Kajian Ketahanan Keluarga Petani: Hubungan Kesejahteraan Keluarga Dengan Kualitas Perkawinan

(1)

KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI:

HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN

KUALITAS PERKAWINAN

Oleh:

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA. Kajian Ketahanan Keluarga Petani:

Hubungan Kesejahteraan Keluarga Dengan Kualitas Perkawinan. Dibimbing oleh

EUIS SUNARTI.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji ketahanan keluarga terutama menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga petani dengan kualitas perkawinan. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan dukungan sosial keluarga petani; 2) Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga petani; 3) Mengidentifikasi kualitas perkawinan keluarga petani; 4) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kesejahteraan keluarga petani; 5) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kualitas perkawinan keluarga petani; 6) Menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan petani; 7) Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan antara keluarga penggarap dan buruh tani.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan dilaksanakan di Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa masih banyak penduduknya yang bermata pencaharian sebagai petani serta kemudahan akses, yaitu di wilayah Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Contoh penelitian adalah keluarga utuh yang terdiri dari suami, isteri dan anak, bermata pencaharian sebagai petani serta mempunyai anak yang berusia sekolah dasar di dalam keluarga contoh. Contoh ditarik dari dua desa yang masing-masing terdiri dari 30 petani penggarap dari Desa Ciasihan, 30 buruh tani dari Desa Ciasihan, 30 petani penggarap dari Desa Ciasmara, dan 30 buruh tani dari Desa Ciasmara. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai dari bulan April 2007 hingga bulan Mei 2007.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan akses informasi), dukungan sosial, kualitas perkawinan (kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan), dan kesejahteraan keluarga (obyektif dan subyektif). Data sekunder meliputi gambaran lokasi penelitian yang diperoleh dari arsip desa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar keluarga contoh berkisar dari 2 hingga 13 orang, persentase terbesar keluarga petani penggarap (61.7%) dan buruh tani (43.3%) memiliki besar keluarga 5-6 orang yang termasuk dalam kategori sedang. Umur suami berkisar antara 29-60 tahun, persentase terbesar suami pada petani penggarap (43.3%) termasuk dalam kategori usia dewasa madya (31-40 tahun) sedangkan setengah suami pada buruh tani (50.0%) termasuk dalam kategori usia dewasa akhir (41-50 tahun). Umur isteri berkisar antara 24 hingga 55 tahun dan persentase terbesar berada pada kategori dewasa madya yaitu 56.7 persen untuk isteri petani penggarap dan 48.3 persen untuk isteri buruh tani. Persentase terbesar tingkat pendidikan untuk petani penggarap berada pada kategori tamat SD, sedangkan persentase terbesar tingkat pendidikan untuk buruh tani berada pada kategori tidak tamat SD. Persentase terbesar keluarga penggarap (28.3%) memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 250 000, sedangkan persentase terbesar keluarga buruh tani (53.3%) memiliki pendapatan per kapita per bulan kurang dari Rp 100 000. Lebih dari setengah keluarga petani penggarap (75.0%) memiliki aset lebih dari


(3)

20 juta rupiah, sedangkan pada buruh tani lebih dari setengahnya (78.3%) memiliki aset sebesar kurang dari 5 juta rupiah. Persentase terbesar perolehan akses informasi dari keluarga petani penggarap (63.3%) dan buruh tani (60.0%) berada pada kategori sedang, dan persentase terbesar dukungan sosial yang diperoleh oleh keluarga petani penggarap (35.0%) berada pada kategori tinggi sedangkan buruh tani (41.7%) berada pada kategori sedang.

Dengan menggunakan indikator pendapatan, lebih dari separuh contoh keluarga penggarap (53.3%) berada pada kategori sejahtera (berada di atas garis kemiskinan), sedangkan sebagian besar contoh buruh tani (85.0%) berada pada kategori tidak sejahtera (berada di bawah garis kemiskinan). Secara subyektif, persentase terbesar contoh petani penggarap (85.0%) dan buruh tani (63.3%) menyatakan puas dengan kesejahteraan keluarganya. Terdapat perbedaan kesejahteraan yang nyata antara petani penggarap dan buruh tani baik dari pendekatan secara obyektif maupun dari pendekatan secara subyektif yang dirasakan oleh contoh.

Skor kepuasan perkawinan contoh (istri) berkisar antara 20 hingga 100 persen dan persentase terbesar contoh petani penggarap (91.7%) dan buruh tani (76.7%) berada pada kategori kepuasan perkawinan yang tinggi. Skor kebahagiaan perkawinan contoh berkisar antara 33 hingga 100 persen dan persentase terbesar contoh petani penggarap (88.3%) dan buruh tani (71.7%) berada pada kategori kebahagiaan perkawinan yang tinggi. Kualitas perkawinan contoh berada pada kisaran 37 hingga 100 persen. Hampir seluruh contoh petani penggarap memiliki kualitas perkawinan yang tinggi yaitu sebesar 91.7 persen, dan persentase terbesar kualitas perkawinan contoh buruh tani (73.3%) berada pada kategori tinggi juga. Terdapat perbedaan kualitas perkawinan yang nyata pada isteri contoh antara keluarga petani penggarap dan buruh tani.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin rendah tingkat pendapatan keluarga, tetapi tidak terdapat hubungn yang nyata antara besar keluarga dengan kesejahteraan subyektif. Umur orangtua tidak berhubungan nyata dengan tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan obyektif. Semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan subyektif. Semakin tinggi tingkat pendidikan isteri, maka semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan subyektif. Semakin tinggi akses informasi, maka semakin tinggi tingkat pendapatan dan kesejahteraan subyektif. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara dukungan sosial yang diterima keluarga dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan subyektif.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan isteri, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan isteri. Semakin tinggi contoh dalam kemudahan mengakses informasi, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan isteri. Sedangkan dukungan sosial yang diterima keluarga, besar kaluarga dan umur isteri tidak berhubungan nyata dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan contoh (isteri), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan. Sama halnya dengan kesejahteraan secara subyektif yang dirasakan keluarga contoh berkorelasi positif dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan, dimana semakin tinggi kepuasan contoh terhadap kesejahteraan yang dimilikinya, maka semakin tinggi kepuasan dan kebahagiaannya terhadap perkawinan yang berarti semakin tinggi pula kualitas perkawinan.


(4)

KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI:

HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN

KUALITAS PERKAWINAN

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA A54102901

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

JUDUL : KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI: HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN KUALITAS PERKAWINAN

Nama : Khoirul Munawar Ritonga Nomor Pokok : A54102901

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Euis Sunarti, MS NIP 131 803 646

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatra Utara pada tanggal 05 April 1984 dari pasangan H. Amir Hamzah Ritonga, BA dan Hotlan Tambunan. Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di SD Muhammadiyah I Padangsidimpuan dan melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Padangsidimpuan. Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikannya dari SMU Negeri I Padangsidimpuan dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan. Tahun 2002 sampai 2005, penulis menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan. Penulis juga aktif mengikuti kepanitian yang diselenggarakan baik oleh Departemen GMSK, Fakultas Pertanian maupun dari Institut Pertanian Bogor.


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi, yaitu kepada:

1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik.

3. Ir. Retnaningsih, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji sidang, terima kasih atas saran yang mendukung kesempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Ayah, Ibu, kakak-adikku : de’ Fitri, bang Ais, ka’ Iya, ka’ Ati, bang Ijan dan ka’ Odang, serta keluarga besar ayah ibu yang telah memberikan cinta, semangat dan perhatian kepada penulis (i’m proud to be yours).

5. Rekan-rekan terbaikku : Syarief, Herman, E.R. Poesoko, Ocid, Saidah, Hasni, Rivo dan Asep. Terimakasih atas cinta, semangat dan keceriaan yang telah kalian berikan (you are the best friend I ever had).

6. Rekan-rekan sepenelitian payung (Ana, Nia dan Mali) serta seluruh Gamasaker’s 40 dan 41 (Eka April, Andi, Atfe, Selly, Mutia, Betsy, Naok, Pritha dan semua yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu). Terima kasih atas keceriaan dan pengalaman yang kita lalui bersama (love u all).

7. Seluruh staf GMSK dan IPB yang telah membantu dalam proses akademik. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karenanya saran dan kritik yang membangun sangat disterituhkan dalam perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca pada umumnya…amin.

Bogor, Agustus 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Indonesia ... 5

Ketahanan Keluarga ... 6

Keluarga Petani ... 6

Kesejahteraan Keluarga ... 8

Kualitas Perkawinan... 10

Kepuasan Perkawinan ... 12

Kebahagiaan Perkawinan ... 12

Karakteristik Keluarga ... 13

Dukungan Sosial ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

Karakteristik Keluarga ... 28

Dukungan Sosial ... 34

Tingkat Kesejahteraan ... 37

Kualitas Perkawinan ... 45

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Keluarga ... 51


(9)

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial dengan

Kualitas Perkawinan ... 52

Hubungan Kesejahteraan Keluarga dengan Kualitas Perkawinan .... 53

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Sebagian besar penduduk Indonesia (70-80%) masih menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis dan agroindustri sehingga sudah seharusnya Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu pengelola pembangunan ekonomi yang utama (Solahuddin 1999). Petani sebagai pengelola sektor pertanian memiliki arti penting dalam menentukan kualitas pertanian di Indonesia, yang terdiri dari petani buruh dan petani penggarap.

Keluarga petani merupakan keluarga yang memperoleh pendapatan sehari-harinya dari kegiatan bertani. Sensus Pertanian 2003, tentang perkembangan pertanian dari tahun 1983 hingga 2003 menunjukkan bahwa selama kurun waktu duapuluh tahun jumlah rumah tangga petani di negeri ini meningkat dari 19.5 juta pada tahun 1983 menjadi 25.4 juta pada tahun 2003, atau dengan laju pertambahan sekitar 2.2 persen per tahun.sehingga telah terjadi peningkatan sebesar lebih dari 27 persen. Jumlah rumah tangga pertanian sebagian besar (54,6%) terkonsentrasi di pulau Jawa, dan sebagian besar merupakan rumah tangga pertanian tanaman padi dan palawija.

Besarnya jumlah petani serta pentingnya peranan petani dalam pembangunan mengindikasikan akan pentingnya memperhatikan kesejahteraan keluarga petani di Indonesia, dimana kesejahteraan keluarga merupakan output dari ketahanan keluarga. Ketahanan suatu keluarga dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya, berdasarkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Sebagian besar (70%) penduduk termiskin berada di wilayah pedesaan yang penghidupan pokoknya bersumber dari pertanian subsistem. Bagi mereka mempertahankan hidup merupakan masalah pokok (Todaro 1994).

Pada tahun 2002, dari 38.4 juta orang miskin di Indonesia, 65.4 persen di antaranya berada di pedesaan, dan 53.9 persen adalah petani. Tahun 2003, dari 24.3 juta rumah tangga pertanian (yang berbasis lahan), 20.1 juta atau sekitar 82.7 persen di antaranya dapat dikategorikan miskin. Sensus Pertanian 2003 juga memberikan gambaran serupa tentang seriusnya masalah kemiskinan dan ketidaksejahteraan petani di Indonesia.


(11)

KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI:

HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN

KUALITAS PERKAWINAN

Oleh:

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(12)

RINGKASAN

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA. Kajian Ketahanan Keluarga Petani:

Hubungan Kesejahteraan Keluarga Dengan Kualitas Perkawinan. Dibimbing oleh

EUIS SUNARTI.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji ketahanan keluarga terutama menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga petani dengan kualitas perkawinan. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan dukungan sosial keluarga petani; 2) Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga petani; 3) Mengidentifikasi kualitas perkawinan keluarga petani; 4) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kesejahteraan keluarga petani; 5) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kualitas perkawinan keluarga petani; 6) Menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan petani; 7) Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan antara keluarga penggarap dan buruh tani.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan dilaksanakan di Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa masih banyak penduduknya yang bermata pencaharian sebagai petani serta kemudahan akses, yaitu di wilayah Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Contoh penelitian adalah keluarga utuh yang terdiri dari suami, isteri dan anak, bermata pencaharian sebagai petani serta mempunyai anak yang berusia sekolah dasar di dalam keluarga contoh. Contoh ditarik dari dua desa yang masing-masing terdiri dari 30 petani penggarap dari Desa Ciasihan, 30 buruh tani dari Desa Ciasihan, 30 petani penggarap dari Desa Ciasmara, dan 30 buruh tani dari Desa Ciasmara. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai dari bulan April 2007 hingga bulan Mei 2007.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan akses informasi), dukungan sosial, kualitas perkawinan (kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan), dan kesejahteraan keluarga (obyektif dan subyektif). Data sekunder meliputi gambaran lokasi penelitian yang diperoleh dari arsip desa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar keluarga contoh berkisar dari 2 hingga 13 orang, persentase terbesar keluarga petani penggarap (61.7%) dan buruh tani (43.3%) memiliki besar keluarga 5-6 orang yang termasuk dalam kategori sedang. Umur suami berkisar antara 29-60 tahun, persentase terbesar suami pada petani penggarap (43.3%) termasuk dalam kategori usia dewasa madya (31-40 tahun) sedangkan setengah suami pada buruh tani (50.0%) termasuk dalam kategori usia dewasa akhir (41-50 tahun). Umur isteri berkisar antara 24 hingga 55 tahun dan persentase terbesar berada pada kategori dewasa madya yaitu 56.7 persen untuk isteri petani penggarap dan 48.3 persen untuk isteri buruh tani. Persentase terbesar tingkat pendidikan untuk petani penggarap berada pada kategori tamat SD, sedangkan persentase terbesar tingkat pendidikan untuk buruh tani berada pada kategori tidak tamat SD. Persentase terbesar keluarga penggarap (28.3%) memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 250 000, sedangkan persentase terbesar keluarga buruh tani (53.3%) memiliki pendapatan per kapita per bulan kurang dari Rp 100 000. Lebih dari setengah keluarga petani penggarap (75.0%) memiliki aset lebih dari


(13)

20 juta rupiah, sedangkan pada buruh tani lebih dari setengahnya (78.3%) memiliki aset sebesar kurang dari 5 juta rupiah. Persentase terbesar perolehan akses informasi dari keluarga petani penggarap (63.3%) dan buruh tani (60.0%) berada pada kategori sedang, dan persentase terbesar dukungan sosial yang diperoleh oleh keluarga petani penggarap (35.0%) berada pada kategori tinggi sedangkan buruh tani (41.7%) berada pada kategori sedang.

Dengan menggunakan indikator pendapatan, lebih dari separuh contoh keluarga penggarap (53.3%) berada pada kategori sejahtera (berada di atas garis kemiskinan), sedangkan sebagian besar contoh buruh tani (85.0%) berada pada kategori tidak sejahtera (berada di bawah garis kemiskinan). Secara subyektif, persentase terbesar contoh petani penggarap (85.0%) dan buruh tani (63.3%) menyatakan puas dengan kesejahteraan keluarganya. Terdapat perbedaan kesejahteraan yang nyata antara petani penggarap dan buruh tani baik dari pendekatan secara obyektif maupun dari pendekatan secara subyektif yang dirasakan oleh contoh.

Skor kepuasan perkawinan contoh (istri) berkisar antara 20 hingga 100 persen dan persentase terbesar contoh petani penggarap (91.7%) dan buruh tani (76.7%) berada pada kategori kepuasan perkawinan yang tinggi. Skor kebahagiaan perkawinan contoh berkisar antara 33 hingga 100 persen dan persentase terbesar contoh petani penggarap (88.3%) dan buruh tani (71.7%) berada pada kategori kebahagiaan perkawinan yang tinggi. Kualitas perkawinan contoh berada pada kisaran 37 hingga 100 persen. Hampir seluruh contoh petani penggarap memiliki kualitas perkawinan yang tinggi yaitu sebesar 91.7 persen, dan persentase terbesar kualitas perkawinan contoh buruh tani (73.3%) berada pada kategori tinggi juga. Terdapat perbedaan kualitas perkawinan yang nyata pada isteri contoh antara keluarga petani penggarap dan buruh tani.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin rendah tingkat pendapatan keluarga, tetapi tidak terdapat hubungn yang nyata antara besar keluarga dengan kesejahteraan subyektif. Umur orangtua tidak berhubungan nyata dengan tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan obyektif. Semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan subyektif. Semakin tinggi tingkat pendidikan isteri, maka semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga dan kesejahteraan subyektif. Semakin tinggi akses informasi, maka semakin tinggi tingkat pendapatan dan kesejahteraan subyektif. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara dukungan sosial yang diterima keluarga dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan subyektif.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan isteri, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan isteri. Semakin tinggi contoh dalam kemudahan mengakses informasi, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan isteri. Sedangkan dukungan sosial yang diterima keluarga, besar kaluarga dan umur isteri tidak berhubungan nyata dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan contoh (isteri), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin tinggi kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan. Sama halnya dengan kesejahteraan secara subyektif yang dirasakan keluarga contoh berkorelasi positif dengan kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan, dimana semakin tinggi kepuasan contoh terhadap kesejahteraan yang dimilikinya, maka semakin tinggi kepuasan dan kebahagiaannya terhadap perkawinan yang berarti semakin tinggi pula kualitas perkawinan.


(14)

KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI:

HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN

KUALITAS PERKAWINAN

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

KHOIRUL MUNAWAR RITONGA A54102901

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(15)

JUDUL : KAJIAN KETAHANAN KELUARGA PETANI: HUBUNGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN KUALITAS PERKAWINAN

Nama : Khoirul Munawar Ritonga Nomor Pokok : A54102901

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Euis Sunarti, MS NIP 131 803 646

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatra Utara pada tanggal 05 April 1984 dari pasangan H. Amir Hamzah Ritonga, BA dan Hotlan Tambunan. Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di SD Muhammadiyah I Padangsidimpuan dan melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Padangsidimpuan. Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikannya dari SMU Negeri I Padangsidimpuan dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan. Tahun 2002 sampai 2005, penulis menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan. Penulis juga aktif mengikuti kepanitian yang diselenggarakan baik oleh Departemen GMSK, Fakultas Pertanian maupun dari Institut Pertanian Bogor.


(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi, yaitu kepada:

1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik.

3. Ir. Retnaningsih, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji sidang, terima kasih atas saran yang mendukung kesempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Ayah, Ibu, kakak-adikku : de’ Fitri, bang Ais, ka’ Iya, ka’ Ati, bang Ijan dan ka’ Odang, serta keluarga besar ayah ibu yang telah memberikan cinta, semangat dan perhatian kepada penulis (i’m proud to be yours).

5. Rekan-rekan terbaikku : Syarief, Herman, E.R. Poesoko, Ocid, Saidah, Hasni, Rivo dan Asep. Terimakasih atas cinta, semangat dan keceriaan yang telah kalian berikan (you are the best friend I ever had).

6. Rekan-rekan sepenelitian payung (Ana, Nia dan Mali) serta seluruh Gamasaker’s 40 dan 41 (Eka April, Andi, Atfe, Selly, Mutia, Betsy, Naok, Pritha dan semua yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu). Terima kasih atas keceriaan dan pengalaman yang kita lalui bersama (love u all).

7. Seluruh staf GMSK dan IPB yang telah membantu dalam proses akademik. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karenanya saran dan kritik yang membangun sangat disterituhkan dalam perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca pada umumnya…amin.

Bogor, Agustus 2007


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Indonesia ... 5

Ketahanan Keluarga ... 6

Keluarga Petani ... 6

Kesejahteraan Keluarga ... 8

Kualitas Perkawinan... 10

Kepuasan Perkawinan ... 12

Kebahagiaan Perkawinan ... 12

Karakteristik Keluarga ... 13

Dukungan Sosial ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

Karakteristik Keluarga ... 28

Dukungan Sosial ... 34

Tingkat Kesejahteraan ... 37

Kualitas Perkawinan ... 45

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Keluarga ... 51


(19)

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial dengan

Kualitas Perkawinan ... 52

Hubungan Kesejahteraan Keluarga dengan Kualitas Perkawinan .... 53

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Sebagian besar penduduk Indonesia (70-80%) masih menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis dan agroindustri sehingga sudah seharusnya Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu pengelola pembangunan ekonomi yang utama (Solahuddin 1999). Petani sebagai pengelola sektor pertanian memiliki arti penting dalam menentukan kualitas pertanian di Indonesia, yang terdiri dari petani buruh dan petani penggarap.

Keluarga petani merupakan keluarga yang memperoleh pendapatan sehari-harinya dari kegiatan bertani. Sensus Pertanian 2003, tentang perkembangan pertanian dari tahun 1983 hingga 2003 menunjukkan bahwa selama kurun waktu duapuluh tahun jumlah rumah tangga petani di negeri ini meningkat dari 19.5 juta pada tahun 1983 menjadi 25.4 juta pada tahun 2003, atau dengan laju pertambahan sekitar 2.2 persen per tahun.sehingga telah terjadi peningkatan sebesar lebih dari 27 persen. Jumlah rumah tangga pertanian sebagian besar (54,6%) terkonsentrasi di pulau Jawa, dan sebagian besar merupakan rumah tangga pertanian tanaman padi dan palawija.

Besarnya jumlah petani serta pentingnya peranan petani dalam pembangunan mengindikasikan akan pentingnya memperhatikan kesejahteraan keluarga petani di Indonesia, dimana kesejahteraan keluarga merupakan output dari ketahanan keluarga. Ketahanan suatu keluarga dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya, berdasarkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Sebagian besar (70%) penduduk termiskin berada di wilayah pedesaan yang penghidupan pokoknya bersumber dari pertanian subsistem. Bagi mereka mempertahankan hidup merupakan masalah pokok (Todaro 1994).

Pada tahun 2002, dari 38.4 juta orang miskin di Indonesia, 65.4 persen di antaranya berada di pedesaan, dan 53.9 persen adalah petani. Tahun 2003, dari 24.3 juta rumah tangga pertanian (yang berbasis lahan), 20.1 juta atau sekitar 82.7 persen di antaranya dapat dikategorikan miskin. Sensus Pertanian 2003 juga memberikan gambaran serupa tentang seriusnya masalah kemiskinan dan ketidaksejahteraan petani di Indonesia.


(21)

Menurut Ferguson, Horwood dan Beutrais (Sumarwan dan Hira 1993) bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan ke dalam kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material. Kesejahteraan ekonomi keluarga misalnya, diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

Santamarina et al. (2002) diacu oleh Suandi (2005) mengemukakan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari dua pendekatan yakni pendekatan obyektif dan subyektif. Kesejahteraan yang bersifat obyektif dapat diukur berdasarkan ukuran ekonomi, sosial, dan lain-lain. Sedangkan tingkat kesejahteraan subyektif berdasarkan persepsi masing-masing orang akan kesejahteraan.

Peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting sehubungan dengan fakta adanya variasi tingkat kepuasan dan kebahagiaan perkawinan yang dirasakan oleh suatu keluarga dalam menilai pekawinannya. Tingkat kesejahteraan yang berbeda (dalam hal keluarga petani), tentu akan memberikan penjelasan yang berbeda terhadap keragaan interaksi pasangan dalam keluarga petani, dimana interaksi merupakan faktor penentu dalam menentukan kualitas perkawinan. Kualitas perkawinan didefenisikan sebagai sejauh mana mutu perkawinan, baik sebagai pandangan pasangan pada titik waktu tertentu, maupun sebagai kombinasi perasaan yang dialami pasangan, dan ciri-ciri relasional antar pasangan pada titik waktu tertentu (Suhardono 1998).

Kualitas perkawinan memiliki dua dimensi yakni kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan (Conger et al. 1994). Kualitas perkawinan berdimensi kebahagiaan perkawinan memiliki ciri adanya kemampuan berkomunikasi dengan baik antar pasangan, hubungan yang setara antar pasangan, hubungan yang baik dengan mertua dan ipar, menginginkan hadirnya anak, memiliki minat di bidang yang sama, memiiki cinta, saling menghormati, kesesuaian dalam kehidupan seksual, menikmati waktu luang bersama, hubungan penuh afeksi dan kebersamaan, dan kemampuan untuk memberi dan menerima (Zastrow & Kirsht 1987, diacu oleh Nurani 2004). Kualitas perkawinan berdimensi kepuasan perkawinan meliputi ekspresi afeksi yang terbuka satu sama lain, terjalinnya rasa saling percaya, tidak ada dominasi satu terhadap lainnya, komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, kesesuaian kehidupan seksual, melakukan


(22)

kegiatan bersama dalam hal aktifitas di luar rumah, tempat tinggal relatif stabil, dan penghasilan yang memadai (Duvall & Miller 1985).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengkaji ketahanan keluarga terutama mengenai hubungan antara kesejahteraan keluarga petani dengan kualitas perkawinan. Maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:

1. Bagaimana keragaan kualitas perkawinan dan kesejahteraan keluarga petani?

2. Apakah ada hubungan antara karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kesejahteraan keluarga petani?

3. Apakah ada hubungan antara karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kualitas perkawinan keluarga petani?

4. Apakah ada hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan keluarga petani?

5. Apakah ada perbedaan karakteristik keluarga, kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan antara keluarga penggarap dan buruh tani?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ketahanan keluarga petani terutama menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan dukungan sosial keluarga petani. 2. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga petani.

3. Mengidentifikasi kualitas perkawinan keluarga petani.

4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kesejahteraan keluarga petani.

5. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan dukungan sosial dengan kualitas perkawinan keluarga petani.

6. Menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan keluarga petani.

7. Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan antara keluarga penggarap dan buruh tani.


(23)

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi yang berharga mengenai hubungan antara kualitas perkawinan dan kesejahteraan keluarga untuk meningkatkan kualitas perkawinan serta kesejahteraan dalam keluarga. Bagi penulis informasi tersebut diharapkan dapat menambah wawasan khususnya di bidang keluarga, serta memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan lembaga terkait dalam mengadakan usaha peningkatan kualitas perkawinan serta untuk memperbaiki kesejahteraan keluarga khususnya keluarga petani.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Indonesia

Pertanian memiliki arti penting dalam posisinya bersama dengan bidang dan sektor lain dilihat dari perannya bagi kesejahteraan dan berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Pertanian tidak dapat digantikan oleh apapun dalam mendukung kehidupan manusia (Krisnamurthi 2006), dimana sektor pertanian akan tetap memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena sektor pertanian merupakan produsen utama produk primer, yaitu pangan. Pembangunan pertanian dan ketahanan pangan ibarat dua sisi mata uang yang saling melekat, sulit untuk dipisahkan. Karena indikator outcome ketahanan pangan yaitu umur harapan hidup, prevalensi kurang gizi, dan angka kematian bayi, dapat diibaratkan barang komplementer ketahanan keluarga yang saling bersimbiosis (Wasito 2006).

Dua faktor yang berpengaruh terhadap usaha tani yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi petani sebagai pengelola, tanah usaha tani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga petani. Sedangkan faktor ekstern meliputi ketersediaan sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani, fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani (Hernanto 1989).

Sebagai negara agraris dan maritim, Indonesia sudah seharusnya menjadikan agribisnis dan agroindustri sebagai penghela pembangunan ekonomi nasional yang paling utama. Karena 60 persen angkatan kerja nasional atau sekitar 70-80 persen jumlah penduduk masih menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis dan agroindustri, sehingga pengembangan agribisnis dan agroindustri sebagai komitmen nasional tidak dapat ditawar lagi (Solahuddin 1999).

Pengembangan agribisnis dan agroindustri sangat penting artinya bagi kesejahteraan angkatan kerja masyarakat Indonesia. Solahuddin (1999) mengemukakan bahwa angkatan kerja Indonesia pada tahun 1994 berjumlah 82 juta jiwa, sekitar 46 persen atau 38 juta jiwa bekerja di sektor usaha tani.


(25)

Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 (BBKBN 1992) merupakan kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spritual guna hidup mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Menurut Sunarti (2001) ketahanan keluarga meliputi ketahanan fisik, ketahanan sosial dan ketahanan psikologis.

Indikator ketahanan fisik adalah pendapatan per kapita keluarga melebihi kebutuhan minimum yang disterituhkan oleh keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Indikator ketahanan sosial dikatakan tinggi apabila memiliki sumberdaya non fisik yang baik dan dapat mengatasi masalah dengan baik untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Ketahanan psikologis adalah kemampuan keluarga mengelola emosinya dalam mengatasi segala permasalahan non fisik yang terjadi di dalam keluarga (Sunarti 2001).

Syarief (1997a) mengemukakan bahwa ketahanan keluarga merupakan gabungan sinergis dari ketahanan ekonomi, ketahanan moral, dan ketahanan budaya. Ketahanan ekonomi adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Ketahanan moral yaitu kemampuan keluarga untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai dan norma-norma moral kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketahanan budaya yaitu kemampuan keluarga untuk memelihara dan mengembangkan cipta, karsa, dan karya sehingga mampu beradaptasi dan mengelola berbagai perubahan dan perkembangan. Ketahanan moral dan ketahanan budaya merupakan benteng yang tangguh dalam menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan zaman dalam dunia yang semakin terbuka.

Di dalam keluarga pemeran utama dalam membentuk ketahanan keluarga adalah wanita. Wanita sebagai isteri dan atau isteri bukan hanya sebagai benteng keluarga (family safeguard) tetapi juga sebagai pemersatu keutuhan dan kerukunan keluarga (Syarief 1997b).

Keluarga Petani

Keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri atas dua atau lebih orang yang berikatan karena sedarah, pernikahan, atau adopsi (Knox & Caroline 1994). Keluarga merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi, yang senantiasa


(26)

berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh sistem ekonomi yang lebih besar (Bryant & Keith 1990).

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi, agar sistem tersebut berjalan. Pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan, atau pemeliharaan keluarga terkait dengan tugas keluarga (Megawangi 1999). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, berupa suatu rangkaian peran agar sistem sosial dibangun.

Menurut Rice dan Tucker (1986), fungsi keluarga dapat digolongkan menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental, seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga, umumnya dikaitkan dengan peran orangtua sebagai pencari nafkah. Sedangkan fungsi kedua adalah fungsi ekspresif, yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi, dikaitkan dengan peran orangtua sebagai pendidik, pengasuh, dan pelindung bagi anggota keluarganya. Keluarga sebagai institusi pertama, mempunyai peran yang amat penting dalam mewujudkan SDM berkualitas (Syarief 1997a).

Sebuah rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga pertanian apabila rumah tangga tersebut melakukan minimal salah satu kegiatan pengguna lahan, bukan pengguna lahan, petani gurem yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, atau buruh pertanian (BPS 2005). Buruh pertanian adalah orang yang bekerja di sektor pertanian yaitu yang bekerja pada orang lain atau perusahaan yang jenis pekerjaannya masih erat dengan kegiatan pertanian atas dasar balas jasa dengan diberi upah/gaji baik berbentuk uang atau barang (Wasito 2006).

Hasil Sensus Pertanian (SP) 1983 menunjukkan jumlah rumah tangga pertanian 19,5 juta, dan pada SP 1993 meningkat menjadi 21,5 juta, serta pada SP 2003 lebih dari 24 juta, sehingga selama 20 tahun telah terjadi peningkatan lebih dari 27 persen. Jumlah rumah tangga pertanian sebagian besar (54,6%) terkonsentrasi di pulau Jawa, dan sebagian besar merupakan rumah tangga pertanian tanaman padi dan palawija.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia, pemerintah melakukan berbagai macam program antara lain program peningkatan kepemilikan lahan oleh petani, dimana melalui Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan mencanangkan pembagian lahan seluas lebih dari 10 juta hektar untuk petani gurem yang lahannya tersebar di Sumatera, Kalimantan


(27)

dan Papua (Riyadi & Barus 2006). Terdapat juga program reformasi agraria yakni memberikan lahan kepada petani yang tidak memiliki lahan dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan serta mendukung program ketahanan pangan (Anonymous 2007).

Program lain yang dilakukan pemerintah adalah konversi berbagai lahan non pertanian menjadi lahan pertanian, pengucuran dana untuk pembelian benih gratis bagi petani, program bibit unggul murah untuk petani miskin, program pupuk murah, subsisi pupuk, subsidi benih, subsidi gabah, serta program Raskin yakni subsidi beras untuk petani miskin (Wasito 2006). Sedangkan program pembiayaan kredit pertanian dengan bantuan jaminan pemerintah sebesar Rp 255 miliar yang digulirkan sejak Oktober 2006 kurang menyentuh kelompok petani kecil karena petani kecil tidak memiliki aset sebagai jaminan pinjaman (Anonymous 2006).

Kesejahteraan Keluarga

Menurut Ferguson, Horwood dan Beutrais (Sumarwan & Hira 1993) mengemukakan bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan ke dalam kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material. Kesejahteraan ekonomi keluarga misalnya, diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

Secara nasional terdapat dua versi pengukuran kesejahteraan keluarga yaitu pengukuran kesejahteraan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). BPS mengukur kesejahteraan dilihat dari konsep kebutuhan minimum (kalori) proxy pengeluaran yaitu rata-rata Rp.122 775 per kapita per bulan (SUSENAS 2004), sedangkan BKKBN membagi kesejahteraan keluarga ke dalam tiga kebutuhan, yakni: (1) kebutuhan dasar (basic needs) yang terdiri dari pangan, sandang, papan, dan kesehatan, (2) kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yang terdiri dari pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal, dan eksternal, dan (3) kebutuhan pengembangan (developmental needs) yang terdiri dari tabungan, pendidikan khusus/kejuruan, dan akses terhadap informasi.

Cara mengukur kesejahteraan dapat dilihat dari dua pendekatan, yakni: 1) Kesejahteraan diukur dengan pendekatan obyektif atau disebut dengan

istilah kesejahteraan obyektif. Pendekatan dengan indikator obyektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat hanya


(28)

diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku (tingkat kesejahteraan masyarakat semuanya dianggap sama). Santamarina et al 2002:93, diacu oleh Suandi 2005 mengemukakan bahwa ukuran yang sering digunakan yaitu terminologi uang, pemilikan akan tanah, pengetahuan, energi, keamanan, dan lain-lain.

Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konvensional dan digunakan untuk kepentingan politik karena pengukurannya sangat praktis dan mudah dilakukan, namun sedikit sekali menyentuh kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.

2) Kesejahteraan diukur dengan pendekatan subyektif atau disebut dengan istilah kesejahteraan subyektif. Menurut Noll (Santamarina et al 2002:93, diacu oleh Suandi 2005), kesejahteraan dengan pendekatan subyektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain. Ukuran ini merupakan ukuran kesejahteraan yang banyak digunakan di negara maju termasuk Amerika Serikat. Pendekatan dengan indikator subyektif secara filosofis berhubungan erat dengan psikologi sosial masyarakat. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumarwan dan Hira (1993) bahwa pada delapan negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat sangat dirasakan melalui tingkat kepuasan finansial yang dimiliki dan dikuasai.

Berdasarkan tingkat ketergantungan dari dimensi standar hidup (standard of living) masyarakat, maka tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dibedakan ke dalam satu sistem kesejahteraan (well-being) dan empat subsistem, yakni: (1) subsistem bio-fisik, (2) sosial, (3) ekonomi, dan (4) subsistem logistik dan utilitas dengan beberapa faktor (Suandi 2005). Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan makanan. Menurut data dari Biro Pusat Statistik (1998), di Indonesia pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar, kurang lebih setengah dari jumlah pengeluaran konsumsi rumah tangga.


(29)

Kualitas Perkawinan

Perkawinan merupakan perwujudan formal antara pasangan laki-laki dan perempuan yang akan membentuk suatu rumah tangga dan sudah merupakan kodrat alami antara dua insan manusia yang berlainan jenis, adanya saling ketertarikan satu sama lain untuk tujuan hidup bersama (Tati 2004). Williamson (1972) mengemukakan bahwa perkawinan adalah suatu lembaga universal yang secara formal melanggengkan kehidupan pasangan suami isteri yang secara tradisi dan turun temurun diwariskan kepada generasi berikutnya. Diperkuat lagi dengan aspek hukum perkawinan yaitu menurut UU Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 1 Bab 1 yaitu perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau lebih membentuk keluarga. Perkawinan tidak hanya mencakup hak untuk melahirkan dan membesarkan anak tetapi juga seperangkat kewajiban dan hak istimewa yang mempengaruhi banyak orang (masyarakat). Artinya bahwa ikatan perkawinan merupakan bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diterima oleh masyarakat (Ram dan Tita 1991, diacu oleh Tati 2004)

Williamson (1972) menyatakan bahwa perkawinan merupakan alat/sarana untuk menumbuhkan dan memperkaya aspek kepribadian seseorang agar diterima secara sosial, sebagai suatu cara untuk memenuhi harapan grupnya dan memiliki status menikah, sebagaimana diinginkan masyarakat. Schwartz dan Scott (1994) mengemukakan bahwa secara fitrah manusia memerlukan adanya kebutuhan akan rasa aman, hidup stabil dan hubungan yang kekal. Hal tersebut dapat dipenuhi melalui perkawinan. Kekekalan hubungan hanya akan tercapai jika didasarkan atas komitmen untuk seumur hidup dan meyakini bahwa perkawinan sebagai institusi sakral dan atau suci

Perkawinan sebagai kontrak hukum dimaknai dari dua sudut pandang yakni, aspek sosial dan aspek hukum. Secara sosial perkawinan merupakan hubungan pasangan yang hidup bersama tanpa menikah dan setuju untuk menikah yang esensinya sama dengan perkawinan hukum. Secara hukum, perkawinan merupakan perjanjian yang diikat secara hukum atau hubungan kontrak antara dua orang yang diakui dan disahkan oleh hukum agama dan hukum negara (Schwartz & Scott 1994).


(30)

Seseorang melangsungkan pernikahan memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencapai keluarga yang sakinah (keluarga yang tenang dan rukun), mawaddah (terjalin hubungan mesra) dan rahmah (penuh kasih sayang). Artinya bahwa pasangan suami isteri dalam perkawinan memiliki rasa saling menerima, saling mengasihi untuk menjadi satu kesatuan yang utuh (Basri 1996, diacu oleh Nurani 2004).

Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa jauh sebelum menikah suami isteri telah membawa karakteristik yang dapat mendukung atau sebaliknya kurang mendukung terjadinya perkawinan yang berkualitas. Perkawinan berkualitas menjamin kehidupan perkawinan yang bahagia dan memuaskan yang menjadi harapan dan idaman setiap pasangan suami isteri sejak awal pernikahan.

Scanzoni dan Scanzoni (1988) menjelaskan kualitas perkawinan sebagai dimensi ekspresif dengan tiga elemen yaitu bekerjasama (companionship), afeksi fisik (physical affecion) dan empati (empathy). Di dalam penelitian pada keluarga petani, Booth dan Joh (1985) diacu oleh Tati (2004) mengukur kualitas perkawinan berkenaan dengan kebahagiaan perkawinan, pemikiran tentang perceraian, dan komunikasi perkawinan. Sedangkan sumber utama masalah hubungan suami isteri adalah kesulitan perkawinan, kurangnya kasih sayang, seks, perbedaan budaya, peran sosial, kesulitan ekonomi, dan tidak adanya hubungan yang saling menguntungkan (Burgess & Locke 1960).

Burgess dan Locke (1960) mengemukakan bahwa berhasilnya suatu perkawinan dapat dilihat dari keberhasilan beberapa faktor yaitu : bertahannya suatu keluarga, kebahagiaan yang dirasakan oleh pasangan suami isteri, kepuasan perkawinan, kesesuaian hubungan seksual, kesesuaian perkawinan, dan integrasi diantara pasangan. Kepuasan perkawinan dilihat berdasarkan perbandingan kepuasan dalam menjalani hubungan dengan yang diharapkan oleh pasangan, sedangkan kebahagiaan sifatnya lebih subyektif dari perasaan sangat bahagia sampai sangat tidak bahagia oleh pasangan perkawinan.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas perkawinan adalah pengakuan sosial, kepribadian pasangan serta berhasilnya kerjasama diantara pasangan suami isteri. Terdapat beberapa jenis tanggung jawab dalam menjalankan hubungan suami isteri yang hampir ditemukan pada setiap lapis masyarakat antara lain: kebenaran dan ketergantungan, saling berbagi peran dalam keluarga, saling memberi semangat dan simpati, komunikasi dan mendengarkan


(31)

pendapat pasangan, kepuasan hubungan seksual dan kehangatan fisik, serta kemauan melakukan sesuatu untuk pasangan (Benson 1971).

Kepuasan Perkawinan

Menurut Roach et al (1981) diacu oleh Nurani (2004) kepuasan perkawinan adalah persepsi terhadap kehidupan perkawinan seseorang. Sehingga kepuasan perkawinan bersifat subyektif menurut apa yang dirasakan oleh pasangan.

Kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain memiliki cinta, adanya kebersamaan, memiliki anak, saling pengertian di antara pasangan serta kebutuhan standar hidup (Synder, diacu oleh Rathus & Nevid 1983). Sedangkan kepuasan perkawinan tertinggi terjadi pada awal perkawinan dan akan menurun setelah anak pertama lahir (Smolak 1993).

Kebahagiaan Perkawinan

Kebahagiaan perkawinan akan tumbuh terhadap pasangan suami isteri jika dilandasi adanya perasaan cinta antar kedua pasangan, kasih sayang, adanya kebersamaan, saling percaya, saling menghargai dan menghormati serta adanya pengorbanan untuk pasangan dan keluarga. Olson (2002) mengemukakan bahwa kebahagiaan perkawinan terdiri dari faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi aktivitas waktu luang, sikap religius, keuangan, anak, teman, dan kecenderungan stres. Faktor intristik meliputi kecocokan kepribadian, komunikasi, penyelesaian masalah/konflik, dan seksualitas.

Salah satu faktor utama penentu kebahagiaan keluarga adalah faktor ekonomi. Kebahagiaan dalam keluarga akan terwujud apabila keluarga memiliki uang yang cukup. Sehingga uang juga merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya pertengkaran di antara pasangan suami isteri (Markman 1997).

Susmayanti (1995) mengemukakan bahwa skor kebahagiaan perkawinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya alokasi pribadi dan waktu luang di dalam keluarga. Sehingga terdapat perbedaan kebahagiaan perkawinan antara isteri yang bekerja dengan isteri yang tidak bekerja. Isteri yang bekerja sebagai buruh relatif kurang bahagia dibandingkan dengan isteri yang tidak bekerja. Tetapi isteri yang bekerja di bidang jasa relatif lebih bahagia dibandingkan dengan isteri yang tidak bekarja.


(32)

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Palungan (1993) diacu oleh Cahyaningsih (1999) mengemukakan bahwa besar keluarga ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga, biasanya jumlah anak. Besarnya jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku anak karena semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orangtua

Dalam masyarakat Indonesia, masih ada kemungkinan jumlah keluarga ditambah dengan nenek, adik, bibi, paman, dan keponakan-keponakan, namun inti keluarga tetap terdiri dari orangtua dan anak. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kasih sayang dan mendapatkan pendidikan yang sama (Monks, Knoers, Haditono 2002).

Tingkat Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung maupun tidak langsung akan menentukan berhasilnya suatu komunikasi di antara anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2004). Alsa dan Bachroni (1984) diacu oleh Kartini (1997) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan orangtua berhubungan positif dengan cara mendidik anak. Pendidikan orangtua yang tinggi akan lebih memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orangtua yang pendidikannya rendah.

Pendapatan per Kapita

Pendapatan per kapita adalah pendapatan total yang diperoleh keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga dapat berasal dari lebih satu sumber pendapatan. Pendapatan yang diperoleh masyarakat pedesaan berasal dari pendapatan usaha tani dan non usaha tani. Salah satu ukuran standar ekonomi keluarga adalah tingkat pendapatan total yang diterima keluarga atau jumlah pengeluaran totalnya, meliputi pengeluaran atas pangan dan non pangan (Suhardjo 1989).

Kepemilikan Aset

Sumberdaya rumah tangga dapat diartikan sebagai sumber dari kekuatan, potensi, dan kemampuan untuk mencapai suatu manfaat atau tujuan. Sumberdaya rumah tangga dapat dipilah menjadi human resources dan physical resources. Human resources mencakup time, skill, dan energi dari setiap


(33)

anggota keluarga rumah tangga. Physical resources mencakup financial resources yang dapat diurutkan dari yang most liquid sampai less liquid berupa credit line, saving accounts, saham, surat obligasi, mobil, rumah, dan tanah (Bryant & Keith 1990).

Akses Informasi

Komunikasi memainkan peranan pada situasi konflik, sebagai media untuk mengakses informasi. Dalam komunikasi yang rusak tampak jelas manifestasi dari persepsi yang salah, kalkulasi yang salah dan interpretasi yang salah yang akan dapat mempengaruhi konflik maritas yang lebih serius (Sodarjoen 2005).

Pada zaman globalisasi sekarang pengaruh informasi dari lingkungan semakin besar. Oleh karena itu, keluarga dituntut untuk lebih mampu memilih dan memilah pengaruh informasi luar agar berdampak positif bagi pengembangan keluarga (Syarief 1997b).

Dukungan Sosial

Manusia sebagai individu dalam kehidupannya membutuhkan bantuan atau pertolongan dari orang lain. Manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain dan salah satu bentuk bantuan tersebut adalah berupa dukungan sosial. Dukungan sosial sangat disterituhkan dalam menjalani kehidupan perkawinan, Gottlieb (1995) diacu oleh Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan tindakan alamiah sebagai sumberdaya lingkungan yang secara erat berkaitan dengan interaksi sosial.

Kendig (1986) mendefenisikan dukungan sosial sebagai “kesenangan, bantuan atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok”. Dukungan sosial adalah “sejumlah orang dengan siapa ia berinteraksi, frekuensi hubungan dengan orang lain atau persepsi individu tentang kecukupan hubungan pribadi, pertukaran informal atau materil, tersedianya suatu kepercayaan dan kepuasan kebutuhan dasar” (Djarkasih 1987).


(34)

Purnomosari (2004) diacu oleh Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial yang positif akan membuat isteri dapat melaksanakan tugas dan perannya dengan perasaan aman dan nyaman dalam mengelola rumah tangga dan melaksanakan pengasuhan anak. Menurut Sarafino (1996) diacu oleh Tati (2004), bentuk dukungan sosial yang disterituhkan dalam keluarga terdiri dari dukungan emosi instrumen, penghargaan, dan informasi.


(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kesejahteraan keluarga merupakan kondisi yang diidamkan semua keluarga dan juga tujuan semua keluarga. Menurut UU No 10/1992, keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME, serta memilki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BBKBN 1992). Kesejahteraan keluarga mempengaruhi kualitas perkawinan dari suatu keluarga.

Tingkat kesejahteraan keluarga berbeda-beda, dalam hal ini adalah keluarga petani yang terdiri dari penggarap dan buruh tani. Pengukuran tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan obyektif dan subyektif. Pengukuran kesejahteraan obyektif diukur dengan menggunakan instrumen melalui terminologi uang (pendapatan) dan indikator tambahan. Kesejahteraan subyektif yaitu diukur dari tingkat kepuasan yang dirasakan oleh seseorang atau keluarga contoh.

Kualitas perkawinan diukur dari kepuasan dan kebahagiaan perkawinan. Kualitas perkawinan meliputi besarnya pengertian, rasa cinta, terpenuhinya kebutuhan secara material dan spiritual, hubungan dengan keluarga besar suami, dan adanya kerjasama dalam membina keluarga.

Karakteristik keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan akses informasi akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan. Dukungan sosial dalam berbagai bentuk seperti materi, tenaga, perhatian, dukungan, maupun nasehat dari tetangga atau saudara terdekat diduga juga turut berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga dan kualitas perkawinan. Kesejahteraan keluarga yang berbeda-beda diduga juga berpengaruh terhadap kualitas perkawinan.


(36)

Input

Proses

Output

Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran kajian ketahanan keluarga petani: hubungan kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan.

Dukungan Sosial

Karakteristik Sosial Ekonomi - Umur

- Besar keluarga - Tingkat Pendidikan - Pendapatan per kapita - Kepemilikan aset - Akses informasi

Kesejahteraan Keluarga - Kesejahteraan obyektif - Kesejahteraan subyektif

Kualitas Perkawinan - Kepuasan perkawinan - Kebahagiaan perkawinan

Adaptasi, Goal Attainment, Integrasi,Latency


(37)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Kajian Ketahanan Keluarga Petani”. Judul dari penelitian ini sendiri adalah “Kajian Ketahanan Keluarga Petani: Hubungan Kesejahteraan Keluarga dengan Kualitas Perkawinan”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan dalam waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Effendi 1991). Penelitan dilaksanakan di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih dengan menggunakan metode purpossive, dengan pertimbangan bahwa masih banyak penduduknya yang bermata pencaharian sebagai petani serta kemudahan akses dari kampus IPB Darmaga. Pengambilan data dilakukan mulai bulan April sampai dengan Mei 2007.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Penarikan contoh menggunakan metode purpossive, dengan syarat contoh adalah keluarga utuh yang terdiri dari bapak, isteri dan anak, bermata pencaharian sebagai petani serta terdapat anak yang berusia sekolah dasar di dalam keluarga contoh. Contoh ditarik dari dua desa di Kecamatan Pamijahan yaitu Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara yang masing-masing terdiri dari 30 petani penggarap dari Desa Ciasihan, 30 buruh tani dari Desa Ciasihan, 30 petani penggarap dari Desa Ciasmara, dan 30 buruh tani dari Desa Ciasmara. Sehingga jumlah contoh keseluruhan berjumlah 120 orang. Teknik pengambilan contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan cara penarikan contoh Penggarap

n = 30 orang

Buruh tani n = 30 orang

Penggarap n = 30 orang

Buruh tani n = 30 orang Kecamatan Pamijahan

(15 desa)

Desa Ciasihan Desa Ciasmara

Total n = 120 orang


(38)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan akses informasi), dukungan sosial, kualitas perkawinan (kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan), dan kesejahteraan keluarga (obyektif dan subyektif). Data sekunder meliputi gambaran lokasi penelitian yang diperoleh dari arsip desa. Jenis dan cara pengambilan data, variabel, responden, alat dan cara pengukuran serta skala data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data, variabel data, skala data, responden, alat dan cara pengukuran

Jenis data Variabel Skala Responden Alat & Cara Pengukuran Primer Karakteristik

Keluarga:

1. Besar Keluarga 2. Umur Orangtua 3. Pendapatan/Kapita 4. Tingkat Pendidikan 5. Kepemilkan Aset 6. Akses Informasi

Rasio Rasio Rasio Ordinal Rasio Ordinal Orangtua Orangtua Orangtua Orangtua Orangtua Orangtua Kuisioner dan Wawancara

Dukungan Sosial Ordinal Orangtua Kuesioner

dan Wawancara

Tingkat

Kesejahteraan:

1. Kategori Kesejahteraan Obyektif 2. Kategori

Kesejahteraan Subyektif Ordinal Ordinal Orangtua Orangtua Kuesioner dan Wawancara Kualitas Perkawinan:

1. Kepuasan Perkawinan 2. Kebahagiaan

Perkawinan Ordinal Ordinal Isteri Isteri Kuesioner dan Wawancara


(39)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, dan analisis data. Tahapan editing yaitu pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner, coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden untuk memudahkan analisis data. Data yang telah dicoding kemudian discoring. Tahapan selanjutnya adalah entry data yaitu memasukkan data yang telah discoring ke dalam komputer untuk diolah dan dianalisis. Data yang dianalisis meliputi karakteristik keluarga, dukungan sosial, kesejahteraan keluarga, dan data kualitas perkawinan. Untuk melihat hubungan dan perbedaan antar variabel dilakukan uji hubungan dan uji beda. Semua data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2003 dan SPSS versi 13.0 for Windows.

Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset dan akses informasi. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (1998) menjadi tiga kategori yaitu kecil (=4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (>7 orang). Umur orangtua dibagi menjadi empat kategori yaitu dewasa awal (20-30), dewasa madya (31-40), dewasa akhir (41-50), dan lansia awal (51-65) (Papalia & Old 1981). Tingkat pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat PT/akademi. Pendapatan per kapita diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan keluarga dan pendapatan hasil usaha tani selama setahun yang dikonversikan menjadi per bulan, kemudian dibagi menjadi lima kategori, kurang dari Rp 100 000, Rp 100 001-150 000, Rp 150 001-200 000, Rp 200 001-250 000, dan lebih dari Rp 250 000. Aset yang dimiliki keluarga contoh diuangkan dan dikategorikan menjadi kurang dari Rp 5 000 000, Rp 5 000 001-10 000 000, Rp 10 000 001-15 000 000, Rp 15 000 001-20 000 000, dan lebih dari Rp 20 000 000.

Akses informasi diberi skor 1 jika jawabannya Ya, dan skor 0 jika jawabannya Tidak, kemudian disteriat tiga kategori berdasarkan transformasi dengan skala 0-100 persen, yaitu rendah (0-33.3), sedang (33.4-66.7), dan tinggi (66.8-100). Hasil transformasi dikategorikan berdasarkan interval kelas. Berdasarkan Slamet (1993), interval kelas ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:


(40)

Interval kelas = Skor maksimum (NT) – Skor minimum (NR) = Interval (I) Jumlah kategori

Pengelompokan kategori adalah sebagai berikut : - Rendah = NR sampai (NR+I) = 0-33.3

- Sedang = (NR+I) sampai {(NR+I)+I} = 33.4-66.7

- Tinggi = {(NR+I)+I} sampai NT = 66.8-100

Data dukungan sosial yang terdiri dari dukungan sosial terhadap masalah ekonomi, pengasuhan, kesehatan, dan konflik dalam keluarga, diberi skor 1 jika jawabannya Ya, dan skor 0 jika jawabannya Tidak. Langkah selanjutnya sama dengan cara pengolahan data akses informasi, sehingga diperoleh tiga kategori yaitu rendah (0-33.3), sedang (33.4-66.7) dan tinggi (66.8-100).

Data kesejahteraan diukur berdasarkan dua dimensi kesejahteraan yaitu kesejahteraan obyektif dan kesejahteraan subyektif. Pendekatan pendapatan yang digunakan berdasarkan pendapatan per kapita per bulan menurut garis kemiskinan BPS untuk Bogor (2006b) yaitu Rp 152 847. Berdasarkan garis kemiskinan tersebut, disteriat dua kategori menjadi sejahtera jika berada di atas garis kemiskinan dan tidak sejahtera jika berada di bawah garis kemiskinan.

Kesejahteraan subyektif diukur berdasarkan tingkat kepuasan yang dirasakan keluarga contoh terhadap berbagai macam pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga yakni berdasarkan delapan item pertanyaan tentang kepuasan responden terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pendapatan per kapita. Masing-masing item pertanyaan diberi skor, yaitu skor 1 tidak puas, 2 kurang puas, 3 puas, dan 4 sangat puas. Selanjutnya skor yang diperoleh dari masing-masing item pertanyaan dijumlahkan, kemudian ditransformasikan dari skala ordinal ke skor dengan skala 0 - 100 persen. Selanjutnya dikategorikan menjadi sejahtera jika skor > 50 persen dan tidak sejahtera jika skor < 50 persen. Data kualitas perkawinan meliputi data kepuasan dan kebahagiaan perkawinan yang masing-masing terdiri dari 15 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan yang dijawab Ya diberi skor 0 dan yang dijawab Tidak diberi skor 1. Untuk pertanyaan bertanda bintang yang menjawab Ya diberi skor 1 dan yang menjawab Tidak diberi skor 0, sehingga masing-masing kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan memiliki skor minimal 0 dan skor maksimal 15. Skor total kualitas perkawinan merupakan penjumlahan dari skor kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan. Skor yang diperoleh ditransformasikan


(41)

dari skala ordinal ke skor dengan skala 0-100 persen, selanjutnya dikategorikan menjadi tinggi jika skor > 80%, sedang jika skor 60-79%, dan rendah jika skor <60%.

Transformasi skala ordinal ke skor dengan skala 0 - 100 menggunakan formula :

Z = Y – Min x 100 Max – Min

Keterangan :

X = Total Skor Jawaban responden Y = Hasil Konsistensi dari X

Z = Peubah Penelitian

Min = Total Skor Minimum jawaban responden Max = Total Skor Maximum jawaban responden

Formula untuk mengkonsistensikan skor a < X < b karena X tidak konsisten maka dikonsistenkan misalnya Y dengan formula Y= b-X, a < X < b.

Pengolahan dan analisis data-data di atas, dilakukan secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan antara lain sebaran frekuensi dan tabulasi silang. Sedangkan analisis inferensia yang digunakan yaitu uji beda

independent sample t test, dan uji korelasi Rank Spearman.

1. Uji beda dilakukan untuk melihat adanya perbedaan variabel antara keluarga penggarap dan buruh tani.

2. Uji korelasi Rank Spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang diteliti.

Uji korelasi Rank Spearman:

(

1

)

6

1

2 2

Σ

=

n

N

di

rs

di

2

=

(

xi

yi

)

Keterangan:

rs : koefisien korelasi rank spearman di : selisih ranking xi dan yi

xi : ranking xi yi : ranking yi


(42)

Tabel 2 Jenis pertanyaan dan kategori data Variabel

Penelitian

Jenis Pertanyaan Kategori Data

Besar Keluarga Besar keluarga

Kecil : =4 orang Sedang : 5-6 orang Besar : >7 orang

Umur Orangtua

Umur orangtua

Dewasa awal : 20-30 tahun Dewasa madya : 31-40 tahun

Dewasa akhir : 41-50 tahun Lansia awal : 51-65 tahun

Pendidikan Orangtua

Lama pendidikan yang telah diselesaikan

1:Tidak pernah sekolah (0 tahun) 2 : Tidak tamat SD (< 6 tahun)

3 : SD (1-6 tahun)

4 : SMP (7-9 tahun)

5 : SMA (10-12 tahun)

6 : PT /Akademi (>12 tahun)

Pendapatan Pendapatan per kapita keluarga

Berdasarkan sebaran data: < Rp 100 000

Rp 100 001 – Rp 150 000 Rp 150 001 – Rp 200 000 Rp 200 001 – Rp 250 000 RP > 250 000

Berdasarkan garis kemiskian BPS 2006 Rp 152 847

Tidak sejahtera (<Rp 152 847) Sejahtera (>Rp 152 847)

Kepemilikan Aset

Lahan sawa dan tegalan, barang elektronik, kendaraan, barang berharga, tabungan keluarga dan ternak.

Berdasarkan sebaran data: < Rp 5 000 000

Rp 5 000 001-10 000 000 Rp 10 000 001-15 000 000 Rp 15 000 001-20 000 000

RP > 20 000 000

Akses Informasi

Mudah/tidak memperoleh informasi, s umber informasi dan jenis informasi

Berdasarkan sebaran interval: Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Dukungan Sosial Ekonomi, pengasuhan, kesehatan dan konflik dalam keluarga

Berdasarkan sebaran interval: Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100)

Pangan

Frekuensi makan

1 : Tidak tahu 2 : 1 kali 3 : 2 kali 4 : 3 kali

Keragaman makan 0 : Tidak

1 : Ya

Pakaian

Jumlah rata-rata pakaian yang dimiliki anggota keluarga (dewasa)

1 : 1 stel 2 : 2 stel 3 : 3 stel 4 : 4 stel

Penggunaan pakaian yang berbeda untuk aktifitas yang berbeda

1 : tidak pernah 2 : jarang

3 : kadang-kadang 4 : selalu


(43)

Tabel 2 (Lanjutan) Variabel Penelitian

Jenis Pertanyaan Kategori Data

Luas dan Status Kepemilikan

Rumah

Status kepemilikan rumah dan pekarangan

1 : Numpang(ortu/mertua, orang lain)

2 : Sewa 3 : Milik sendiri

Luas rumah

Berdasarkan luas rumah per kapita menurut BKKBN

< 8 m2 = 8 m2

Kondisi Fisik Rumah

Dinding

1 : Bambu 2 : Kayu

3 : Sebagian tembok 4 : Tembok

Atap

1 : Bambu 2 : Nifah 3 : Seng 4 : Genteng

Lantai

1 : tanah 2 : Semen 3 : Ubin 4 : Keramik

Fasilitas Rumah

Sumber air minum

1 : Mata air 2 : Sumur 3 : PDAM

Tempat BAB

1 : Sungai/kali 2 : WC umum 3 : WC sendiri Tempat pembuangan sampah 1 : Halaman rumah

2 : TPS

Alat penerangan rumah 1 : Lampu tempel

2 : Listerik Pendidikan Anak Anak usia sekolah bersekolah 0 : Tidak

1 : Ya

Kesehatan Keluarga

Cara mengatasi keluarga yang sakit serius

1 : Ditangani sendiri 2 : Pengobatan alternatif 3 : Dibawa ke puskesmas 4 : Dibawa ke rumah sakit Kualitas

Perkawinan

Kepuasan perkawinan dan kebahagiaan Perkawinan

Rendah (< 60%) Sedang (60% – 79%) Tinggi (> 80%))

Kesejahteraan Subyektif

Pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga dan pendapatan per kapita

Tidak sejahtera : < 50% Sejahtera : = 50%


(44)

Definisi Operasional

Keluarga petani adalah sekelompok orang yang terdiri dari suami, isteri, dan anak yang salah satu anggota keluarganya bermata pencaharian sebagai petani baik sebagai mata pencaharian utama ataupun tambahan.

Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan milik sendiri atau menyewa lahan untuk dikelola sendiri ataupun mempekerjakan orang lain untuk mengolah lahan tersebut.

Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian dan hanya bekerja sebagai buruh atau tenaga kerja dengan upah sejumlah yang telah ditentukan, dan kadang mendapatkan hasil usahatani pada saat musim panen dengan perbandingan antara pemilik dan buruh tani yaitu 5 : 1.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri dari aspek sosial ekonomi yang dimiliki atau melekat pada suami-isteri yang meliputi besar keluarga, umur orangtua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan akses informasi.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah atau tidak yang masih menjadi tanggungan orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh suami atau isteri yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat PT/akademi.

Pendapatan per kapita adalahpendapatan total yang diperoleh keluarga dibagi jumlah anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan.

Kepemilikan aset adalah banyaknya aset yang dimiliki keluarga dilihat dari kepemilikan barang-barang elektronik, binatang ternak, alat transportasi, barang berharga (perhiasan), tabungan, modal usaha, dan luas lahan/tanah yang dikonversikan ke dalam nilai uang. Aset dalam penelitian ini tidak termasuk rumah dan belum dibandingkan dengan rasio hutang keluarga.

Akses informasi adalah kemampuan keluarga untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia, dalam penelitian ini akses informasi dinilai berdasarkan kemudahan keluarga memperoleh informasi, sumber informasi, dan jenis informasi yang diperoleh.


(45)

Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok, dalam penelitian ini dukungan yang diteliti yaitu masalah ekonomi, pengasuhan, kesehatan, dan konflik dalam keluarga.

Kesejahteraan keluarga adalah kemakmuran, kebahagian, dan kualitas hidup pada kelompok keluarga petani penggarap dan buruh tani yang diukur berdasarkan dimensi kesejahteraan obyektif dan kesejahteraan subyektif.

Kesejahteraan obyektif adalah kesejahteraan yangdiukur melalui dua indikator yaitu indikator utama dan tambahan. Indikator utama menggunakan pendekatan pendapatan berdasarkan garis kemiskinan BPS (2006) yaitu, keluarga dikatakan sejahtera apabila memiliki pendapatan perkapita perbulan di atas RP 152 847 dan sebaliknya. Indikator tambahan yang digunakan berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan anak, dan kesehatan keluarga.

Kesejahteraan subyektif adalah kesejahteraan yang diukur berdasarkan kebahagiaan atau kepuasan yang dirasakan oleh keluarga petani dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pendapatan per kapita keluarga.

Kualitas perkawinan diukur berdasarkan kepuasan dan kebahagiaan menurut

persepsi isteri dalam menilai kehidupan perkawinannya. Total skor terendah 0 dan tertinggi 30, dengan kategori tinggi: >80%, sedang: 60-79%, dan rendah: <60%.

Kepuasan perkawinan diukur berdasarkan persepsi isteri dalam menilai

kehidupan perkawinannya yakni kepuasan dari aspek cinta, keterbukaan, pengasuhan anak, dan aspek ekonomi. Total skor terendah 0 dan tertinggi 15, dengan kategori tinggi: >80%, sedang: 60-79%, dan rendah: <60%.

Kebahagiaan perkawinan diukur berdasarkan suatu kenikmatan yang relatif

permanen, yang dirasakan isteri dalam menilai kehidupan perkawinannya dari aspek kepribadian pasangan, komunikasi dengan keluarga pasangan, pengasuhan anak, dan aspek ekonomi. Total skor terendah 0 dan tertinggi 15, dengan kategori tinggi: >80%, sedang: 60-79%, dan rendah: <60%.


(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kecamatan Pamijahan, kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat, tepatnya di dua desa yaitu Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara. Secara geografis, desa ini berada di kaki gunung Salak yang dialiri oleh dua sungai yaitu sungai Ciasmara dan sungai Cianteun.

Desa Ciasihan

Desa Ciasihan memiliki luas wilayah 669.274 ha yang terdiri dari 342 ha tanah sawah, 70.6 ha tanah kering, dan 6.31 ha tanah untuk keperluan fasilitas umum. Secara administratif Desa Ciasihan berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Cisteringbulang Kulon. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Gunung Sari.

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Ciasmara. d. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

Topografi Desa Ciasihan berupa dataran sampai berombak sebesar 200.774 ha dan berbukit sampai bergunung sebesar 462 ha. Suhu rata-rata Desa Ciasihan yaitu 350C dan ketinggian dari permukaan laut yaitu 700 m. Jarak Desa

Ciasihan ke Kecamatan Pamijahan ± 3 km.

Jumlah penduduk Desa Ciasihan sebanyak 8 488 orang yang terdiri dari 4 275 orang laki-laki dan 4 213 orang wanita. Mata pencaharian penduduk Desa Ciasihan yaitu sebagai petani, pedagang, tukang, pengemudi/jasa, dan Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan mata pencahariannya tersebut, sebagian besar penduduk Desa Ciasihan bergerak di bidang pertanian dan perdagangan. Struktur mata pencaharian penduduk Desa Ciasihan pada subsektor bidang pertanian tanaman pangan yaitu sebanyak 1 611 orang dengan status pemilik tanah sawah, 14 orang pemilik tanah tegal/ladang, dan 62 orang penyewa atau penggarap.

Desa Ciasmara

Luas Desa Ciasmara 626.250 ha yang terdiri dari 325 ha tanah pertanian, 200 ha tanah kehutanan, dan 101.250 ha pemukiman penduduk dan lainnya. Secara administratif Desa Ciasmara berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara dan Timur : berbatasan dengan Desa Ciasihan. b. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Purwabakti.


(47)

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kebandungan Kabupaten Sukabumi.

Topografi Desa Ciasmara berupa dataran sampai berombak dengan suhu rata-rata 280-350C, ketinggian minimum 400 meter dan maksimum 500 meter dari

permukaan laut. Jarak Desa Ciasmara ke kecamatan Pamijahan lebih kurang ± 35 km.

Jumlah penduduk Desa Ciasmara adalah sebanyak ± 6 851 orang, yang terdiri dari 3 485 orang laki-laki dan 3 366 orang wanita. Pendidikan rata-rata 50 persen tidak tamat SD, 15 persen SLTP, 5 persen SLTA dan Perguruan Tinggi. Mata pencaharian penduduk di Desa Ciasmara sebagian besar bergerak di bidang pertanian yaitu sebesar 85 persen padi sawah, 10 persen berdagang, dan 5 persen lainnya.

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Keluarga contoh merupakan keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari suami, isteri dan anak. Besar keluarga contoh berkisar antara 2 sampai 13 orang dengan rata-rata 5.6 orang untuk penggarap dan 5.9 orang untuk buruh tani (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran contoh menurut besar keluarga

Besar Keluarga Penggarap Buruh tani

n % n %

Kecil (= 4 orang) 9 15.0 14 23.3

Sedang (5-6 orang) 37 61.7 26 43.3

Besar (>7 orang) 14 23.3 20 33.3

Total 60 100.0 60 100.0

Rata-rata ± SD 5.6 ± 1.1 5.9 ± 1.8

p-value 0.272

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar keluarga contoh termasuk keluarga sedang yaitu 61.7 persen untuk penggarap dan 43.3 persen untuk buruh tani (Tabel 3). Berdasarkan hasil uji beda,tidak terdapat perbedaan yang nyata antara besar keluarga pada petani penggarap dan buruh tani. Hal ini diduga berkaitan dengan umur orangtua yang berada pada selang yang relatif sama pada keluarga contoh.

Umur Orangtua

Umur suami berkisar antara 29 hingga 60 tahun dengan rata-rata umur 43.3 tahun. Umur isteri berkisar antara 24 hingga 55 tahun dengan rata-rata umur 37.5 tahun (Tabel 4).


(1)

Djarkasih. 1987. Peran dukungan sosial untuk lansia di panti wreda [tesis]. Bandung: Universitas Pajajaran.

Duval EM & BC Miller. 1985. Marriage and Family Development. New York: Harper & Row Publisher Inc.

Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo & Martianto DH. 1992. Manajemen sumberdaya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gunarsa SD, & SY. Gunarsa. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jay D et al. 1987. Demography of the Family. Dalam Handbook of Marriage and the Family. New York and London: Plenum Press.

Kartini T. 1997. Pola asuh, konsumsi dan status gizi balita pada keluarga migran dan non migran suku Minang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kendig H. 1986. Ageing and Families: A Social Network Perspektif. Australia: Alen & Unwi.

Knox D & S Caroline. 1994. Choices In Relationships An Introduction To Marriage and The Family. West Publishing Company.

Krisnamurthi B. 2006. Revitalisasi Pertanian (sebuah konsekuensi sejarah dan tuntutan masa depan). Dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Jakarta: Buku Kompas.

Markman H. 1997. Kiat pasutri mengelola uang. http://Intisari online.com. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Tentang Relasi

Gender. Bandung: Mizan Pustaka.

Meyer HJ. 1988. Marital and Mother Child Relationship: Developmental History, Parent Personality and Child Difficultness. New York: Ran.

Monks FJ, AMP Knoers, SR Haditono. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: UGM Press.

Nurani AS. 2004. Pengaruh kualitas perkawinan, pengasuhan anak, dan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar anak [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Olson DH. 2002. Tujuh tipe perkawinan. http://www.Intisari online.com.

Papalia DE & SW Olds. 1981. Human Development 2nd ed. US : McGraw Hill Book Company.


(2)

Ratus SA & JS Nevid. 1983. Family Life Management. New York: McMillan Publishing Company.

Rice AS & SM Tucker. 1986. Family Life Management 6n d ed. New York: McMillan Publishing Company.

Riyadi MA & DM Barus. 2006. Tanah pertanian - bagi-bagi lahan untuk si gurem. http://www.greenvisions.blogspot.com/2006_11_01_archive.html. [4 November 2006].

Scanzoni LD & J Scanzoni . 1988. Man Woman and Change. New York: McGraw Hill.

Schwartz & Scott. 1994. Marriages and Family Diversity and Change. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Singarimbun M & S Effendi. 1991. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher. Smolak L. 1993. Adult Development. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Sodarjoen SS. 2005. Konflik Marital–Pemahaman Konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung: PT Refika Aditama.

Solahuddin S. 1999. Visi Pembangunan Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sumarwan U & T Hira. 1993. The effects of percieved locus of control and percieved incomes adequacy on satisfaction with financial status of rural household. Journal of Family Economic Issues 14(4):43-64.

Suandi. 2005. Hubungan antara social capital dengan kesejahteraan keluarga di daerah perdesaan Propinsi Jambi [rencana penelitian pasca sarjana]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB Press.

Suhardono E. 1998. Model teori keputusan pasca krisis perkawinan di jawa [disertasi]. Depok: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Sunarti E. 2001. Ketahanan keluarga dan pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Susmayanti T. 1995. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan perkawinan pada isteri bekerja dan tidak bekerja [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syarief H. 1997a. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.


(3)

. 1997b. Pemberdayaan Wanita dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga . Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, dan kualitas perkawinan terhadap pengasuhan anak [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Todaro MP. 1994. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 1994. (UU.RI No. 2 TH. 1989) dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Sinar Grafika.

Wasito. 2006. Perspektif Ketahanan Keluarga dalam Program Ketahanan Pangan di Indonesia. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Williamson R. 1972. Marriages and Family Relations. New York-London-Sidney-Toronto: John Willey and Sons.


(4)

(5)

Lampiran 1 Hasil uji korelasi spearmen antar peubah

Variabel

Umur ayah Umur ibu Besar keluarga Jenjang pendidikan ayah Jenjang pendidikan ibu Dukungan sosial Akses informasi Kesejahteraan obyektif Kesejahteraan subyektif Kepuasan perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kualitas perkawinan

Umur ayah 1,000 -,117 ,033

Umur ibu 1,000 -,058 ,099 ,045 -,006 ,007

Besar keluarga 1,000 -,324(**) -,056 -,144 -,140 -,153

Jenjang pendidikan

ayah 1,000 ,443(**) ,212(*)

Jenjang pendidikan

ibu 1,000 ,273(**) ,293(**) ,254(**) ,230(*) ,249(**)

Dukungan sosial 1,000 -,009 -,066 -,128 -,095 -,113

Akses informasi 1,000 ,231(*) ,426(**) ,308(**) ,243(**) ,278(**)

Kesejahteraan obyektif

-,117 -,058 -,324(**)

,443(**) ,273(**) -,009 ,231(*) 1,000 ,234(*) ,188(*) ,232(*)

Kesejahteraan subyektif

,033 ,099 -,056

,212(*) ,293(**) -,066 ,426(**) 1,000 ,214(*) ,252(**) ,244(**)

Kepuasan

perkawinan ,045

-,144 ,254(**) -,128 ,308(**) ,234(*) ,214(*) 1,000

Kebahagiaan

perkawinan -,006

-,140

,230(*) -,095 ,243(**) ,188(*) ,252(**) 1,000

Kualitas

perkawinan ,007


(6)

Lampiran 2 Hasil uji beda peubah menurut status petani

Variabel Sig. (2-tailed)

Umur ayah

0,327 Umur ibu

0,110 Besar keluarga

0,272 Jenjang pendidikan ayah

0,000 Jenjang pendidikan ibu

0,000 Jumlah anggota keluarga

0,272 Dukungan sosial

0,382 Akses informasi

0,000 Aset total yang diuangkan

0,000 Kesejahteraan obyektif

0,000 Kesejahteraan subyektif

0,000 Kepuasan perkawinan

0,005 Kebahagiaan perkawinan

0,001 Kualitas perkawinan