata – rata Indikator 3,35 ≈ 3 Sumber: Data Primer, 2015 c. Integrasi Organisasi Kecenderungan kepuasan terhadap integrasi organisasi dapat diketahui dari hasil penilaian responden terhadap kondisi integrasi organisasi yang ada di masing-masing tempat mereka bekerja. Adapun tujuan pengelompokan dari tanggapan responden adalah untuk mengetahui kecenderungan penilaian responden terhadap kondisi integrasi organisasi yang terjadi di tempat mereka bekerja Integrasi organisasi dalam penelitian ini dimaksudkan tingkat dimana karyawan menerima informasi mengenai lingkungan kerja mereka. Sikap terhadap integrasi organisasi diukur dengan cara mengukur respon evaluatif karyawan terhadap kepuasan pada informasi tentang rencana-rencana departemen, persyaratan-persyaratan kerja dan sejumlah informasi mengenai kepegawaian. Tabel 4.9 Tanggapan Responden Terhadap Integrasi Organisasi No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 1 1,9 2 3 Netral 3 15 28,8 45 4 Puas 4 33 63,5 132 5 Sangat Puas 5 3 5,8 15 Total 15 52 100 194 Rata – rata Indikator 3,7 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 69 Adapun tanggapan responden terhadap indikator integrasi organisasi tampak pada tabel 4.9. Tanggapan responden mengenai integrasi organisasi yakni 1,9 persen menyatakan tidak puas, 28,8 persen menyatakan netral, 63,5 persen menyatakan puas serta terdapat 5,8 persen responden yang menyatakan sangat puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan merasa puas dengan integrasi organisasi di BPS Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut disebabkan karena di setiap bagian maupun BPS secara organisasi telah memiliki system informasi yang baik serta informasi yang diberikan kepada karyawan mudah dimengerti dan akurat. d. Kualitas Media Kualitas Media adalah sarana pengangkutan informasi yang dipakai dalam proses komunikasi di dalam perusahaan. Sikap terhadap kualitas media diukur dengan cara mengukur respon evaluatif masing-masing karyawan terhadap tingkat dimana rapat-rapat di organisir dengan baik, perintah-perintah tertulis dengan singkat dan jelas, tingkat dimana jumlah komunikasi diketahui dengan tepat. Tanggapan responden terhadap kepuasan kualitas media dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan penilaian karyawan terhadap kondisi kualitas media di masing-masing tempat mereka bekerja. Distribusi responden tentang kepuasan terhadap kualitas media sebagaimana tergambar pada Tabel 4.10 di bawah ini : Tabel 4.10 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Media No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 3 Netral 3 22 42,3 66 4 Puas 4 28 53,8 112 5 Sangat Puas 5 2 3,8 10 Total 15 52 100 188 Rata – rata Indikator 3,62 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai kualitas media yakni 42,3 persen menyatakan netral, 53,8 persen menyatakan puas serta terdapat 3,8 persen 70 responden yang menyatakan sangat puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan merasa puas dengan kualitas media di BPS Provinsi Jawa Tengah. Kondisi demikian dikarenakan adanya pemberian perintah tertulis dengan jelas dan mudah dimengerti, perusahaan selalu meng-update peralatannya untuk mempermudah dalam mentransfer informasi dari pihak atasan kepada bawahan. e. Komunikasi Horizontal dan Informal Tanggapan kepuasan kaiyawan terhadap komunikasi horizontal dan informal dapat diketahui dari kecenderungan penilaian responden terhadap kondisi komunikasi dengan rekan kerja yang terjadi dimana mereka bekerja. Kecenderungan yang dirasakan responden bahwa mereka ingin selalu berkomunikasi secara baik dengan rekan kerjanya, karena akan memacu kinerja mereka menjadi baik. Tanggapan responden terhadap kepuasan komunikasi horizontal dan informal adalah untuk mengetahui kondisi komunikasi dengan rekan kerja dari masing – masing bagianbidang dimana mereka bekerja. Dari distribusi responden tersebut akan diketahui kategori dari kondisi yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini: Tabel 4.11 Tanggapan Responden Terhadap Komunikasi Horizontal Dan Informal No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 1 1,9 2 3 Netral 3 24 46,2 72 4 Puas 4 26 50 104 5 Sangat Puas 5 1 1,9 5 Total 15 52 100 183 Rata – rata Indikator 3,52 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai komunikasi horizontal dan informal yakni 1,9 persen menyatakan tidak puas, 46,2 persen menyatakan netral, 50 persen menyatakan puas serta terdapat 1,9 persen responden yang menyatakan sangat puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan merasa puas dengan komunikasi horizontal dan informal di BPS 71 Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut diduga karena sesama rekan kerja saling membantu jika terdapat kesulitan, responden menyatakan akrab dengan rekan kerjanya, dan sikap setia kawan yang dimiliki. f. Perspektif Organisasi Perspektif organisasi merupakan jenis informasi yang disebarkan oleh pihak perusahaan terhadap karyawan secara keseluruhan. Sikap terhadap informasi perusahaan diukur dengan cara mengukur respon evaluatif karyawan terhadap ada tidaknya pemberitaan tentang perusahaan, informasi tentang kedudukan keuangan organisasi, dan informasi mengenai seluruh kebijakan dan tujuan-tujuan organisasi. Kecenderungan kepuasan karyawan terhadap informasi organisasi diketahui dari kisaran penilaian responden terhadap perlakuan manajemen terhadap informasi organisasi. Terdapat kecenderungan bahwa pegawai akan merasa nyaman dalam bekerja jika informasi yang diberikan oleh organisasi dapat memuaskan karyawan. Tanggapan responden terhadap kepuasan informasi organisasi dimaksudkan untuk mengetahui dan membandingkan kecenderungan penilaian pegawai terhadap informasi organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Hasil distribusi responden sebagaimana Tabel 4.12 berikut ini: Tabel 4.12 Tanggapan Responden Terhadap Perspektif Organisasi No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 3 5,8 6 3 Netral 3 10 19,2 30 4 Puas 4 37 71,2 148 5 Sangat Puas 5 2 3,8 10 Total 15 52 100 194 Rata – rata Indikator 3,73 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai perspektif organisasi yakni 5,8 persen menyatakan tidak puas, 19,2 persen menyatakan netral, 71,2 persen menyatakan puas serta terdapat 3,8 persen responden yang menyatakan sangat puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa 72 bawahan merasa puas dengan perspektif organisasi yang berupa informasi organisasi di BPS Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dicapai ketika organisasi cukup terbuka dengan informasi tentang keuangan organisasi, pegawai mengerti tujuan organisasi serta setiap kebijakan organisasi selalu diinformasikan dengan baik. g. Umpan Balik Personal Umpan Balik Personal merupakan penilaian terhadap kinerja karyawan oleh pihak organisasi. Sikap terhadap umpan balik personal diukur dengan cara mengukur respon evaluatif pegawai terhadap tingkat kepedulian dan bagaimana kinerja mereka dinilai. Pegawai ingin dihargai oleh pihak organisasi dan ada kecenderungan bahwa pegawai akan nyaman dalam bekerja jika pengawasan oleh pihak manajemen tidak terlalu ketat. Kecencerungan penilaian karyawan terhadap perlakuan organisasi terhadap umpan balik personal dapat diketahui dari hasil distribusi responden pegawai dimana mereka bekerja. Tanggapan responden ini juga dimaksudkan untuk membandingkan kecenderungan penilaian pegawai terhadap kondisi perusahaan dalam memperlakukan umpan balik personal. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.13 di bawah ini: Tabel 4.13 Tanggapan Responden Terhadap Umpan Balik Personal No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Puas 1 2 Tidak Puas 2 6 11,5 12 3 Netral 3 21 40,4 63 4 Puas 4 25 48,1 100 5 Sangat Puas 5 Total 15 52 100 175 Rata – rata Indikator 3,37 ≈ 3 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai umpan balik personal yakni 11,5 persen menyatakan tidak puas, 40,4 persen menyatakan netral, serta terdapat 48,1 persen menyatakan puas. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 3 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan merasa netral atau biasa saja dengan umpan balik 73 personal di BPS Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut diduga terjadi ketika organisasi kurang peduli dengan prestasi yang dicapai oleh pegawai secara personal serta sistem penilaian kinerja yang kurang optimal. h. Kemampuan Meng-Encode Pesan Indikator kemampuan meng-encode pesan merupakan persepsi evaluatif responden terhadap perilaku encoding atasan dalam memproduksi suatu pesan. Tanggapan responden dimaksudkan untuk memperkirakan kecenderungan penilaian pegawai terhadap kompetensi komunikasi atasan dalam melakukan proses encoding pesan. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.14 di bawah ini: Tabel 4.14 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Meng-Encode Pesan No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 2 3,8 4 3 Netral 3 14 26,9 42 4 Setuju 4 33 63,5 132 5 Sangat Setuju 5 3 5,8 15 Total 15 52 100 193 Rata – rata Indikator 3,71 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai kemampuan meng-encode pesan yakni 3,8 persen menyatakan tidak setuju, 26,9 persen menyatakan netral, 63,5 persen menyatakan setuju serta terdapat 5,8 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa atasan memiliki kemampuan kemampuan meng-encode pesan yang baik. Item – item pernyataan yang menunjukkan penilaian tersebut antara lain atasan saya memiliki kemampuan bahasa yang baik dalam memerintah, atasan saya ketika memberikan instruksi langsung to the point, atasan saya berkomunikasi dengan saya secara efektif, atasan saya dapat menjelaskan ide secara jelas dan pernyataan yang terakhir adalan umumnya atasan saya berbicara di waktu yang tepat. Pernyataan – pernyataan tersebut menunjukkan kemampuan meng-encode pesan dari seorang atasan selaku komunikator. 74 i. Kemampuan Men-Decode Pesan Indikator kemampuan meng-decode pesan merupakan persepsi evaluatif responden terhadap perilaku decoding atasan dalam menerima suatu pesan. Tanggapan responden dimaksudkan untuk memperkirakan kecenderungan penilaian pegawai terhadap kompetensi komunikasi atasan dalam melakukan proses decoding pesan. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.15 di bawah ini: Tabel 4.15 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Men-Decode Pesan No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 2 3,8 4 3 Netral 3 15 28,8 45 4 Setuju 4 30 57,7 120 5 Sangat Setuju 5 5 9,6 25 Total 15 52 100 194 Rata – rata Indikator 3,73 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai kemampuan men-decode pesan yakni 3,8 persen menyatakan tidak setuju, 28,8 persen menyatakan netral, 57,7 persen menyatakan setuju serta terdapat 9,6 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa atasan memiliki kemampuan kemampuan meng-decode pesan yang baik. Item – item pernyataan yang menunjukkan penilaian tersebut antara lain atasan saya peka saat saya dimana bawahan memerlukannya, atasan saya memperhatikan apa yang saya katakan padanya, dan atasan saya seorang pendengar yang baik. j. Kemampuan Merespon Umpan Balik Indikator kemampuan merespon umpan balik merupakan persepsi evaluatif responden terhadap perilaku atasan ketika merepon umpan balik. Tanggapan responden dimaksudkan untuk memperkirakan kecenderungan penilaian pegawai terhadap kompetensi komunikasi atasan dalam melakukan respon umpan balik. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.16 di bawah ini: 75 Tabel 4.16 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Merespon Umpan Balik No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 5 2 Tidak Setuju 4 4 7,7 16 3 Netral 3 17 32,7 51 4 Setuju 2 24 46,2 48 5 Sangat Setuju 1 7 13,5 7 Total 15 52 100 122 Rata – rata Indikator 2,35 ≈ 2 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai kemampuan merespon umpan balik yakni 7,7 persen menyatakan tidak setuju, 32,7 persen menyatakan netral, 46,2 persen menyatakan setuju serta terdapat 13,5 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 2 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan tidak setuju dengan pernyataan negatif bahwa atasan memiliki kemampuan kemampuan meng-decode pesan yang kurang baik. Pernyataan yang menunjukkan penilaian tersebut antara lain atasan saya ketika menulis instruksiperintah kurang dapat dipahami dan saya sulit memahami perkataan atasan saya. k. Quality Dalam penelitian ini kualitas diukur melalui persepsi responden tentang bagaimana kualitas pekerjaan mereka. Data dari kuesioner yang telah terkumpul disajikan dalam tabel 4.17. Tabel 4.17 Tanggapan Responden Terhadap Quality No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 3 Netral 3 2 3,8 6 4 Setuju 4 31 59,9 124 5 Sangat Setuju 5 19 36,5 95 Total 15 52 100 225 Rata – rata Indikator 4,32 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 76 Tanggapan responden mengenai indikator quality yakni 3,8 persen menyatakan netral, 59,9 persen menyatakan setuju serta terdapat 36,5 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi quality. l. Quantity Dalam penelitian ini kuantitas diukur melalui persepsi responden tentang bagaimana jumlah pekerjaan mereka dibandingkan rekan kerja yang lain. Data dari kuesioner yang telah terkumpul disajikan dalam tabel 4.18. Tabel 4.18 Tanggapan Responden Terhadap Quantity No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 3 Netral 3 5 9,6 15 4 Setuju 4 30 57,7 120 5 Sangat Setuju 5 17 32,7 85 Total 15 52 100 220 Rata – rata Indikator 4,23 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai indikator quality yakni 9,6 persen menyatakan netral, 57,7 persen menyatakan setuju serta terdapat 32,7 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi quantity. m. Timelineness Timelineness merupakan ukuran kinerja dari sisi lamanya penyelesaian pekerjaan. Ketepatan penyelesian pekerjaan dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya juga dinyatakan kepada responden. Indikator ini diukur melalui persepsi responden mengenai hal – hal tersebut. Data dari kuesioner yang telah terkumpul disajikan dalam tabel 4.19. Tanggapan responden mengenai indikator timelineness yakni 1,9 persen menyatakan tidak setuju, 9,6 persen menyatakan netral, 57,7 persen menyatakan setuju serta terdapat 32,7 persen menyatakan sangat setuju. 77 Tabel 4.19 Tanggapan Responden Terhadap Timelineness No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 1 1,9 2 3 Netral 3 5 9,6 15 4 Setuju 4 34 65,4 136 5 Sangat Setuju 5 12 23,1 60 Total 15 52 100 213 Rata – rata Indikator 4,1 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi timelineness. n. Cost Effectiveness Cost effectiveness mencerminkan penggunaan sumber daya organisasi untuk melakukan pekerjaan secara efektif. Hal tersebut juga berarti mengurangi potensi kerugian yang mungkin timbul dari penggunaan sumber daya yang tidak tepat guna. Persepsi responden diminta menilai pernyataan penggunaan waktu dan fasilitas organisasi untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada pegawai. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.20 di bawah ini: Tabel 4.20 Tanggapan Responden Terhadap Cost Effectiveness No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 3 5,8 6 3 Netral 3 8 15,4 24 4 Setuju 4 32 61,5 128 5 Sangat Setuju 5 9 17,3 45 Total 15 52 100 203 Rata – rata Indikator 3,9 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai indikator cost effectiveness yakni 5,8 persen menyatakan tidak setuju, 15,4 persen menyatakan netral, 61,5 persen menyatakan 78 setuju serta terdapat 17,3 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi cost effectiveness. o. Need For Supervision Indikator need for supervision mengukur sejauh mana kemampuan pegawai melaksanakan pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan untuk mencegah tindakan maupun hasil yang tidak diinginkan. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.21 di bawah ini: Tabel 4.21 Tanggapan Responden Terhadap Need For Supervision No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 1 1,9 2 3 Netral 3 7 13,5 21 4 Setuju 4 32 61,5 128 5 Sangat Setuju 5 12 23,1 60 Total 15 52 100 211 Rata – rata Indikator 4,06 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai indikator need for supervision yakni 1,9 persen menyatakan tidak setuju, 13,5 persen menyatakan netral, 61,5 persen menyatakan setuju serta terdapat 23,1 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi need for supervision. p. Interpersonal Impact Indikator interpersonal impact mengukur sejauh mana kemampuan pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kemampuan kerja sama diantara rekan kerja maupun atasan. Responden diminta untuk mempersepsikan diri mereka pada pernyataan bahwa pagawai akan memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh pegawai tanpa membeda – bedakan. Di samping pernyataan itu, responden juga ditanyakan persepsinya tentang bekerja sebagai sebuah tim. Hasil distribusi responden didapat data sebagaimana tabel 4.22. 79 Tabel 4.22 Tanggapan Responden Terhadap Interpersonal Impact No Kategori Skor N Frekuensi F Persentase persen Total Skor F x N 1 2 3 4 5 6 1 Sangat Tidak Setuju 1 2 Tidak Setuju 2 3 Netral 3 4 Setuju 4 28 53,8 112 5 Sangat Setuju 5 24 46,2 120 Total 15 52 100 232 Rata – rata Indikator 4,4 6 ≈ 4 Sumber: Data Primer, 2015 Tanggapan responden mengenai indikator interpersonal impact yakni 53,8 persen menyatakan setuju serta terdapat 46,2 persen menyatakan sangat setuju. Jika melihat skor rata – rata indikator sebesar 4 maka dapat disimpulkan bahwa bawahan setuju dengan pernyataan bahwa kinerja dibentuk oleh dimensi interpersonal impact. A.4. Hasil Uji Alat Ukur A.4.a. Uji Validitas Uji Validitas adalah prosedur untuk memastikan apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak. Kuesioner dikatakan valid apabila dapat mempresentasikan atau mengukur apa yang hendak diukur variabel penelitian. Dengan kata lain validitas adalah ukuran yang menunjukkan kevalidan dari suatu instrumen yang telah ditetapkan. Rincian pemyataan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan rincian pemyataan tersebut mampu memberi dukungan dalam membuktikan apa yang ingin dibuktikan. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment. Tabel r dalam penelitian ini menggunakan 30 responden dengan α = 0,05 didapat r tabel sebesar 0,3061. Suatu item pernyataan dikatakan valid ketika r hitung r tabel . Ukuran lain yang dapat digunkan untuk menilai suatu instrumen valid atau tidak adalah dari nila sig, pernyataan dikatakan valid ketika nilai sig lebih kecil dari 0,05. Hasil pengujian validitas untuk masing – masing item pernyataan pada setiap variabel laten yang diringkas dapat dilihat pada tabel berikut. 80 Tabel 4.23 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Laten Item Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan Kepuasan Komunikasi Bawahan X1 P2.1 0,344 0,3061 Item pernyataan valid P2.2 0,312 0,3061 Item pernyataan valid P2.3 0,481 0,3061 Item pernyataan valid P2.4 0,460 0,3061 Item pernyataan valid P2.5 0,309 0,3061 Item pernyataan valid P2.6 0,353 0,3061 Item pernyataan valid P2.7 0,640 0,3061 Item pernyataan valid P2.8 0,637 0,3061 Item pernyataan valid P2.9 0,599 0,3061 Item pernyataan valid P2.10 0,716 0,3061 Item pernyataan valid P2.11 0,664 0,3061 Item pernyataan valid P2.12 0,560 0,3061 Item pernyataan valid P2.13 0,676 0,3061 Item pernyataan valid P2.14 0,703 0,3061 Item pernyataan valid P2.15 0,744 0,3061 Item pernyataan valid P2.16 0,832 0,3061 Item pernyataan valid P2.17 0,829 0,3061 Item pernyataan valid P2.18 0,836 0,3061 Item pernyataan valid P2.19 0,846 0,3061 Item pernyataan valid P2.20 0,664 0,3061 Item pernyataan valid P2.21 0,804 0,3061 Item pernyataan valid P2.22 0,604 0,3061 Item pernyataan valid P2.23 0,686 0,3061 Item pernyataan valid P2.24 0,809 0,3061 Item pernyataan valid P2.25 0,494 0,3061 Item pernyataan valid P2.26 0,808 0,3061 Item pernyataan valid P2.27 0,727 0,3061 Item pernyataan valid P2.28 0,375 0,3061 Item pernyataan valid 81 P2.29 0,573 0,3061 Item pernyataan valid P2.30 0,491 0,3061 Item pernyataan valid P2.31 0,664 0,3061 Item pernyataan valid P2.32 0,775 0,3061 Item pernyataan valid P2.33 0,802 0,3061 Item pernyataan valid P2.34 0,808 0,3061 Item pernyataan valid P2.35 0,797 0,3061 Item pernyataan valid Kompetensi Komunikasi Atasan X2 P1.1 0,807 0,3061 Item pernyataan valid P1.2 0,746 0,3061 Item pernyataan valid P1.3 0,771 0,3061 Item pernyataan valid P1.4 0,646 0,3061 Item pernyataan valid P1.5 0,839 0,3061 Item pernyataan valid P1.6 0,775 0,3061 Item pernyataan valid P1.7 0,374 0,3061 Item pernyataan valid P1.8 0,719 0,3061 Item pernyataan valid P1.9 0,373 0,3061 Item pernyataan valid P1.10 0,695 0,3061 Item pernyataan valid P1.11 0,693 0,3061 Item pernyataan valid P1.12 0,651 0,3061 Item pernyataan valid Kinerja Pegawai Y P3.1 0,770 0,3061 Item pernyataan valid P3.2 0,823 0,3061 Item pernyataan valid P3.3 0,770 0,3061 Item pernyataan valid P3.4 0,340 0,3061 Item pernyataan valid P3.5 0,813 0,3061 Item pernyataan valid P3.6 0,612 0,3061 Item pernyataan valid P3.7 0,777 0,3061 Item pernyataan valid P3.8 0,514 0,3061 Item pernyataan valid P3.9 0,751 0,3061 Item pernyataan valid P3.10 0,401 0,3061 Item pernyataan valid P3.11 0,785 0,3061 Item pernyataan valid 82 P3.12 0,728 0,3061 Item pernyataan valid P3.13 0,571 0,3061 Item pernyataan valid Sumber: Lampiran 3 Uji validitas dilakukan pada semua item pernyataan variabel laten X1 Kepuasan Komunikasi Bawahan, X2 Kompetensi Komunikasi Atasan, dan Y Kinerja Pegawai. Hasil rangkuman uji validitas, dapat dilihat pada tabel 4.23, menunjukkan bahwa semua item pernyataan yang disampaikan pada responden pada penelitian ini adalah valid. Hal ini disimpulkan karena nilai korelasi r hitung berada di atas r tabel . Nilai kritis dari r tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai r dengan n = 30 dan taraf signifikansi sebesar 0,1 sehingga didapat nilai 0,3061. A.4.b. Uji Reliabilitas Reliabilitas menyangkut masalah ketepatan alat ukur. Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai apakah jawaban responden terhadap pemyataan-pemyataan pada penelitian ini dikatakan handal atau dapat dipercaya reliabel. Reliabel artinya jawaban untuk setiap pemyataan yang disampaikan kepada responden dijawab secara konsisten atau jawaban tidak acak karena masing – masing pemyataan hendak mengukur hal yang sama. Ketepatan ini dapat dinilai dengan analisa statistik untuk mengetahui kesalahan ukur. Suatu instrumen dianggap reliabel apabila instrumen tersebut dapat dipercaya sebagai alat ukur data penelitian. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus Croanbach’s Alpha. Pengujian reliabilitas menggunakan rumus Croanbach’s Alpha, dengan kaidah sebagai berikut: a. Jika koefisien alpha 0,6, maka dinyatakan butir – butir pernyataan pada variabel laten yang diteliti tidak reliabel. b. Jika koefisien alpha ≥ 0,6, maka dinyatakan butir – butir pernyataan pada variabel laten yang diteliti reliabel. Apabila nilai Croanbach’s Alpha dari suatu instrument semakin mendekati 1,00 maka kuesioner dikatakan handal dan dapat digunakan. Hasil penghitungan koefisien Croanbach’s Alpha guna pengujian reliabilitas dengan batuan aplikasi SPSS untuk masing – masing konstruk variabel laten yang diringkas dapat dilihat pada tabel berikut. 83 Tabel 4.24 Rangkuman Hasil Uji Reliabititas Instrumen No Variabel Laten Hasil Uji Keterangan 1 2 3 4 1 Kepuasan Komunikasi Bawahan X1 0,958 Item Pertanyaan Reliabel 2 Kompetensi Komunikasi Atasan X2 0,888 Item Pertanyaan Reliabel 3 Kinerja Pegawai Y 0,874 Item Pertanyaan Reliabel Sumber: Lampiran 3 Dari hasil analisis pada tabel 4.24 di atas menunjukan bahwa semua variabel mempunyai nilai Croanbach’s Alpha yang cukup besar. Nilai alpha kritis untuk uji reliabilitas adalah sebesar 0,600. Oleh karena nilai Croanbach’s Alpha lebih besar dari 0,600, maka dapat dimaknai bahwa semua pernyataan pengukur variabel – variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel dan layak untuk digunakan. A.5. Pemodelan PLS-SEM A.5.a Transformasi data Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data merupakan data dalam bentuk skala ordinal, yaitu data likert, agar dapat dilakukan perhitungan statistik, maka sebelum data diolah lebih lanjut, data terlebih dahulu dikonversi kedalam skala interval dengan method of successive interval MSI. Metode analisis Partial Least Square - Structural Equation Modelling PLS-SEM memerlukan data berskala metrik Interval, maka jika data belum berskala interval, pada penelitian ini data masih berskala ordinal, maka langkah pertama sebelum menggunakan PLS-SEM adalah mengubah data menjadi data yang berskala interval dengan menggunakan Method of Successive Interval. Berikut merupakan langkah-langkah dari MSI : 1. Menghitung frekuensi Frekuensi f merupakan banyaknya tanggapan responden dalam memilih skala ordinal 2. Menghitung proporsi Proporsi dihitung dengan membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden 84 3. Menghitung proporsi kumulatif Proporsi kumulatif dihitung dengan menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap nilai. 4. Menghitung nilai z Nilai z diperoleh dari tabel distribusi norma baku critical Value of z. Dengan asumsi bahwa proporsi kumulatif berdistribusi normal baku. 5. Menghitung nilai densitas fungsi z Nilai F z Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 6. Menghitung scale value Menghitung scale value digunakan rumus: 7. Menghitung penskalaan Nilai ini dihitung dengan cara sebagai berikut: a. Ubah nilai Sv terkecil nilai negative yang terbesar diubah menjadi sama dengan 1 b. Transformasi nilai skala dengan rumus: min y Sv Sv   Dengan bantuan add ins pada microsoft excel, diperoleh nilai succesive interval seperti ditampilkan pada Lampiran IV penelitian ini. A.5.b Evaluasi Model Pengukuran Outer Model Model pengukuran atau outer model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan konstruknya. Model pengukuran dengan indikator yang refleksif variabel laten mempengaruhi indikatorin – dikatornya, dievaluasi dengan validitas konvergen dan validitas diskriminan dari indikatornya dan realibilitas komposit untuk blok indikator. 1. Validitas Konvergen Validitas konvergen dimaknai sebagai korelasi antar skor indikator reflektif dengan skor variabel latennya. Indikator individu dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi atau loading factor di atas 0,5. Nilai korelasi ini dianggap cukup karena 85 merupakan tahap awal pengembangan skala pengukuran dan jumlah indikator masing – masing konstruk variabel laten tidak besar, berkisar antara tiga sampai dengan tujuh indikator. Tabel 4.25 Nilai Loading Factor Model Pengukuran Indikator Konstruk Variabel Laten Kepuasan Komunikasi Bawahan Kompetensi Komunikasi Atasan Kinerja Pegawai Iklim Komunikasi 0,920 Hubungan dengan Atasan 0,907 Integrasi Organisasi 0,800 Kualitas Media 0,901 Komunikasi Horizontal dan Informal 0,889 Perspektif Organisasi 0,867 Umpan Balik Personal 0,800 Kemampuan Meng-encode pesan 0,907 Kemampuan Men-decode pesan 0,967 Kemampuan merespon umpan balik 0,580 Quality 0,831 Quantity 0,860 Timeliness 0,663 Cost Effectiveness 0,686 Need For Supervision 0,528 Interpersonal Impact 0,753 Sumber: Data primer diolah Pada tabel 4.25, hasil model pengukuran yang diteliti menunjukkan hubungan antara indikator dengan masing – masing konstruk variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai loading factor. Menurut Chin and newsteed 1999 ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkolerasi atau memiliki loading factor lebih dari 86 0,7 dengan konstruk yang diukurnya. Namun demikian nilai 0,5 sampai dengan 0,6 dianggap cukup. Gambar 4.3 Loading Factor dan Path Modelling Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa semua loading factor dari masing – masing indikator telah memenuhi validitas konvergen karena loading factor berada di atas 0,5. Konstruk variabel kepuasana komunikasi bawahan diukur dari tujuh item indikator, yakni iklim komunikasi X1.1 dengan loading factor 0,920; hubungan dengan atasan X1.2 dengan loading factor 0,907; integrasi organisasi X1.3 dengan loading factor 0,800; kualitas media X1.4 dengan loading factor 0,901; komunikasi horizontal dan informal X1.5 dengan loading factor 0,889; perspektif organisasi X1.6 dengan loading factor 0,867; umpan balik personal X1.7 dengan loading factor 0,8000. Konstruk variabel kompetensi komunikasi atasan diukur dari tiga item indikator, yakni kemampuan meng-encode pesan X2.1 dengan loading factor 0,907; 87 kemampuan men-decode pesan X2.2 dengan loading factor 0,967; dan yang terakhir adalah kemampuan merespon umpan balik X2.3 dengan loading factor 0,580. Konstruk kinerja pegawai diukur dengan enam item indikator yaitu quality Y1 dengan loading factor 0,831; quantity Y2 dengan loading factor 0,860; timeliness Y3 dengan loading factor 0,663; cost effectiveness Y4 dengan loading factor 0,686; need for supervision Y5 dengan loading factor 0,528; interpersonal impact Y6 dengan loading factor 0,753. Parameter kedua yang digunakan untuk mengevaluasi validitas konvergen adalah nilai average variance extracted AVE. Suatu model pengukuran dikatakan baik apabila nilai AVE dari variabel laten lebih besar dari 0,5. Pada penelitian ini nilai AVE dari data hasil penelitian tampak pada tabel 4.26. Tabel 4.26 Nilai AVE Model Pengukuran Konstruk Variabel Laten AVE Kepuasan Komunikasi Bawahan 0,757 Kompetensi Komunikasi Atasan 0,698 Kinerja Pegawai 0,531 Sumber: Data primer diolah Berdasarkan tabel 4.25 dan 4.26, model pengukuran dalam penelitian ini dikatakan baik karena nilai AVE untuk masing – masing variabel laten bernilai lebih dari 0,5 serta model pengukuruan memiliki nilai factor loading lebih besar dari 0,5. Setelah model pengukuran dikatakan baik dan memiliki korelasi yang tinggi antara indikator dengan variabel latennya maka evaluasi model dilanjutkan dengan evaluasi validitas diskriminan. 2. Validitas Diskriminan Validitas diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur – pengukur indikator jika dibandngkan dengan variabel laten lainnya seharusnya tidak berkorelasi tinggi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan loading factor dari indikator pada varibael latennya dengan loading factor indikator yangs ama dengan variabel laten lainnya. Pengujian tersebut menggunakan nilai cross loading hasil penghitungan aplikasi SMART PLS. Nilai korelasi anatara indikator terhadap 88 konstruknya harus lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara indikator dengan konstruk lainnya. Metode lain dapat dilakukan dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted AVE setiap konstruk dengan korelasi konstruk lainnya dalam model. Jika nilai pengukuran awal kedua nilai tersebut lebih baik dibandingkan dengan niali konstruk lainnya dalam model, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki validitas diskriminan yang baik, dan sebaliknya. Nilai pengukuran yang direkomendasikan harus lebih dari 0,50. Tabel 4.27 Nilai Cross Loading Model Pengukuran Indikator Konstruk Variabel Laten Kepuasan Komunikasi Bawahan Kompetensi Komunikasi Atasan Kinerja Pegawai Iklim Komunikasi 0,920 0,524 0,255 Hubungan dengan Atasan 0,907 0,609 0,364 Integrasi Organisasi 0,800 0,234 0,190 Kualitas Media 0,901 0,505 0,284 Komunikasi Horizontal dan Informal 0,889 0,410 0,232 Perspektif Organisasi 0,867 0,302 0,251 Umpan Balik Personal 0,800 0,576 0,159 Kemampuan Meng-encode pesan 0,421 0,907 0,062 Kemampuan Men-decode pesan 0,572 0,967 0,165 Kemampuan merespon umpan balik 0,178 0,580 0,049 Quality 0,210 0,023 0,831 Quantity 0,280 0,104 0,860 Timeliness 0,150 0,058 0,663 Cost Effectiveness 0,208 0,101 0,686 Need For Supervision 0,027 0,161 0,528 Interpersonal Impact 0,267 0,205 0,753 Sumber: Data primer diolah 89 Pada tabel 4.27 terlihat model memiliki validitas diskriminan yang baik karena nilai cross loading untuk mengukur konstruknya sendiri lebih besar dari loading factor dalam mengukur konstruk yang lain. Tabel 4.28 Nilai AVE dan Akar Kuadrat AVE Model Pengukuran Konstruk Variabel Laten AVE Akar Kuadrat AVE Kepuasan Komunikasi Bawahan 0,757 0,870 Kompetensi Komunikasi Atasan 0,698 0,835 Kinerja Pegawai 0,531 0,729 Sumber: Data primer diolah Pada tabel 4.28 terlihat bahwa nilai akar kuadrat AVE lebih dari 0,5 untuk semua konstruk variabel laten pada model pengukuran. Dengan demikian model pengukuran pada penelitian ini dapat dikategorikan baik karena nilai tabel 4.27 dan 4.28 memenuhi kriteria validitas diskriminan model pengukuran yang baik. 3. Reliabilitas Konstruk Langkah selanjutnya setelah uji validitas, baik validitas konvergen maupun validitas diskriminan, adalah melakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode composite reliability. Nilai kritis untuk mengukur sebuah konstruk variabel laten memiliki reliabilitas komposit yang baik jika memiliki nilai composite reliability lebih besar atau sama dengan 0,70. Selain melihat nilai composite reliability, ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi model pengukuran dalam uji reliabilitas konstruk adalah nilai cronbach alpha. Konstruk variabel laten dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha di atas 0,70. Tabel 4.29 Nilai Composite Reliability dan Cronbach Alpha Model Pengukuran Konstruk Variabel Laten Composite Reliability Cronbachs Alpha Kepuasan Komunikasi Bawahan 0,956 0,947 Kompetensi Komunikasi Atasan 0,869 0,790 Kinerja Pegawai 0,869 0,831 Sumber: Data primer diolah Tabel 4.29, menunjukkan nilai composite reliability dan cronbach alpha konstruk variabel laten kepuasan komunikasi bawahan, kompetensi komunikasi 90 atasan dan kinerja pegawai di atas 0,7 seluruhnya sehingga model pengukuran yang diuji dikatakan reliabel. A.5.c Evaluasi Model Struktural Inner Model Hubungan antar variabel laten dalam PLS-SEM disebut inner relation, menggambarkan hubungan antar konstruk variabel laten berdasarkan substantif peneliti. Dalam menilai model struktural dengan PLS, dapat digunakan ukuran R-squares. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Hasil dari R-squares PLS-SEM merepresentasikan jumlah variance konstruk yang dijelaskan oleh model. Hubungan antar variabel laten dikatakan signifikan dengan tingkat kesalahan tipe I sebesar 0,1 apabila memiliki t hitung lebih besar 1,64. Tabel 4.30 Evaluasi Model Struktural Original Sample O Sample Mean M Standard Error STERR T Statistics |OSTERR| P Values Kepuasan Komunikasi Bawahan - Kinerja Pegawai 0,315 0,284 0,213 1,482 0,138 Kompetensi Komunikasi Atasan - Kinerja Pegawai -0,030 0,052 0,273 0,109 0,913 Sumber: Data primer diolah Berdasarkan hasil penghitungan statistik yang ditampilkan pada tabel 4.30 terlihat bahwa konstruk kepuasan komunikasi bawahan maupun kompetensi komunikasi bawahan tidak signifikan. Keputusan tersebut diambil dengan membandingkan T statistics yang jauh di bawah nilai kritis 1,64. Hal tersebut berarti konstruk kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan secara empiris tidak berpengaruh pada kinerja pegawai. Dalam PLS-SEM terdapat nilai R Square dari kinerja pegawai sebesar 0,09, artinya konstruk kinerja pegawai dijelaskan oleh konstruk kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan sebesar 9 persen, sedangkan sisanya yaitu 91 persen dijelaskan oleh konstruk lain diluar penelitian ini. 91 A.6. Pengujian Hipotesis Berdasarkan data pada tabel 4.30 dapat dilakukan uji hipotesis sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diajukan pada awal penelitian ini yakni sebagai berikut: a. Konstruk kepuasan komunikasi bawahan dengan kinerja pegawai Hipotesis null H : Kepuasan komunikasi bawahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Hipotesis alternatif Ha : Kepuasan komunikasi bawahan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi SmartPLS menunjukkan t- statistik sebesar 1,482. Nilai t-statistik tersebut lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 10 persen t tabel = 1,64. Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup data empiris dalam penelitian ini untuk menolak hipotesis null pertama. Hal tersebut berarti bahwa kepuasan komunikasi bawahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. b. Konstruk kompetensi komunikasi atasan dengan kinerja pegawai Hipotesis null H : Kompetensi komunikasi atasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Hipotesis alternatif Ha : Kompetensi komunikasi atasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi SmartPLS menunjukkan t- statistik sebesar 0,109. Nilai t-statistik tersebut lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat keyakinan 10 persen t tabel = 1,64. Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup data empiris dalam penelitian ini untuk menolak hipotesis null kedua. Hal tersebut berarti bahwa kompetensi komunikasi atasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. c. Variabel kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan dengan kinerja pegawai Hipotesis null H : Kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai 92 Hipotesis alternatif Ha : Kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Hasil perhitungan ANOVA pada tabel 4.32 menunjukkan nilai F sebesar 1,1515 dengan p-value sebesar 0,230. Nilai p-value tersebut lebih besar dari alpha sebesar 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup data empiris dalam penelitian ini untuk menolak hipotesis null ketiga. Hal tersebut berarti bahwa kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan secara bersama – sama tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Tabel 4.31 Hasil Analisys of Variance ANOVA ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 139,714 2 69,857 1,515 ,230 b Residual 2259,274 49 46,108 Total 2398,988 51 a. Dependent Variable: Y b. Predictors: Constant, X2, X1 A.7. Faktor Dominan yang Membentuk Konstruk Variabel Bahasan tentang tingkat dominansi yang membentuk masing – masing konstruk variabel laten dapat ditentukan dengan melihat nilai loading factor terbesar pada masing – masing indikator yang membentuk konstruk variabel latennya. Pada konstruk kepuasan komunikasi bawahan yang paling besar memberikan konstribusi pada konstruk tersebut adalah iklim komunikasi yakni sebesar 0,920. Pada konstruk kompetensi komunikasi atasan, indikator yang memberikan kontribusi terbesar adalah kemampuan men-decode pesan dengan nilai loading factor sebesar 0,967. Menurut data empiris kemampuan kompetensi atasan sangat berhubungan dengan kemampuan atasan untuk mengolah pesan yang diterima dari bawahannya. Bawahan menganggap atasan memiliki kompetensi komunikasi yang baik ketika atasan memiliki kemampuan mengolah pesan yang disampaikan kepada dirinya dengan baik. Indikator quantity merupakan indikator yang paling dominan untuk membentuk konstruk kinerja pegawai. Nilai loading factor indikator quantity yakni sebesar 0,860. Hal tersebut berarti bahwa responden menganggap kinerjanya sangat berhubungan dengan banyaknya pekerjaan yang mampu diselesaikan kuantitas. 93

B. Pembahasan Hasil Penelitian