Analisis Rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2015

(1)

ANALISIS RUJUKAN PUSKESMAS BOTOMBAWO

KABUPATEN NIAS DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

MARTIMANJAYA GULO

NIM : 131021002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS RUJUKAN PUSKESMAS BOTOMBAWO

KABUPATEN NIAS DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL TAHUN 2015

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

MARTIMANJAYA GULO

NIM : 131021002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Peningkatan rujukan Puskesmas Botombawo diawal tahun 2015 bertolak belakang dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang memaksimalkan fungsi puskesmas. Ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti SDM, alat kesehatan dan obat terhadap rujukan puskesmas memiliki peranan penting dalam mendukung sistem kesehatan nasional.

Penelitian ini menggunakan penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Botombawo dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi kepada kepala Puskesmas Botombawo, kepala sub bagian tata usaha, dokter, Bidan, Perawat, Pengelola obat, Pengelola BPJS, Pegawai Dinas Kesehatan, Pegawai BPJS, dan pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas Botombawo dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti pelaksanaan rujukan dalam era JKN masih belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mempengaruhi peningkatan rujukan, ini terlihat dari SDM yang masih belum sesuai dengan standar puskesmas baik secara kuantitas maupun kualitas, fasiltas sarana kesehatan belum memadai dan belum sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan serta jenis dan jumlah obat yang masih belum terpenuhi dan belum sesuai dengan standar daftar obat dalam Formularium Nasional.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias untuk merencanakan dan melengkapi sumber daya manusia, fasilitas sarana kesehatan serta obat di Puskesmas Botombawo sesuai dengan standar puskesmas, kepada BPJS kesehatan agar memberikan sosialisasi dan petunjuk teknis kepada petugas puskesmas mengenai standar yang berlaku dalam era JKN dan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Botombawo agar mengupayakan dan meningkatkan kompetensinya supaya pelayanan kesehatan sesuai dengan standar dan mekanisme yang telah ditetapkan.


(5)

ABSTRACT

The system referral is services of health which regulates the task and responsibilities of health services on a reciprocal like vertical and horizontal. In the beginning 2015, increasing of referral in Puskesmas Botombawo was opposite with JKN program that maximizes the function of Puskesmas. The availability of first-level health such as human resources, medical equipment and medicine to the referral puskesmas have an important role in supporting the national health.

This study used a descriptive survey research using qualitative research method did in Puskesmas Botombawo area by using in-depth interviews and observations to the head of the Puskesmas Botombawo, chief administrative sub-section, the doctor, midwife, nurse, drug administrator, BPJS administrator, Health Department officer, BPJS officer, and patients

The result showed that Puskesmas Botombawo in providing services in JKN era was still not in accordance with established standards that affect the increase in referrals, It’s can be seen from the human resources is still not in accordance with the standards of health centers, facilities in health facilities inadequate and not in accordance with the Compendium of Medical Devices as well as the type and amount of drug that is still unmet and not according to the standard list of drugs in Formarium Health.

Based on the study result, expected to Nias regency Health Office to plan and equip human resources, health facilities and medicine facilities in health center of Botombawo accordance with the standards, to BPJS Health to give information to public and health center officers about the standards applicable in the JKN era, to Puskesmas Botombawo in order and to devise and improve competencies so that health services in accordance with the standars and the mecanisms that have been set.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Martimanjaya Gulo

Tempat Lahir : Balodano

Tanggal Lahir : 23 Maret 1988

Suku Bangsa : Nias/Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Fatiziduhu Gulo

Suku Bangsa Ayah : Nias/Indonesia

Nama Ibu : Noriba Halawa

Suku Bangsa Ibu : Nias/Indonesia Riwayat Pendidikan

1. 1994-2000 : SDN No.071074 Sisarahili Ma’u, Nias 2. 2000-2003 : SLTPS Kr. BNKP Gunungsitoli, Nias 3. 2003-2006 : SMA Negeri 1 Gunungsitoli, Nias

4. 2006-2009 : D-III Keperawatan Poltekkes Depkes Medan 5. 2013-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias dalam era jaminan kesehatan nasional tahun 2015”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan namun berkat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu kritik dan saran masih sangat diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Adminstrasi dan Kebijakan Kesehatan, Penasehat Akademis serta selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan saran, masukan, dan petunjuk dalam penulisan Skripsi ini.


(8)

4. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen penguji I yang selalu meluangkan waktu serta memberikan masukan berupa bahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Juanita SE M.Kes selaku dosen penguji II yang selalu meluangkan waktu serta memberikan masukan berupa bahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf administrasi di Departemen administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Bapak Kariaman Zebua, SKM yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan penelitian.

8. Kepada Ibu Ingati lase dan seluruh pegawai serta berbagai pihak di wilayah kerja Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan penelitian.

9. Kepada kedua orang tua saya Bapak Fatiziduhu Gulo dan Ibu Noriba Halawa serta saudara/i saya kak Murlina Gulo Am. Keb, kak Astinidar Gulo SPd, Adek Trinilayanti Gulo AMK, adek Oktaviani Gulo dan Superman Yanto Gulo yang telah memberikan banyak dukungan doa dan materil dalam penulisan skripsi ini.

10. Buat teman teman saya dari Nias Onemar Zega, kak Deos Serina Hia, bang Feriaman Harefa, Perdamaian Gulo, kak Pinta Harefa, Elisabet


(9)

Corinna Lase, bang Yosafat Syukur Ndraha yang selalu memberikan dukungan, semangat dan sukses selalu.

11. Buat teman teman Ekstensi 2013 dan peminatan Adiminstrasi dan Kebijakan Kesehatan Nanda, Wan elyda, Eka, novelan, Elvee, kak Sri muliani, kak Murina, dll yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkatNya kepada kita semua. Amin

Medan, Agustus 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Asuransi Kesehatan ... 9

2.1.1 Pengertian Asuransi kesehatan ... 9

2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasional ... 8

2.1.3 Prinsip- prinsip Jaminan Kesehatan Nasioanal ... 10

2.1.4 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional ... 12

2.1.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional ... 15

2.1.6 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional ... 16

2.2 Sistem Rujukan berjenjang ... 19

2.2.1 Sistem rujukan pelayanan kesehatan ... 19

2.2.2 Ketentuan umum ... 20

2.2.3 Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang ... 22

2.2.4 Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan ... 24

2.2.5 Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang 25 2.2.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem rujukan berjenjang ... 26

2.3 Puskesmas ... 27

2.3.1 Prinsip-prinsip Puskesmas ... 27

2.3.2 Fungsi Puskesmas ... 28


(11)

2.3.4 Sumber daya manusia ... 31

2.4 Kerangka Pikir ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi penelitian ... 34

3.2.1 waktu penelitian ... 34

3.3 Informan Penelitian ... 34

3.4 Metode Pengumpulan data ... 35

3.5 Pengolahan data penelitian ... 35

3.6 Validasi data ... 36

3.7 Analisa data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1 Deskripsi Puskesmas Botombawo ... 38

4.1.1 Sejarah singkat Puskesmas Botombawo ... 38

4.2 Karakteristik informan ... 40

4.3 Ketersediaan Puskesmas Botmbawo dalam pelayanan Rujukan ... 41

4.3.1 Ketersediaan sumber daya manusia Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan nassional ... 41

4.3.2 Ketersediaan fasilitas sarana kesehatan Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan nasional ... 48

4.3.3 Ketersediaan obat Puskesmas Botombawo terhadap Peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan Nasional ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 63

5.1. Ketersediaan sumber daya manusia Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan nasional ...63

5.2. Ketersediaan fasilitas sarana kesehatan Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan nasional dan yang sesuai dengan KepMenKes No. 118/Menkes/SK/IV/2014 tentang Kompendium Alat kesehatan ... 66

5.3. Ketersediaan obat Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan dalam era jaminan kesehatan nasional sesuai dengan standar KepMenKes No.828/Menkes/ IX/2013 tentang Formularium Nasional ... 68


(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...71 6.2. Saran ...71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : Daftar lampiran

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Keputusan MenKes No.118/MENKES/SK/IV/2014 tentang Kompedium Alat Kesehatan

Lampiran 3. Keputusan MenKes No. 328/MENKES/SK/VIII/2013 tentang Formularium Kesehatan Nasional Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5. Surat Izin Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk tahun 2014 ... 39 Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Botombawo ... 40 Tabel 4.3 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik ... 41 Tabel 4.4 Matriks ketersediaan Sumber daya manusia Puskesmas

terhadap peningkatan rujukan dalam era Jaminan Kesehatan Nasional ... 42 Tabel 4.5 Matriks ketersediaan Fasilitas Sarana dan Prasarana

Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan rujukan

dalam era Jaminan Kesehatan Nasional ... 48 Tabel 4.6 Hasil Observasi KepMenKes No. 118/MenKes/SK/IV/2014

tentang Kompedium Alat Kesehatan di Pelayanan Kesehatan tingkat Pertama ... 51 Tabel 4.7 Matriks ketersediaan Obat Puskesmas Botombawo

terhadap peningkatan rujukan dalam era Jaminan Kesehatan Nasional ... 54 Tabel 4.8 Hasil Observasi KepMenKes No.328/MenKes/IX/2013

Tentang Formularium Nasional ... 56 Tabel 5.1. Kebutuhan Jumlah Sumber Daya Manusia


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(15)

ABSTRAK

Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Peningkatan rujukan Puskesmas Botombawo diawal tahun 2015 bertolak belakang dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang memaksimalkan fungsi puskesmas. Ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti SDM, alat kesehatan dan obat terhadap rujukan puskesmas memiliki peranan penting dalam mendukung sistem kesehatan nasional.

Penelitian ini menggunakan penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Botombawo dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi kepada kepala Puskesmas Botombawo, kepala sub bagian tata usaha, dokter, Bidan, Perawat, Pengelola obat, Pengelola BPJS, Pegawai Dinas Kesehatan, Pegawai BPJS, dan pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas Botombawo dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti pelaksanaan rujukan dalam era JKN masih belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mempengaruhi peningkatan rujukan, ini terlihat dari SDM yang masih belum sesuai dengan standar puskesmas baik secara kuantitas maupun kualitas, fasiltas sarana kesehatan belum memadai dan belum sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan serta jenis dan jumlah obat yang masih belum terpenuhi dan belum sesuai dengan standar daftar obat dalam Formularium Nasional.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias untuk merencanakan dan melengkapi sumber daya manusia, fasilitas sarana kesehatan serta obat di Puskesmas Botombawo sesuai dengan standar puskesmas, kepada BPJS kesehatan agar memberikan sosialisasi dan petunjuk teknis kepada petugas puskesmas mengenai standar yang berlaku dalam era JKN dan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Botombawo agar mengupayakan dan meningkatkan kompetensinya supaya pelayanan kesehatan sesuai dengan standar dan mekanisme yang telah ditetapkan.


(16)

ABSTRACT

The system referral is services of health which regulates the task and responsibilities of health services on a reciprocal like vertical and horizontal. In the beginning 2015, increasing of referral in Puskesmas Botombawo was opposite with JKN program that maximizes the function of Puskesmas. The availability of first-level health such as human resources, medical equipment and medicine to the referral puskesmas have an important role in supporting the national health.

This study used a descriptive survey research using qualitative research method did in Puskesmas Botombawo area by using in-depth interviews and observations to the head of the Puskesmas Botombawo, chief administrative sub-section, the doctor, midwife, nurse, drug administrator, BPJS administrator, Health Department officer, BPJS officer, and patients

The result showed that Puskesmas Botombawo in providing services in JKN era was still not in accordance with established standards that affect the increase in referrals, It’s can be seen from the human resources is still not in accordance with the standards of health centers, facilities in health facilities inadequate and not in accordance with the Compendium of Medical Devices as well as the type and amount of drug that is still unmet and not according to the standard list of drugs in Formarium Health.

Based on the study result, expected to Nias regency Health Office to plan and equip human resources, health facilities and medicine facilities in health center of Botombawo accordance with the standards, to BPJS Health to give information to public and health center officers about the standards applicable in the JKN era, to Puskesmas Botombawo in order and to devise and improve competencies so that health services in accordance with the standars and the mecanisms that have been set.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage) (Kemenkes RI, 2012).

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Dalam UU 36 tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial ( Kemenkes RI, 2014)


(18)

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyatakan bahwa pusat kesehatan masyarakat sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Pusat kesehatan masyarakat disebut fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 28 Tahun 2014 Tetang Pedoman Program Jaminan Kesehatan Pada BAB IV Pelayanan Kesehatan yaitu setiap peserta memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan(FKRTL). FKTP dimaksud adalah: (1) Puskesmas atau yang setara, (2) Praktik Dokter, (3) Praktik dokter gigi, (4) Klinik Pratama atau yang setara, (5) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL)


(19)

berupa: (1) Klinik utama atau yang setara (2) Rumah Sakit Umum, (3) Rumah Sakit Khusus.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai wujud komitmen pemerintahan dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Hal ini juga berkait dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005 (Kemenkes RI, 2013). Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).

BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014”. Untuk itu PT Askes (Persero) diberi tugas untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT.ASKES (Persero) ke BPJS Kesehatan (UU RI Nomor 24 Tahun 2011).


(20)

Kesiapan pelayanan untuk menghadapi BPJS tahun 2015 ini masih banyak perlu diperhatikan. Beberapa hal penting yang menjadi penentu kesuksesan pada program BPJS yaitu ketersediaan sumber daya manusia seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014 misalnya dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang lengkap serta mempunyai kompetensi dibidang masing masing, ketersediaan alat sarana kesehatan yang sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan serta ketersediaan obat sesuia dengan Formularium Nasioanal ( Fornas).

Puskesmas Botombawo merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Nias yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam era BPJS terkait Jaminan Kesehatan Nasional memiliki kewenangan melakukan pelayanan kesehatan primer mencakup 155 penyakit.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada pegawai Puskesmas Botombawo di lapangan diketahui proses pelayanan di puskesmas dilakukan dengan cara pasien datang ke puskesmas, mendaftar kepetugas puskesmas serta proses pemeriksaan dan konsultasi ke dokter dilanjutkan. Kemudian dengan berbagai pertimbangan jenis penyakit, kebutuhan penanganan lanjut dan fasilitas yang kurang mendukung, maka pasien dapat dirujuk ke pelayanan lanjutan dengan membawa surat rujukan. Selain dari pada itu, pasien juga dapat langsung meminta surat rujukan bila kunjungan rujukan ulangan (kontrol) dengan syarat surat balasan rujukan dari rumah sakit sudah ada, begitu juga dengan pasien gawat darurat yang langsung dirujuk dan penyakit yang berhungan dengan kesehatan gigi langsung dirujuk karena Dental Unit dan dokter gigi di puskemas tidak ada.


(21)

Rujukan juga dapat berupa pasien itu sendiri atau hanya pemeriksaan penunjang (laboratorium) dan pemeriksaan pada fasilitas kesehatan lainnya tanpa intervensi pada pelayanan lanjutan tersebut.

Menurut ketentuan umum sistem rujukan berjenjang oleh BPJS Kesehatan salah satunya adalah dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem dengan mengacu pada perundang-undangan yang berlaku seperti terbatasnya jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan standar dalam Formulasi Nasional (Formas), standar alat kesehatan yang tercantum dalam Kompendium Alat Kesehatan dan standart pelayanan lainnya yang tercantum dalam JKN dan peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil survei awal di Dinas kesehatan Kabupaten Nias tahun 2014 jumlah rujukan seluruh puskesmas se-Kabupaten Nias 365 rujukan. Adapun jumlah kunjungan di Puskesmas Botombawo tahun 2014 adalah 1040 orang dengan jumlah rujukan 34 atau 3 rujukan tiap bulannya. Pada awal tahun 2015 Puskesmas Botombawa mengalami peningkatan rujukan dimana bulan Januari sampai dengan bulan April jumlah rujukan puskesmas meningkat menjadi 49 dari 380 kunjungan atau 13 tiap bulannya dengan berbagai indikasi medis yang seharusnya dilayani puskesmas. Begitu juga dengan banyaknya permintaan pasien untuk dirujuk dikarenakan pasien yang sudah terbiasa meminta rujukan sebelum diberlakukannya program BPJS dan adanya asumsi pasien yang beranggapan


(22)

bahwa puskesmas itu tidak lengkap, terutama petugas kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat-obatan sehingga pasien lebih memilih dirujuk ke rumah sakit karena dokternya selalu ada di tempat. Situasi peningkatan rujukan ini menjadikan puskesmas tidak menjalankan fungsinya sebagai gatekeeper dalam mengontrol dan menyalurkan pemanfaatan pelayanan kesehatan peserta wajib BPJS tidak sesuai dengan azas pelayanan berjenjang di Puskesmas Botombawo. Adapun 3 jenis penyakit yang sering dirujuk seperti: Gastritis, Diabetes Melitus, Hipertensi. Jenis penyakit ini merupakan penyakit yang wajib ditangani di pelayanan tingkat pertama sesuai dengan panduan pelayanan medik bagi dokter di faskes primer. Menurut Standar Nasional, rasio rujukan yang baik adalah 7%-10%, rasio di bawah 7%, dan diatas 10% termasuk kriteria buruk (Wintera dan Hendrartini, 2005).

Menurut Meliala (2012), peneliti Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, penting untuk segera menata sistem rujukan pelayanan kesehatan. Setiap orang sakit seharusnya berobat lebih dahulu di fasilitas kesehatan primer, dan hanya yang benar-benar membutuhkan layanan dokter spesialis atau sub spesialis yang dirujuk ke rumah sakit. Idealnya, dari 1.000 pasien, hanya 21 orang yang dirujuk ke rumah sakit sekunder, dan 1 orang ke rumah sakit tertier

Menurut hasil penelitian Ima Nur Kesumawatin (2012), Puskesmas Nanggeleng memiliki Rasio Angka rujukan diatas standar PT.Askes 15 % sedangkan Puskesmas Gedong panjang dibawah 15% ketersedaiaan dokter , aspek kebijakan, obat- obatan dan pemahaman dokter terhadap puskesmas sebagai


(23)

gatekeeper mempengaruhi rujukan. Diagnosa penyakit yang dirujuk kedua puskesmas adalah Diabetes Melitus dan Hipertensi. Hal tersebut berhubungan dengan dengan ketersediaan obat-obatan yang terbatas.

Selain itu Menurut hasil penelitian Zuhrawardi (2007), Bahwa para dokter telah mengerti dengan baik tentang system kapasitas dan menyebabnya tingginya rujukan pada puskesmas, para dokter pada prinsipnya tidak dapat menolak jika pasien bersikeras meminta rujukan rawat jalan walaupun tidak didukung oleh indikasi medis.Umumnya pasien yang meminta rujukan rawat jalan atas inisiatif mereka sendiri tanpa adanya indikasi medis tersebut dan memiliki latar belakang mulai dari SMA ke atas. Alasan pasien meminta rujukan tersebut pada umumnya adalah karena obat-obat yang diberikan oleh pihak Puskesmas tidak bervariasi walaupun mereka menderita penyakit berbeda-beda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah kenapa masih tingginya rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias dalam era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya rujukan Puskesmas Botombawo dalam era Jaminan Kesehatan Tahun 2015


(24)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisa ketersediaan sumber daya manusia pada puskesmas dalam pelaksanaan rujukan

2. Menganalisa ketersediaan sarana puskesmas ( fasilitas alat) pada puskesmas dalam pelaksanaan rujukan

3. Menganalisa ketersediaan obat pada Puskesmas dalam Pelaksanaan rujukan

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Botombawo sebagai masukan guna meningkatkan pelayanan secara optimal supaya pelayanan yang diberikan dapat terlaksana sesuai fungsi sebagai gatekeeper.

2. Bagi BPJS dalam pengembangan cara dan metode dalam pembuatan kebijakan untuk menyempurnakan pelayanan serta mengoptimalkan kualitas pelayanan bagi peserta BPJS.

3. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan rujukan puskesmas.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.1 Pengertian

Asuransi yang dikutip dari Ather suatu instrument sosial yang menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakn dana yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita. Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama di tanggung oleh peserta dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan penyelenggara asuransi kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok ( Ilyas, 2006)

2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasioanal

Kata “Jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan (assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata Jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko. ( Thabrany, 2014)

Dalam Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:


(26)

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

2.1.3 Prinsip –prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1. Prinsip kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu


(27)

peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh


(28)

rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta ( Kemenkes, 2014)

2.1.4 Kepesertaan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam Peraturan Presiden no 12 Tahun 2013 Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:


(29)

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. Penerima Pensiun; d. Veteran;


(30)

e. Perintis Kemerdekaan; dan

f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a). Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b). Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

c. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5) WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri


(31)

2.1.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.


(32)

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

 Tidak sesuai prosedur

 Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

 Pelayanan bertujuan kosmetik;

 General checkup,

 pengobatan alternative

 Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi

 Pelayanan kesehatan pada saat bencana

 Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba ( Kemenkes, 2014)

2.1.6 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional bab V tentang cara penyelenggaraan JKN menerangkan :

1. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pemerintah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.

b. Dalam rangka penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan pelayanan publik dan pemerataan, Pemerintah/Pemerintah Daerah melakukan berbagai pengaturan untuk memberikan imbalan material atau non material kepada tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan


(33)

di daerah yang tidak diminati, seperti: daerah terpencil, daerah sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.

c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah disahkan oleh Pemerintah, perlu dikembangkan dan melaksanakan program pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang dibiayai oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau swasta.

2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan 1. Pembinaan, penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber

daya manusia kesehatan diberbagai tingkatan dan/atau organisasi memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut.

2. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat. 3. Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan


(34)

yang berlaku. Apabila pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak lain, maka dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Makanan a) Pengertian

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

b) Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. c) Unsur-unsur

Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:

a. komoditi; b. sumber daya;

c. pelayanan kefarmasian; d. pengawasan; dan


(35)

e. pemberdayaan masyarakat.

Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik di fasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

2.2 Sistem Rujukan Berjenjang

2.2.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas keseshatan.

Alur Pelayanan Kesehatan

---KLAIM--- PESERT

A

RUMAH SAKIT BPJS

KESEHATAN

EMERGENCY FASITAS KESEHATAAN


(36)

2.2.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingakat pertama

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pekayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peserta yang igin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan. 7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan makan BPJS

kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.


(37)

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.

12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;


(38)

c membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

2.2.3. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer

TINGKAT KEDUA

TINGKAT PERTAMA TINGKAT

KETIGA Kasus yang sudah

ditegakkan diagnosis & rencana terapi, merupakan pelayanan berulang dan

Pelayanan kesehatan sub spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat

lanjutan

Pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter sub

spesialis di Faskes tingkat lanjutan

Pelayanan kesehatan dasar oleh Faskes tingkat Pertama


(39)

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah

c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. pertimbangan geografis; dan e. pertimbangan ketersediaan fasilitas 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama


(40)

kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa:

1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.2.4. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:

a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga


(41)

kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan.

2.2.5 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga.


(42)

2.2.6 Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang 1. Apakah Pasien yang tidak mengikuti rujukan berjenjang dapat dijamin

oleh BPJS kesehatan?

Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

2. Untuk pasien diperbatasan, apakah diperbolehkan untuk merujuk pasien lintas kabupaten?

Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten.

2.3 Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya ( Permenkes, 2014).


(43)

tidak Ya Ya tidak tidak Peserta

ALUR PELAYANAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Pemeriksaan eligibilitas peserta

Identitas Perserta Bpjs

Mulai Pesert

a

Ya

Pesert a

Pemeriksaan

Peserta dapat dilayani untuk 1 kali diperiksa dengan

approval KC

tidak Penjamin

Pribadi

Perlu pemeriksaan

pen dasar

Menda

patkan Perlu

pemeriksaa n lanjutan Perlu rawat Pasien mengambil resep di apotek

jaringan PPK Pasien mendapatkan pelayanan penunjang Konsultasi hasil penunjang Diterbitkan surat rujukan Pelayanan tingkat Lanjutan

Pasien dirawat inap di faskes 1 yg memiliki rawat inap

Menuju alur pelayanan rawat inap

tk i Pasien pulang


(44)

2.3.1 Prinsip – prinsip Puskesmas

Prinsip –prinsip dari puskesmas meliputi :

1. Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

3. Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan

5. Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas ( Permenkes, 2014)


(45)

2.3.2 Fungsi Puskesmas

Dalam melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat, Puskesmas menyelenggarakan fungsi : 1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatanmasyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,mutu,

dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.


(46)

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu :

a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu;

b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif;

c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi;

f. melaksanakan rekam medis;

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan;

h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan (Permenkes, 2014)

2.3.3 Upaya kesehatan

Puskesmas menyelengarakan upaya kesehatan tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dimana upaya kesehatan tingkat pertama meliputi :


(47)

1. Uapaya kesehatan Esensial: a. pelayanan promosi kesehatan b. pelayanan kesehatan lingkungan;

c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d. pelayanan gizi; dan

e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. 2. Upaya kesehatan perorangan meliputi :

a. rawat jalan;

b. pelayanan gawat darurat;

c. pelayanan satu hari (one day care); d. home care; dan/atau

e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan f. kesehatan (Permenkes, 2014)

2.3.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan non kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.

Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas:


(48)

a. dokter atau dokter layanan primer; b. dokter gigi;

c. perawat; d. bidan;

e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga kesehatan lingkungan; g. ahli teknologi laboratorium medik; h. tenaga gizi; dan


(49)

2.4Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1

Berdasarkan gambar 2.1 diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut :

1. Rujukan yaitu jumlah rujukan fasilitas kesehatan tingkat pertama 2. Ketersediaian puskesmas di fokuskan pada:

a. Sumber Daya Manusia yaitu petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan terutama mendiagnosa jenis penyakit dan memberikan terapi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

b. Fasilitas sarana kesehatan yaitu kelengkapan fasilitas sarana kesehatan dalam melakukan pelayanan Kesehatan dan rujukan

c. Ketersediaan jenis Obat yang sesuai dengan standar daftar obat dalam Formularium Nasional.

Ketersediaan Puskesmas : 1. Sumber daya manusia 2. Fasilitas sarana Kesehatan


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan Metode penelitian Kualitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias. Alasan pemilihan lokasi ini karena adanya peningkatan rujukan diawal tahun 2015 yaitu Bulan Januari - April sebanyak 49 rujukan atau 13 perbulannya, sementara selama tahun 2014 jumlah rujukan berkisar 34 atau 3 rujukan perbulannya

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2015 3.3 Informan Penelitian

Pemilihan infroman pada penelitian kualitatif berdasarakan prinsip prinsip penelitian kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian ini dimana informan tersebut bertanggung jawab langsung memberikan pelayanan kesehatan. Prinsip kedua yaitu kecukupan dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan dan memberikan informasi yang cukup mengenai topik penelitian ini.


(51)

Berdasarkan kedua prinsip tersebut, maka dalam penelitian ini informan penelitian berjumlah 10 orang yaitu, Kepala puskesmas, dokter puskesmas, kepala sub bagian tata usaha, bidan puskesmas, perawat puskesmas, pengelola obat Puskesmas, pengelola BPJS Puskesmas, pegawai dinas kesehatan, petugas BPJS dan Pasien BPJS.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data informasi yang diibutuhkan pada penlelitian ini, peneliti menggunakan sumber data melalui:

Wawancara, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur yang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan masalah lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, peneliti peru mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang ditemukan oleh informan (Sugyono, 2009).

Observasi yaitu sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (cartwright dalam Herdiansyah, 2012). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana ketersediaan jenis obat dan alat kesehatan.

3.5 Pengolahan data Penelitian

Untuk mengolah data, peneliti melakukan beberapa tahap. Tahap pertama mengumpulkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, hasil observasi dan telaah dokumen. Selanjutnya data yang dihasilkan dari wawancara mendalam dicatat dalam bentuk transkrip wawancara dan dokumen yang catat dalam bentuk


(52)

deskriptif tabel. Setelah dilakukan pencatatan, peneliti mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang akan diteliti sesuai dengan kerangka pikir, Kemudian disajian dalam bentuk matriks, agar lebih mudah dipahami.

3.6 Validasi data

Dalam penelitian kualitatif keabsahan data merupakan konsep penting, Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian yaitu triangulasi sumber.

Triangulasi sumber dilakukan dengan membadingkan informasi yang diperoleh dari informan yang berbeda untuk melakukan cross check terhadap kondisi yang sebenarnya, dan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Moleong, 2007)

3.7 Analisa data

Tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data yang didapat dilapangan.

Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.


(53)

Cara reduksi data : 1. Seleksi ketat data

2. Ringkasan atau uraian singkat

3. Menggolongkan dalam pola yang lebih luas

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi di susun, sehingga kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Bentuk Penyajian data Kualitatif :

1. Teks naratif : berbentuk catatan lapangan

2. Matriks, grafik, jaringan atau bagan. Bentuk- bentuk ini menghubungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padat dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, dan penarikan kesimpulan.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Puskesmas Botombawo 4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Botombawo

Puskesmas Botombawo merupakan puskesmas rawat jalan yang berdiri pada tahun 1974 – 1975. Puskesmas Botombawo salah satu UPT Puskesmas Botombawo yang ada dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, dan terletak di Kecamatan Hiliserangkai di desa Dahadano Botombawo Jalan Nias tengah km. 19,5 yang letak geografisnya adalah :

- Sebelah Barat dengan : Puskesmas Botomuzoi - Sebelah Timur dengan : Puskesmas Mandrehe - Sebelah Utara dengan : Puskesmas Gunungsitoli - Sebelah Selatan dengan : Puskesmas Moi

4.1.2 Wilayah Kerja Puskesmas Botombawo

Wilayah kerja puskesmas bisa berdasarkan kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan demografi, dan keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan perimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan sedangkan puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan rujukan dari puskesmas desa.


(55)

Adapun desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Botombawo yaitu 1. Fadoro Hunogoa

2. Lolofaoso Lalai 3. Fulolo Lalai 4. Lalai I / II 5. Lawa Lawa 6. Lolowua

7. Dahadano Botombawo 8. Fadoro

9. Lolowau Hiliwarasi 10. Hilizia Lauru 11. Lolofaoso 12. Onombongi 13. Orahili Idanoi 14. Awela

15. Ehosakhozi

Wilayah kerja Puskesmas Botombawo memiliki jumlah penduduk sebanyak 16.478 Jiwa dengan jumlah penduduk laki laki sebanyak 7.503 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 8.975 jiwa.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan Desa tahun 2014

No Desa Laki laki Perempuan Jumlah

1 Fadoro Hunogoa 425 563 1015

2 Lolofaoso Lalai 513 566 1079

3 Fulolo Lalai 338 453 791


(56)

Tabel 4.1 Lanjutan

No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

5 Lawa Lawa 330 391 721

6 Lolowua 604 701 1305

7 D. Botombawo 516 676 1237

8 Fadoro Lalai 700 860 1560

9 Lolowau Hiliwarasi 214 283 497

10 Hilizia Lauru 470 512 982

11 Lolofaoso Lalai 388 453 791

12 Onombongi 400 599 999

13 Orahili Idanoi 1070 1032 2102

14 Awela 384 431 815

15 Ehosakhozi 478 560 1038

TOTAL 7503 8975 16478

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias Tahun 2014

Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Botombawo sebanyak 15 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Botombawo

No Jenis Tenaga Pendidikan Jumlah

Jenis Kelamin Status Kepegawaian

Laki-Laki

Perempuan

1 Dokter Umum S1 1 1 0 PTT

2 Bidan D-III 4 0 4 PNS

3 Perawat D-III SPK 4 5 4 2 0 3 PNS PNS

4 Perawat Gigi D-III 1 0 1 PNS

Jumlah 15 7 8

Sumber : Puskesmas Botombawo Tahun 2015

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas, dokter puskesmas, KTU Puskesmas, bidan puskesmas, perawat puskesmas, pengelola obat puskesmas, pengelola BPJS kesehatan puskesmas, pegawai BPJS Kesehatan, pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten seksi JKN dan


(57)

pasien peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Botombawo. Karakteristik Informan dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

Informan Jabatan Pendidikan Umur

(Tahun)

Jenis Kelamin

I Kepala Puskesmas D-III 50 Perempuan

II III Dokter Puskesmas KTU Puskesmas S1 SPK 37 48 Laki-laki Laki-laki

IV Perawat Puskesmas SPK 22 Laki-laki

V VI VII

Bidan Puskesmas

Pengelola Obat Puskesmas Pengelola BPJS Puskesmas

D-III D-III D-III 38 38 38 Perempuan Laki-laki Laki-laki VIII Pegawai Dinas Kesehatan seksi

JKN

S2 45 Laki-Laki

IX Pegawai BPJS Kesehatan D-III 32 Perempuan

X Pasien BPJS Kesehatan D-II 50 Laki-laki

4.3. Ketersediaan Puskesmas Botombawo dalam pelayanan rujukan 4.3.1. Ketersediaan sumber daya manusia Puskesmas Botombawo terhadap

peningkatan rujukan dalam era jaminan Kesehatan Nasioanal

Hasil penelitian menunjukan dari 10 informan yang diwawancarai, menyatakan mengetahui pegawai Puskesmas Botombawo tetapi mereka mengatakan bahwa jumlah pegawai yang sudah ada tidak mencukupi standar puskesmas sehingga kualitas dalam memberikan pelayanan terkendala, Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :


(58)

Tabel 4.4 Matriks ketersediaan sumber daya manusia Puskesmas Botombawo terhadap peningkatan Rujukan dalam era Jaminan Kesehatan

No. Informan Pernyataan

Informan I Jumlah tenaga di Puskesmas Botombawo ini, apakah secara keseluruhan? Jadi jumlah tenaga di Puskesmas Botombawo sangat- sangat kurang didalam pelaksanaan pelayanan sehari harinya dan berjumlah 15 orang dan didalam itu termasuk 2 tugas belajar dan 2 orang struktural serta fungsional 10 orang, dan masih belum sesuai dengan standar puskesmas dan menurut saya standar puskemas itu berkisar 30 sampai 40 orang, Petugas dalam memberikan pelayanan masih kurang....kenapa? keterbatasan dari pada pengalaman...ya....dalam SDM begitu.. dan dokternya disini sangat-sangat ini.... sering keluar daerah gitu... karena memang atau keluarganya di luar daerah makanya agak kurang dalam hal pelayanan, untuk rujukan dokter selalu memberikan apa yang menjadi tugasnya namun adanya juga permintaan pasien untuk di rujuk sehingga dokter memberikan diagnosa dengan diagnosa tambahan, kalo Puskesmas Botombawo memang mengetahui sistem rujukan dalam era JKN ini....kenapa? karena kami sering sosialisasikan kepada teman teman semua tentang sistem rujukan tersebut, pelatihan petugas BPJS puskesmas pernah... tapi untuk tahun 2015 ini belum ada.

Informan II Menurut saya secara pribadi sumber daya manusia di bidang kesehatan puskesmas ini masih kurang contoh nyata kita kan melayani 24 jam kalo ada panggilan, saya sendiri dokter betugas sebagai dokter dan yang kedua dokter gigi tidak ada merupakan masalah pelayanan di poli gigi, terus sumber daya manuasia di bidang keperawatan masih kurang karena standar puskesmas dokter umum dan dokter gigi harus ada menurut saya, pegawai disini ada kepala puskesmas, tata usaha, program dan berkisar 15 orang pegawai termasuk saya sendiri dokter, dalam era JKN ini SDM yang dibutuhkan harus terlatih ya... dan kurangnya dalam wawasan dalam pelayanan kesehatan dan obat juga terbatas misalnya kalo pasien pasien pemeriksaan diagnostik lebih lanjut pemeriksaan lab kita belum ada sama sekali dan selanjutnya saya suruh kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan dan menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut dan kita tangani lebih lanjut, kalo saya sih melakukan pemeriksaan itu dan membuat diagnosa itu berdasarkan anammesse, jadi saya... banyak masyarakat disini yang punya banyak penyakit tapi complikasi


(59)

dan saya curigai, saya anjurkan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan komplikasinya kemudian saya merujuk ke poli yang berhubungan penyakit penyakit pasien tersebut, jadi kadang sudah pernah berobat dan mereka mau kontrol ulang dengan beberapa diagnosa komplikasi tapi salah satunya ada penyakit yang tergolong dalam 144 diagnosa tapi dia ada komplikasinya...? saya kasi rujukan itu misalnya kalo dia penyakit jantung tambah gastritis, bronkitis, kadang juga masyarakat meminta untuk dirujuk berhubung karena alat di rumah sakit lebih lengkap dibandingkan dengan pukesmas jadi kita sebagian manusia biasa punya logika kita ngasi rujukan juga, itulah beberapa hal yang terjadi di puskesmas sehingga adanya peningkatan rujukan tahun 2015 dan juga tingkat kesadaran masyarakat juga sudah tinggi atas pentingnya sarana kesehatan mungkin dulunya sebelum diberlakukan JKN karena sudah diberlakukannya program BPJS Kesehatan setiap pesesrta BPJS yang dulunya ASKES, JAMKESMAS di gabung menjadi BPJS, jadi mereka berobat itu harus melalui prosedur pake kartu, berobat kepuskesmas karena masyarakat sudah mengerti arti kesehatan, tingkat berkunjungpun ke Puskesmas Botombawo meningkat dan mulai terdeteksi penyakit masyarakat makanya tingkat rujukan lebih tinggi, sistem pelayanan di Puskesmas Botombawo ini yang pertama pasien mendaftar, nanti mereka masuk ke poli umum, di poli umum mereka dilakukan pemeriksaan Vital Sign tekanan darahnya, baru diperiksa oleh dokter terus kita kasi obat kalo pasien ngambil obat ke gudang obat pasien pulang, untuk tindakan lanjutan kita pilah- pilah kalo memang beberapa contoh misalnya dia punya penyakit dispepsia tambah penyakit gula dengan kadar gulanya kita tidak tau berapa sementara petugas lab tidak ada disini makanya kita kasi rujukan untuk mendiagnostik apakah dia penyakit gula, penyakit paru atau jantung, begitulah...jadi era JKN tahap awal aplikasinya ditingkat bawahnya kurang, kemungkinan hanya beberapa yang mengetahui kepala tata usaha, dokter, pimpinan dan pengelola BPJS puskesmas Botombawo.

Informan III Kalo pada umumnya tenaga kesehatan puskesmas sebenarnya itu baru dibilang sesuai dengan standar itu 30 orang keatas, keadaan kita sekarang di puskesmas botombawo yang kenyataan ini hanya 15 orang itupun sudah 2 orang struktural, perawat fungsional dan


(60)

bidan 12 orang dan 1 orang dokter, kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas botombawo ini itukan....tergantung ketenagaanya tadi seperti melayani pasien yang lebih dominan disitu adalah dokter, kemudian nanti seandainya ada kegiatan di luar kita gunakan petugas yang ada, kalo ada pasien yang gawat nah...? kita kan tau bahwa keterbatasan alat seperti pasien kecelakaan pasien mengalami patah tulang terpaksa kita rujuk kerumah sakit, untuk pasien yang masuk dalam 144 diagnosa seperti gastritis kita lakukan rujukan itu karena pasien mengalami keluhan ketingkat lebih dalam sampai dia muntah darah, untuk rujukan tergantung apa yang hasil yang dibuat oleh dokter, seandainya diagnosa yang dia tegakkan itu tidak bisa ditangani oleh puskesmas baru kita rujuk walaupun dalam lingkup 144 penyakit, terus permintaan pasien yang lebih dominan, itulah...pengertian dari pada masyarakat tadi sekalipun kita sudah menjelaskan, memberi penyuluhan tentang penyakit yang bisa kita tangani di puskesmas, kalo pelatihan petugas BPJS kita ya... ini kan program baru kan... ya.... sudahlah ...sekali....tapi saya rasa ya....masih kurang sempurna, persyaratan rujukan....ya ...setidaknya kalo dibilang sih.... sudah tau semua tapi belum juga kan.... tetapi paling tidak bergantung kepada dokter.

Informan IV Menurut saya sih jumlah pegawai di puskesmas ini masih kurang karena jumlahnya hanya berkisar dari 15 orang kurang dari 30 orang, pelayanan di puskesmas ini masih kurang terutama dalam memberi terapi dan beberapa hal yang masih kurang baik tenaga sumber daya manusia yang masih kurang seperti tenaga tenaga laboratorium, tenaga farmasi yang masih belum ada, dokter hanya 1 orang dan kebutulan dokter umum, jadi...masih kuranglah...jadi butuh lagi dokter, tindakan dokter dalam tindakan rujukan? Jadi kalo ada pasien yang tidak bisa ditangani di puskesmas harus dirujuk, ada juga beberapa pasien meminta supaya dirujuk walaupun dalam kategori masih bisa ditangani dipuskesmas, jika dokter tidak ada ditempat atau lagi keluar kami sebagai perawat atau bidan kami akan tangani sesuai dengan prosedur dan untuk rujukan jika dokter tidak ditempat dilaksanakan oleh kepala puskesmas, pelatihan kepada pengelola BPJS kesehatan hanya sekali tapi seterusnya belum ada lagi. Informan V Kalo dilihat dari ketenagaan sebenarnya... ketenagaan di

Puskesmas Botombawo ini sangat kurang kenapa?kalo kita lihat dari standar puskesmas itu minimal dokter umum ada, dokter gigi


(61)

ada, bagian analis ada dan farmasi harus ada kemudian bagian gizi, bidan dan perawatnya juga sementara tenaga di puskesmas ini sangat kurang!dokternya saja hanya satu orang dokter umum dan berstatus pegawai tidak tetap ( PTT), kondisi puskesmas kita saat ini hanya 15 orang dan boleh kita katakan belum sesuai dengan standar puskesmas, kemampuan petugas puskesmas dalam memberikan pelayanan sih masih kurang terutama dalam memberikan terapi kepada pasien karena dokter kita hanya satu orang, itupun kadang dokter ini minta izin keluar untuk keluar karena dokter ini orang Siantar untuk pulang kampung, kemudian untuk tenaga lain dalam memberikan pelayanan harusnya sinergis dengan tenaga lain misalnya tenaga analis, farmasi, gigi dan bidan dan yang lainnya lagi, ini sangat kurang dipuskesmas ini, Jika dokter keluar daerah pelayanan yang dilakukan sedayamampu dari Bidan atau perawat, dan jika tidak mampu dilakukan rujukan, kemampuan petugas dalam pelayanan kesehatan sebenarnya kalo kita lihat bukan karna dokternya tidak bisa mendiagnosa penyakit tapi kita ketahui bahwa dalam mendiagnosa penyakit itu memerlukan beberapa data-data penunjang termasuk hasil dari laboratorium, jadi ... yang di puskesmas ini yang boleh melaksanakan laboratorium hanya pemeriksaan TB dan Malaria itupun bukan tenaga Analis tapi tenaga perawat yang telah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan sehingga dalam mendiagnosa penyakit dokter lebih banyak berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien tersebut, tindakan rujukan tergantung kepada ketersediaan sarana di puskesmas seperti obat, kalo obat barkekurangan di puskesmas dokter akan merujuk dan kadang juga karena meliha kondisi tersebut pasien lebih ingin untuk dirujuk ke tingkat lebih tinggi, ini disebabkan karena kebiasaan pasien, kadang-kadang anggapan mereka jika berobat ketempat lain dari puskesmas akan dilayani lebih baik lagi, untuk poli gigi hanya perawat gigi yang ada serta keterbatasan alat seperti dental unit, jika ada permintaan pasien untuk dirujuk seperti mereka berkehendak memaksa ya... kita di puskesmas memberi rujukan tersebut karena kondisi pada tahun - tahun yang lalu mereka tidak mengenal dan program BPJS ini baru mulai jadi masyarakat belum mengetahui betul tentang program BPJS ini, yang mengetahui persyaratan rujukan di puskesmas ini hanya pengelola BPJSnya, dokter, kalo sosialisasi tentang BPJS ini hanya sekali dilakukan dan untuk tahun 2015 ini


(62)

belum ada dilakukan.

Informan VI sumber daya manusia di puskesmas kalo kita lihat saat ini yang sesuai dengan standar puskesmas yang menjadi seorang perawat, bidan dan dokter tentu dalam hal ini juga kita sudah mengetahui bahwa informasi-informasi bahwa kalo dulu SPK( sekolah perawat kesehatan ) tapi sekarang harus minimal harus D-III dan bisa dikatakan tenaga di puskesmas ini masih kurang, dan dokter kita disini hanya satu orang yaitu dokter umum dengan status Pegawai Tidak Tetap ( PTT) yang notabene ya....sering keluar kampung dan ini dikarenakan keluarga dokter kita ini tinggal di luar wilayah Pulau Nias, sehinga pelayanan kadang terkendala, sehungan dengan adanya syarat dari BPJS yang sudah memberikan kepada kita bahwa ada 144 diagnosa yang harus kita layani di puskesmas atau di fasilitas kesehatan tingkat pertama tetapi dalam hal ini kita pun agar ragu juga dalam melaksanakannya kenapa? Karena dari beberapa diagnosa itu harus di dukung beberapa pemeriksaan laboratorium yang notabene dipuskesmas kita ini ya...alat-alatnya tidak lengkap ataupun ada alatnya tapi reagennya tidak ada sehingga walaupun sudah disyaratkan oleh BPJS bahwa harus kita layani ya.... bagaimana kita mamaksakan melayani di puskesmas ini sedangkan kita ketahui sendiri bahwa tidak ada pemeriksaan penunjang diagnostiknya berhubung karena ketersedian alat masih kurang, pegawai di puskesmas ini tidak semua mengetahui tentang bagaimana itu persyaratan rujukan, hanya beberapa saja yang mengetahui seperti kepala puskesmas, dokter, pengelola obat.

Informan VII Sistem rujukan di puskesmas sepanjang kita bisa membantu ya.... kita bantu tetapi sepanjang hal itu tidak bisa kita tangani ya...memang itu solusinya kita rujuk ke rumah sakit dan itupun tergantung kepada situasi dan kondisi penyakit, persyaratan perlu kami jelaskan bahwa ada 144 diagnosa yang memang harus kita layani di puskesmas diluar dari pada 144 diatas mungkin itu yang harus di rujuk tapi dalam hal ini ya...terkadang kendala kita adalah 144 diagnosa itu tetapi yang kita temukan itu pasien sebenarnya tidak dirujuk namun karena keterbatasan alat terpaksa dirujuk walapun masuk dalam 144 diagnosa, kalo SDMnya masih kurang pak, karena memang dokter kita saja hanya 1 orang itupun dokter PTT, kita tunggu-tunggu sampai sekarang yang namanya pegawai negeri sipil yang bisa tetap di puskesmas ini, kalo


(1)

4. Kaptopril 5. Epinefrin 6. Norepinefrin 7. Simvastin

18. Abat Topikal untuk kulit 1. Kloramfenikol 2. Perak sulfadiazin

3. Antifungsi, kombinasi : asam benzoat, asal silisilat 4. Mikonazol

5. Nistatin 6. Betametason 7. Hidrokortison 8. Kalamin 9. Permetrin

10. Saep 2-4 kombinasi 11. Asam silisilat 12. Cal tar 13. Bedak salisil

19. Larutan elektrolit, nutrisi, dan lain-ain 1. Garam orait kombinasi

2. Natrium bikarbonat 3. Zinc

4. Air untuk injeksi 5. Tetrasiklin 6. Kloramfenikol 7. Betametason 8. Olopatadin 9. Metilergometrin 10. Oksitosin 11. Diazepam 12. Amitriptilin 13. Haloperidol 14. Klorpromazin 20. Obat untuk saluran cerna

1. Antasida kombinasi 2. Omeprazol

3. Ranitidin 4. Dimenhidrinat 5. Domperodon 6. klorpromazin 7. metoklopramid

8. antihemoroid, kombinasi 9. atropin

10. hiosina butilbromida 11. atapulgit


(2)

13. zinc

14. kombinasi : koalin, pektin 15. bisakodil 16. gliserin 17. aminofilin 18. deksametason 19. epinefrin 20. salbutamol 21. teofilin 22. terbutain

23. kombinasi : salmeterol, flutikason 24. kodein

21. obat untuk penyakit paru obstruksi kronis 1. ipratropium bromida

2. kombinasi : ipratrobium Br, salbutamol 22. obat yang mempengaruhi sistem imun

1. hepatitis B imunoglobulin (human) 2. human tetanus imunoglobulin 3. serum anti bisa ular :

4. serum antidifteri (A.D.S) 5. serum antirabies

6. serum antitetanus (A.T.S) 7. tetanus toxoid

23. Vaksin

9. Vaksin BCG 10. vaksin campak

11. vaksin kombinasi DPT + hepatitis B 12. vaksin jerap difteri tetanus (DT)

13. vaksin jerap difteri tetanus pertusis (DTP) 14. vaksin jerap tetanus (tetanus adsorbed toxoid ) 15. vaksin polio

16. vaksin rabies, untuk manusia 24. Obat untuk THT

1. hidrogen peroksida 2. karbogliserin 3. lidokain 4. oksimetazolin 25. vitamin dan mineral

1. asam askorbat (vitamin C) 2. ergokalsiferol (vitamin D2) 3. ferro fumarat

4. ferro sulfat 5. kalsium glukonat 6. kalsium karbonat 7. kalsium laktat (kalk)

8. kombinasi : ferro sulfat 200 mg, asam folat 0,25 mg


(3)

9. nikotinamid

10. piridoksin (vitamin B6) 11. retinol (vitamin A)

12. sianokobalamin (vitamin B12) 13. tiamin (vitamin B1)


(4)

(5)

(6)