Tempat Penelitian Waktu Penelitian Tatalaksana Penelitian

34

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di BPS Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa BPS Provinsi Jawa Tengah merupakan sarana penyedia data statistik terlengkap di Jawa Tengah dan memiliki jumlah pegawai paling banyak serta memiliki jumlah satuan kerja paling banyak se – Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka akan diteliti bagaimana kinerja pegawainya dari perspektif pegawai.

B. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada selang waktu bulan Juni hingga bulan Desember tahun 2015. Rincian kegiatan penelitian tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 Penyusunan Proposal Tesis 2 Uji Proposal Tesis 3 Perbaikan Proposal Tesis 4 Pengurusan Izin Penelitian 5 Ujicoba instrumen penelitian 6 Pengumpulan data 7 Analisis dan Penafsiran Data 8 Penulisan Laporan Akhir 9 Seminar Uji Hasil Penelitian 10 Perbaikan Laporan Akhir 11 Sidang Tesis 12 Perbaikan Sidang Tesis Desember Waktu Penelitian Tahun 2015 No. Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober November 35

C. Tatalaksana Penelitian

C.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan objektifpositivistik dengan metode riset kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif causal comparative research yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Suryabrata,2010:73 Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat menjelaskan sutau fenomena, khususnya komunikasi, atau explanatory research, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Dengan demikian penelitian ini juga disebut sebagai penelitian pengujian hipotesis meskipun uraiannya mengandung deskripsi, tetapi sebagai penelitian kausalitas fokusnya terletak pada penjelasan pengaruh di antara variabel – variabel yang diteliti.Singarimbun dan Effendi,2011:5 C.2. Desain Penelitian Desain penelitian kuantitatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode survei ekplanatif analitik. Jenis survei ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui mengapa situasi atau kondisi tertentu terjadi atau apa yang mempengaruhi sesuatu. Kriyantono 2012:60 menjelaskan pada metode survei eksplanatif peneliti tidak sekedar menggambarkan terjadinya fenomena tetapi telah menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi dan apa pengaruhnya. Metode survei dilakukan dengan menyebarkan instrumen penelitian berupa kuesioner. Singarimbun dan Effendi,2011:9 C.3. Obyek Penelitian dan Unit Analisis Menurut Supranto 2000:21 obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Adapun obyek penelitian ini adalah penilaian bawahan atas pesan yang disampaikan oleh atasan langsungnya serta kepuasan atas komunikasi organisasi. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah. Penentuan unit analisis ini didasarkan pada pertimbangan obyektif bahwa berbagai indikator dalam instrumen penelitian lebih cepat dideteksi dengan pendekatan pada individu. 36 C.4. Definisi Konsep dan Definisi Operasional C.4.a Definisi Konsep Definisi konseptual yang digunakankan penelitian ini adalah : 1. Kompetensi Komunikasi Atasan Komunikasi dari atas ke bawah dalam organisasi, yaitu aliran informasi dari lini managerial yang berada di atas dengan lini yang berada di bawahnya digunakan untuk mengarahkan kerja para bawahan dalam menjalankan suatu tugas atau pekerjaan mereka yang berisi tentang informasi organisasi, informasi pekerjaan dan penilaian pekerjaan. 2. Kepuasan Komunikasi Bawahan Kondisi ketika muncul keberadaan rasa nyaman dengan pesan-pesan, media, dan hubungan-hubungan yang timbul dalam organisasi. 3. Kinerja Karyawan Hasil dari sebuah pekerjaan secara kualitas dan secara kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. C.4.b Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen X a. Kepuasan Komunikasi Bawahan X 1 Kepuasan komunikasi bawahan diukur dengan menggunakan kuesioner kepuasan komunikasi Downs dan Hazen:1977. Terdapat 35 item pertanyaan yang telah teruji dan digunakan secara luas dalam mengukur kepuasan komunikasi. Faktor – faktor komunikasi yang diukur dalam kuesioner ini ada tujuh yakni iklim komunikasi, hubungan dengan atasan, integrasi organisasi, kualitas media, komunikasi horizontal dan informal, perspektif organisasi, , serta umpan balik personal. b. Kompetensi Komunikasi Atasan X 2 Kompetensi komunikasi atasan diukur dengan menggunakan kuesioner kompetensi komunikator Monge, et al:1982. Kuesioner tersebut berisi 12 item pertanyaan yang berguna untuk mengetahui bagaimana atasan meng – 37 encoding serta decoding pesan dan umpan balik yang diberikan atas pesan yang diterimanya dari bawahan. 2. Variabel Dependen Y Kinerja pegawai diukur menggunakan kriteria kinerja pegawai. Sopiah:2008. Adapun kriteria yang digunakan mengukur kinerja adalah Quality, Quantity, Timeliness, Cost effectiveness, Need for supervision, dan Interpersonal impact. C.4.c Skala Pengukuran Pengukuran skala dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Penggunaan skala likert ini untk menunjukkan suatu pengukuran bahwa semakin tinggi skor atau nilai berarti memiliki indikasi yang positif, sedangkan skor atau nilai rendah menunjukkan indikasi yang negatif. Untuk variabel kompetensi komunikasi atasan dan kinerja pegawai, rentang dan makna skala likert sebagai berikut: 1. SS menyatakan sangat setuju, nilaiskor 5 untuk kategori jawaban yang sangat mendukung pernyataan, 2. S menyatakan setuju, nilaiskor 4 untuk kategori jawaban yang sangat mendukung pernyataan, 3. N menyatakan netral, nilaiskor 3 untuk kategori jawaban yang mendukung pernyataan, 4. TS menyatakan tidak setuju, nilaiskor 2 untuk kategori jawaban yang kurang mendukung pernyataan, 5. STS menyatakan sangat tidak setuju, nilaiskor 1 untuk kategori jawaban yang tidak mendukung pernyataan. Sedangkan untuk variabel kepuasan komunikasi bawahan, rentang dan makna skala likert sebagai berikut: 1. SP menyatakan sangat puas, nilaiskor 5 untuk kategori jawaban yang sangat mendukung pernyataan, 2. P menyatakan puas, nilaiskor 4 untuk kategori jawaban yang sangat mendukung pernyataan, 3. N menyatakan netral, nilaiskor 3 untuk kategori jawaban yang mendukung pernyataan, 38 4. TP menyatakan tidak puas, nilaiskor 2 untuk kategori jawaban yang kurang mendukung pernyataan, 5. STP menyatakan sangat tidak puas, nilaiskor 1 untuk kategori jawaban yang tidak mendukung pernyataan. Dalam skala likert, item-item dalam kuesionerdaftar pernyataan terbagi menjadi dua, yaitu item positif dan item negatif. Item negatif memiliki skor yang merupakan kebalikan dari skor positif. Sistem pemberian skor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Pemberian Skor Skala Likert Pilihan Jawaban Item Pernyataan Item Negatif Item Positif Skor Skor 1 2 3 SS SP 1 5 S P 2 4 N 3 3 TS TP 4 2 STS STP 5 1 C.5. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini, sekaligus sebagai unit observasi adalah pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah yang menduduki jabatan struktural khusus eselon 3 4 serta yang menduduki jabatan staf dan fungsional. Responden akan mengisi daftar pernyataan dalam kuesioner. C.5.a Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penarikan sampel secara sistematik terstrata stratified systematic sampling. Penarikan sampel secara sistematik terstrata akan mempermudah penarikan sampel, dengan hanya menggunakan satu angka random untuk masing – masing strata, sedangkan angka random berikutnya akan mengikuti dengan menghitung intervalnya. Tingkat strata dibedakan 39 menjadi dua yaitu pegawai yang menduduki jabatan baik eselon tiga atau empat dan strata yang kedua adalah staf dan pejabat fungsional. Berdasarkan daftar pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah menurut satuan organisasi, diketahui jumlah populasi seluruh pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah yang menduduki jabatan struktural khusus eselon 3 4 serta yang menduduki jabatan staf termasuk fungsional N sebanyak 110 orang. C.5.b Penentuan Jumlah Sampel Sebelum menarik sampel terlebih dahulu perlu diketahui jumlah sampel n yang akan diambil dari seluruh anggota populasi N. Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut: 2 1 . N n N e   n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = tingkat kesalahanerror yang dikehendaki sesuai koefisien variasi datanya. Dari rumus tersebut diatas maka diperoleh jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian kali ini dengan tingkat kesalahan sebesar 10 atau e = 0,01 adalah sebagai berikut: 2 110 52,38 1 110.0,1 n    Sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 52 pegawai. C.5.c Pemilihan Sampel Setelah menentukan jumlah sampel, maka langkah berikutnya adalah menentukan pegawai mana yang akan terpilih sebagai sampel. Berdasarkan daftar pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah menurut satuan organisasi kemudian ditarik sampel dengan cara stratified systematic sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil secara sistematik dari tiap strata tersebut. Dalam metode ini populasi yang terdiri dari N unit dibagi ke dalam sub populasi atau strata N 1 , N 2 , N 3 ,…, N L unit . . Unit- unit dalam sub populasi tersebut tidak boleh saling masuk dalam strata lainnya atau tumpang tindih overlapping dan secara bersama-sama membentuk keseluruhan populasi sehingga: 40 N 1 + N 2 + N 3 +….+ N L = N Dari daftar pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah menurut satuan organisasi, yang diperoleh dari sub bagian kepegawaian BPS Provinsi Jawa Tengah, dibentuk dua strata yaitu strata pertama adalah pegawai yang mempunyai jabatan struktural khusus eselon 3 4 dan strata kedua adalah pegawai yang menduduki jabatan staf termasuk fungsional. Berdasarkan daftar pegawai tersebut diketahui jumlah populasi seluruh pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah yang menduduki jabatan struktural dengan eselon kurang dari sama dengan 3 serta yang menduduki jabatan staf termasuk fungsional N adalah 110 orang yang terdiri dari populasi pegawai yang mempunyai jabatan struktural, dengan eselon kurang dari sama dengan 3 N 1 berjumlah 26 orang dan populasi pegawai yang menduduki jabatan staf termasuk fungsional N 2 berjumlah 84 orang. Gambar 3.1 Pembagian Strata Sampel Kemudian setelah strata dibentuk, sampel diambil dari masing-masing strata secara independen. Besarnya sampel yang diambil dalam setiap strata dapat ditentukan dengan Proportional Stratified Random Sampling, besarnya alokasi sampel untuk tiap strata ditentukan dengan rumus sebagai berikut: n N N n h h  N h = jumlah unit dalam strata ke-h n h = ukuran sampel pada strata ke-h Dari rumus diatas maka diperoleh jumlah sampel untuk tiap strata adalah sebagai berikut: 1 26 n .52 12 110   2 84 n .52 40 110   Setelah sampel tiap strata ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan sampel terpilih. Langkah-langkah penentuan sampel terpilih adalah sebagai berikut: POPULASI Pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah Strata 1 Pegawai struktural eselon 3 4 Strata 2 Staf fungsional 41 1. Menghitung interval, yaitu N I n  ; di mana N = jumlah populasi dan n = jumlah sampel 1 1 1 26 2,12 12 N I n    ; 2 2 2 84 2,12 40 N I n    2. Menentukan satu angka random R 1 dari Tabel Angka RandomTAR di mana besarnya lebih kecil atau sama dengan interval 3. Menentukan angka random selanjutnya, yaitu: R 2 = R 1 + I R 3 = R 2 + I = R 1 + 2I, dst R n = R 1 + n-1I Sampel yang terpilih adalah nomor pada kerangka sampel yang sesuai dengan angka random terpilih. Dari jumlah kuesioner yang disebarkan, kuesioner yang kembali berjumlah 52 dan semua kuesioner dapat diolah datanya. Tingkat respon responden dalam penelitian ini sebesar 100 persen karena tidak ada satupun sampel yang non respon. C.6. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data sekunder, berupa daftar seluruh pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah menurut Jabatan, diperoleh dari subbagian kepegawaian BPS Provinsi Jawa Tengah. Data ini yang digunakan sebagai kerangka sampel guna pengambilan sampel. Selain itu, dokumen organisasi juga digunakan sebagai rujukan maupun pembanding dalam penelitian ini, 2. Data primer, diperoleh melalui metode self enumeration survey, dengan alat pengumpul data berupa kuesioner. Unit observasi dalam penelitian ini adalah pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah yang menduduki jabatan struktural khusus eselon 3 4 serta yang menduduki jabatan staf dan fungsional. C.7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang berisi beberapa pernyataan sikap tentang kompetensi komunikasi atasan dan kepuasan komunikasi bawahan serta kinerja pegawai. 42 Menurut Kriyantono 2012:97 tujuan penyebaran kuesioner adalah mencari informasi lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian dalam mengisi daftar pertanyaanpernyataan. C.8. Pengujian Instrumen Penelitian Ketepatan pengujian suatu hipotesis tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Dengan demikian, kuesioner harus memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Pengujian hipotesis penelitian tidak akan mengenai sasarannya jika data yang dipakai tidak valid dan tidak reliabel. Uji pendahuluan dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen, dengan mengambil sampel sebanyak 30 orang. C.8.a. Uji Validitas Validitas dalam penelitian dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya dari apa yang diukur. Pengujian ini berfungsi menunjukkan tingkat kemampuan alat pengukur agar dapat memberikan apa yang menjadi sasaran pokok pengukuran. Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa ingin diukur Singarimbun dan Effendi,2011:122. Tahap-tahap pengujian validitas: 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur. 2. Uji coba skala pengukuran dalam instrumen kepada sejumlah responden. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban yang berbentuk matrik a x b, dimana a menyatakan banyaknya responden dan b menyatakan jumlah item pertanyaan. 4. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan Korelasi Product Moment. Rumus statistik dari koefisien Korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut: 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1                               n i i n i i n i i n i i n i i n i i n i i i xy Y Y n X X n Y X Y X n r Di mana: r xy = koefisien korelasi 43 n = jumlah sampel uji coba X i = skor item pernyataan dari responden ke-i Y i = skor total semua item pernyataan dari responden ke-i 5. Nilai r xy hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai r tabel dengan tingkat signifikansi 0,1 dan derajat bebas N-2. Dasar pengambilan keputusan adalah: a. Jika r xy r tabel maka butir pertanyaan tersebut dianggap valid. b. Jika r xy ≤ r tabel maka butir pertanyaan tersebut dianggap tidak valid sehingga bisa dihilangkan atau diperbaiki. Dalam penelitian ini r tabel yang digunakan adalah r 0,1:28 = 0,3061, dengan demikian nilai kritis untuk pengujian validitas instrumen adalah sebesar 0,3061. C.8.b Uji Reliabilitas Jika alat ukur telah dinyatakan valid, berikutnya alat ukur tersebut diuji reliabilitasnya Umar, 2002:108. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan Singarimbun dan Effendi,2011:122. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya reliabel, akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Sehingga apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan memberikan hasil yang sama. Secara garis besar terdapat dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Perbedaan antara keduanya terletak pada ukuran atau kriteriumnya. Jika ukuran tersebut berada di luar instrumen maka dari hasil pengujian tersebut diperoleh reliabilitas eksternal. Sedangkan apabila perhitungan dilakukan berdasarkan data instrumen itu saja, maka akan menghasilkan reliabilitas internal Arikunto, 2010:72. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperkirakan reliabilitas adalah metode konsistensi internal. Dalam metode konsistensi internal, reliabilitas dapat ditunjukkan melalui besarnya nilai Cronbach Alpha α. Adapun penghitungan α didapatkan dari formula berikut:     1 1    N R NR  44 Dimana: α = Cronbach Alpha N = jumlah item pertanyaan R ’ = rata-rata korelasi antar item pertanyaan. Menurut Arikunto 2010:73, untuk menginterpretasikan koefisien korelasi reliabilitas, dapat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 0,80 – 1,00 = sangat tinggi 0,60 – 0,80 = tinggi 0,40 – 0,60 = cukup tinggi 0,20 – 0,40 = rendah 0,00 – 0,20 = sangat rendah tidak berkorelasi. C.9. Teknik Analisis Data Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interpretasinya yang bertujuan menjawab setiap pertanyaan peneliti dalam rangka mengungkap fenomena komunikasi tertentu. Maleong 2011:103 mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis data kuantitatif. C.9.a Metode Analisis Deskriptif Teknik analisis data yang sesuai dengan penulisan ini adalah analisis deskriptif, yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian dalam keseluruhan. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekunder berdasarkan dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data primer atau data sekunder. Interpretasi data dilakukan untuk menafsirkan sejumlah data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan generalisasi dari pernyataan-pernyataan tentang permasalahan. Terdapat tahapan – tahpan dalam proses analisis data pada metode analisis deskriptif yaitu: 1 Pengumpulan data; 2 Penilaian data; 3 Interprestasi data; dan 4 menarik kesimpulan Umar, 2002:58. Berdasarkan unsur-unsur yang dikemukakan tersebut di atas, maka peneliti menjabarkan sebagai berikut: 45 1. Pengumpulan data, dilakukan dengan teknik dokumentasi atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh baik data primer maupun sekunder. Kemudian pengamatan tentang kinerja organisasi atau instansi, 2. Penilaian data, pada tahap ini masalahnya adalah validitas dan obyektifitas sehingga perlu melakukan kategorisasi data primer dan sekunder dengan pencatatan serta mereduksi data sekunder, kemudian diseleksi agar relevan dengan masalah penelitian, 3. Interpretasi data, yakni memberikan penilaian penafsiran, menjelaskan pola atau kategori serta mencari dan menggambarkan hubungan pengaruh antar berbagai konsep. Langkah ini dilakukan berdasarkan pemahaman intelektual dalam arti dibangun berdasar pengamatan empiris. Untuk ini, memerlukan seperangkat konsep yang telah tersusun, yang dalam penelitian ini berupa teori- teori tentang kinerja organisasi public, 4. Menarik kesimpulan atau generalisasi, yaitu ditujukan untuk menjawab pertanyaan dalam permasalahan yang dirumuskan dengan melihat dasar analisis yang dilakukan, kemudian disusul dengan komentar terhadap hasil kesimpulan. C.9.b Metode Analisis Multivariate PLS-SEM Teknik-teknik analisis data telah digunakan secara meluas oleh para peneliti untuk menguji hubungan kausalitaspengaruh antar variabel. Beberapa teknik analisis tersebut diantaranya adalah analisis regresi regression analysis, analisis jalur path analysis, dan analisis faktor konfirmatori confirmatory factor analysis. Dalam perkembangan selanjutnya, structural equation modeling SEM mulai digunakan oleh para peneliti untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh teknik-teknik analisis diatas. Sharma 1996:146 menyebutkan SEM merupakan generasi kedua dari teknik analisis multivariat yang menggabungkan model pengukuran analisis faktor konfirmatori dengan model struktural analisis regresi, analisis jalur. Beberapa hal yang membedakan SEM dengan regresi biasa dan teknik multivariat lainnya, diantaranya adalah Efferin, 2008:17 : o SEM membutuhkan lebih dari sekedar perangkat statistik yang didasarkan atas regresi biasa dan analisis varian, 46 o Regresi biasa, umumnya, menspesifikan hubungan kausal antara variabel- variabel teramati, sedangkan pada model variabel laten SEM, hubungan kausal terjadi di antara variabel-variabel tidak teramati atau variabel-varibel laten, o SEM selain memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan diantara variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran, o Pada SEM sebuah variabel bebas pada satu persamaan bisa menjadi variabel terikat pada persamaan lain. Selanjutnya SEM menurut Widodo 2006:24 sebagai berikut: o SEM tidak digunakan untuk menghasilkan model namun untuk mengkonfirmasi suatu bentuk model. o Hubungan kausalitas diantara variabel tidak ditentukan oleh SEM, namun dibangun oleh teori yang mendukungnya. o Studi yang mendalam mengenai teori yang berkaitan menjadi model dasar untuk pengujian aplikasi SEM Structural Equation Modeling SEM yang dikembangkan oleh Joreskog 1973, Keesling 1972, dan Wiley 1973 merupakan model yang sangat dipengaruhi oleh asumsi parametrik, diantaranya yaitu semua variabel yang diobservasi memiliki distribusi normal multivariat, observasi harus independen satu sama lain dan jumlah sampel harus besar, minimal direkomendasikan berkisar antara 200 sampai 800 kasus Ghozali, 2014:6. Dengan keterbatasan yang ada karena jumlah sampel yang besar, data harus berdistribusi normal, indikator harus dalam bentuk reflektif, model harus berdasarkan pada teori dan adanya indeterminacy, maka sekarang banyak penelitian yang menggunakan SEM berbasis component atau variance yang terkenal dengan Partial Least Square-Structure Equation Modelling PLS-SEM. Partial Least Square PLS adalah Structural Equation Modeling SEM yang berbasis varian atau sering disebut juga berbasis komponen, merupakan metode analisis yang powerfull seperti dinyatakan Wold 1985 dalam Ghozali 2014:7. Hal ini disebabkan karena tidak berdasarkan pada banyak asumsi seperti variabel tidak harus berdistribusi normal multivariat indikator dengan skala kategori, ordinal , interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama, jumlah data tidak harus besar 47 minimal direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus. PLS dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori dan dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten. Selain itu, keduanya juga dapat menganalisis secara bersamaan konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan indikator formatif yang tidak dapat dilakukan oleh SEM berbasis kovarian Ghozali, 2014:8. Adapun kelebihan PLS-SEM Monecke Leisch, 2012; Hair,et al, 2011; dan Chin Newsted, 1999 sebagai berikut:  PLS-SEM tidak mengharuskan mengikuti asumsi normalitas,  PLS SEM dapat menggunakan ukuran sampel yang kecil,  Tidak mengharuskan sampel acak, dengan demikian sampel yang dipilih dengan pendekatan non- probabilitas, seperti ‘accidental sampling’, ‘purposive sampling’ dan sejenisnya dapat digunakan dalam PLS-SEM.  Memberbolehkan indikator formatif dalam mengukur variabel laten selain indikator reflektif,  PLS-SEM mengijinkan adanya variabel laten dikotomi,  PLS-SEM memberi kelonggaran terhadap keharusan adanya skala pengukuran interval. Dengan demikian peneliti dapat menggunakan skala pengukuran selain interval,  PLS-SEM cocok digunakan sebagai prosedur yang digunakan untuk mengembangkan teori pada tahap awal. Berikut disajikan Dalam PLS-SEM terdapat dua jenis model hubungan antara indikator dan variabel laten, yakni model reflektif dan model formatif. Model reflektif atau sering disebut mode A mencerminkan bahwa setiap indikator merupakan pengukuran kesalahan yang dikenakan terhadap variabel laten. Arah sebab akibat ialah dari variabel laten ke indikator dengan demikian indikator-indikator merupakan refleksi variasi dari variabel laten Henseler, Ringle Sinkovicks, 2009:287. Dengan demikian perubahan pada variable laten diharapkan akan menyebabkan perubahan pada semua indikatornya. Contoh model hubungan reflekftif seperti gambar berikut ini. 48 Gambar 3.2 Model Hubungan Reflektif Pada gambar 2.3 Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara reflektif. Sedangkan model hubungan formatif atau sering disebut mode B ialah hubungan sebab akibat berasal dari indikator menuju ke variabel laten. Hal ini dapat terjadi jika suatu variabel laten didefinisikan sebagai kombinasi dari indikator – indikatornya. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada indikator – indikator akan tercermin pada perubahan variabel latennya. Contoh jelas dalam model ini ialah bauran pemasaran sebagai variabel laten yang dibentuk oleh indikator promosi, produk, harga dan distribusi. Contoh model hubungan formatif seperti gambar 2.4. Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara formatif . Gambar 3.3 Model Hubungan Formatif Selain terdapat dua model hubungan tersebut, Hair, et al 2011:142 juga mengembangkan model jalur sebagaimana tampak pada gambar 2.5. Gambar 3.4 Model Jalur SEM dengan PLS 49 Model di atas mempunyai dua variabel laten eksogen variabel bebas, yaitu Y1 dan Y2 dengan satu variabel laten endogen variabel tergantung, yaitu Y3. Variabel Y1 dan Y2 diukur oleh dua indikator secara formatif, yaitu X1, X2 dan X3, X4. Sedang Variabel Y3 diukur dengan tiga indikator secara reflektif. PLS-SEM terdiri tiga komponen, yaitu model struktural, model pengukuran dan skema pembobotan weight relation Monecke Leisch, 2012. Bagian ketiga ini merupakan ciri khusus PLS-SEM dan tidak ada pada SEM yang berbasis kovarian. Jika digambarkan model akan seperti dibawah ini. Gambar 3.5 Model PLS-SEM Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variabel merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Sedangkan model struktural menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk. Pada gambar 2.6 di atas model pengukuran atau outer model menunjukkan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Persamaan untuk outer model reflective Mode A dapat ditulis sebagai berikut: 50 x x y y x y           1 Dimana: x dan y : manifes variabel atau indikator untuk konstruk laten eksogen  dan endogen  x  dan y  : matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dan indikatornya x  dan y  : residual kesalahan pengukuran measurement error Sedangkan untuk outer model formative Mode B persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: x y               2 Dimana:  dan  : konstruk laten eksogen dan endogen x dan y : manifes variabel atau indikator untuk konstruk laten eksogen  dan endogen  x  dan y  : koefesien regresi berganda untuk variabel laten dan blok indikator x  dan y  : residual dari regresi Inner model pada gambar 2.6 menunjukkan hubungan atau kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk berdasarkan pada substantive theory. Persamaan untuk inner model dapat ditulis sebagai berikut:          3 Dimana:  : vektor konstruk endogen  : vektor konstruk eksogen  : vektor variabel residual unexplained variance Pada dasarnya PLS-SEM didesain untuk model recursive model yang mempunyai satu arah kausalitas, maka hubungan antara variabel laten eksogen terhadap setiap variabel laten endogen sering disebut causal chain system yang persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : 51 j i ji i i jb b j            4 Dimana: ji  dan jb  : Koefisien jalur yang menghubungkan variabel endogen  sebgaia prediktor dan variabel eksogen  , i dan b : range indices, j  : innear residual variable. Untuk melengkapi outer dan inner model dalam memberikan spesifikasi yang cukup mengenai estimasi algoritma PLS, maka dibutuhkan weight relation. Nilai weight relation untuk setiap variabel laten yang diestimasi dalam PLS-SEM mengikuti persamaan berikut: ˆ ˆ b kb kb kb i ki ki ki w x w y       5 Dimana: kb w dan ki w : k weight yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten b  dan i  Estimasi variabel laten adalah linear aggregate dari indikator yang nilai weight- nya didapat melalui prosedur estimasi PLS yang dispesifikasi oleh inner model, outer model serta weight relation. Notasi yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten yakni  adalah vektor variabel endogen,  adalah vektor variabel eksogen,  adalah vektor residual, serta  dan  adalah matriks koefisien jalur. Dalam penelitian ini, analisis data dengan statistika akan menggunakan PLS-SEM bantuan software Smart-PLS student edition versi 3.0. Software tersebut bersifat freeware dan merupakan aplikasi untuk mengestimasi PLS-SEM yang terbaru. Dalam Smart-PLS versi 3.0, metode analisis algorithm PLS yang disediakan terdapat tiga skema yaitu factorial, centroid, dan path atau structural weighting. Skema yang algoritma PLS yang disarankan oleh Wold dalam Ghozali 2014:51 adalah path atau structural weighting. Adapun alasan penggunaan PLS-SEM dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. PLS-SEM merupakan metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten dengan multiple indicator, 52 2. PLS-SEM merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya tidak harus besar. Besarnya sampel direkomendasikan berkisar dari 30 sd 100 kasus, 3. PLS-SEM merupakan metode analisis untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah, 4. PLS-SEM menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk dengan item indikator tunggal. Konstruk reflektif mengasumsikan bahwa konstrukvariabel laten mempengaruhi indikator arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator. Konstruk formatif mengasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstrukvariabel laten arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk. Estimasi parameter yang didapat dengan PLS-SEM dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu: 1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten, 2. Mencerminkan estimasi jalur path estimate yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan blok indikatornya loading, 3. Keterkaitan dengan means dan lokasi parameter nilai konstanta regresi untuk indikator dan variabel laten. Untuk mendapatkan ketiga estimasi tersebut, PLS-SEM menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan Weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi konstanta. Pada tahap 1 proses iterasi indikator dan variabel laten diperlukan sebagai deviasi penyimpangan dari nilai means rata-rata; tahap 2 digunakan untuk menghitung means dan lokasi parameter; pada tahap 3 untuk hasil estimasi dapat diperoleh berdasarkan pada data metric original, hasil weight estimate dan path estimate. Langkah – langkah analisis PLS-SEM dapat penulis jabarkan sebagai berikut: 1 Menentukan hubungan antar variabel Yang pertama kali dilakukan adalah menentukan arah kausalitas antar konstruk laten berdasarkan teori yang ada. Dalam penelitian ini, model struktural yang dianalisis memenuhi model reflektif dengan semua indikator dari dua variabel 53 eksogen yakni: Kepuasan Komunikasi Bawahan X1 dan Kompetensi Komunikasi Atasan X2. Demikian pula dengan variabel endogen, variabel endogen yang memenuhi model reflektif untuk dianalisis yakni: Kinerja Pegawai Y, 2 Menggambar diagram jalur path diagram PLS-SEM Berdasarkan kerangka konseptual penelitian yang dibangun atas dasar teori dan konsep, maka dapat digambarkan path diagram penelitian seperti Gambar 3.6. Kepuasan Komunikasi Bawahan X1 Kompetensi Komunikasi Atasan X2 Kinerja Pegawai Y X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X2.1 X2.2 X2.3 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Gambar 3.6 Path Diagram PLS-SEM Keterangan: X1 : Kepuasan Komunikasi Bawahan X1.1: Iklim Komunikasi X1.2: Hubungan Dengan Atasan X1.3: Integrasi Organisasi X1.4: Kualitas Media X1.5: Komunikasi horizontal dan informal X1.6: Perspektif Organisasi X1.7:Umpan Balik Personal X2 : Kompetensi Komunikasi Atasan X2.1: Kemampuan Meng-encode pesan X2.2: Kemampuan Men-decode pesan X2.3: Kemampuan Merespon Umpan Balik Y : Kinerja Pegawai Y1: Quality Y2: Quantity Y3: Timeliness Y4: Cost Effectiveness Y5: Need for Supervision Y6: Interpersonal Impact 54 Dari gambar di atas hubungan dari X1 ke X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5, X1.6, dan X1.7, serta hubungan dari X2 ke X2.1, X2.2, dan X2.3 adalah hubungan outer model atau konstruk pengukuran yang bersifat reflektif. Hubungan X1 dan X2 ke X yang merupakan variabel sekunder dan hubungan Y1, Y2, Y3, Y4, Y5, dan Y6 ke Y adalah hubungan outer model atau konstruk pengukuran yang bersifat reflektif. Serta hubungan X ke Y adalah inner model. 3 Konversi diagram jalur ke persamaan 1 Konversi persamaan model pengukuran outer model 1. Variabel laten eksogen X1 refleksif 1.1 1.5 1.2 1.6 1.3 1.7 1.4 1.1 1 1 1.5 1 5 1.2 1 2 1.6 1 6 1.3 1 3 1.7 1 7 1.4 1 4 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X                             2. Variabel laten eksogen X2 refleksif

2.1 2.2

2.3 2.1 2 1 2.2 2 2 2.3 2 3 X X X X X X X X X             3. Variabel laten endogen Y refleksif 1 4 2 5 3 6 1 1 4 4 2 2 5 5 3 3 6 6 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y                               2 Konversi persamaan model struktural inner model y X      atau y Y X     4 Evaluasi model PLS-SEM Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non-parametrik. Oleh karena itu, model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outer model dan inner model. Penjelasan lebih lanjut, adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi model pengukuran outer model

Evaluasi outer model disebut pula dengan evaluasi model pengukuran dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Outer model dengan