5.2.2 Penerimaan diri
Hasil penelitian ini menunjukkan remaja putri panti asuhan yang memiliki penerimaan diri baik yaitu sebanyak 23 orang 76,7. Menurut Prihadi 2004
menerima diri apa adanya berarti pasrah dan jujur terhadap kondisi yang dimiliki, tidak ada yang ditutup-tutupi, baik itu kekuatan maupun kelemahan, kelebihan
maupun kekurangan, baik mendorong maupun yang menghambat yang ada di dalam diri individu. Semua dapat diterima apa adanya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sarwono 2011 bahwa seseorang dengan penerimaan diri yang baik akan lebih baik menangkal emosi yang muncul karena dapat menerima diri apa
adanya. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian Dina 2010 tentang hubungan antara penerimaan diri dengan kompetensi interpersonal remaja di panti asuhan
yaitu semakin baik penerimaan diri remaja di panti asuhan maka semakin baik pula kompetensi interpersonalnya. Kompetensi interpersonal ini ditunjukkan
melalui kemampuan remaja untuk berinisiatif, bersikap terbuka, bersikap asertif dalam mengemukakan ide-idenya, mampu menunjukkan dukungan emosional
dengan bersikap empati, dan mampu dalam mengatasi konflik interpersonal agar permasalahan tidak semakin memanas.
Menurut Sheerer dalam Hall, dan Lindzey, 2010 aspek-aspek penerimaan diri yaitu: perasaan sederajat, percaya kemampuan diri, bertanggung jawab,
orientasi keluar diri, berpendirian, menyadari keterbatasan, dan menerima sifat kemanusiaan. Dari aspek-aspek penerimaan diri di atas, aspek yang paling tinggi
persentasenya adalah aspek berpendirian ditunjukkan dengan pernyataan responden “Saya yakin dengan mampu memanfaatkan waktu sebaik mungkin
Universitas Sumatera Utara
akan mempermudah mencapai kesuksesan” sebanyak 23 orang 77 menunjukkan individu memiliki standartnya sendiri tanpa harus mengikuti
standart orang lain. Menurut Hurlock 2006 harapan-harapan realistik individu dapat mempengaruhi penerimaan dirinya dimana harapan-harapan yang realistik
akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi
yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya. Pernyataan lain tentang aspek penerimaan diri yang dapat ditingkatkan menurut
Hurlock 2005 yaitu aspirasi realistis. Agar anak menerima dirinya, ia harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin
tercapai. Mereka harus menetapkan sasaran didalam batas kemampuan mereka, walaupun batas ini lebih rendah dari apa yang mereka cita-citakan.
Selanjutnya aspek penerimaan diri dipandang dari aspek percaya kemampuan diri ditunjukkan dari pernyataan “Saya menyadari tinggal di panti
asuhan tidak mempengaruhi prestasi saya” 22 orang 73,3. Pada remaja putri cenderung memiliki sikap percaya diri dan puas terhadap dirinya sendiri. Aspek
yang lain adalah perasaan sederajat yang ditunjukkan dari pernyataan “Saya mengakui memiliki kelebihan dan kekurangan” sebanyak 20 orang 67 dimana
remaja putri di panti asuhan merasa sederajat dengan orang lain, menyadari keadaan dirinya, menerima kelebihan dan menyadari kekurangannya. Menurut
Hurlock 2006 faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang adalah pemahaman diri yaitu merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri.
Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri
yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula. Di sisi lain faktor yang dapat meningkatkan penerimaan diri seseorang adalah wawasan diri yaitu
kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta mengenal dan menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki, akan meningkatkan
penerimaan diri. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman sosial, remaja harus mampu menilai dirinya labih akurat Hurlock, 2005.
Aspek selanjutnya adalah aspek orientasi ke luar diri. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden “Saya merasa mampu melakukan seperti apa yang
dilakukan orang lain” sebanyak 18 orang 63,3. Remaja putri panti asuhan lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam diri, memiliki sikap
dapat menerima yang menyebabkan remaja putri lebih suka memperhatikan dan menerima orang lain yang berbeda pendapat dengannya. Menurut Hurlock 2006
salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang adalah sikap lingkungan individu yaitu sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil
dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima
dirinya. Aspek penerimaan diri yang lainnya adalah bertanggung jawab ditunjukkan
dari pernyataan “Saya bersedia menerima sanksi dari sekolah dan panti ketika saya melanggar peraturan yang ada.” sebanyak 17 orang 56,7, pernyataan ini
dapat menunjukkan bahwa remaja putri berani memikul tanggung jawab terhadap
Universitas Sumatera Utara
perilakunya. Aspek penerimaan diri selanjutnya yaitu menyadari keterbatasan ditunjukkan melalui pernyataan “Walaupun saya memiliki kekurangan, tetapi
masih banyak sisi positif dari diri saya” sebanyak 17 orang 57, pernyataan ini menunjukkan bahwa ini remaja putri secara sadar tidak menyalahkan diri akan
keterbatasannya dan mengingkari kelebihannya. Individu cenderung mempunyai panilaian yang realistik tentang kelebihan dan kekurangannya, menerima sifat
kemanusiaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yang lain yaitu: bebas dari hambatan lingkungan, ada tidaknya tekanan emosi yang berat,
frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak, dan konsep diri yang stabil Hurlock, 2006. Sedangkan faktor yang dapat
meningkatkan penerimaan diri remaja putri adalah keberhasilan seseorang, dan wawasan sosial Hurlock, 2005. Apabila faktor-faktor ini dialami remaja putri di
panti asuhan dengan baik maka baik pulalah penerimaan dirinya.
5.2.3 Kemampuan Bersosialisasi Remaja Putri