Gambar III.2 : Kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional
Dengan kontribusi UMKM yang besar pada perekenonomian nasional tersebut, seharusnya juga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Namun
demikian data penerimaan pajak tahun 2005 sampai tahun 2012 menunjukkan, sebagian besar penerimaan pajak masih didominasi bukan oleh UMKM, melainkan oleh usaha
besar. Pada tahun 2009 misalnya, pembayaran pajak UMKM hanya sebesar sebesar Rp2,81 triliun, atau sebesar 0.5 dari total penerimaan pajak yang sebesar Rp565,77
triliun. Begitu juga pada APBN 2012, Pajak Penghasilan PPh nonmigas ditargetkan sebesar Rp445,7 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai PPN ditargetkan sebesar Rp336,1
triliun, akan tetapi dari sebagian besar target tersebut direalisasi bukan dari UMKM melainkan dari usaha besar.
3.13. Kebijakan PPh UMKM
Penerapan standard regime-simplifiedreduced rate di Indonesia terlihat belum mampu mendorong voluntary compliance UMKM. Hal ini dapat dilihat dari indikasi
adanya miss-match antara kontribusi UMKM pada PDB dengan kontribusi UMKM pada penerimaan pajak. Dengan memperhatikan karakteristik dari UMKM sebagaimana
pada bagian III, maka perlu disusun stategi untuk meningkatkan compliance dari UMKM.
Gambar III.3 Piramida Attitude to Compliance
Di puncak piramida, dengan jumlah populasi yang paling kecil, adalah mereka yang memutuskan untuk tidak taat pada ketentuan disengaged. Strategi yang harus
diterapkan untuk kelompok ini adalah melalui pengegakan hukum secara penuh, untuk memberi efek jera. Kelompok kedua dari puncak piramida adalah mereka yang tidak mau
taat tetapi akan taat apabila Pemerintah memberikan perhatian kepada mereka Resisters. Untuk kelompok ini strategi yang dapat dilakukan adalah pencegahan melalui deteksi awal
atas kecenderungan penghindaran pajak. Untuk kelompok ke dua dari dasar piramida, adalah kelompok yang mencoba untuk taat tetapi mengalami kesulitan untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku Tries. Strategi yang dapat dilakukan untuk kelompok ini adalah pemberian asistensi dan kemudahan agar dapat mentaati ketentuan. Di dasar piramida
adalah kelompok yang bersedia untuk memenuhi ketentuan yang berlaku Supporters. Untuk kelompok terakhir ini, upaya pengingkatan compliance dilakukan dengan
memberikan kemudahan, karena dengan kemudahan yang diberikan akan menimbulkan ketaatan sukarela.
Gambar III.4. Kerangka Kebijakan PPh UMKM
3.14. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:
1. PTKP Penghasilan Tidak Kena Pajak Adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan PPh Pasal 2529
dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak PTKP untuk tahun pajak 2013 sebagai
berikut :
PTKP
Untuk wajib pajak Rp 24.300.000,-
Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,-
Tambahan istri bekerja Rp 24.300.000,-
Tambahan tanggunan Rp 2.025.000,-
2. Tarif Pajak Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15 di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25
di atas Rp 50.000.000,- 30
Tarif Pajak pasal 17 x PKP PKP = Penghasilan bruto- Biaya Jabatan + iuran pensiun + Iuran Jamsostek-
PTKP
3. Penghasilan dan biaya yang dikenakan a. Penghasilan bruto penghasilan, honor, upah, gaji, bunga, komosi, imbalan, uang
pensiun, uang pesangon b. Biaya-biaya yang dikenakan:
1 biaya jabatan, khusus untuk pegawai tetap. Besarnya adalan 5 dari
pengahsialn bruto maksimal yang diperkenakan adalah Rp 6.000.000,- setahun dan Rp. 500.000,- sebulan
2 Iuran pensiun THT:
a Yang dibayar pegawai
b Yayasan dana pensiun yang disetujui oleh Menkeu
c Jumlah tidak dibatasi
3 Biaya pensiun. Khusus untuk penerima pensiun berkala bulanan besarnya 5
dari uang pensiun maksimal yang diperkenannkan adalah Rp. 2.400.000,- setahun dan Rp. 200.000,- sebulan
4. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp
8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan
gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel
sejumlah Rp 12.000.000,00 kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013. Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Gaji sebulan Rp
10,000,000 Pengurangan :
Biaya Jabatan 5 xRp 10.000.000 =
Rp 500,000
Iuran Pensiun =
Rp 200,000
Rp 700,000
Penghasilan Neto sebulan Rp
9,300,000 Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 9.300.000,00
Rp 111,600,000
PTKP setahun : - untuk diri sendiri
Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp
2,025,000 Rp
26,325,000 Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 85,275,000
PPh Pasal 21 setahun : 5 x Rp 50.000.000,00
= Rp
2,500,000 15 x Rp 35.275.000,00
= Rp
5,291,000 Rp
7,791,000 PPh Pasal 21 sebulan
Rp 7.791.000,00 : 12 Rp
649,250 PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah :
6 x Rp 649.250,00 Rp
3,895,500 PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2013
6 x Rp 364.250,00 dari perhitungan contoh A Rp
2,185,500
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp
1,710,000
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan
Gaji sebulan Rp
8,000,000 Pengurangan :
Biaya Jabatan 5 xRp 8.000.000 Rp
400,000 Iuran Pensiun
Rp 200,000
Rp 600,000
Penghasilan Neto sebulan Rp
7,400,000 Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 7.400.000,00
Rp 88,800,000
PTKP setahun : - untuk diri sendiri
Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp
2,025,000 Rp
26,325,000 Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 62,475,000
PPh Pasal 21 terutang : 5 x Rp 50.000.000,00
= Rp 2,500,000
15 x Rp 12.475.000,00 = Rp
1,871,000 Rp
4,371,000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 4.371.000,00 : 12 = Rp
364,250
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun 12 x Rp 10.000.000,00 Rp
120,000,000 Bonus
Rp 20,000,000
Penghasilan bruto setahun Rp
140,000,000 Pengurangan :
Biaya Jabatan 5 xRp 140.000.000,00 = Rp 7.000.000,00 Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00
Rp 6,000,000
Iuran Pensiun 12 x Rp 200.000,00 Rp
2,400,000 Rp
8,400,000 Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus
Rp 131,600,000
PTKP setahun : - untuk diri sendiri
Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp
2,025,000 Rp
26,325,000 Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 105,275,000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus : 5 x Rp 50.000.000,00
= Rp 2,500,000
15 x Rp 55.275.000,00 = Rp
8,291,250 10,791,250
PPh Pasal 21 setahun dibulatkan Rp 10,791,000
PPh Pasal 21 atas Gaji dari contoh B Rp
7,791,000
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp
3,000,000
3.15. Pengenaan Pph Final 1 Ukm Surat Keterangan Bebas SKB