4,8 miliar wajib memungut PPN 10 persen, bagi UMKM hal ini jadi beban. Di sini tarif pajak dan kesederhanaan administrasi jadi isu utama yang dapat berimplikasi terhadap
ketidakpatuhan wajib pajak UMKM, belum lagi ketidakjujuran pembayar pajak. Di penghujung tahun 2013, Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 197 yang
mulai berlaku pada awal 2014 meningkatkan batasan wajib PKP jadi Rp 4.8 miliar per tahun. Hal ini bagaikan memberi angin segar dengan semakin memberi kemudahan bagi
pelaku usaha di sektor ini. Ini berarti bagi UMKM hanya ada satu pajak utama yang jadi beban dalam komponen penghitungan keuntungan, yaitu PPh 1 persen.
3.9. Implikasi terhadap UKM
Terkait kebijakan dalam PP No 462013 dan PMK No 1972013, tidak saja membawa angin segar bagi pelaku UMKM dengan tarif yang kompetitif, tetapi juga
kesederhanaan dalam pemenuhan kewajiban pelaporan pajak tahunan. Karena itu, kombinasi tentang PPh 1 persen dan peningkatan batasan untuk jadi PKP adalah solusi
yang selaras menunjang tingkat kepatuhan wajib pajak UMKM. Sebagai contoh, wajib pajak UMKM yang memiliki usaha di atas 600 juta dan di
bawah Rp 4,8 miliar tidak punya beban untuk dikenai PPN 10 persen karena dapat memilih untuk tak menjadi PKP. Mengingat secara umum pelaku UMKM kesulitan
dalam administrasi, PPN yang seharusnya dibebankan kepada pembeli akan menjadi beban penjual.
Dengan logika sederhana, dapat dipahami bahwa pada jumlah keuntungan yang sama dengan pajak yang harus dibayar akan sulit didapatkan kejujuran dari pembayar
pajak. Hal ini dapat berpotensi meningkatkan ketakpatuhan pembayar pajak dari sektor UMKM karena PPN tidak berfungsi sebagai credit method tetapi menjadi bagian dari
harga pokok penjualan. Dengan demikian, kedua peraturan tersebut tidak saja dapat meningkatkan tax compliance pembayar pajak UMKM, tetapi juga meningkatkan daya
saing UMKM yang berarti menunjang perekonomian nasional. Akhirnya, pengawasan atas kewajiban pajak UMKM serta kebijakan yang pro
UMKM akan menekan tax compliance cost dan mendorong kepatuhan pembayar pajak. Peningkatan kepatuhan pembayaran pajak berarti peningkatan penerimaan pajak dan
penurunan tingkat ketidakjujuran pembayar pajak. Dengan demikian, diharapkan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak serta
daya saing UMKM yang memberikan kontribusi besar bagi PDB nasional dan penciptaan lapangan kerja.
3.10. Model Perpajakan UMKM
Secara umum, model perpajakan UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah sistem standard regime dan kedua sistem presumptive
regime. Dalam standard regime, UMKM tidak dibedakan perlakuan perpajakannya. Namun demikian terdapat beberapa negara yang menerapkan standard regime dengan
penyederhanaan formulir perpajakan, tata cara pembayaran, atau dengan pengurangan tarif. Negara-negara yang menerapkan standard regime untuk UMKM pada umumnya
adalah negara-negara maju, yang komunitas UMKM nya telah memiliki efisiensi administrasi tinggi dan mempunyai kemampuan book-keeping yang memadai.
Gambar III.1. Model Perpajakan UMKM
3.11. Karakteristik Bisnis UMKM