Asas-asas Hukum Perjanjian Tinjauan Tentang Perjanjian Pada Umumnya

17 4 Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu timbulnya akibat hukum, ialah adanya hak dan kewajiban para pihak. 5 Ada prestasi yang harus dipenuhi.

2. Asas-asas Hukum Perjanjian

Asas hukum adalah suatu pikiran yang umumnya bersifat atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat di temukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut. Dalam perjanjian dikenal beberapa aspek hukum yang berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian, kekuatan yang mengikatnya suatu perjanjian dan pelaksanaan perjanjian. Asas asas hukum tersebut antara lain : a. Asas Konsensualisme Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian, kata Konsensualisme berasal dari bahasa latin, consensus yang artinya sepakat. Jadi yang dimaksud asas Konsensulisme adalah perjanjian itu terjadi karena adanya kata sepakat atau kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat perjanjian. Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan bahwa : ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Di 18 dalam pasal tersebut dijumpai asas konsensualisme yang terdapat pada kata ”....perjanjian yang dibuat secara sah...” yang menunjukkan pada Pasal 1320 KUH Perdata , terutama pada butir 1 yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Dengan asas konsensualisme berarti bahwa perjanjian itu terbentuk atau lahir pada saat tercapainya kata sepakat dari para pihak yang mengikatkan dirinya. Asas konsensus ini kemudian berpengaruh pada bentuk perjanjian , bahwa dengan adanya konsensualisme, perjanjian itu lahir atau terbentuk pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak sehingga tidak diperlukan formalitas lain. Akibatnya perjanjian yang terjadi karena kata sepakat tersebut orang bebas untuk membuat perjanjian, bebas menentukan isi perjanjian dan bentuk perjanjian. b. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian, yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Asas ini terkandung dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dari kata ” semua perjanjian ” dalam pasal tersebut berarti meliputi semua perjanjian. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak maka dapat disimpulkan bahwa sistim hukum perjanjian adalah terbuka, yaitu para pihak bebas mengadakan perjanjian apa saja walaupun belum diatur dalam KUH Perdata. Ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUH 19 Perdata tersebut juga bersifat lengkap, artinya Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut boleh disimpangi apabila para pihak yang membuat perjanjian, menghendaki dan membuat ketentuan- ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan Pasal-pasal undang-undang. Namun demikian menurut pasal 1337 KUH Perdata, kebebasan yang ada sifatnya tidak mutlak melainkan ada batasnya, yaitu : 1 Tidak dilarang oleh undang-undang. 2 Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. 3 Tidak bertentangan dengan kesusilaan. c. Asas Kekuatan Mengikat Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian bagi para pihak. Kita jumpai asas tersebut dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, dari kalimat ”berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Perjanjian yang dibuat secara sah, apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian ini mempunyai kekuatan yang mengikat para pembuat atau pemakainya. Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata menyatakan bahwa: ”Perjanjian- perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak , atau karena alasan-alasan 20 yang oleh undang-undang dicukupkan untuk itu.” . Purwahid Patrik, 1989 : 47-49. Dari ketentuan-ketentuan tersebut terkandung maksud dari pembentukan undang-undang yang tidak menghendaki adanya penyimpangan berupa pembatalan sepihak dari pelaksanaan perjanjian yang telah disepakati. Disamping ketiga asas perjanjian diatas, didalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, yaitu : 1 Asas kepercayaan Asas kepercayaan ini mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari. 2 Asas Persamaan Hukum Asas persamaan hukum adalah bahwa subyek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan tidak dibeda- bedakan antara satu sama lain, walaupun subyek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras. 21 3 Asas Keseimbangan Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad yang baik. 4 Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatkanya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. 5 Asas Moral Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, di mana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat didalam zaakwarneming, dimana seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela moral. Yang bersangkutan mempunyai kewajiaban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatanya. Faktor–faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk 22 melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan moral sebagai panggilan hati nuraninya. 6 Asas Kepatuhan Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. 7 Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. 8 Asas Perbandingan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun yang perlu mendapat perlindungan itu seringkali adalah pihak debitur karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah. Sudikno M, 2003 : 159-160

3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian