BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Setiap penelitian memerlukan kerangka teori yang digunakan untuk mendukung pernyataan dan menjadi dasar dilakukannya sebuah
penelitian. Pada bab ini penulis akan memaparkan sejumlah teori yang terkait dengan penelitian ini, yakni teori tentang perempuan dalam
kontruksi sosial, perempuan dewasa awal, teori cinta menurut ahli psikologi, lingkaran kekerasan, dan teori kelekatan.
A. Perempuan dan Konstruksi Sosial
Manusia, baik laki-laki maupun perempuan tumbuh dalam dunia yang telah dikonstruksikan oleh lingkungan sosial sejak mereka
dilahirkan. Ekspektasi sosial yang dilekatkan dalam diri laki-laki dan perempuan agar menjadi
’laki-laki seutuhnya’, atau ’perempuan seutuhnya’. ’Menjadi laki-laki seutuhnya’ kerap kali disangkutpautkan
dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemandirian, sedangkan ’menjadi perempuan seutuhnya’ seringkali dikaitkan dengan kelemahlembutan,
kepatuhan, dan keibuan. Konstruksi sosial tersebut perlahan dapat
membuat individu terkungkung dalam pengertian yang dibangun masyarakat tentang ’bagaimana seharusnya menjadi laki-laki’ dan
’bagaimana seharusnya menjadi perempuan’ yang mendorong individu untuk berperilaku sesuai dengan kontruksi yang dibangun baik secara
sadar maupun tidak sadar. Jika ditelusuri, konstruksi tersebut tidak dapat dipisahkan dari
budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Secara harafiah, patriarki artinya aturan-aturan dari ayah atau laki-laki,
namun kini lebih diartikan sebagai dominasi laki-laki di bawah aturan ayah the rule of father. Menurut Goldberg dalam Nurdin dkk, 2006
dalam sudut pandang antropologi, hampir seluruh sistem organisasi seperti politik, finansial, ekonomi, religi yang menduduki sejumlah
posisi teratas diduduki oleh kaum laki-laki. Hal tersebut menunjukkan
bahwa laki-laki cenderung mendominasi arena politik dan membuat aturan-aturan yang melanggengkan kekuasaan dan superioritasnya atas
perempuan Subono, 2001. Tidak dapat dipungkiri, perempuan dari jaman dahulu telah
menjadi subordinat yang lemah dan harus tunduk pada laki-laki. Para pemikir Yunani kuno semacam Plato misalnya, memiliki pandangan
bahwa perempuan dapat berpartisipasi dalam sistem pemerintahan aristokrasi yang menurutnya ideal, namun demikian Plato sendiri
mengatakan bahwa warga yang mati dalam kondisi tidak baik akan dikutuk menjadi perempuan. Aristoteles murid Plato justru berpendapat
bahwa perempuan memang warga kelas dua yang tidak memiliki hak demokrasi di negara karena sifat pasif organ seksualnya vagina yang
dimasuki oleh penis Prabowo, 2014. Bahkan hingga kini, di era modern yang seolah membawa perempuan pada kesetaraan, namun
pada kenyataannya perempuan masih mengalami ketimpangan. Meski kini perempuan telah dapat bekerja dan memasuki sektor publik, namun
dalam prakteknya perempuan masih kerap dipandang sebagai seks kelas dua dibawah laki-laki.
B. Perempuan Dewasa Awal